Anda di halaman 1dari 10

Tugas kelompok kelas XI

1. Temukan unsur-unsur intrinsik dari cerpen berikut ini dan sertakan bukti kalimatnya!

Perempuan Paruh Kebaya

Bintang berlomba-lomba menampakkan cahayanya tanda bahwa malam ku tak sendiri.


Aku duduk termenung di bawah sorot lampu ibu kota. Malam ini motor ku tak bisa
dinyalahkan, sedangkan aku harus bergegas pulang. Ada sepucuk rindu yang timbul
dalam dada ku teruntuk dia jauh di sana. Mata ku sibuk melirik jam yang melingkar di
tangan memperkirakan waktu pulang ku dengan dia di sana. Aku seorang wanita berusia
24 tahun yang sedang sibuk membuat hatiku tetap kasmaran meski dia tak di
sampingku. Sudah cukup dikatakan dewasa tapi tetap harus kasmaran, karena LDR
bukanlah hal yang mudah. Terlalu banyak lika liku di dalamnya perbedaan waktu,
perbedaan musim, perbedaan kesibukan tapi tetap satu tujuan saling menyayangi dan
mengasihi. Ada yang sibuk bergetar pada saku jaket ku, ku pikir karena aku gemeteran
belum makan malam. Bergegas ku meraihnya mencari tahu siapa yang sedang
mengkhawatirkan ku.
"Hallo?." Kata ku tanpa melihat nama yang tertera.
"Hallo Ra?, belum pulang ya?." kata Edo dengan nada penuh keceriaan.
"Hai Edo, iya aku masih di jalan bingung bagaimana caranya pulang. Motor ku tiba-tiba
mati dan ini sudah pukul 10 malam." kata ku sambil mengigit-gigit kuku.
"Yaampun kamu dimana? Telpon Andi dia pasti bisa menolong mu, andai saja aku ada
di sana menemani mu." ujar Edo dengan suara yang mulai mengecil.
"Sudah ku telpon dan Andi akan datang, kau tak perlu cemas aku baik-baik saja di sini
jangan bersedih 1 bulan lagi kita berjumpa." kata ku seraya menyunggingkan senyum.
"Iya Ra, aku cuma rindu sampai-sampai tidak menyadari kalau sebentar lagi kita
berjumpa, maafkan aku ra t'lah membuat mu menunggu lama." ujar Edo sambil
tersenyum.
"Tidak apa-apa aku senang menunggumu membuat rindu ku semakin berkecambuk.
Aku tutup dulu telponnya Andi dan montir sudah datang." kata Rara bergegas
mematikan gawainya tanpa menunggu Edo menjawabnya.
Satu jam lebih aku menunggu motor ku di service tanpa menelpon Edo dia pasti
khawatir. Aku melirik jam dinding sudah pukul 12 malam Edo disana pasti sudah tidur.
Tanpa sadar selama aku menunggu gawai ku kehabisan baterai Edo pasti cemas karena
aku menghilang tiba-tiba. Bergegas menuju kamar mencharger gawai,sambil menunggu
penuh aku bergegas mandi.
Muhammad Edo dua kata yang mengubah dunia ku menjadi bermakna. Aku jatuh hati
padanya sejak pertama kali melihat bola matanya. Bola mata bulat hitam bercahaya
dikelilingi dengan bulu mata yang lentik. Aku bertemu Edo di salah satu pameran foto
di Jakarta. Hobby ku dan Edo adalah hal yang sama memotret segala keindahan dunia.
Edo berkata bahwa aku adalah objek yang paling ia sukai semua sudut wajah ku adalah
ruang yang membuatnya tersenyum. Aku hampir gila ketika ia menyatakan perasaannya
bagaimana mungkin lelaki yang aku sukai juga menyukai ku. Hal itu terjadi saat kami
menempuh pendidikan disalah satu Universitas ternama di Jakarta. Kami terpisah oleh
jarak dan waktu saat Edo menerima beasiswa kuliah di luar negeri. Aku bahagia
mimpinya terwujud namun hati ku merindu merajuk menanti ia pulang, menanti ia
mengabariku dan menanti saat ia akan pulang.

***

Sinar mentari menyilaukan memaksa ku membuka mata. Bergegas ku meraih gawaiku


mengecek notifikasi yang tertera sekitar 20 panggilan tak terjawab dari Edo. Tanpa pikir
panjang aku menekan tombol panggil dan mendengar suaranya di ujung telpon.
"Hallo ra, baru bangun ya? Semalam kamu pulang jam berapa?." Kata Edo dengan nada
panik dan terengah engah.
"Iya do, maaf ya semalam baterai gawai ku habis jadi tidak bisa menghubungi mu aku
tiba di rumah pukul 12 malam." ujar ku seraya mengucek-ngucek bola mata ku yang
masih setengah sadar.
"Iya tidak apa-apa ra, bagaimana dengan motor mu apakah sudah bisa dinyalahkan?
Dan semalam apa yang terjadi padanya?." Tanya Edo dengan penasaran.
"Motor ku sudah baik-baik saja, kamu sudah di kampus? Sudah sarapan? Bagaimana
jadwal mu hari ini?." Ujar ku seraya merapikan rambut yang berantakan bak singa.
"Baguslah kalau begitu, aku sudah di kampus dan sudah sarapan, hari ini jadwal ku
sangat padat maaf jika nanti telat mengubungimu." ujar Edo " Aku Rindu kamu ra,
selalu." tambah Edo dengan suara mulai menghilang.
"Kamu hati-hati ya do, jaga dirimu baik-baik. Aku juga merindukan mu." ujar ku sambil
menyeka air mata yang hampir saja turun dari bola mata coklat ku.
"Aku ke kelas dulu ya ra, semoga hari mu menyenangkan." ujar Edo
"Dadah Edo, semoga hari mu menyenangkan juga." jawab ku kemudian menekan
tombol akhiri.
Percakapan singkat kami sebelum beraktivitas selalu secepat itu sebab perbedaan waktu
yang membuat kami sulit memadu rindu.
"Ra bangun hari ini kamu kerja shift pagi." kata ibu seraya mengetuk-ngetuk pintu
kamar ku.
"Iya bu, Rara sudah bangun sejak tadi ini mau mandi." jawab ku bergegas bangun
membuka pintu.
"Ibu tunggu kamu sarapan di bawah ya ra, jangan lama-lama nanti kamu terlambat."
kata ibu sambil mengusap usap rambut panjang ku
"Baik bu, mmuuaacchh." jawab ku sambil mengudarakan kecupan pada pipi ibu.
"Aduh bikin kaget saja kamu ra, kecup jauh dari ibu." sambil memonyongkan bibirnya.

***

Nur suhartini itulah nama lengkap ibu ku,malaikat tanpa sayap dalam hidup ku. Ibu
adalah pahlawan di segala sudut kehidupanku. Peluh dan keluh tak pernah ia biarkan
hadir dalam wajahku. Ibu tetap tersenyum kala hatinya dirundung pilu, ia selalu
mengajarkan ku berbuat baik kepada siapa saja suatu saat nanti pasti Rara akan di
tolong orang lain. kalimat sederhana yang selalu membuat hidup ku harus terus berjalan.
"Selamat pagi Rara." kata Andi dengan suara yang menggelegar membuatku terkejut.
"Selamat pagi juga Andi,ngagetin aja deh pagi-pagi ndi." jawab ku sambil memasang
muka masam.
"Semangat dong ra, masih pagi ni." ujar Andi yang tiba-tiba mengacak-acak rambut dan
melesat pergi.
"Aaaannnndddiiiiii, rambut ku!!" Teriak ku sambil mengepalkan tangan ke arah Andi
berlari.
"Hei hei hei, kenapa si ra masih pagi udah berantem aja sama Andi." kata Sari sambil
mengelus-elus punggung ku.
"Hai Sar, itu Andi dateng-dateng ngacak-ngacak rambut ku bikin bete aja." jawab ku
sambil merapihkan rambut.
"Udah yuk ah benerin rambutnya di toilet masa disini si ra." jawab Sari sambil
merangkul pundak ku.

***

Andi pria setengah gantel setengah berhati hello kitty. Dia bisa jadi orang paling berani
sedunia tapi ketika di tinggal wanita bisa nangis bombai seharian sampai mengunci diri
di kamar. Aku mengenalnya sejak duduk di bangku SMP, awalnya kami tidak terlalu
dekat karena dulu sama-sama OSIS SMP kami jadi sering bertukar pikiran. Saat SMA
satu sekolah jadi aku sudah tahu betul baik-buruknya Andi begitu juga sebaliknya. Dia
bisa jadi paling cepat datang saat aku membutuhkannya. Kalau dihitung sudah 10 tahun
aku bersahabat dengannya segala hal tentang ku tak pernah ada yang dia lewatkan
begitupun sebaliknya. Andi memiliki seorang kekasih nan cantik luar dalam mereka
sudah merajut kasih 4tahun. Awal-awal hubunganku dengan Edo, Edo cemburu pada
Andi tapi aku berikan dia pengertian melebihi panjangnya jalan tol cipali agar dia
paham Andi adalah sahabat ku. Gawai ku berdering memabangunkan ku dari lamunan
panjang.

“Hallo Rara, ini tante bisa kita bertemu sebentar?.” kata tante Lia.
“Hallo tante, oh iya bisa kapan kira-kira tante ingin bertemu ?.” jawab ku seraya
mengigit bibir yang selalu canggung ketika di telpon oleh ibunya Edo.
“Sore ini di café Melati bisa? Tante rindu sama Rara.” Ujar tante Lia.
“Iya tante aku bisa kok, Rara juga rindu sama tante.” Jawab ku sambil senyum-senyum
malu.
“Pukul 4 Sore tante tunggu Rara ya.” Jawab tante Lia.
“Baik tante sampai bertemu nanti.” Jawab ku setelah itu terdengar suara tut tut tut.

Aku panik ada apa ibunya Edo tiba-tiba ingin bertemu, tanpa pikir panjang dan melihat
jam segera aku hubungi Edo.
“Hallo Edo, aku ganggu kamu ya?.” kata ku searaya mengetuk-ngetuk meja dengan jari
telunjuk.
“Hai ra, ada apa? Kamu ngga ganggu kok.” Jawab Edo.
“Ibu mu tadi telpon aku dia bilang ingin bertemu aku Sore ini di café Melati.” Ujar ku
sambil memainkan bibir.
“Oh yaa ada apa ya mama mau ketemu calon menantunya?” jawab Edo sambil
tersenyum.
“Iya dia bilang rindu aku do.” ujar ku
“Aduh enak ya jadi mama rindu bisa ketemu, sedangkan aku.” Jawab Edo dengan muka
masam.
“Edo aku serius iihhh, sabar sayang nanti kita pasti bertemu.” Jawab ku smabil
tersenyum.
“Iya aku pasti serius sama kamu ra, selesai aku S2 aku lamar kamu ra.” Jawab Edo
dengan muka serius.
“I Belive You Baby, I Always Loving You, I Always Waiting You.” Jawab ku seraya
membayangkan wajah kekasih ku.
“I Can’t Stop Thinking About us, I Love You Clara Harvianti.” Jawab Edo dengan lugas.
“Oh My God, I Love You To Baby” ujar ku seraya menyeka air mata yang hampir turun
dari bola mata coklat ku. Dan tiba-tiba Edo mematikan telponnya.

Aku melirik meja kerja ku jadwal ku masih ada 2 segmen lagi bergegas ku merapikan
keperlukan shooting agar cepat selesai dan segera menemui tante Lia. Jam dinding
sudah menunjukkan pukul 3 Sore aku izin pamit pulang lebih dulu kepada atasanku
mba Via untungnya dia mengizinkan. Hari ini aku tidak naik motor karena takut hal
semalam terulang lagi berbegas ku menggapai gawai ku. Aku memesan aplikasi ojek
online menuju café Melati. Sudah pukul 4 Sore tante Lia belum juga datang ku pikir
mungkin terjebak kemacetan Ibu Kota. Aku sibuk Chattingan dengan Edo melalui
aplikasi Whatsapp. Sudah 2 jam aku menunggu tante Lia tidak bisa dihubungi aku
panik perasaan ku tidak enak. Gawai ku berdering tertera nama mba Via.
“Hallo mba Via, ada apa?” jawab ku sambil menyeruput ice lemon tea di atas mejaku.
“Kamu masih di café Melati? Ada kecelakaan di jalan TB Simatupang dekat dengan
café Melati bisa kamu liputan di sana ada Sari yang akan jadi reporternya.” Kata mba
via. Tangan ku gemeteran, tubuh ku berkeringat pikiran ku tertuju pada tante Lia.
“Hallo ra kamu masih di sana ?” Tanya mba Via yang masih menunggu jawaban dari
ku.
“Iya mba, Rara masih di sini, segera akan meluncur ke TKP.” Jawab ku tanpa
menunggu mba Via menjawab, ku tekan tombol akhiri.
Aku beranjak ke kasir dan meninggalkan uang kemudian berlari ke jalan TB
Simatupang pikiran ku kacau. Sampai di TKP sudah banyak orang petugas keamanan,
petugas kesehatan, dua buah mobil bertabrakan hebat tampak ringsek pada bagian depan
dan belakangnya. Aku gemeteran menunggu Sari datang aku menyambangi petugas
kesehatan yang sibuk menolong korban. Mata ku terbelalak melihat wajah tante Lia
salah satu korbannya, tubuh ku lemas, kepala ku sakit dan air mata ku sudah
bercucuran. Telinga ku masih mendengar seorang petugas menyatakan tante Lia dalam
keadaan kritis dan segera dilarikan ke rumah sakit. Sari datang dengan menepuk pundak
ku menyadari ku mennagis Sari segera memeluk tubuh ku yang dingin.
“Sari, ibunya Edo salah satu korban kecelakaan.” Kata ku sambil menangis di pelukan
Sari.
“Tenang Ra, aku telpon Andi supaya dia gantiin kamu dan kamu harus ke rumah sakit
kemudian kabari Edo.” Jawab Sari sambil merogoh saku jaketnya mengambil gawai.
***

Aku memilih naik ojek online untuk cepat sampai di rumah sakit aku sudah tidak
karuan yang ku lakukan hanya menelpon ibu dan mengabarinya untuk datang ke rumah
sakit juga membawakan ku sekotak makanan karena aku belum makan. Aku memiliki
sakit maag akut yang tidak boleh telat makan sedikit pun. Aku tiba di rumah sakit sudah
ada kak Dimas dan Istrinya kak Diva, aku berlari memeluk ka Diva menangis dalam
pelukannya. Kak Diva bilang Edo sudah tahu dan dia akan pulang ke tanah air.
“Kak Dimas, bagaimana keadaan tante?” Tanya ku sambil menyeka air mata ku.
“Kritis ra, aku juga belum tahu, pas aku datang tadi mama sudah masuk ruang operasi
kata suster.” Jawab ka dimas sambil menundukkan mukanya menatap lantai rumah
sakit.
Setelah menunggu 2 jam di ruang tunggu rumah sakit seorang dokter dengan pakaian
serba hijau wajah terbalut masker dan tangan terbungkus sarung tangan keluar dari
ruang operasi. Dia mengatakan hal yang membuat dunia ku berhenti bahkan aku rasa air
mata ku terkuras saat itu juga sampai rasanya amat sangat perih untuk membuka mata.
Tante Lia di nyatakan meninggal dunia. Bagaimana jika Edo tahu tanpa melihat ibunya
untuk terakhir kali perasaan rasa bersalah mulai muncul dalam diriku andai saja sore itu
tante Lia tidak menemui ku dia tidak akan pergi dan mengalami kecelakaan itu. Aku
bergegas pergi meninggalkan mereka semua dan menyendiri di sudut Rumah Sakit.
Gawai ku berdering yang tertera nama Sari.
“Hallo Ra, kamu masih di rumah sakit. Aku sudah selesai liputan dan sekarang di
Rumah Sakit.” Tanya sari dengan suara terengah-engah.
“Iya Sar, aku di lantai 3 di samping toilet perempuan” jawab ku suara sesegukkan.
Tidak lama kemudian Sari datang memeluk ku yang sudah lemah tak berdaya di hujani
air mata.
“Sar, ibunya Edo meninggal gara-gara aku, andai saja kita ngga janjain sore ini pasti
bukan ibunya Edo korbannya.” Kata ku dengan lirih.
“Kamu ngomong apa sih ra, tante Lia meninggal karena kecelakaan, itu musibah ra dan
sudah takdir dari Tuhan.” Jawab Sari sambil menyeka air matanya.

***
Aku membuka mata dan semuanya putih ternyata itu langit-langit Rumah Sakit. Selang
infus mendarat pada punggung tangan ku akibat aku lupa makan dan maagh ku kambuh.
Ini sudah pukul 8 Pagi pikiran ku langsung tertuju pada tante Lia. Ku cabut selang infus
ini dan pergi menaiki taksi menuju rumah Edo. Rumah Edo sudah ramai, dengan
bendera kuning dan kursi-kursi untuk pelayat dan terpampang jelas wajah Edo di salah
satu kursi itu. Air mata ku jatuh kaki ku mendadak melangkah mundur, aku berbalik
badan, ingin berlari tidak sanggup melihat Edo dia pasti akan menyalahkan ku atas
kepergian ibunya. Namun itu semua digagalkan Andi dia datang dari arah belakang dan
menarik tangan ku menahan badan ku agar tidak beranjak dari tempat itu membawa ku
ke samping rumah Edo.
“Ra mau kemana ? katanya semalem sempet masuk Rumah Sakit maaf ra ngga bisa
jagain.” Kata Andi sambil menyeka air mata ku yang terus turun bak mata air di sungai.
“Ndi, tante Lia pergi gara-gara aku, aku ga sanggup ketemu Edo.” Ujar ku “Dia pasti
menyalahkan aku atas kepergian ibunya, pasti ndi!.” Kata ku seraya memukul-mukul
dada Andi.
"Kamu ngomong apa sih ra, ini udah takdir dari Tuhan dan bukan salah kamu.” Jawab
Andi yang kemudian menyeka air matanya mungkin ia tak kuasa melihat ku serapuh ini
dengan wajah pucat pasih dan telanjang kaki. Aku melepas pelukan Andi dan berlari
pergi dari sana mencari taksi yang bisa membawa ku pergi jauh. Andi menarik tangan
ku dan memegangnnya lebih erat.
“Mau kemana ra? kalau kamu memang merasa bersalah seharsunya kamu juga berani
untuk menebus segala kesalahan mu.” Ujar Edo “Temui Edo! temani dia hanya kamu
yang dia butuhkan sekarang!.” Kata Andi seraya menatap mataku lekat-lekat dengan
nada bicara membentak. Air mata ku mengalir lebih deras, apa jadinya jika aku pergi
bagaimana Edo menghadapi ini. Pikiran ku mulai berpikir jernih hati ku mengatakan
temani Edo tapi pikiran ku berkata ini semua salah mu ra. Tanpa pikir panjang Andi
menarik ku ke rumah Edo. Saat ini aku berdiri tepat di depan Edo dan dia bertanya-
tanya banyak hal namun lidah ku kelu mata ku hanya tertuju pada matanya yang baru
saja menangis. Aku merasa Edo mengguncang-guncangkan tubuhku aku diam dan
hanya menangis, Edo memeluk ku lebih erat dan aku merasa baju ku basah oleh air
mata Edo, Ku balas pelukkanya lebih erat.

***
Seluruh pelayat telah pergi dan terisisa aku, Edo, Kak Dimas, Kak Diva, Andi dan Ibu
ku. Siang itu matahari tak menampakkan batang hidungnya mungkin semesta tahu
bahwa pujaan hati ku tengah dirundung duka. Andi dan ibu pamit pulang, di hadapan ku
ada kak Dimas menangis sejaidi-jadinya di pusara Tante Lia dan ada kak Diva di
sampingnya. Aku berusaha tegar untuk Edo, tapi justru Edo jauh lebih terlihat tegar.
Kak dimas dan kak Diva pamit pulang, kasihan tiara pasti sudah menunggu. Edo masih
di samping ku menatap pusara ibunya membaca dengan fasih nisan yang ada di
hadpannya seperti memastikan benarkah ini terjadi pada ibunya. Edo anak bungsu
paling di manja oleh ibunya tapi ketika Edo S2 di luar negeri dia bisa menjadi anak
yang mandiri. Ku biarkan kepala Edo tersandar di pundak ku, dan ku biarkan dia
menangis membasahi tanah Ibu Kota. Setelah 15 menit ia menangis aku terkejut dengan
kalimat yang ia lontarkan.
“Ra maukah kamu menikah dengan ku?” ujar Edo sambil menatap mata ku yang
memerah karena menangis. “aku mau mama nyaksiin ini ra, aku mau ngelamar kamu di
depan mama sidang S2 ku sudah selesai hanya tinggal wisuda dan aku mau kamu jadi
pendamping hidup ku ra” kata Edo semakin erat menggenggam tangan ku.
“Kamu ngga marah do sama aku? Mama kamu kecelakaan karena mau pergi ketemu
aku” kata ku sambil menundukkan wajah.
“Mama pergi karena Tuhan lebih sayang mama, mama pergi karena Tuhan ngga mau
mama kesakitan setelah kecelakaan itu ra” ujar Edo sambil memegang pipi ku dan
menyeka air mata ku.
“Aku Sayang banget sama kamu do, aku siap jadi pendamping hidup mu sampai maut
memisahkan.” Jawab ku tegas sambil menatap mata Edo. Mata yang sudah sekian lama
tak pernah aku tatap sedekat ini, mata yang sangat aku rindukan. Hari ini aku bisa
melihat Edo ada di depan ku, dia pulang lebih cepat dari rencana dan kuliahnya sudah ia
selesaikan. Ada bahagia dalam dada ku tapi ada pilu dalam hati Edo. Aku dan Edo
bergegas pulang karena hujan turun membasahi seluruh sudut kota ini.

***
Hari demi hari t’lah berlalu tepatnya sudah 3 bulan paska kepergian tante Lia, hari ini
tepatnya akan berlangsung peristiwa bersejarah dalam hidup ku dan Edo. Beberapa
minggu yang lalu aku baru pulang dari luar negeri menemani Edo wisuda di sana
bahagia luar biasa melihatnya tersnyum selebar itu tanpa tante Lia sebab Edo masih
punya aku, kak Dimas, kak Diva dan ibu ku orang-orang yang menyayangi Edo. Sinat
mentari pagi ini terpampang jelas dari balik tirai kamar ku. Ku buka jendela kamar
melihat para pegawai hotel sibuk menyiapkan acara pernikahan ku. Aku memilih tema
garden party di tepi pantai sanur Bali. Aku ingin senja jadi saksi bisu bahwa kini aku
dan Edo akan memulai hidup yang baru. Sorak sorai burung berkicauan menambah
manis pagi di tepi pantai Sanur Bali.
Sari, Andi dan Ibu tersenyum tanpa henti melihat ku memakai kebaya khas Jawa
Tengah lengkap dengan segala atributnya. Aku mengusung adat Jawa untuk Akad
Nikahnya. Wali nikah ku adalah Om Ridwan adik dari Ayah ku, aku yakin ayah di atas
sana pasti juga tersenyum melihat ku hari ini bersanding dengan pria yang pernah ia
introgasi dengan cepat 5 tahun silam. Aku deg-degan luar biasa panik takut ada yang
terlewat dari persiapan pernikahan ku. Gawai ku berdering ada pesan masuk dari Edo
dia bilang on the way, jantung ku semakin tidak karuan rasanya seperti mau keluar dari
tubuh ini.
Sudah 1 jam lebih keluarga Edo belum juga tiba jarak dari hotel ku dan hotelnya tidak
terlalu jauh paling hanya 45 menit waktu tempuh dengan mengendarai mobil. Aku
duduk menatap keluar jendela semua persiapan sudah matang taman itu menunggu aku
dan Edo duduk di sana mengucap janji suci pernikahan. Gawai ku berdering tertera kak
Dimas di layar.
“Hallo ra, Edoo ra.” Kata ka Dimas sambil menggigit bibirnya.
“Hallo kak, kenapa sama Edo?” jawab ku penasaran.
“Edo di tabrak orang ra tadi kita sempet berhenti di sebuah mini market, soalnya Edo
mau ke toilet dia gugup banget.” ujar kak Dimas “Tiba-tiba saat dia mau menyebrang
menuju mobil ada motor yang menyerempetnya dan sekarang dia di larikan ke rumah
sakit.” Kata kak Dimas dnegan suara yang gemeteran.
Gawai ku terlepas dari genggaman, mata ku mengalirkan air yang deras, tubuh ku
lemas, tangan ke gemeteran serta mulut ku meneriakan kata EDO. Aku berlari keluar
kamar, keluar taman, keluar hotel semua orang melihat ku bingung Andi mengejar ku.
Aku menaiki taksi menuju rumah sakit tanpa satu orang pun yang ikut. Sampai di rumah
sakit ramai ada seluruh keluarga Edo isak tangis yang ku dengar dan mata yang
memerah dari wajah keluarga Edo. Aku menghampiri kak Dimas ku guncang-
guncangkan pundaknya menanyakan kabar Edo, kak dimas hanya diam dan menangis.
Aku memaksa masuk ke UGD mencari dimana tubuh kekasih ku, bagaimana keadaan
calon suami ku dengan air mata yang terus mengalir. Ku dapati seorang dokter di sana
dan ku tanyakan keadaan Edo semua diam. Akhirnya aku menemukan Edo terbujur
kaku di atas ranjang rumah sakit dengan wajah pucat tubuh yang sudah dingin. Ku
peluk tubuhnya ku rasakan Jantungnya sudah tak berdetak. Aku menangis di pelukan
kekasih ku seraya membisikkan “Edo kenapa kamu pergi secepat ini, ini hari yang
paling kamu tunggu-tunggu kamu sudah janji do sama papa buat jagain aku. Sekarang
kalo kamu pergi siapa yang jagain aku. Edo Sayang bangun.” dengan mata yang penuh
dengan kepedihan.
***

Anda mungkin juga menyukai