Anda di halaman 1dari 25

UTS

REVIEW JURNAL GIFTED UNDERACHIEVEMENT 1

Judul Intervensi Terhadap Siswi Underachieving Gifted di Sekolah internasional


X Bandung
Jurnal Jurnal Psibernetika
Volume & Halaman Vol. 7 No. 2
Tahun Oktober, 2014
Penulis Linda
Reviewer Arniyati Halil Sangadji
Tanggal review 04 November 2020

Tujuan Penelitian Memberikan intervensi terhadap siswi inderachieving gifted di Sekolah


Internasional X Bandung.
Landasan Teori Definisi;
 Gifted merupakan istilah pada anak-anak yang menunjukkan
bukti dalam kemampuan kinerja yang tinggi di bidang-bidang
seperti intelektual, kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan, atau
bidang akademik tertentu, dan membutuhkan kegiatan yang
biasanya tidak disediakan oleh sekolah untuk sepenuhnya
mengembangkan kemampuan tersebut (Barbara Clark, 2008).
 Para peneliti (Raph, Goldberg, and Passow, 1966 dalam Rochmat
Wahab, 2005) dan beberapa penulis mutakhir (Davis and Rimm,
1989 dalam Rochmat Wahab, 2005) telah mendefinisikan
berprestasi kurang (underachievement) berkenaan dengan suatu
kesenjangan antara suatu performansi sekolah dan beberapa
kemampuan yang sering diindikasikan dengan suatu indeks IQ.
Karakteristik Underachievement:
Traits atau karakteristik dari underachievers telah banyak diteliti, namun
tidak satu murid pun yang memiliki atau menunjukkan semua atau bahkan
beberapa traits dari kompilasi ini. Pada umumnya anak-anak ini agresif dan
menampilkan rasa frustasi mereka dengan mencari perhatian secara negatif
atau mereka menarik diri dan membiarkan talenta mereka sia-sia (Barbara
Clark, 2008).
Karakteristik underachievemen menurut Barbara, Clark, (2008)
1) Mengevaluasi diri sendiri secara negatif. Perasaan rendah diri
dapat terlihat dari ketidakpercayaan, ketidakacuhan, rendahnya
perhatian, dan bahkan hostility terhadap orang lain. Mereka
percaya bahwa tidak ada yang menyukai mereka.
2) Mereka sering merasa ditolak oleh keluarganya, mereka merasa
orang tua tidak puas/senang dengan mereka.
3) Karena perasaan helplessness, mereka tidak bertanggung jawab
terhadap tindakan mereka, mengekternalisasi konflik dan
masalah.
4) Mereka dapat menunjukkan ciri-ciri hostility terhadap figur
otoritas dewasa dan menggeneralisasikan rasa tidak percaya
terhadap orang dewasa.
5) Mereka memiliki fokus tersendiri, bertahan dari pengaruh guru
atau orang tua.
6) Mereka merasa sebagai korban.
7) Mereka seringkali tidak menyukai sekolah atau gurunya dan
memilih teman yang memiliki perilaku negatif terhadap sekolah
juga.
8) Mereka terlihat sebagai pemberontak.
9) Motivasi yang lemah untuk prestasi akademik dan mungkin
kurang terampil dalam hal akademik.
10) Mereka cenderung memiliki kebiasaan belajar yang buruk, jarang
mengerjakan PR, seringkali tidur ketika akan belajar, dan
meninggalkan pekerjaannya dalam keadaan tidak selesai.
11) Mereka kurang adaptif secara intelektual.
12) Mereka kurang tekun, kurang asertif, dan menunjukkan level
yang tinggi dalam menarik diri dalam situasi kelas.
13) Mereka memiliki status yang rendah sebagai pemimpin dan
kurang populer diantara teman sebaya.
14) Mereka seringkali kurang dewasa daripada anak yang berprestasi
(contohnya kurang disiplin, prokrastinasi, menunjukkan rasa tidak
mau menyelesaikan tugas dengan anggapan hal tersebut tidak
menyenangkan, mudah terdistraksi, bertindak sangat impulsif,
dan tidak mau menghadapi kenyataan yang tidak menyenangkan).
15) Mereka seringkali menunjukkan penyesuaian diri yang buruk dan
mengekspresikan perasaan bahwa mereka dibatasi dalam
bertindak.
16) Mereka mungkin tidak memiliki hobi, minat, atau aktivitas yang
dapat mengisi waktu kosong mereka.
17) Mereka cenderung memiliki aspirasi yang rendah daripada anak
yang berprestasi dan tidak memiliki tujuan yang jelas mengenai
tujuan pekerjaan.
18) Mereka tidak dapat memikirkan atau merencanakan tujuan masa
depan.
19) Mereka cenderung terlambat menentukan tujuan dan sering
memilih tujuan yang tidak sesuai dengan minat atau kemampuan
utama mereka. Seringkali tujuan yang mereka miliki telah
disiapkan untuk mereka.
20) Dalam memilih karir, mereka menunjukkan minat terhadap
aktivitas manual, bisnis, pekerjaan sales, atau segala sesuatu yang
sedang tren daripada perhatian yang lebih sosial atau pekerjaan
profesional.
Dinamika Untuk mengetahui apakah murid-murid mengalami underachievement
diperlukan tes IQ. Hasil tes IQ yang memperlihatkan performa dengan
kapasitas dapat membantu untuk menentukan apakah murid tersebut
mengalami underachievement atau tidak. Pada murid gifted tidak dapat
hanya dengan menggunakan tes IQ, namun diperlukan observasi selama
beberapa waktu dan mencari pola tertentu dimana murid menunjukkan
momen tertentu yang brilian (Clark, 2008).
Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah single-case
study terhadap siswi underachieving gifted di Sekolah Internasional “X”
Bandung. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu pemilihan sampel yang berdasarkan pada kriteria tertentu
sesuai dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi, anamnesa, dan serangkaian tes psikologi. Tes psikologi yang
digunakan adalah WISC, WZT, DAM, BAUM, dan HTP.
Intervensi / Saran  Subjek disarankan untuk melakukan board therapy (reward and
intervensi delay of reward) secara konsisten baik di rumah maupun di
sekolah dengan memberikan pengertian yang jelas kepada anak
mengenai hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh subjek lakukan
disertai alasannya.
 Board therapy adalah suatu metode untuk membiasakan anak
melakukan perilaku yang diinginkan atau yang ingin diubah
dengan memberikan penjelasan mengenai perilaku yang
sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan agar anak
mengerti/memahami makna dari perilaku tersebut. Sebagai
bentuk motivasi atau penghargaan terhadap anak, maka
disertakan sistem reward dan delay of reward. Anak akan
mendapatkan “poin” (reward) dari perilaku yang diharapkan dan
tidak mendapatkan “poin” dari perilaku yang tidak diharapkan.
“poin” dari perilaku yang diharapkan dapat dikumpulkan dan jika
sudah mencapai jumlah yang disepakati orang tua dan anak, maka
anak dapat memperoleh hadiah (reward). Jika anak melakukan
perilaku yang tidak diinginkan, orang tua/guru pun dapat
melarang anak untuk melakukan apa yang menjadi kesukaan anak
(delay of reward).
 Hal penting yang perlu ditekankan di sini adalah anak dan orang
tua/guru harus membuat persetujuan di awal, orang tua/guru
tetaplah figur otoritas yang lebih berkuasa dari anak. Orang
tua/guru harus konsisten dalam melakukan board therapy ini dan
saling bekerja sama. Pemberian penjelasan juga merupakan hal
yang sangat penting agar anak benar-benar mengerti alasan
dibalik tindakannya, tidak hanya melakukan hal-hal yang
diminta/disuruh oleh orang tua/guru. Alangkah baiknya jika
antara orang tua dengan guru terjalin suatu komunikasi dua arah.
Komunikasi tersebut dapat melalui komunikasi langsung dan
tidak langsung, misalnya dengan menggunakan buku komunikasi.
 Dalam melakukan board therapy ini diperlukan beberapa
peralatan seperti papan kayu/whiteboard/sterofoam/karton
(sebagai board) dengan ukuran yang cukup besar sehingga tulisan
yang tercantum dapat terbaca bersama. Lalu alat tulis untuk
menulis pada board tersebut dan stiker/magnet/lambang tertentu
sebagai “poin” yang akan diberikan kepada anak.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa Subjek adalah anak yang
sangat dipengaruhi suasana hati. Subjek akan memperhatikan mata
pelajaran yang ia sukai dan menunjukkan performa optimal tanpa adanya
dorongan dari pihak luar. Sebaliknya dengan pelajaran yang tidak
disukainya, Subjek akan menunjukkan performa yang kurang optimal,
walaupun pihak luar telah memberikan dorongan kepadanya. Suasana
hatinya pun cukup mudah terlihat dari wajahnya yang ekspresif. Subjek
hampir tidak pernah duduk diam ketika memperhatikan guru ataupun ketika
belajar baik di dalam maupun luar kelas, kecuali pada pelajaran olah raga.
Subjek menunjukkan perilaku yang cukup dominan jika berhadapan dengan
teman-temannya. Subjek hampir selalu duduk paling belakang dan cukup
terpisah dari teman-temannya ketika pelajaran di luar kelas. Hal tersebut
mengesankan sikap Subjek yang acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
Hasil pemeriksaan psikologis yang telah dilakukan menggunakan alat tes
WISC menunjukkan bahwa Subjek memiliki taraf kecerdasan fungsional
rata-rata atas (FIQ = 105). Kecerdasan yang dimiliki Subjek belum
difungsikan dengan optimal karena potensi kecerdasan Subjek sebenarnya
berada pada taraf superior (OIQ = 144).
REVIEW JURNAL GIFTED UNDERACHIEVEMENT 2

Judul Indentifikasi Anak Underachievement (Underachiever dan gifted


Underachiever)
Jurnal Jurnal Pendidikan : Early Childhood
Volume & Halaman Vol.1 No.2
Tahun November, 2017
Penulis Rikha Surtika Dewi & Mery Trisnawati
Reviewer Arniyati Halil Sangadji
Tanggal review 04 November 2020

Definisi Underachievement didefinisikan sebagai kesenjangan antara prestasi yang


diharapkan yang biasanya diukur dengan tes yang terstandarisasi dengan
prestasi yang sesungguhnya yang diukur dengan nilai dan catatan prestasi di
kelas serta penilaian guru (Reis & McCoach, 2000)
Dinamika Underachievement merupakan fenomena yang bermula dari sebuah potensi
inteligensi yang di komparasi dengan keberhasilan anak meraih prestasi
akademik di sekolah. Meskipun begitu, banyak faktor yang mempengaruhi
sehingga anak-anak dengan potensi baik ini mengalami kegagalan dalam
proses belajar di sekolah, selain karakteristik khusus yang biasanya dimiliki
oleh anak-anak berbakat mereka tidak memperoleh pemahaman dari
lingungan, dan adanya faktor ekternal lainnya yang diluar kontrol individu
yang dapat memberikan pengaruh terhadap pencapaian prestasi yang sesuai
harapan.
Penelitian menunjukkan prevelensi kejadian underachievement sekitar 15-
50%. Underachievement terkait pula dengan gender. Menurut Peterson dan
Colangelo (1996) kasus underachievement lebih banyakdialami oleh anak
laki-laki daripada anak perempuan. Walaupun lebih banyak terjadi pada
anak laki-laki, anak perempuan juga berpotensi besar menjadi
underachiever. Ambivalensi internal dan sosial tentang prestasi dapat
menyebabkan lebih banyak konflik untuk anak perempuan mengenai
potensi intelektualnya.
Perlu pemahaman yang menyeluruh dari berbagai pihak yang terlibat dalam
proses belajar anak, baik dalam melakukan identifikasi maupun dalam
melakuakn pendekatan bagi anak underachiever dan gifted underachiever.
Karakteristik  Karakteristik utama yang dihubungkan dengan anak
underachiever adalah rendahnya selfesteem (Preckle & Vock,
2006; Trevallion, 2008).
 Butler-Por; McCall, Evahn & Kratzer (Tarmidi, 2008)
menyatakan bahwa salah satu karakteristik kepribadian anak
underachiever adalah rendahnya konsep diri. Anak biasanya
menutupi ini dengan mengembangkan mekanisme pertahanan diri
(defence mechanism) seperti bertindak agresif ataupun membuat
keributan/lelucon di kelas.
 Karakteristik sekunder yaitu biasanya mereka memperlihatkan
perilaku menghindar. Kaufman (Trevallion, 2008) menyatakan
bahwa karakteristik ini tampil dalam dua arah yaitu agresif atau
menghindar. Mereka juga akan memperlihatkan ketergantungan
seperti tergantung pada orang lain untuk menyelesaikan tugasnya.
 Karakteristik tersier anak underachiever antara lain buruknya
keahlian dalam tugas-tugas sekolah, kebiasaan belajar yang
buruk, memiliki masalah penerimaan oleh teman sebaya,
konsentrasi yang buruk dalam aktivitas sekolah, tidak bisa
mengatur diri baik di rumah maupun di sekolah, mudah bosan,
“meninggalkan” kegiatan kelas, memiliki kemampuan berbahasa
oral yang baik, tapi buruk dalam menulis, mudah terdistraksi dan
tidak sabaran, sibuk dengan pikirannya sendiri, kurang jujur,
sering mengkritik diri sendiri, mempunyai hubungan pertemanan
yang kurang baik, suka bercanda di kelas (membuat keributan),
ramah terhadap orang yang lebih tua, dan berperilaku yang tidak
biasa.
Intervensi / Asesmen /  Langkah awal dalam melakukan identifikasi adalah dengan
Saran intervensi melakukan proses asesmen, baik dengan observasi kelas untuk
melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran,
lalu dilakukan pemeriksaan kesehatan berkaitan juga dengan
fungsi indera terutama pengelihatan dan pendengaran, selanjutnya
adalah melakukan proses wawancara baik dengan orang tua anak,
teman satu meja, teman kelas, guru mata pelajaran lain, teman
bermain dan keluarga lain yang terlibat dalam keseharian anak.
Setelah melakukan asesmen awal maka dilanjutkan dengan
serangkaian tes baik tes kemampuan intelegensi (IQ) maupun tes
yang berkaitan dengan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu.
 Setelah memperoleh hasil dari asesmen yang telah dilakukan
maka dilanjutkan dengan melakukan diagnosi setelah sebelumnya
membuat dinamika psikologi berdasarkan pada domain perilaku,
domain kognitif, domain sosial-emosi dan domain kepribadian
anak. Selanjutnya dibuat rancangan intervensi yang akan
dilakukan sehubungan dengan upaya membantu anak
mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki sehingga
pencapaian prestasi belajar lebih maksimal
 (Trevallion, 2008) menyatakan bahwa untuk meningkatkan
prestasi anak underachievement dapat dilakukan dengan
membangun self-esteem, meningkatkan konsep diri,
meningkatkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, mengajari cara
belajar (study skills), manajemen waktu dan mengatasi
kekurangannya dalam hal akademik.
 Pringle (oxfordbrooks.ac.uk, 2006) juga menyatakan hal yang
sama, bahwa untuk mengatasi anak underachiever dapat
dilakukan oleh guru dengan meningkatkan konsep diri dan moral
anak, memberikan dukungan, memberikan kesempatan untuk
mengerjakan sesuatu dengan bebas, ataupun membuat suasana
belajar yang menyenangkan. Jika guru bersikap negatif terhadap
anak underachiever ataupun kurang memperhatikan mereka, akan
berakibat makin menguatnya pola underachievement pada anak
tersebut
REVIEW JURNAL SLOW LEARNER 1

Judul Learning Motivation for Slow Learners with Tablet Technology


Jurnal International journal for Studies on Children, Women, Elderly, and
Disabled
Volume & Halaman Vol. 5
Tahun 2018
Penulis Azizzeanna Hassan & Murni Mahmud
Reviewer Arniyati Halil Sangadji_205110022
Tanggal review 04 November 2020

Tujuan Penelitian Mengetahui pemanfaatan teknologi tablet sebagai sarana pendidikan


pelengkap yang mampu meningkatkan motivasi belajar pada anak lambat
belajar (slow learner).
Subjek Penelitian 1) Sepuluh siswa campuran slow learner berat dan ringan yang
dipilih oleh guru.
2) Dua guru pengampu.
Variabel Penelitian Motivasi Belajar siswa slow learner
Landasan Teori Definisi:
Slow learner merupakan kelompok anak dengan ketidakmampuan belajar,
yang terdiri dari disabilitas kognitif ringan dan memiliki kapasitas kognitif
yang terbatas atau kecerdasan intelektual (IQ) yang rendah, Anak slow
learner memiliki IQ antara 76 dan 89 yang sedikit berbeda dengan anak
normal dengan kemampuan terbatas dalam memecahkan masalah.
(Chauhan, 2011)
Ciri-ciri/Karakteristik:
Menurut Chauhan (2011), diantanya:
 Lambat memahami keterampilan dan konsep dibandingkan anak-
anak seusianya.
 Kemampuan yang rendah dalam bernalar pada situasi tertentu
derta dalam menghadapi abstrak dan symbol, seperti bahasa,
angka dan konsep.
 Lemah dalam pemrosesan informasi
 Ketidak mampuan mengekspresikan ide
 Kehilangan kemampuan perhatian.
 Pembelajaran membaca yang dibutuhkan anak slow learner kira-
kira satu tahun kemudian sehingga sebagian besar anak-anak pada
tingkatan kelas yang sama.
Dinamika Beberapa peneliti menemukan bahwa teknologi dapat membantu dalam
meningkatkan pembelajaran peserta didik (Li, Pow, Wong, & Fung, 2009;
Patchan & Puranik, 2016; Sung, Chang, & Liu, 2016; Urdan &
Schoenfelder, 2006).
Dalam penelitian (Falloon, 2013) telah mengidentifikasi beberapa faktor
perilaku siswa dalam menggunakan teknologi tablet untuk meningkatkan
dan meningkatkan metode pembelajaran tradisional mereka. Studi tersebut
memberikan nilai pembelajaran yang luas melalui teknologi tablet atau
mobile learning yang umumnya mampu menyampaikan 'kapanpun,
dimanapun' (Martin & Ertzberger, 2013).
Metode Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, dengan tiga (3) tahapan
utama, yaitu:
1) Kajian kontekstual; tinjauan pustaka (Literature review), dimana
masalah telah teridentifikasi pada anak lambat belajar (slow
learner).
2) Pengumpulan data; secara literal studi melalui observasi, diskusi,
pencatatan lapangan, wawancara dan video. Observasi dilakukan
1 sampai 2 kali seminggu selama 6 minggu.
3) Evaluasi; pembenaran data yang diperoleh bukan dengan
memecahkan masalah tetapi untuk memahami masalah dan
merekomendasikan atau menentukan saran untuk perbaikan
kedepannya, terutama untuk pembelajaran anak slow learner.
Intervensi Prosedur:
 Selama observasi, guru melakukan pembelajaran tradisional
selama 40 menit sebelum penggunaan tablet dan aplikasi untuk
menyimpulkan kegiatan pembelajaran anak slow learner di kelas.
Aplikasi yang sama digunakan selama periode observasi dengan
pemilihan topik yang sesuai dengan topik pengajaran normal atau
tradisional. Dua tugas yang perlu dilakukan oleh anak slow
learner, yaitu tugas 1 dan tugas 2. Adanya variasi waktu yang
dihabiskan karena kemampuan anak slow learner menyelesaikan
kegiatan dengan tablet dan aplikasi.
 Diskusi informal dilakukan untuk mengetahui pengalaman guru
dalam menggunakan tablet dan aplikasi dengan anak slow learner
dan bagaimana penggunaan tersebut dapat meningkatkan
motivasi mereka secara santai.
 Penelitian menggunakan model elemen motivasi ARCS oleh
Keller (1987). Para guru mengevaluasi pengukuran motivasi
siswa selama pembelajaran di kelas tradisional dan dengan
menggunakan tablet dan aplikasi. Evaluasi untuk anak slow
learner didasarkan pada empat elemen motivasi ARCS untuk
kedua tugas tersebut. Empat elemen tersebut adalah 1) Perhatian
(Attention), 2) Relevansi (Relevance), 3) Keyakinan (Confidence),
dan 4) Kepuasan (Satisfaction).
 Guru menggunakan formulir Reduced Instructional Material
Mitivation Survey (RIMMS) yang disediakan untuk mengamati
motivasi pada anak slow learner. RIMMS terdiri dari 12
pertanyaan yang berkaitan dengan unsur motivasi perhatian,
relevansi, kepercayaan diri (keyakinan), dan kepuasan.
 Masing-masing elemen diarahkan ke empat pertanyaan di
RIMMS. RIMMS telah divalidasi melalui penelitian (Loorbach,
Peters, Karreman, & Steehouder, 2015).
 Pembelajaran tradisional dan pembelajaran menggunakan tablet
dan aplikasi diamati dengan RIMMS oleh guru pada dua tugas
berdasarkan dua topik yang dipelajari. Setiap topik dipilih oleh
guru sesuai dengan silabus pembelajaran. Tugas pada setiap topik
diberikan pada pembelajaran tradisional serta melakukan aktivitas
dengan tablet dan aplikasi. Topik yang dipilih oleh guru adalah;
Buah dan Bagian Tubuh. Topik serupa diterapkan untuk aktivitas
dengan tablet dan aplikasi dengan isyarat interaksi yang berbeda.
 Tugas 1 untuk topik Buah, anak slow learner menggunakan
interaksi seret dan lepas sementara Tugas 2 menerapkan sentuh
gerakan.
 Para guru melakukan observasi dan evaluasi selama semua tugas
yang dilakukan oleh masing-masing anak slow learner tentang
respon mereka terhadap pembelajaran dan dalam melaksanakan
kegiatan.
 Hasil observasi dengan menggunakan RIMMS oleh guru
diarahkan pada unsur motivasi anak slow learner baik pada
pembelajaran tradisional maupun dengan penggunaan tablet dan
apps. Rata-rata setiap kategori dihitung dan dilaporkan untuk
pencapaian motivasi setiap anak slow learner selama
pembelajaran tradisional dan penggunaan tablet dan aplikasi.
Hasil Penelitian Tugas 1 :
 Nilai rata-rata elemen Perhatian (A) pada pembelajaran
tradisional adalah 3,57 meningkat menjadi 4,56 saat tablet
diperkenalkan kepada semua anak pada observasi.
 Nilai rata-rata elemen Relevansi (R) pada pembelajaran
tradisional skor rata-rata adalah 3,31 dan dinaikkan menjadi
4,47 saat menggunakan tablet dan aplikasi.
 Nilai rata-rata elemen Kepercayaan (C) pada pembelajaran
tradisional sebesar 2,89 meningkat menjadi 4,19 saat
menggunakan tablet dan aplikasi.
 Nilai rata-rata elemen Kepuasan (S) pada pembelajaran
tradisional sebesar 3,03 meningkat menjadi 4,30 saat
menggunakan tablet dan aplikasi.
 Secara relatif, total skor rata-rata untuk elemen perhatian (A)
memiliki skor tertinggi ketika tablet dan aplikasi
mengintervensi pembelajaran anak lamban belajar khususnya
pada Soal 1.

Tugas 2:
 Nilai rata-rata elemen Perhatian (A) pada pembelajaran
tradisional sebesar 3,97 meningkat menjadi 4,24 saat
menggunakan tablet dan aplikasi.
 Nilai rata-rata elemen Kepuasan (R) sebesar 3,83 pada
pembelajaran tradisional meningkat menjadi 4,35 saat
pembelajaran menggunakan tablet dan aplikasi.
 Nilai rata-rata elemen Kepercayaan (C) pada pembelajaran
tradisional sebesar 3,71 meningkat menjadi 4,09 saat
menggunakan tablet dan aplikasi.
 Nilai rata-rata elemen Kepuasan (S) pada pembelajaran
tradisional sebesar 3,83 meningkat menjadi 4,35 saat
menggunakan tablet dan aplikasi.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran anak slow learner relatif efektif
dapat ditingkatkan dengan diperkenalkannya teknologi tablet dan aplikasi.
Motivasi untuk anak telah meningkat dan diperkuat saat mereka melakukan
tugas dengan tablet dan aplikasi. Temuan dari hasil penelitian menunjukkan
penggunaan tablet dan aplikasi yang dapat diterapkan sebagai sarana
pembelajaran pelengkap bagi anak slow learner. Penggunaan tablet dan
aplikasi memungkinkan anak menjadi lebih percaya diri dan mandiri dalam
belajar. Mereka berfokus untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dan
tidak terlalu takut untuk mencoba melakukan tugas sendiri.
Secara relatif, rata-rata hasil yang diperoleh dari penelitian untuk masing-
masing unsur motivasi; Perhatian, Relevansi, Keyakinan, dan Kepuasan
(ARCS) telah menyoroti penerimaan anak slow learner terhadap
penggunaan tablet dan aplikasi sebagai bagian dari alat pembelajaran gratis.
Ini telah menunjukkan tanggapan dan tanggapan yang baik dari anak
tentang penggunaan tablet dan aplikasi sebagai alat belajar dalam suasana
belajar mereka.
Dampak penerapan teknologi tablet dan aplikasi telah meningkatkan
motivasi anak slow learner. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan skor
rata-rata elemen motivasi, terutama pada elemen perhatian dan kepuasan
selama mengerjakan tugas. Anak slow learner telah fokus dan berinteraksi
dengan baik dengan tablet dan aplikasi.

REVIEW JURNAL SLOW LEARNER 2

Judul Effect of Academic Interventions on The Developmental Skills of Slow


Learners
Jurnal Pakistan Journal of Psychological Research
Volume & Halaman Vol. 27, No. 1
Tahun 2012
Penulis Najma Iqbal Malik, Ghazala Rehman & Rubina Hanif
Reviewer Arniyati Halil Sangadji
Tanggal review 04 November 2020

Tujuan Penelitian Mengetahui efektivitas intervensi akademik (Shaw, 2005) terhadap


perkembangan keterampilan (adaptif, personal-sosial, komunikasi, motoric,
dan kognitif) anak slow learner yang memiliki kecerdasan ambang.
Subjek Penelitian 8 anak slow learner yang memiliki kecerdasan ambang. 6 anak laki-laki dan
2 anak perempuan. Usia 6 tahun.
Variabel Penelitian Intervensi Akademik dan Perkembangan Keterampilan Anak (Adaptif,
Personal-Sosial, Komunikasi, Motorik, dan Kognitif)
Landasan Teori Siswa yang lambat secara akademis biasanya diidentifikasi berdasarkan
skor yang mereka capai pada tes kecerdasan, dengan IQ antara 75-89.
Mercer (1996) menyatakan bahwa anak slow learner sedikit berbeda dari
anak normal dalam kemampuan belajar dan tidak dapat memenuhi standar
akademik rata-rata dari tahun ke tahun. Nilai tes kecerdasan mereka
cenderung lebih rendah dari nilai tes rata-rata. Namun, tidak terlalu rendah
untuk memenuhi perbedaan besar yang ditetapkan sebagai kriteria inklusi
untuk layanan pendidikan khusus.
Meskipun anak slow learner mungkin memiliki kebutuhan pendidikan
khusus, namun mereka tidak cocok dengan sistem pendidikan khusus dan
umumnya belajar di sekolah biasa (MacMillan, Gresham, Bocian, &
Lambros, 1998).
Anak slow learner juga dicap sebagai anak terbelakang mental, kusam, di
bawah rata-rata. Mereka umumnya lambat belajar ketika dihadapkan pada
tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan abstrak, simbolik, dan
konseptual (Lowenstein, 2003).
Dinamika Penelitian menunjukkan bahwa siswa slow learner secara akademis
menimbulkan kesulitan pendidikan dan perilaku yang signifikan di sekolah
karena kekurangan mereka dalam kecerdasan dan keterampilan psikososial
(Anastasia, Elein, & Effi, 2006; Shaw, 2008).
Hal ini juga didokumentasikan dengan baik bahwa anak lamban belajar
bekerja pada tingkat kemampuan mereka tetapi di bawah tingkat kelas
mereka, yang pada gilirannya menyebabkan masalah penyesuaian mereka di
ruang kelas utama (Krishnakumar et al., 2006)
Hipotesis 1: Anak lamban belajar akan menunjukkan tingkat keterampilan adaptif
yang lebih tinggi dalam penilaian post-tes dibandingkan dengan penilaian
pra-tes.
2: Anak lamban belajar akan menunjukkan tingkat keterampilan sosial
pribadi yang lebih tinggi dalam penilaian post-test dibandingkan dengan
penilaian prates.
3: Anak lamban belajar akan menunjukkan tingkat keterampilan
komunikasi yang lebih tinggi dalam penilaian post-test dibandingkan
dengan penilaian pre-test.
4: Anak lamban belajar akan menunjukkan tingkat keterampilan motorik
yang lebih tinggi dalam penilaian post-test dibandingkan dengan penilaian
pre-test.
5: : Anak lamban belajar akan menunjukkan tingkat keterampilan kognitif
yang lebih tinggi dalam penilaian post-test dibandingkan dengan penilaian
pre-test.
Metode Penelitian  Metode penelitian ini adalah desain pre-test dan post-test satu
kelompok.
 Siswa lambat (N = 08), baik laki-laki (n = 6) dan perempuan (n =
2), sengaja dipilih dari dua sekolah sektor swasta di daerah
perkotaan Kabupaten dan Tehsil Sargodha, Punjab, Pakistan.
Dalam rangka untuk memiliki sampel kontrol homogen untuk
perbandingan, anak-anak dicocokkan untuk usia (6 tahun sampai
6 tahun & 11 bulan), ), kelas (1st kelas), status sosial ekonomi
tinggi (di atas Rs. 31.000 / - per bulan), dan bahasa ibu sebagai
Urdu..
 Delapan peserta diidentifikasi sebagai anak lamban belajar
berdasarkan skor Raven's Colored Progressive Matrices (CPM;
Raven et al., 1977) yaitu, skor antara 10th. sampai di bawah 25th
 Persentil dan penilaian guru; penilaian guru berdasarkan pada
pertimbangan kinerja anak dalam minat kurikuler dan rekreasi
dan kinerja akademis secara keseluruhan di kelas, yang dianggap
membosankan atau di bawah rata-rata dibandingkan dengan
teman sekelas
Intervensi Untuk tujuan ini berdasarkan empat tema yang lebih luas yang
diberikan oleh Shaw (2000b), rencana pengajaran intervensi
akademis dirancang dan diimplementasikan di ruang kelas umum.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan rencana
pengajaran intervensi akademik:
1) Modifikasi kurikulum dan materi pembelajaran: Kurikulum
standar Dewan Buku Teks Punjab, Punjab, Pakistan kelas satu
dimodifikasi dengan lebih banyak buku bergambar, bagan, model,
dan blok pendidikan (terbuat dari thermopile, plester dari paris
dan kayu), perangkat lunak pendidikan permainan (misalnya,
paket alat bantu belajar sinar, pertanian mac-dot lama dll.), dan
puzzle (latihan pencocokan huruf dan gambar dalam matematika,
bahasa Inggris, dan urdu; hitung dan ceritakan, ceritakan sebelum
dan sesudah, ratusan, puluhan, dan satu, temukan angka terbesar,
temukan yang sama atau tandai yang berbeda) dengan bantuan
komputer, sajak pendidikan, cerita pendek, krayon, warna poster,
dan adonan lucu (tanah liat) beserta kertas dan pensil, dijadikan
bagian dari pembelajaran. Ini dicapai dengan bantuan guru seni
dan seniman profesional.
2) Modifikasi di lingkungan kelas: Rencana penggantian kursi secara
teratur dirancang untuk diterapkan setiap minggu. Anak lamban
belajar ditetapkan duduk di depan sedangkan teman sebayanya
ada program pergantian kursi mingguan secara bergilir. Dinding
dihias dan dilukis dengan model bahan ajar, bagan, gambar, dan
tokoh cerita. Ini dilengkapi dengan bantuan seorang seniman dan
guru seni, yang dibantu oleh peneliti dan guru kelas untuk
menghasilkan ide.
3) Modifikasi dalam tuntutan waktu: Tenggat waktu penyelesaian
tugas / kinerja dirancang agar fleksibel untuk anak lamban belajar
dibandingkan dengan teman sekelas lainnya yaitu, jika rata-rata
anak normal membutuhkan 5 menit untuk satu solusi masalah
maka 7-8 menit diberikan untuk memperlambat pelajar.
4) Tutor Sebaya dan penggunaan kelompok dalam pembelajaran
tugas Kelas secara bertahap telah dipermudah untuk pelajar
lambat dan diberikan dalam bagian-bagian kecil / unit. Dalam
kegiatan ini, anak lamban belajar dari kelas lanjutan diminta
untuk 'membimbing' siswa kelas yang lebih muda. Selain itu,
tugas pendidikan yang kompleks dan teknis yang berkaitan
dengan mata pelajaran didistribusikan di antara kelompok
5) Latihan perilaku baik setiap hari: Dalam rutinitas sehari-hari
'model perilaku yang baik' dilakukan melalui permainan peran
sebaya, yang dipantau (melalui observasi oleh peneliti dan guru)
dan dimasukkan (ditiru) dalam perilaku rutin mereka sebagai
mode sosial- pelatihan keterampilan dan latihan pemecahan
masalah sosial. Misalnya “bagaimana meminta izin”, “bagaimana
mengucapkan selamat pagi dan selamat tinggal”, “bagaimana
meminta maaf atas kesalahan Anda dengan menerimanya”,
“bagaimana cara berterima kasih dengan mengucapkan terima
kasih”, dll. Latihan-latihan ini ditujukan untuk membantu anak
lamban belajar dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan komunikasi interpersonal, hubungan bermasalah, dan
pengambilan inisiatif yang buruk dan masalah motivasi.
6) Penguatan diferensial dan umpan balik langsung untuk memberi
penghargaan (setiap) perilaku yang diinginkan: Pada setiap
pencapaian tugas dan inisiatif yang berhasil, umpan balik segera
(dalam bentuk pujian dari guru dan tepuk tangan dari teman-
teman dimulai) dan dorongan dijadikan bagian dari rencana
intervensi; untuk membantu meningkatkan harga diri dan
kepercayaan diri mereka.
7) Review konsep setiap minggu: Pada hari kerja terakhir dalam
seminggu (pada hari Jumat), rencana mingguan ditinjau dengan
cara yang ringan / menyenangkan dengan bantuan berbagai teknik
seperti drama, permainan peran, mendongeng, dan presentasi .
Latihan ini bertujuan untuk membantu anak mengembangkan
asosiasi antar konsep dengan bantuan presentasi bergambar setiap
konsep dan model materi pembelajaran.
Hasil Penelitian Berbagai strategi instruksional yang digunakan dalam rencana pengajaran
intervensi akademik untuk anak slow learner ternyata efektif dalam hal
meningkatkan tingkat keterampilan perkembangan anak di ruang kelas
inklusif. Temuan menunjukkan peningkatan yang diharapkan dalam kisaran
skor pada BDI-2 di post-test, dibandingkan dengan skor pra-tes. Oleh
karena itu, temuan ini mendukung asumsi studi bahwa anak slow learner
akan mendapat skor lebih tinggi pada BDI-2 setelah terpapar intervensi
akademik.
Kesimpulan Temuan penelitian menegaskan bahwa intervensi akademik sangat efektif
dalam meningkatkan keterampilan perkembangan anak slow learner.
Ditemukan juga bahwa anak slow learner mendapat manfaat maksimal dari
intervensi akademis untuk pengaturan sosial budaya mereka.

REVIEW JURNAL SHYNESS 1

Judul Shyness Ditinjau Dari Pola Asuh Otoriter Orang Tua Pada Siswa-Siswi
SMA di Methodist-2 Medan
Jurnal Jurnal Psikologi konseling
Volume & Halaman Vol. 10, No. 1
Tahun Juni, 2017
Penulis Sarinah, S.Psi, M.Psi
Reviewer Arniyati Halil Sangadji
Tanggal review 04 November 2020

Tujuan Penelitian Menguji Hubungan antara Pola Asuh Otoriter oleh Orangtua dan Rasa Malu
(Shyness) pada Anak.
Subjek Penelitian Siswa kelas X SMA Methodist-2 Medan, sebanyak 240 siswa.
Variabel Penelitian Pola Asuh Otoriter dan Shyness
Landasan Teori Eysenck (Rubin & Coplan, 2010) mendefinisikan shyness sebagai sebuah
sifat seorang individu yang berfokus kepada perasaan yang berhubungan
dengan kesadaran diri, kekakuan dan kecemasan dalam interaksi sosial.
Anak-anak yang mengalami shyness tertarik untuk berinteraksi dengan
lingkungan kemampuan bersikap yang memadai sosialnya, tetapi anak-anak
tersebut takut sesuai dengan standar yang ada di dan cemas untuk memulai
interaksi lingkungan sekitar.
Papalia (2010) mendefinisikan pola asuh otoriter adalah pola asuh yang
memandang penting control dan kepatuhan tanpa syarat. Orang tau yang
memiliki gaya pengasuhan otoriter akan mencoba membuat anaknya
menyesuaikan diri dengan serangkaian perilaku dan menghukum anak
dengan keras atas pelanggaran yang dilakukan anak. Ana akan cenderung
menarik diri dari lingkungan dan menjadi tidak percaya diri.
Aspek-Aspek Aspek Shyness, Crozier & Alden (2008)
1) Pengalaman, mencakup ketakutan, ketegangan dan rasa
kurang percaya diri
2) Pengetahuan, diartikan sebagai ketidaktahuan individu dalam
bersikap
3) Kemampuan, individu tidak mampu untuk mengurangi sikap
yang tidak memadai
4) Kognisi, pemikiran irasional sebelum, ketika menghadapi
interaksi social dan setelah berinteraksi dengan
lingkungannya, individu akan menilai sendiri dengan
penilaian negatif
5) Keadaan fisik, mencakup keadaan keringatan, gemetaran, dan
pipi menjadi merah merona
6) Perilaku menghindar, individu lebih memilih untuk
menghindari interaksi social dan tidak memiliki kemampuan
bersikap memadai sesuai dengan standar yang ada di
lingkungan sekitar.

Aspek gaya pola asuh otoriter, Robinson dkk (1995)


1) Perkataan kasar, orang tua meluapkan amarah kepada anak
menggunakan kata-kata yang kasar.
2) Hukuman fisik, orang tua menggunakan hukuman fisik
sebagai cara untuk mendisiplinkan anak.
3) Tidak memberikan penjelasan, orang tua menghukum anak
dengan cara menarik hak anak tanpa memberikan penjelasan
4) Mengarahkan, orang tua akan menuntut anak untuk bertindak
sesuai dengan kemauan yang diinginkan oleh orang tua.
Faktor-faktor 1) Pola Asuh. Penelitian D’Souza (2008)
2) Teman sebaya. Penelitian Bass (2010)
3) Budaya. Penelitian Gudino (2010)
Dinamika Buss (dalam Leitenbereg, 1990) menyatakan bahwa sifat pemalu muncul
pada umur empat dan lima tahun, dan ketika bertumbuh menjadi remaja,
maka sifat pemalu akan mencapai puncaknya pada umur 14-17 tahun. Oleh
karenanya orang tua diharapkan dapat mengajarkan anaknya mengenai
kepercayaan diri dan cara bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya,
sebab remaja itu memiliki kebutuhan untuk dibimbing dalam cara
berinteraksi dalam pembelajaran mengenai lingkungan social dari orang
tuanya.
Baumrind (dalam Santrock, 2014) menjelaskan pola asuh otoriter adalah
pola asuh yang bersifat kaku, membatasi dan menghukum. Orang tua yang
otoriter akan mendesak anak untuk mengikuti petunjuk dan menghormati
orang tua.
Orang tua dalam mendidik anak memiliki gaya pengasuhan yang berbeda-
beda dimana, salah satu gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua
kepada anak adalah pola asuh otoriter.
Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan otoriter akan membuat aturan
bahwa anak harus mengikuti semua perintah yang diberikan dan dibuat oleh
orang tua. Anak akan tumbuh menjadi remaja yang bergantung pada orang
tua dan tidak memiliki kepercayaan diri. Pola asuh yang mengekang
tersebut akan membuat remaja berpikir bahwa dirinya tidak memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Remaja
secara tidak langsung akan tumbuh menjadi remaja yang mengalami
shyness. Penelitian yang dilakukan Zarnaghash (2010) yang menyimpulkan
adanya hubungan pola asuh otoriter orang tua dengan shyness pada remaja.
Hipotesis Terdapat hubungan positif antara pola asuh otoriter dengan sifat pemalu,
dengan asumsi semakin tinggi pola asuh otoriter maka semakin tinggi rasa
malu dan sebaliknya semakin rendah pola asuh otoriter maka semakin
rendah sifat pemalu.
Metode Penelitian  Metode penelitian ini adalah desain pre-test dan post-test satu
kelompok. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik cluster
sampling.
 Pengumpulan data menggunakan metode pembagian skala likert.
Pengujian skala dilakukan berdasarkan pengujian validitas dan uji
reliabilitas.
 Analisis data menggunakan korelasi product moment untuk
mengetahui bagaimana hubungan antar variable.
 Terlebih dahulu melakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas
sebaran dan uji lineritas hubungan sebagai prasyarat sebelum uji
korelasi.
Hasil Penelitian Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima, diamana ada
hubungan positif antara pola asuh otoriter dengan shyness.
Hasil penelitian pada 240 siswa kelas X diperoleh bahwa ada hubungan
positif antara pola asuh otoriter dengan shyness dengan koefisien korelasi
sebesar r = 0,882, nilai p sebesar 0,000 artinya semakin tinggi pola asuh
otoriter yang diterapkan orang tua, maka shyness pada remaja awal semakin
besar, dan sebaliknya.

REVIEW JURNAL SHYNESS 2

Judul Efektivitas Token Ekonomi untuk Mengurangi Shyness pada Anak SD


Jurnal Jurnal RAP UNP
Volume & Halaman Vol. 5 No.2
Tahun November, 2014
Penulis Rizka Zastria, Farah Aulia, dan Duryati
Reviewer Arniyati Halil Sangadji_205110022
Tanggal review 04 November 2020

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas token ekonomi dalam mengurangi shyness
pada anak SD
Subjek Penelitian 2 siswa berdasarkan rekomendasi guru.
Definisi Buss (dalam Bas, 2010) mendefinisikan shyness sebagai inhibisi perilaku
social yang diharapkan, perasaan tegang dan perasaan canggung. Shyness
sebagai ketidaknyamanan, hambatan, dan kecanggungan dalam situasi
social, terutama dalam situasi dengan orang asing.
Seseorang yang shyness akan memiliki self-esteem yang rendah dan
cenderung kesepian. Hal ini sejalan dengan penelitian Crozier (1995 dan
penelitian Jaredic (2013) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang
negative antara shyness dan sel-esteem. Selain itu dalam penelitian Bass
(2010) juga mengatakan bahwa anak-anak yang shyness cenderung
kesepian.
Karakteristik Berdasarkan item Children’s Shyness Questionnaire. Crozier (1995) :
1) Keengganan
2) Rasa malu
3) Kurangnya membangun kontak
4) Takut-takut
Teknik pengumpulan Menggunakan teknik pengamatan/observasi, yaitu teknik rating scale
data shyness. Lembar observasi rating scale shyness disusun berdasarkan item
children’s shyness questionnaire dari Crozier (1995). Skala disusun menjadi
15 aitem yang dibuat berdasarkan 4 karakteristik, yaitu: keengganan, rasa
malu, kurangnya membangun kontak, dan takut-takut.
Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah ABA deisgn. Menurut Todman
dan Dugard (2009) mengatakan ABA design terdiri dari tiga fase yaitu
baseline, treatment, dan return to baseline.
ABA design merupakan desain penelitian ekperimen yang menggunakan
pengamatan pola perilaku awal yang biasa disebut baseline (A). kemudian
diikuti oleh pemberian perlakuan yang disebut treatment (B), lalu diikuti
dengan fase pembuktian atas perlakuan yang diberikan yang disebut dengan
return to baseline (A). (Riley-Tillman & Burns, 2009)
Dinamika  Penelitian D’Souza dkk (2006) menemukan sifat pemalu akan
membawa pada tingkat kecemasan yang lebih tinggi,
kecenderungan neurotik dan prestasi akademik yang lebih rendah,
rendahnya harga diri, serta gangguan sosial emosional.
 Seseorang yang shyness akan memiliki self-esteem yang rendah
dan cenderung kesepian. Hal ini sejalan dengan penelitian Crozier
(1995) dan penelitian Jaredic (2013) yang mengatakan
terdapatnya hubungan yang negatif antara shyness dan self-
esteem.
Intervensi  Intervensi menggunakan token ekonomi. Token ekonomi sebagai
salah satu bentuk teknik modifikasi perilaku yang berfungsi
sebagai penguat positif juga ditemukan efektif dalam proses
pembelajaran.
 Miltenberger, (2012) menyatakan bahwa token ekonomi adalah
teknik modifikasi perilaku yang mana adanya penguat yang
dikondisikan dan disebut dengan token guna mempertahankan
perilaku yang diinginkan.
 Dalam token ekonomi, tingkah laku yang diharapkan muncul bisa
diperkuat dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak, sehingga
hasil perilaku yang diharapkan oleh peneliti bisa ditukar dengan
sesuatu yang diinginkan oleh anak (Timothy, 2009).
 Penerapan teknik token ekonomi sudah ditemukan dalam
beberapa penelitian, seperti penelitian Porter (2007) yang
membuktikan adanya korelasi keinginan siswa untuk memperoleh
prestasi yang memuaskan selama program dan mendapatkan
token. Penelitian Ihiegbulem (2011) juga menunjukkan bahwa
token ekonomi dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis mengenai efektifitas
token ekonomi untuk mengurangi shyness pada anak SD yang dapat
disimpulkan bahwa token ekonomi efektif dalam mengurangi perilaku
shyness pada siswa di SD X. Observasi dalam penelitian memperlihatkan
penurunan perilaku shyness pada subjek setelah diberikan program token
ekonomi.
Penurunan nilai mean perilaku shyness dari periode baseline ke periode
return to baseline yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan perilaku
shyness subjek setiap harinya. Hasil pengolahan data statistik menggunakan
Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan terjadi perubahan yang
signifikan terhadap perilaku shyness subjek A dan subjek N pada tahap
baseline dan return to baseline.

Anda mungkin juga menyukai