Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

1. PROSEDUR EVAKUASI PADA KEBAKARAN


2. KESELAMATAN LISTRIK
3. PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Dosen Pembimbing:
Ns. Fauzan Widianto, M. Kep.,Sp. Kep. Kom

Oleh:
Nadia Anatasya

YAYASAN SETIH SETIO MUARA BUNGO


INSTITUT ADMINISTRASI DAN KESEHATAN SETIH SETIO
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang "
PROSEDUR EVAKUASI PADA KEBAKARAN
4. KESELAMATAN LISTRIK
5. PENANGGULANGAN KEBAKARAN
Konsep Keperawatan Keluarga, Konsep Asuhan Keperawatan
Tuberkulosis ".
Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan Makalah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,
baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam Makalah ini. Oleh
karena itu, saya dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar
saya dapat memperbaiki Makalah.
Kami berharap semoga Makalah yang saya susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.

Muara Bungo, 16 November 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................2
Daftar Isi..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang............................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Keluarga........................................................................................................6
2.2 Konsep Penyakit TBC................................................................................................17
2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga..................................................................................22
2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga Klien Dengan Diabetes TBC..................................36
2.5 Pelayanan Kesehatan Primer di Indonesia..................................................................44

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.................................................................................................................45
3.2 Saran...........................................................................................................................45

Daftar Pustaka...................................................................................................................46
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui
berbagai media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar
di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan
kematiannya yang relatif tinggi dalam kurun waktu relatif singkat. Penyakit
menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan
masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya
yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar.
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang
saling mempengaruhi (Widoyono, 2017). Salah satu penyakit menular yang
masih banyak di Indonesia adalah Tuberkulosis. TB Paru merupakan penyakit
yang sangat cepat ditularkan. Cara penularan TB Paru yaitu melalui percikan
dahak (droplet nuclei) pada saat pasien batuk atau bersin terutama pada orang
disekitar pasien seperti keluarga yang tinggal serumah dengan pasien.
Perilaku keluarga dalam pencegahan TB Paru sangat berperan penting dalam
mengurangi resiko penularan TB Paru.
Meningkatnya penderita TB Paru di Indonesia disebabkan perilaku
hidup yang tidak sehat. Hasil survey di Indonesia oleh Ditjen pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) salah satu penyebab
tingginya angka kejadian TB Paru disebabkan oleh kurangnya tingkat
pengetahuan (Kemenkes Republik Indonesia, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Konsep Keluarga ?

4
2. Apa Saja Konsep Penyakit TBC ?
3. Apa Saja Asuhan Keperawatan Keluarga ?
4. Apa Asuhan Keperawatan Keluarga Klien Dengan Diabetes TBC ?
5. Apa Saja Pelayanan Kesehatan Primer di Indonesia ?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa Mengetahui Apa Yang di Maksud Dengan Konsep Keluarga
2. Mahasiswa Mengetahui Apa Saja Konsep Penyakit TBC
3. Mahasiswa Mengetahui Apa Saja Asuhan Keperawatan Keluarga
4. Mahasiswa Mengetahui Apa Saja Asuhan Keperawatan Keluarga Klien
Dengan Diabetes TBC
5. Mahasiswa Mengetahui Apa Saja Pelayanan Kesehatan Primer di
Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga


2.1.1 Pengertian Keluarga
Menurut Salvision Bailon dan Aracelis Maglaya (1989) dalam
Maria H Bakri (2021), keluarga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-
masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
Keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau
lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang
terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek.(Reiner, 1980
dalam Maria H Bakri, 2021).Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam
keadaan saling kebergantungan (Nadirawati, 2018).Keluarga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan. (Effendy,1998 dalam Dedeh
Husnaniyah, 2022).

2.1.2 Tipe Keluarga

6
Menurut Dedeh Husnaniyah (2022), keluarga yang
memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola
kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial, maka tipe keluarga
berkembang mengikutinya.Agar dapat mengupayakan peran serta
keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan, maka perawat perlu
memahami dan mengetahui berbagai tipe keluarga.
1) Nuclear Family. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan anak
yang tinggal dalam satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi
legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja
di luar rumah.
2) Extanded Family. Adalah keluarga inti di tambahkan dengan
sanak saudara, misalnya, nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.
3) Reconstituted nuclear. Pembentukan baru dari keluarga inti
melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam
pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan
dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu
atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
4) Middle Age/Aging Couple. Suami sebagai pencari uang, istri di
rumah/kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah
meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier.
5) Dyadic Nuclear. Suami istri yang sudah berumur dan tidak
mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja di rumah.
6) Single parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian
pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah/di luar
rumah.
7) Dual Carier. Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
8) Commuter married. Suami istri/keduanya orang karier dan tinggal
terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-
waktu tertentu.
9) Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan
tidak adanya keinginan untuk menikah.
10) Three generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu
rumah.
11) Institutional. Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam
suatu panti-panti.
12) Communal. Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang
monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas.
13) Group marriage. Satu perumahan terdiri atas orang tua dan
keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu
adalah menikah dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari
anak-anaknya.
14) Unmarried parent and child. Ibu dan anak di mana perkawinan
tidak di kehendaki, anaknya di adopsi.
15) Cohibing couple. Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama
tanpa perkawinan.
Dari sekian macam tipe keluarga, maka secara umum di
Negara Indonesia di kenal dua tipe keluarga, yaitu tipe keluarga
tradisional dan tipe keluarga non tradisional, Menurut Maria H. Bakri
(2021)
1) Tipe Keluarga Tradisional
a) Keluarga inti : Suatu rumah tangga yang terdiri dari suami,
istri, dan anak (kandung/angkat).
b) Keluarga besar : Keluarga inti di tambah keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah misal kakak, nenek, paman,
bibi.
c) Single Parent : Suatu rumah tangga yang terdiri dari satu
orang tua dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat di
sebabkan oleh kematian/perceraian.
d) Single Adult : Suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
dewasa.
e) Keluarga lanjut usia: Terdiri dari suami istri lanjut usia.

2) Tipe Keluarga Non Tradisional

8
a) Commune Family : Lebih satu keluarga tanpa pertalian darah
hidup serumah.
b) Orang tua (ayah ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan
anak hidup bersama dalam satu rumah tangga.
c) Homosexsual : Dua individu yang sejenis hidup bersama
dalam satu rumah tangga.

2.1.3 Struktur Keluarga


Menurut Friedman (1998) dalam Maria H Bakri (2021),
struktur keluarga terdiri atas :
1) Pola dan proses komunikasi
Komunikasi dalam keluarga di katakan berfungsi apabila di
lakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai,
dan ada hierarki kekuatan.Komunikasi keluarga bagi pengirim
yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta
meminta dan menerima umpan balik.Penerima pesan
mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid.
Komunikasi dalam keluarga di katakan tidak berfungsi
apabila tertutup, adanya isi atau berita negatif, dan berfokus pada
satu hal, dan selalu mengulang isu dan pendapat sendiri.
Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi
perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak
sesuai.Penerima pesan gagal mendengarkan, diskualifikasi,
ofensif (bersifat negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau
tidak valid.
2) Struktur Peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang di
harapkan sesuai posisi sosial yang di berikan.Jadi, pada struktur
peran bisa bersifat formal atau informal.Posisi/status adalah posisi
individu dalam masyarakat misal status sebagai istri/suami.
3) Struktur Kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk
mengontrol, memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain.
Hak (legitimate power), di tiru (reward power), paksa (coercive
power), dan effektif power.
4) Struktur Nilai dan Norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat
anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah
pola perilaku yang di terima pada lingkungan sosial tertentu,
lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.

2.1.4 Fungsi Keluarga


Menurut Friedman (1988) dalam Dedeh Husnaniyah (2022)
mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga di antaranya adalah fungsi
afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan
fungsi perawatan keluarga.
1) Fungsi Afektif (The Affective Function)
Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga
yang merupakan basis kekuatan dari keluarga.Fungsi afektif
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikologis.Keberhasilan
fungsi afektif tampak melalui keluarga yang gembira dan
bahagia.Anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang
positif, perasaan yang di miliki, perasaan yang berarti, dan
merupakan sumber kasih sayang.Dukungan (reinforcement) yang
semuanya di pelajari dan di kembangkan melalui interaksi dalam
keluarga.Fungsi afektif merupakan sumber energi yang
menentukan kebahagiaan keluarga. Adanya perceraian, kenakalan
anak, atau masalah lain yang sering timbul dalam keluarga di
karenakan fungsi afektif yang tidak terpenuhi. Komponen yang
perlu di penuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif antara lain :
a) Memelihara saling asuh (mutual nurturance)
b) Keseimbangan saling menghargai
c) Pertalian dan identifikasi

10
d) Ketepisahan dan keterpaduan
2) Fungsi Sosialisasi (The Socialzation Function)
Sosialisasi di mulai pada saat lahir dan akan di akhiri
dengan kematian. Sosialisasi merupakan suatu proses yang
berlangsung seumur hidup, di mana individu secara kontinu
mengubah perilaku mereka sebagai respons terhadap situasi yang
terpola secara sosial yang mereka alami.
3) Fungsi Reproduksi (The Reproductive function)
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.Dengan adanya
program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit terkontrol.
Di sisi lain banyak kelahiran yang tidak di harapkan atau di luar
ikatan perkawinan, sehingga lahirlah keluarga baru dengan satu
orang tua.
4) Fungsi Ekonomi (The Economic Function)
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti : makanan,
pakaian, dan perumahan, maka keluarga memerlukan sumber
keuangan. Fungsi ini sulit di penuhi oleh keluarga yang berbeda
di garis kemiskinan, perawat bertanggung jawab untuk mencari
sumber-sumber di masyarakat yang dapat di gunakan oleh
keluarga dalam meningkatkan status kesehatan.
5) Fungsi Perawatan Keluarga/Pemeliharaan Kesehatan (The health
Care Function)
(a) Mengenal Masalah Kesehatan
(b) Mengambil Keputusan Mengenai Tindakan Kesehatan
(c) Kemampuan Merawat Anggota Keluarga Yang Sakit
(d) Kemampuan Keluarga Memelihara/ Memodifikasi
Lingkungan rumah yang sehat
(e) Kemampuan Menggunakan Fasilitas PelayananKesehatan
Bagi para professional kesehatan keluarga, fungsi
perawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam
pengkajian keluarga. Guna menempatkan dalam sebuah
perspektif, fungsi ini merupakan salah satu fungsi keluarga yang
menyediakan kebutuhan-kebutuhan fisik, seperti : makan,
pakaian, tempat tinggal dan perawatan kesehatan. Jika di lihat
dari perspektif masyarakat, keluarga merupakan sistem dasar, di
mana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dan di
amankan.

2.1.5 Peran Keluarga


Terdapat delapan posisi yang harus di penuhi sepasang suami
istri dalam berumah tangga yaitu, memberi nafkah, mengurus rumah
tangga, perawatan anak, sosialisasi, seksual, terauputik, rekreasi, dan
kerabatan.
Haddock et al (2005) dalam Maria H Bakri (2021) mengatakan
bahwa perempuan berperan sebagai pengurus rumah tangga dan
bertanggung jawab pada perawatan anak. Sedangkan suami, meski
berperan sebagai pencari nafkah, terkadang ia tidak boleh sungkan
mengerjakan pekerjaan rumah bahkan mengurus anak.
Adapun peran masing-masing anggota keluarga didiskripsikan
sebagai berikut :
1) Peranan Ayah
Ayah memiliki peran yang sangat penting dan strategis
dalam keluarga. Posisi ayah sering memberi rujukan anggota
keluarga dalam menentukan perilaku dan arah hidup keluarga.
Ayah memiliki peran sebagai pemimpin/kepala keluarga pencari
nafkah dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya.
2) Peranan Ibu
Dalam masyarakat peranan ibu tidak kalah penting dengan
peranan ayah.Ibu cenderung menjadi teman dan pendidik bagi
anak.Selain mengurus wilayah domestik keluarga, ibu juga
berperan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan

12
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya.Bahkan ibu dapat pula berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarga.
3) Peranan anak
Anak menjadi objek sekaligus subjek.Anak yang dibentuk
oleh keluarga pada saat bersamaan juga memiliki perannya
sendiri.Dalam tradisi masyarakat kita, anak melaksanakan
peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik
fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.1.6 Tahap Perkembangan Keluarga


Menurut dalam Nadirawati Friedman(2018), tahap
perkembangan keluarga adalah sebagai berikut (Nadirawati, 2018) :
1) Tahap Pasangan Baru (Beginning Family).
Keluarga dengan pasangan yang baru menikah, berawal dari
perkawinan dan membentuk keluarga baru. Tugas perkembangan
keluarga tahap ini adalah :
a) Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
b) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
c) Mendiskusikan rencana memiliki anak (menjadi orang tua)
2) Tahap Keluarga Sedang Mengasuh Anak (Child Bearing).
Keluarga dengan kelahiran anak pertama berlanjut sampai
anak pertama berusia dari 30 bulan. Tugas perkembangan
keluarga tahap ini adalah:
a) Persiapan menjadi orang tua
b) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga : peran,
interaksi, hubungan seksual dan kegiatan.
c) Mempertahankan hubungan yang memuaskan pasangan.
3) Tahap Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah
Tahap dimulai saat kelahiran anak pertama usia 2,5 tahun
dan berakhir saat anak berusia 5 tahun. Tugas perkembangan
keluarga tahap ini adalah :
a) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan
tempat tinggal, privasi dan rasa aman.
b) Membantu anak bersosialisasi.
c) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara
kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi.
d) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun
diluar keluarga.
e) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
f) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang anak.
4) Tahap Keluarga dengan Anak Sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam
tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Tugas perkembangan
keluarga tahap ini adalah :
a) Membantu sosialisasi anak.
b) Mempertahankan keintiman dengan pasangan.
c) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin
meningkat termasuk kebutuhan untuk meningkatkan
kesehatan anggota keluarga.
5) Tahap Keluarga dengan Anak Remaja
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun
dan berakhir 6-7 tahun kemudian. Tugas pekembangan keluarga
tahap ini adalah :
a) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung
jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan
meningkat otonominya.
b) Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga.
c) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang
tua, menghindari perdebatan, permusuhan dan kecurigaan.
d) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh
kembang keluarga.
6) Tahap Keluarga dengan Anak Dewasa

14
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama terakhir kali
meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir
meninggalkan rumah. Tugas perkembangan keluarga tahap ini
adalah :
a) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
b) Mempertahankan keintiman pasangan.
c) Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit dan
memasuki masa tua.
d) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
e) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
7) Tahap Keluarga Usia Pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat seorang anak terakhir kali
meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau salah
satu dari pasangan meninggal. Tugas perkembangan keluarga
tahap ini adalah:
a) Mempertahankan kesehatan.
b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman
sebaya dan dan anak-anak.
c) Meningkatkan keakraban pasangan.
8) Tahap Keluarga Usia Lanjut
Tahap ini dimulai saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut salah satu pasangan meninggal sampai keduanya
meninggal. Tugas perkembangan keluarga tahap ini adalah :
a) Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan .
b) Menyesuaikan terhadap penghasilan yang berkurang .
c) Mempertahankan terhadap hubungan pernikahan.
d) Menyesuaikan terhadap kehilangan pasangan.
e) Mempertahankan ikatan keluaraga antargenerasi.
f) Melanjutkan untuk merasionalisasi kehilangan keberadaan
anggota keluarga (peninjauan dan integrasi kehidupan).

2.1.7 Peran Perawat Keluarga


Menurut Dedeh Husnaniyah (2022), peran perawat keluarga
adalah sebagai berikut:
1) Pendidik
Peran perawat menyalurkan informasi berkenaan dengan
kasus tertentu dan kesehatan keluarga pada umumnya. Perawat
juga melakukan aktivitas pembelajaran dalam keluarga agar
keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga
secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah
kesehatan keluarga.
2) Koordinator
Perawat kesehatan keluarga bertindak sebagai koordinator
dalam melakukan perawatan kepada pasien. Koordinasi
diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi agar
tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan serta memudahkan
perawatan.
3) Pelaksana
Perawat langsung memberikan perawatan kepada
pasiennya. Perawat dapat mendemonstasikan kepada keluarga
asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan anggota
keluarga yang sehat dapat memberikan asuhan langsung kepada
anggota keluarga yang sakit.
4) Pengawas Kesehatan
Perawat kesehatan wajib melaksanakan home visite atau
kunjungan rumah secara teratur sebagai cara untuk mengontrol
pasien.
5) Konsultan
Perawat harus bersedia sebagai narasumber bagi keluarga
pasien, atau ketika keluarga meminta saran atau nasehat.
6) Kolaborasi
Perawat harus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan
keluarga pasien, memiliki komunitas atau jejaring dengan perawat
lain atau pelayanan rumah sakit.

16
7) Fasilitator
Perawat wajib mengetahui sistem layanan kesehatan seperti
sistem rujukan, biaya kesehatan, dan fasilitas kesehatan lainnya.

8) Peneliti
Perawat harus dapat berperan mengidentifikasi kasus yang
ada pada keluarga dan temuan-temuan baru untuk kesehatan
masyarakat.
9) Modifikasi lingkungan
Perawat menyampaikan kepada keluarga dan masyarakat
sekitar jika ada beberapa bagian dilingkungannya menjadi
penyebab datangnya penyakit.

2.2 Konsep Penyakit TBC


2.2.1 Pengertian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium
Tuberculosis (Kemenkes RI, 2018). Tuberkulosis adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosis) yang ditularkan melalui udara (droplet
nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang
mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas
(Widoyono, 2017). Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
menyerang parenkim paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis (Soemantri, 2019).

2.2.2 Etiologi
Tuberkulosis Paru disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Kuman terdiri dari Asam Lemak,
sehingga kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap gangguan kimia
dan fisis (Manurung, 2018). Penyebab Tuberkulosis adalah
Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah
dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada
dua macam mikobakteria Tuberkulosis yaitu Tipe Human dan Tipe
Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita
Mastitis Tuberkulosis Usus.
Basil Tipe Human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di
udara yang berasal dari penderita Tuberkulosis dan orang yang terkena
rentan terinfeksi bila menghirupnya (Nurarif, 2018).

2.2.3 Patofisiologi
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri di udara yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis yang mempengaruhi bagian tubuh
dan paling sering paru-paru. Mycobacterium. Tuberculosis terkena
udara sebagai inti droplet dari batuk, bersin, berteriak atau bernyanyi
dari individu dengan Tuberkulosis Paru. Penularan terjadi melalui
inhalasi inti droplet yang melewati rongga mulut atau hidung, saluran
pernapasan bagian atas, bronkus dan akhirnya mencapai alveoli paru-
paru.
Setelah Mycobacterium Tuberculosis atau Tubercle bacilli
mencapai Alveoli, mereka tertelan oleh Makrofag Alveolar yang
mengakibatkan penghancuran atau penghambatan proporsi yang lebih
besar dari basil tuberkulum yang dihirup. Proporsi kecil yang tidak
terpengaruh berlipat ganda dalam Makrofag dan dilepaskan setelah
kematian Makrofag. Bakteri Tuberkulum yang disebarkan langsung
menyebar melalui aliran darah atau saluran limfatik ke bagian jaringan
tubuh atau organ tubuh selain area infeksi Tuberkulosis yang sangat
rentan seperti paru-paru, laring, kelenjar getah bening, tulang belakang,
tulang atau ginjal.
Dalam sekitar 2 sampai 8 minggu, respon imun dipicu yang
memungkinkan sel darah putih untuk membungkus atau

18
menghancurkan sebagian besar basil tuberkulum. Enkapsulasi oleh sel
darah putih menghasilkan penghalang di sekitar Tuberkulum Bacilli
membentuk Granuloma. Begitu masuk ke dalam shell penghalang, basil
tuberkulum dikatakan berada di bawah kontrol dan dengan demikian
membentuk keadaan infeksi Tuberkulosis laten. Orang pada tahap ini
tidak menunjukkan gejala Tuberkulosis, tidak dapat menyebarkan
infeksi dan dengan demikian tidak dianggap sebagai kasus
Tuberkulosis. Di sisi lain, jika sistem kekebalan gagal untuk menjaga
basil tuberkulum di bawah kontrol, perbanyakan cepat basil terjadi
kemudian yang mengarah ke perkembangan dari infeksi Tuberkulosis
laten ke kasus Tuberkulosis. Waktu untuk pengembangan ke
Tuberkulosis mungkin segera setelah infeksi tuberkulosis laten atau
lebih lama setelah bertahun-tahun. Kasus Tuberkulosis sangat menular
dan dapat menyebarkan basil ke orang lain (Agyemen, 2017).

2.2.4 Tanda Dan Gejala


Pada stadium awal penyakit Tuberkulosis Paru tidak
menunjukkan tanda dan gejala yang spesifik. Namun seiring dengan
perjalanan penyakit akan menambah jaringan parunya pmengalami
kerusakan, sehingga dapat meningkatkan produksi sputum yang
ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai bantuk kompensasi
pengeluaran dahak. Selain itu, klien dapat merasa letih, lemah,
berkeringat pada malam hari dan mengalami penurunan berat badan
yang berarti. Secara rinci tanda dan gejala Tuberkulosis Paru ini dapat
dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala
respiratorik.
1. Gejala Sistemik
a. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari Tuberkulosis Paru,
biasanya timbul pada sore dan malam hari disertai dengan
keringat mirip demam influenza yang segera mereda tergantung
dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam
yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan.
b. Malaise
Karena Tuberkulosis bersifat radang menahun, makan
dapat terjadi rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan
berkurang, badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah pada
wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.

2. Gejala Respiratorik
a. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan
bronkus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus,
selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan
menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk
membuang produk produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.
b. Batuk berdarah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat
dan ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu
timbul akibat pecahnya aneurisme pada dinding kavitas, juga
dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan
kerusakan paru yang cukup luas. Pada awal gejala ini tidak
pernah ditemukan.
d. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat
di pleura terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik
(Manurung, 2018).

2.2.5 Klasifikasi Tuberkulosis Paru

20
Klasifikasi Tuberkulosis Paru dibuat berdasarkan gejala klinik,
bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan
untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program P2TBC Paru,
klasifikasi Tuberkulosis
Paru dibagi sebagai berikut :
a) Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif dengan kriteria :
1) Dengan atau tanpa gejala klinik.
2) BTA Positif: mikroskopok positif 2 kali, mikroskopik positif 1
kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik.
3) Positif 1 kali.
4) Gambaran radiologik sesuai dengan Tuberkulosis Paru.
b) Tuberkulosis Paru BTA Negatif dengan kriteria :
1) (Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan
Tuberkulosis Paru aktif.
2) BTA negatif, biarkan negatif tetapi radiologik positif.
c) Bekas Tuberkulosis Paru dengan kriteria :
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
2) Gejala klinik tidak atau ada gejala sisa akibat kelainan Paru.
d) Radiologik menunjukkan gambaran lesi Tuberkulosis Paru inaktif,
menunjukkan serial foto yang tidak berubah. Ada riwayat
pengobatan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang mendukung
adekuat (Gannika, 2018).

2.2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan Tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan
pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Mikobakteri merupakan kuman tahan
asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya
sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan
satu obat. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH,
Rifampisin, Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini
2): Kanamisin, Amikasin, Kuinolon. Pengobatan Tuberkulosis Paru
pada orang dewasa dibagi dalam beberapa kategori yaitu :
1. Kategori 1: 2HRZE/4HR3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol setiap hari (tahap intensif) dan 4 bulan selanjutnya minum
obat INH dan Rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
a. Penderita baru Tuberkulosis Paru BTA positif.
b. Penderita Tuberkulosis Ekstra Paru (Tuberkulosis di luar paru
paru) berat.
2. Kategori 2: HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3: 2HRZ/4H3R2
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru
mendukung aktif.
4. Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tuberkulosis kronik.

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


2.3.1 Pengkajian
Menurut Maria H Bakri (2021), pengkajian adalah tahapan
seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus
terhadap anggota keluarga yang di binanya. Secara garis besar data
dasar yang di pergunakan menjadi status keluarga adalah :
a) Data Umum
(1) Nama kepala keluarga, umur, alamat, dan telepon jika
ada, pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga,
komposisi keluarga, yang terdiri atas nama atau inisial,

22
jenis kelamin, tanggal lahir atau umur, hubungan dengan
kepala keluarga, status imunisasi dari masing-masing
anggota keluarga, dan genogram (genogram keluarga
dalam tiga generasi).
(2) Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta
kendala atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe
keluarga tersebut.
(3) Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik),
mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut, serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa terkait dengan
kesehatan.
(a) Latar belakang etnik keluarga atau anggota keluarga
(b) Tempat tinggal keluarga bagaimana (uraikan bagian
dari sebuah lingkungan yang secara etnik bersifat
homogen)
(c) Kegiatan-kegiatan sosial budaya, rekreasi dan
pendidikan. Apakah kegiatan-kegiatan ini ada dalam
kelompok kultur atau budaya keluarga
(d) Kebiasaan-kebiasaan diet dan berbusana, baik
tradisional maupun modern
(e) Bahasa yang di gunakan di dalam keluarga (rumah)
(f) Penggunaan jasa pelayanan kesehatan keluarga dan
praktisi. Apakah keluarga mengunjungi praktik,
terlibat dalam praktik-praktik pelayanan kesehatan
tradisional, atau mempunyai kepercayaan tradisional
dalam bidang kesehatan
(4) Agama, mengkaji agama yang di anut oleh keluarga serta
kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan
seperti :
(a) Apakah ada anggota keluarga yang berbeda dalam
keyakinan beragamanya
(b) Bagaimana ketelibatan keluarga dalam kegiatan
agama atau organisasi keagamaan
(c) Agama yang di anut oleh keluarga
(d) Kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai keagamaan
yang di anut dalam kehidupan keluarga, terutama
dalam hal kesehatan
(5) Status sosial ekonomi keluarga, Status sosial ekonomi
keluarga di tentukan oleh pendapatan, baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga maupun anggota
keluarga lainnya. Selain itu, status sosial ekonomi
keluarga di tentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan
yang di keluarkan oleh keluarga serta barang-barang
yang di miliki oleh keluarga seperti :
(a) Jumlah pendapatan perbulan
(b) Sumber-sumber pendapatan perbulan
(c) Jumlah pengeluaran perbulan
(d) Apakah sumber pendapatan mencukupi kebutuhan
keluarga
(e) Bagaimana keluarga mengatur pendapatan dan
pengeluarannya
(6) Aktivitas reakreasi keluarga dan waktu luang, reakreasi
keluarga tidak hanya di lihat kapan keluarga pergi
bersama-sama untuk mengunjungi tempat reakreasi,
namun dengan menonton tv dan mendengarkan radio
juga merupakan aktivitas reakreasi, selain itu perlu di
kaji pula penggunaan waktu luang atau senggang
keluarga.
b) Riwayat Dan Tahapan Perkembangan Keluarga
Tahap, perkembangan keluarga adalah pengkajian
keluarga berdasarkan tahap kehidupan keluarga. Menurut
Duvall, tahap perkembangan keluarga di tentukan dengan
anak tertua dari keluarga inti dan mengkaji sejauh mana

24
keluarga melaksanakan tugas tahapan perkembangan
keluarga.
Sedangkan riwayat keluarga adalah mengkaji riwayat
kesehatan keluarga inti dan riwayat kesehatan keluarga.
(1) Tahap perkembangan keluarga saat ini, di tentukan oleh
anak tertua dari keluarga inti.
(2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,
menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang
belum terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya.
(3) Riwayat keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan
pada keluarga inti, meliputi : riwayat penyakit keturunan,
riwayat kesehatan masing-masing, anggota, dan sumber
pleayanan yang di gunakan keluarga seperti perceraian,
kematian, dan keluarga yang hilang.
(4) Riwayat keluarga sebelumnya, keluarga asal kedua orang
tua (seperti apa kehidupan keluarga asalnya) hubungan
masa silam dan saat dengan orang tua dari kedua orang
tua.
c) Pengkajian Lingkungan
(1) Karakteristik rumah
(a) Gambaran tipe tempat tinggal (rumah, apartemen,
sewa kamar, kontrak atau lainnya).
(b) Gambaran kondisi rumah meliputi interior dan
eskterior. Interior rumah meliputi : jumlah kamar
dan tipe kamar (kamar tamu, kamar tidur);
penggunaan-penggunaan kamar tersebut; dan
bagaimana kamr tersebut di atur. Bagaimana kondisi
dan kecukupan parabot, penerangan, ventilasi,
lantai, tangga rumah, susunan, dan kondisi bangunan
tempat tinggal, termasuk perasaan-perasaan
subjektif keluarga terhadap rumah tinggalnya,
apakah keluarga menganggap rumahnya memadai
bagi mereka.
(c) Dapur, suplai air minum, penggunaan alat-alat
masak, apakah ada fasilitas pengaman bahaya
kebakaran.
(d) Kamar mandi, sanitasi, air, fasilitas toilet, ada
tidaknya sabun dan handuk.
(e) Kamar tidur, bagaimana pengaturan kamar tidur.
Apakah memadai bagaimana anggota keluarga
dengan pertimbangan usia mereka, hubungan, dan
kebutuhan-kebutuhan khusus mereka lainnya.
(f) Kebersihan dan sanitasi rumah, apakah banyak
serangga-serangga kecil (khususnya di dalam), dan
masalah-masalah sanitasi yang di sebabkan akibat
binatang-binatang peliharaan lainnya seperti ayam,
kambing, kerbau, dan hewan peliharaan lainnya.
(g) Pengaturan privasi, bagaimana dengan perasaan
keluarga terhadap pengaturan privasi rumah mereka
memadai atau tidak. Termasuk bahaya-bahaya
terhadap keamanan rumah atau lingkungan.
(h) Perasaan keseluruhan dengan pengaturan atau
penataan rumah mereka.
(2) Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal
(a) Tipe lingkungan tempat itnggal komunitas kota atau
desa.
(b) Tipe tempat tinggal (human, industri, campuran,
hunian dan industri kecil, agraris).
(c) Keadaan tempat tinggal dan jalan raya (terpelihara,
rusak, dalam perbaikan, atau lainnya).
(d) Sanitasi dan jalan rumah, bagaiman kebersihannya,
cara penanganan sampah, dan lainnya.

26
(e) Adakah jenis-jenis industri di lingkungan rumah
(kebisingan, polusi air, dan udara).
(f) Karakteristik demogrfi di lingkungan komunitas
tersebut.
(g) Kelas sosial dan karakteristik etnik penghuni.
(h) Lembaga pelayanan kesehatan dan sosial, apa yang
ada dalam lingkungan dan komunitas (klinik, rumah
sakit, penanganan gawat darurat, kesejahteraan,
konseling, pekerjaan).
(i) Kemudahan pendidikan di lingkungan dan
komunitas, apakah mudah di akses, dan bagaimana
kondisinya.
(j) Fasilitas-fasilitas reakreasi yang di miliki di
komunitas tersebut.
(k) Fasilitas-fasilitas ekonomi, warung, toko, apotek,
pasar, dan lainnya.
(l) Transfortasi umum, bagaimana pelayanan dan
fasilitas tersebut dapat di akses (jarak, kecocokan,
jam pemberangkatan, dan lainnya). Untuk keluarga/
komunitas.
(m) Kejadian tingkat kejahatan di lingkungan dan
komunitas, apakah ada yang serius seperti tidak
aman dan ancaman serius.
(3) Mobilitas geografis keluarga
Yang di tentukan apakah keluarga tinggal di daerah
ini, atau apakah sering mempunyai kebiasaan berpindah-
pindah tempat tinggal.
(4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat.
Menjelaskan waktu yang di gunakan keluarga
untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada
(5) Sistem perkumpulan keluarga
(a) Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang
di miliki keluarga untuk menunjang kesehatan yang
meliputi fasilitas fisik, dan psikologis
(b) Sumber dukungan dari anggota keluarga dan
fasilitas sosial atau dukungan masyarakat setempat,
lembaga pemerintah, maupun swasta
(c) Jaminan pemeliharaan kesehatan yang di miliki
keluarga
d) Struktur Keluarga
Pola-pola komunikasi keluarga, menjelaskan cara
berkomunikasi antar anggota keluarga, termasuk pesan yang
di sampaikan, bahasa yang di gunakan, komunikasi secara
langsung, atau tidak, pesan emosional (positif dan negatif),
frequensi, dan kualitas komunikasi yang berlangsung.
Adakah hal-hal yang tertutup dalam keluarga untuk di
diskusikan
1) Struktur kekuatan keluarga
(a) Keputusan dalam keluarga, siapa yang membuat,
yang memutuskan dalam penggunaan keuangan,
pengambilan keputusan dalam pekerjaan atau tempat
tinggal, serta siapa yang memutuskan kegiatan dan
kedisiplinan anak-anak
(b) Model kekuatan atau kekuasaan yang di gunakan
keluarga dalam membuat keputusan
2) Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota
keluarga, baik secara formal maupun informal, antara
lain :

28
(a) Peran formal, posisi dan peran formal pada setiap
anggota keluarga (gambarkan bagaimana setiap
keluarga melakukan peran masing-masing) dan
apakah ada konflik peran dalam keluarga
(b) Peran informal, adalah peran informal dalam
keluarga, siapakah yang memainkan peran tersebut,
beberapa kali dan bagaimana peran tersebut di
laksanakan secara konsisten
(c) Analisis model peran, siapa yang menjadi model
dalam menjalankan peran dalam keluarga, apakah
status sosial akan mempengaruhi pembagian peran
keluarga, apakah budaya masyarakat, bagaimana
agama mempengaruhi pembagian peran keluarga,
apakah peran yang di jalankan sesuai tahap
perkembangannya, bagaimana masalah kesehatan
mempengaruhi peran keluarga. Adakah peran baru,
bagaimana anggota keluarga yang sakit terhadap
perubahan peran atau hilangnya pera, serta apakah
ada konflik akibat perang
3) Struktur nilai atau norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai norma yang di anut
keluarga dengan kelompok atau komunitas. Apakah
sesuai dengan norma yang di anut, seberapa penting nilai
yang di anut, apakah nilai yang di anut secara sadar atau
tidak, apakah konflik nilai yang menonjol dalam
keluarga, bagaimana kelas sosial keluarga, bagaimana
latar belakang budaya yang mempengaruhi nilai-nilai
keluarga, serta bagaimana nilai-nilai keluarga
mempengaruhi nilai-nilai keluarga mempengaruhi status
kesehatan keluarga
e) Fungsi keluarga

29
1) Fungsi efektif, Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran
diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan
dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga
terhadap anggota keluarga lainnya.
2) Fungsi sosialisasi, Kaji bagaimana interaksi atau
hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota
keluarga belajar disiplin, norma, budaya serta
perilaku.
3) Fungsi perawatan kesehatan, Menjelaskan sejauh
mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan serta merawat anggota keluarga yang
sakit. Kesanggupan keluarga dalam melaksanakan
perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan
keluarga dalam melaksanakan lima tugas kesehatan
keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah
kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota
yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat
meningkatkan kesehatan dan mampu memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang terdapat dilingkungan
setempat.
4) Fungsi reproduksi, Hal yang perlu dikaji yaitu
berapa jumlah anak, rencana keluarga berkaitan
dengan jumlah anggota keluarga, metode keluarga
dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga.
5) Fungsi ekonomi, Sejauh mana keluarga memenuhi
kebutuhan sandang, pangan dan papan, sejauh mana
keluarga memanfaatkan sumber yang ada
dimasyarakat dalam upaya peningkatan status
kesehatan keluarga.
f) Stres Dan Koping

30
1) Stresor jangka pendek, yaitu stressor yang di alami
keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu
±6 bulan.
2) Stressor jangka panjang, yaitu stressor yang saat ini di
alami yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan.
3) Kemampuan dalam keluarga berespon terhadap situasi
atau stressor, mengkaji sejauh mana keluarga berespon
terhadap situasi stressor.
4) Strategi koping yang di gunakan, strategi koping apa saja
yang di gunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
5) Strategi adaptasi disfungsional, menjelaskan adaptasi
disfungsional yang di gunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
g) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik di lakukan pada semua anggota
keluarga.Metode yang di gunakan pada pemeriksaan ini tidak
berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik.
h) Harapan Keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan
keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.

2.3.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan


Menurut Maria H Bakri (2021), diagnosis keperawatan adalah
keputusan klinis mengenal individu, keluarga, atau masyarakat yang di
peroleh melalui suatu proses pengumpulan data dan analisis data secara
cermat, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-tindakan di
mana perawat bertanggung jawab untuk melaksanakannya.
Diagnosa keperawatan keluarga di rumuskan berdasarkan data
yang di dapatkan pada pengkajian. Komponen diagnosa keperawatan
meliputi :Problem atau masalah, etiologi atau penyebab, dan sign atau
tanda yang selanjutnya di kenal dengan PES.

31
Tipologi dari diagnosis keperawatan :
a) Diagnosis aktual (terjadi gangguan kesehatan). Dari hasil pengkajian
didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari gangguan kesehatan
dimana maslaah kesehatan yang dialami oleh keluarga memerlukan
bantuan untuk segera ditangani dengan cepat.
b) Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan). Sudah ada data yang
menunjang namun belum terjadi gangguan, tetapi tanda tersebut
menjadi masalah aktual apabila tidak segera mendapatkan bantuan
pemecahan dari tim kesehatan atau keperawatan.
c) Diagnosis potensial (keadaan sejahtera “wellness”). Suatu keadaan
dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan
keluarga dapat ditingkatkan.
Setelah data di analisis, kemungkinan perawat menentukan lebih
dari satu masalah. Mengingat keterbatasan kondisi dan sumber daya
yang di miliki oleh keluarga maupun perawat, maka masalah-masalah
tersebut tidak dapat di tangani sekaligus.Oleh karena itu, perawat
keehatan masyarakat dapat menyusun prioritas masalah kesehatan
keluarga. Menurut Bailon dan Maglaya (1978) dalam Maria H Bakri
(2021), prioritas masalah kesehatan keluarga dengan menggunakan
proses skoring sebagai berikut :

Tabel 2.1 Proses Skoring


No. Kriteria Skor Bobot

1. Sifat masalah : 1
a. Tidak atau kurang sehat 3
b. Ancaman kesehatan 2
c. Krisis atau keadaan sejahtera 1

2. Kemungkinan masalah dapat di ubah 2


a. Dengan mudah 2
b. Hanya sebagian 1
c. Tidak dapat 0

32
3. Potensial masalah untuk di cegah 1
a. Tinggi 3
b. Cukup 2
c. Rendah 1

4. Menonjolnya masalah 1
a. Masalah berat, harus segera di tangani 2
b. Ada masalah, tetapi tidak perlu di tangani 1
c. Masalah tidak di rasakan 0

Proses skoring di lakukan untuk setiap diagnosis


keperawatan dengan cara berikut ini :
a) Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah di buat
b) Selanjutnya skor tertinggi di bagi dengan aneka tertinggi
yang di kalikan dengan bobot
Skor
=Bobot
angka tertinggi
c) Jumlahkan skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5,
sama dengan seluruh bobot.

2.3.3 Perencanaan Keperawatan


Menurut Maria H Bakri (2021), Rencana keperawatan keluarga
merupakan kumpulan tindakan yang di rencanakan perawat untuk di
lakukan dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah
kesehatan/masalah keperawatan yang telah di identifikasi. Rencana
keperawatan yang berkualitas akan menjamin keberhasilan dalam
mencapai tujuan serta menyelesaikan masalah. Beberapa yang perlu di
perhatikan dalam mengembangkan keperawatan keluarga di antaranya :
a) Rencana keperawatan harus di dasarkan atas analisis yang
menyeluruh tentang masalah atau situasi keluarga.
b) Rencana yang baik harus realistis, artinya dapat di laksanakan dan
dapat menghasilkan apa yang di harapkan.

33
c) Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan falsafah instansi
kesehatan. Misalnya bila instansi kesehatan pada daerah tersebut
tidak memungkinkan pemberian pelayanan cuma-cuma, maka
perawat harus mempertimbangkan hal tersebut dalam menyusun
perencanaan.
d) Rencana keperawatan di buat bersama dengan keluarga, hal ini
sesuai dengan prinsip bahwa perawat bekerja bersama keluarga
bukan untuk keluarga.
e) Rencana asuhan keperawatan sebaiknya di buat secara tertulis, hal
ini selain berguna untuk perawat juga akan berguna bagi anggota tim
kesehatan lainnya.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Menurut Maria H Bakri (2021), Pelaksanaan merupakan salah
satu tahap dari proses keperawatan keluarga di mana perawat
mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat keluarga dalam
mengadakan perbaikan ke arah perilaku hidup sehat. Guna
membangkitkan minat keluarga dalam perilaku hidup sehat, maka
perawat harus memahami teknik-teknik motivasi. Tindakan
keperawatan keluarga mencakup hal-hal di bawah ini :
a) Menstimulus kesehatan atau penerimaan keluarga mengenai
kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan informasi,
mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan, serta
mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
b) Menstimulus keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat
dengan cara mengidentifikasi konsekuensi untuk tidak melakukan
tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang di miliki keluarga,
dan mendiskusikan konsekuensi setiap tindakan.
c) Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang
sakit dengan cara mendemostrasikan cara perawatan, menggunakan
alat dan fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi keluarga
melakukan perawatan.

34
d) Membantu keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan
menjadi sehat dengan menemukan sumber-sumber yang dapat di
gunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga
seoptimal mungkin.
e) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
dengan cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan
keluarga serta cara menggunakan fasilitas tersebut.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Maria H Bakri (2021), Sesuai dengan rencana tindakan
yang telah di berikan, tahap penilaian di berikan untuk melihat
keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil, maka perlu di susun
rencana baru yang sesuai.Semua tindakan keperawatan mungkin tidak
dapat di lakukan dalam satu kali kunjungan.Oleh karena itu, kunjungan
dapat di laksanakan secara bertahap sesusai dengan waktu dan
kesediaan keluarga. Langkah-langkah dalam mengevaluasi pelayanan
keperawatan yang di berikan, baik pada individu maupun keluarga
adalah sebagai berikut :
a) Tentukan garis besar masalah kesehatan yang di hadapi dan
bagaimana keluarga mengatasi masalah tersebut.
b) Tentukan bagaimana rumusan tujuan perawatan yang akan di capai.
c) Tentukan kriteria dan standar untuk evaluasi. Kriteria dapat
berhubungan dengan sumber-sumber proses atau hasil, bergantung
pada dimensi evaluasi yang di inginkan.
d) Tentukan metode atau tehnik evaluasi yang sesuai serta sumber-
sumber data yang di perlukan.
e) Bandingkan keadaan nyata (sesudah perawatan) dengan kriteria dan
standar untuk evaluasi.
f) Identifikasi penyebab atau alasan penampilan yang tidak optimal
atau pelasanaan yang kurang memuaskan.
g) Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai, perlu di
tentukan alasan kemungkinan tujuan tidak realistis, tindakan tidak

35
tepat, atau kemungkinan ada faktor lingkungan yang tidak dapat di
atasi.
Untuk melaksanakan evaluasi, ada baiknya di susun dengan
menggunakan SOAP secara optimal :
a) Subjektif (S) :adalah berbagai persoalan yang disampai oleh
keluarga setelah dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya yang
tadinya dirasa sakit, kini tidak sakit lagi.
b) Ojektif (O) : adalah berbagai persoalan yang ditemukan oleh perawat
setelah dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya berat badan naik
1 KG dalam 1 bulan.
c) Analisis (A) : adalah analis dari hasil yang telah dicapai dengan
mengacu pada tujuan yang terkait dengan diagnosa
d) Planing (P) : adalah perencanaan direncanakan kembali setelah
mendapatkan hasil dari respon keluarga pada tahap evaluasi.

2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga Klien Dengan Diabetes TBC


2.4.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan suatu tahapan saat seorang perawat
mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga
yang dibinanya. Pengkajian merupakan syarat utama untuk
mengidentifikasi masalah. Pengkajian keperawatan bersifat dinamis,
interaktif dan fleksibel. Data dikumpulkan secara sistematis dan terus
menerus dengan menggunakan alat pengkajian. Pengkajian
keperawatan keluarga dapat menggunakan metode observasi,
wawancara dan pemeriksaan fisik (Maglaya, 2019).
Proses pengkajian keluarga ditandai dengan pengumpulan
informasi yang terus-menerus dan keputusan professional yang
mengandung arti terhadap informasi yang dikumpulkan. Dengan kata
lain, data dikumpulkan secara sistematik menggunakan alat pengkajian
keluarga, kemudian di klasifikasikan dan dianalisis untuk
menginterprestasikan artinya sering kali data sepintas dikumpulkan
untuk tiap area utama. Ketika pengkaji menemukan kemungkinan atau

36
potensi masalah, pengkaji kemudian menggali bidang tersebut secara
lebih mendalam.
Selain itu, kekuatan keluarga perlu digali dalam proses
pengkajian. Jumlah dan jenis informasi juga bergantung pada klien,
yang mungkin ingin menyampaikan lebih banyak informasi tentang
satu area daripada area yang lain. Walaupun pengkajian merupakan
langkah pertama proses keperawatan, data terus dikumpulkan sepanjang
pemberian layanan yang menunjukkan sifat yang dinamis, interaktif dan
fleksibel dari proses ini. Sumber data pengkajian:
1) Wawancara klien tentang peristiwa yang lalu dan sekarang yaitu
mengajukan pertanyaan dan mendengarkannya, genogram dan
ecomap.
2) Pengkajian yang dapat melengkapi data objektif yaitu observasi
rumah dan observasi interaksi keluarga.
3) Pengkajian yang dapat melengkapi data subyektif yaitu pengalaman
anggota keluarga yang dilaporkan, observasi orang yang dilaporkan
dan instrumen pengkajian yang diisi oleh anggota keluarga.
4) Informasi tertulis dan lisan dari rujukan.
5) Laporan dari agensi yang bekerja dengan keluarga.
6) Laporan dari anggota tim kesehatan lain (Friedman, 2018).
Menurut Mubarak (2017), Pengkajian adalah tahapan seorang
perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus terhadap
anggota keluarga yang dibinanya. Secara garis besar data dasar yang
dipergunakan mengkaji status keluarga adalah:
1) Struktur dan karakteristik keluarga.
2) Sosial, ekonomi, dan budaya.
3) Faktor lingkungan.
4) Riwayat kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga.
5) Psikososial keluarga.
Hal-hal perlu dikaji pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian Tahap 1

37
1) Yang perlu dikaji pada data umum keluarga yaitu identitas kepala
keluarga (nama, alamat, pekerjaan dan pendidikan), komposisi
keluarga (daftar anggota keluarga dan genogram), menjelaskan
tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang terjadi dengan
tipe tersebut, setelah itu identifikasi budaya suku bangsa tersebut
terkait dengan kesehatan, mengkaji agama yang dianut oleh
keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan,
tentukan pendapat keluarga serta kebutuhan dan penggunaan
(apakah ada kesenjangan) dan aktivitas rekreasi keluarga.
2) Yang perlu dikaji pada riwayat dan tahap perkembangan keluarga
yaitu tahap perkembangan keluarga saat ini, tahap perkembangan
keluarga yang belum dipenuhi, riwayat penyakit keluarga: riwayat
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing keluarga
(adakah anggota keluarga sebelumnya menderita Tuberkulosis
Paru), status kesehatan anak (imunisasi), sumber pelayanan
kesehatan yang bisa digunakan keluarga serta pengalaman
terhadap pelayanan kesehatan.
3) Yang perlu dikaji pada pengkajian lingkungan yaitu karakteristik
rumah: luas, tipe rumah, jumlah ruang, pemanfaatan rumah,
peletakkan perabot rumah tangga, saran eliminasi (tempat, jenis,
jarak dari sumber air), sumber air minum, karakteristik tetangga
dan komunitas RT atau RW: kebiasaan, lingkungan fisik, nilai
budaya yang mempengaruhi kesehatan, perkumpulan keluarga
dan interaksi dengan masyarakat, ditentukan dengan kebiasaan
keluarga berpindah tempat, jumlah anggota yang sehat, fasilitas
untuk penunjang kesehatan.
4) Yang perlu dikaji pada struktur dan fungsi keluarga yaitu cara
berkomunikasi antar anggota keluarga, kemampuan anggota
keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk
merubah perilaku, menjelaskan peran dari masing-masing
anggota keluarga, baik secara formal maupun non formal, nilai
dan norma serat kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan,

38
dukungan keluarga terhadap anggota lain, fungsi perawatan
kesehatan (pengetahuan tentang sehat/sakit, kesanggupan
keluarga).
5) Yang perlu dikaji pada stres dan koping keluarga: stresor jangka
pendek yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan. Stresor jangka panjang yaitu
stresor yang saat ini dialami yang memerlukan penyelesaian lebih
dari 6 bulan. Kemampuan keluarga berespons terhadap situasi atau
stresor, mengkaji sejauh mana keluarga berespons terhadap situasi
atau stresor, strategi koping apa yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan. Strategi adaptasi disfungsional,
menjelaskan adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan.
2. Pemeriksaan Fisik
Dalam pengkajian keluarga khususnya pemeriksaan fisik, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Perlu dicantumkan tanggal pemeriksaan fisik dilakukan, sesuai
dengan format yang ada.
b) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga.
c) Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata,
mulut, THT, leher, thorax, abdomen, ekstremitas atas dan bawah
sistem genitalia.
d) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik.
3. Harapan Keluarga
Keinginan keluarga terhadap perawat keluarga terkait
permasalahan kesehatan yang dialami oleh keluarga.
4. Analisa Data
Rangkum data yang didapat dari hasil pengkajian menjadi data
subyektif dan data obyektif berdasarkan sumber data dan tentukan
masalah keperawatan serta penyebab dari masalah keperawatan
tersebut.

39
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Kundi (2018), Masalah keperawatan keluarga yang sering
muncul pada diagnosa medis Tuberkulosis Paru adalah:
1) Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi).
2) Pola nafas tidak efektif.
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif.
4) (Risiko tinggi) gangguan pertukaran gas.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
6) Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh
dan perawatan penyakit).
Menurut Manurung (2018), masalah keperawatan yang dapat
terjadi pada klien Tuberkulosis Paru dapat berupa :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif.
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3) Kurangnya pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis Paru.
4) Intoleransi aktivitas.
5) Risiko tinggi terjadinya kekambuhan.
Setelah menentukan diagnosa yang sesuai selanjutnya menetapkan
prioritas masalah/diagnosa keperawatan keluarga dengan menggunakan
skala untuk menyusun prioritas dari masalah tersebut.

2.4.3 Perencanaan Keperawatan


Perencanaan keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan
yang ditentukan oleh perawat bersama-sama sasaran, yaitu keluarga
untuk dilaksanakan, sehingga masalah kesehatan dan masalah
keperawatan yang telah diidentifikasi dapat diselesaikan. Kualitas
rencana keperawatan keluarga sebaiknya berdasarkan masalah yang
jelas, harus realitas, sesuai dengan tujuan, dibuat secara tertulis dan
dibuat bersama keluarga. Dalam perencanaan keperawatan keluarga ada

40
beberapa hal yang harus dilakukan perawat keluarga yaitu penyusunan
tujuan, mengidentifikasi sumber-sumber, mendefinisikan pendekatan
alternatif, memilih intervensi keperawatan dan penyusunan prioritas
(Susanto, 2018).
1) Menetapkan Tujuan Keperawatan
Tujuan merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang
diharapkan dari tindakan keperawatan yang terdiri dari jangka
panjang dan jangka pendek. Tujuan jangka pendek adalah target dari
kegiatan atau hasil akhir yang diharapkan dari rangkaian proses
penyelesaian masalah keperawatan (penyelesaian satu diagnosa atau
masalah) dan biasanya berorientasi pada perubahan perilaku seperti
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2) Menyusun Rencana Tindakan Keperawatan Keluarga
Rencana tindakan keperawatan keluarga merupakan langkah
dalam menyusun alternatif-alternatif dan mengidentifikasi sumber-
sumber kekuatan dari keluarga (kemampuan perawatan mandiri,
sumber pendukung/bantuan yang bisa dimanfaatkan) yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah dalam keluarga. Intervensi
keperawatan keluarga ditekankan pada penguatan garis pertahanan
karena keluarga merupakan suatu sistem. Penguatan garis pertahanan
keluarga pada model Neuman dengan menekankan pada 3 tingkat
pencegahan yaitu: pencegahan primer untuk garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk garis pertahanan normal dan
pencegahan tersier untuk garis pertahanan resisten.

2.4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan keluarga merupakan pelaksanaan dari
rencana asuhan keperawatan yang telah disusun perawat bersama
keluarga. Inti pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan keluarga
adalah perhatian. Jika perawat tidak memiliki falsafah untuk memberi
perhatian, maka tidak mungkin perawat dapat melibatkan diri bekerja

41
dengan keluarga. Perawat harus membangkitkan keinginan untuk
bekerja sama melaksanakan tindakan keperawatan.
Pada pelaksanaan implementasi keluarga, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah (Susanto, 2012):
1. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan tindakan yang tepat
dengan cara:
a. Diakui tentang konsekuensi tidak melakukan tindakan.
b. Identifikasi sumber-sumber tindakan dan langkah-langkah serta
sumber yang dibutuhkan.
c. Diakui tentang konsekuensi tiap alternatif tindakan.
2. Menstimulasi kesadaran dan penerimaan tentang masalah dan
kebutuhan kesehatan dengan cara:
a. Memperluas infomasi keluarga.
b. Membantu untuk melihat dampak akibat situasi yang ada.
c. Hubungan kebutuhan kesehatan dengan sasaran keluarga.
d. Dorong sikap emosi yang sehat menghadapi masalah.
3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat keluarga yang sakit
dengan cara:
a. Mendemonstrasikan cara perawatan.
b. Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah.
c. Mengawasi keluarga melakukan perawatan.
4. Intervensi untuk menurunkan ancaman psikologis:
a. Meningkatkan hubungan yang terbuka dan dekat.
b. Memilih intervensi keperawatan yang tepat.
c. Memilih metode kontak yang tepat.
5. Membantu keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan
menjadi sehat dengan cara:
a. Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.
b. Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
6. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada dengan cara:

42
a. Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.
b. Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.4.5 Evaluasi
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi.
Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan
yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Evaluasi
merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang
perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 2018).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilannya. Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara
yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Suprajitno, 2019) yaitu
dengan SOAP, dengan pengertian "S" adalah ungkapan perasaan dan
keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan
implementasi keperawatan. "O" adalah keadaan objektif yang dapat
diidentifikasi oleh perawat menggunakan penglihatan. "A" adalah
merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon keluarga secara
subjektif dan objektif. "P" adalah perencanaan selanjutnya setelah
perawat melakukan tindakan. Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan
yang sudah dibuat sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai,
maka dibuat rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.

2.5 Pelayanan Kesehatan Primer di Indonesia


Merujuk pada ketentuan yang berlaku di Indonesia, nomenklatur
pelayanan kesehatan primer tidak pernah digunakan secara eksplisit.
Pelayanan kesehatan primer pada umumnya ditampilkan berdasarkan
posisinya sebagai tingkat layanan, penjabaran dari fungsi yang
dilaksanakan, serta identifikasi kewenangan dari pemberi layanan.
Kondisi ini dapat dilihat pada deskripsi berbagai regulasi. Pertama,
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
menyatakan pelayanan primer sebagai pelayanan kesehatan tingkat

43
pertama di mana pelayanan tersebut diberikan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan dasar.
Kedua, Perpres No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional yang menyatakan pelayanan kesehatan perorangan primer
sebagai pelayanan kesehatan di mana terjadi kontak pertama secara
perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan. Ketiga,
Permenkes No. 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perseorangan yang mendefinisikan pelayanan primer sebagai
pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagai:
(a) Pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter dan dokter
gigi di Puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik
perorangan, klinik pratama, klinik umum di balai/lembaga
pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama (Pasal 2).
(b) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 2).
(c) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
(pasal 4).
Keempat, Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan, Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan,
Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Perpres No. 19 Tahun
2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun
2013 Tentang Jaminan Kesehatan, serta Perpres No. 82 Tahun 2018
tentang Jaminan Kesehatan yang mendefinisikan pelayanan primer
sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagai pelayanan
kesehatan non-spesialistik.

44
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Effendi (1998) dalam Harmoko (2018) keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Whall (1986) dalam Nadirawati (2018) mengemukakan
bahwa keluara yaitu sekelompok dua orang atau lebih yang disatukan oleh
persatuan dan ikatan emosional tidak hanya berdasarkan keturunan atau
hukum, tetapi mungkin atau mungkin tidak dengan cara ini, mereka
menganggap diri mereka sebagai keluarga dan mengidentifikasi diri mereka
sebagai bagian dari keluarga.
Sedangkan tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman
(2018) ada 5 terkait dengan pelaksanaan asuhan keperawatan jika diterapkan
pada keluarga diabetes melitus yaitu:
1) Mengenal masalah kesehatan setiap keluarga yang terkena penyakit.
2) Mengambil keputusan untuk tindakan keperawatan yang tepat bagi
anggota keluarga.
3) Memberikan perawatan bagi anggota keluarga.
4) Memodifikasi lingkungan rumah yang memenuhi syarat kesehatan
5) Menggunakan fasilitas kesehatan yaitu untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan keluarga menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan
masyarakat.

3.1 Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyaknya
kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Untuk itu
diharapkan kritik dan sarannya dari pembaca yang bersifat membangun.

45
DAFTAR PUSTAKA

Agyemen, A., & Oferi, A.R. 2017. Tuberculosis an Overview. Journal of Public
Health and Emergency, (1-11).
Depkes Republik Indonesia. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis Cetakan ke 6. Jakarta: Depkes Republik Indonesia..
Fred, C.P., & Patrick, M.K. 2010. Socioeconomic Disparaties in Health
Behaviours. Annu Rev Sociol, (349-370).
Friedman, M.M. 2014. Keperawatan Keluarga Edisi 5. Jakarta: EGC.
Gannika, L. 2016. Tingkat pengetahuan keteraturan berobat dan sikap klien
terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di ruang perawatan I dan II Rumah
Sakit Islam
Faisal Makassar. Jurnal keperawatan Volume 1 Nomor 1, (909-916).
Harmoko. 2010. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

46

Anda mungkin juga menyukai