1
THE LONGEST RIDE
2020
____________
2
Kata pengantar
Pertama-tama saya sangat bersyukur pada Allah SWT
masih diberi kesempatan untuk menulis cerita ini. Untuk
teman-temanku atas bantuan dan dukungannya selama
proses pembuatan cerita ini. Serta terima kasih untuk
pembaca setia akun Wattpad yang selalu antusias menanti
cerita ini. Tanpa kalian, saya tidak akan bisa sampai di
sini.
Motterial Ziacky
3
ALANA
4
"Rasanya masih seperti kemarin." gumamku kini
sambil bangkit dari pinggir ranjang.
5
"Halo?"
6
membuat dia semakin tampan. Ah, belum lagi matanya
yang selalu menatap tajam lawan bicaranya itu. Secara
keseluruhan, Putra Edo masih sama.
7
Edo melongos dan memilih pergi ke arah dapur.
Aku mengernyit saat mendengar suara pintu kulkas yang
dibuka. Jarak ruang tengah dengan meja makan dan
dapur memang tidak berjarak jauh. Tidak ada sekat juga
yang memisahkan jadi aku bisa melihat secara gamblang
apa yang dilakukan Edo.
8
"4 tahun kamu pergi, Al." Dia membuka kaleng
soda itu sambil menatap lurus kearah tv.
9
"Kangen banget ya sampai kelihatan frustasi
begini?" Aku tertawa dan memberikan senyum miring
kepadanya.
10
Dia menghela nafas, "jadi karena itu." ucapnya
pelan.
"Jangan bohong."
11
"Terus kenapa kamu tiba-tiba balik ke Jakarta?
Bukannya Mami butuh kamu di sana?" dia menyindirku
dengan begitu jelas.
12
"Ya, sudah, oke kamu nggak menyesal, aku aja
yang sedikit menyesal, sekarang kita jalanin aja
semestinya."
13
"Perasaan kamu aja. Kita udah lama nggak
ketemu. 4 tahun bukan waktu yang sebentar kan?" Aku
meliriknya sekilas sambil menggaruk lengan atasku yang
tidak gatal.
14
"Kabarin? Sampai sini aja aku nggak di kasih nafas
sama Ayah. Proyek yang Ayah tanganin banyak kesalahan
dan aku harus cepat-cepat turun tangan."
15
juga aku pikir kalau Ayah pasti bisa bertahan. Pas aku cari
tau lewat internet ternyata dampak dari korupsi itu bikin
perusahaan Ayah terancam gulung tikar."
16
Aku tersenyum lebar.
17
"Karyawan biasa aja kok. Nggak ada yang special
di sana." Aku sengaja menekan kata special.
18
"Edo..." panggilku lirih.
19
Ah, ini sangat enak dan membuat tubuhku seperti
terbakar.
20
Edo mengangkat wajahnya bertatapan dengan
wajahku. Wajahnya memerah dengan mata setajam
pisau siap membelahku menjadi dua. Aku menelan ludah
dan aku yakinkan wajahku sudah merah sekarang karena
gugup dan terpesona secara bersamaan.
21
Aku tidak ingin kalah dengan gairahku sendiri tapi
aku tidak bisa menyangkal apa yang dilakukan Edo
membuat sisi liarku bangkit. Edo adalah laki-laki panas
dan menggoda selama aku hidup. Ini salah tapi ini seperti
surga sesaat untukku.
22
hidup bebas di Ibukota. Mantan kekasih dan mantan
gebetanku pasti akan memberi julukkan seperti itu saat
kami bersama.
23
"Apa rasanya masih sama?" Edo menatapku
remeh dengan alis yang terangkat.
24
"Jangan percaya diri. Di London banyak laki-laki
yang membuatku bergairah." desisku karena tidak terima
tebakan yang dia berikan itu adalah kenyataan.
"Maksudnya?"
25
kuat. Wajahnya kembali mendekat ke leherku dan
memberi jilatan basah di sana.
"Edo..." desahku.
"Edo... more..."
26
Aku melupakan hal penting. Hal yang dari 4 tahun
selalu aku tanamkan dalam diriku sendiri untuk
menghadapi Edo.
27
memohon dibawah kakinya untuk rasa nikmat yang dia
berikan.
28
hanya bisa mendesahkan namanya begitu keras saat
penyatuan tubuh kami dilakukan. Dia sempat kesusahan
dan sesekali mengumpat karena katanya begitu sempit di
dalam sana. Rasa tidak nyaman menerima dirinya
dibawah sana memang aku rasakan sebentar. Tapi
selanjutnya adalah rasa nikmat surga yang ada.
29
Edo begitu gila akan gairah yang berkobar di
dirinya dan aku juga sama gilanya dengan dia. Gerakan
yang awalanya lembut berganti kasar begitu
memabukkan. Seorang Putra Edo memang gila.
"Alana!!!”
"Edoooo!”
30
"Jangan tidur, istirahat aja sebentar."
***
31
Kakiku melangkah ringan, beberapa hari yang lalu
Ayah sudah mengumumkan posisiku diperusahaan
sebagai kepala divisi keuangan dan dipimpin langsung
oleh adik sahabatku, Kiara Atmaja.
32
"Mbak Al! Kia kangen!" Rajuknya sambil
memelukku semakin erat.
33
Dia melotot, "Enak aja! Nggak tau apa aku bisa
sampai sini pakai darah, keringat dan air mata?!"
Ucapnya tidak terima.
34
"Mbak, gimana udah ada gandengan?" Tanya
Kiara disela-sela kunyahannya saat kami makan siang
bersama direstoran yang tidak jauh dari kantor.
"Kan ma—"
35
Sontak kami menoleh bersamaan. Mataku
langsung terpaku pada wanita bertubuh mungil yang
lebih gemuk daripada terakhir kali aku ingat. Rambut
sebahunya dengan poni membuat bentuk wajahnya
semakin bulat. Tapi, sinar ayu dari wajahnya tidak pernah
luntur sedari dulu.
36
menatapku heran, aku langsung buru-buru pergi kearah
toilet restoran.
***
37
Alana menghempaskan tubuhnya diatas ranjang.
Tubuhnya begitu lelah akibat olahraga sorenya
mengelilingi apartement sebanyak sepuluh putaran.
Peluh keringat tercetak jelas di wajah dan rambutnya
yang lembab.
38
ibukota. Sepuasnya dia mengelilingi Jakarta, akhirnya dia
kembali ke apartement. Mengganti pakaiannya dan
memilih berlari memutari apartement.
39
Alana dan Edo bertemu Fiola saat sedang liburan
ke Swedia. Awalnya Edo yang menyadari kehadiran Fiola
yang terlihat manis dalam balutan baju musim dingin.
Melihat kesempatan yang besar saat mengetahui gadis
itu adalah anak dari duta besar di negara itu. Sampai
akhirnya, mereka bertemu di Jakarta dan menjalani
pendekatan ala Edo si lelaki yang terkadang hangat,
terkadang dingin.
40
Pada akhirnya, berita seperti palu godam
menimpa Alana. Lelaki yang dia cintai diam-diam akan
melamar kekasihnya.
41
Sialnya, Alana menabrak pembatas jalan saat
keluar tol menuju apartementnya. Dia dalam keadaan
setengah mabuk karena frustasi akan perasaannya yang
tidak kunjung surut.
42
Alana berjalan melewati tubuh Edo dan masuk ke
dalam kamarnya. Dia lelah dan badannya terasa sakit.
Pengaruh alkohol ditubuhnya juga sudah hampir
menghilang semua.
43
Teriaknya murka setelah menarik paksa lengan Alana
agar berhadapan dengannya.
44
"Kenapa kamu di sini? Bukannya kamu harus siap-
siap suprisein Fiola nanti tengah malam, hm?" Alana
sengaja membelokkan keadaan.
45
Alana menelan ludahnya. Dalam hatinya berteriak
mengatakan kalau yang salah di sini adalah dirinya.
46
Hatinya begitu lega karena melihat Alana yang
terlihat baik-baik saja akibat celakaan dibawah hujan
lebat. Sepanjang perjalanan segala skenario buruk ada di
dalam pikirannya. Dia sungguh takut harus mendapati
Alana kecelakaan. Belum lagi, dia harus tahu dari mulut
orang lain. Untungnya Ardyan ada dirumahnya tadi.
47
"Do..." Suara lirih itu memanggilnya. Membuat
Edo mengutuk betapa tidak suka dirinya mendengar
suara Alana yang berubah lemah.
48
lalu beralih mencium mata, hidung, pipi, lalu melumat
kembali bibir Alana.
49
Tangan besar itu membuka kaitan rok span Alana
dibelakang, lalu menarik blouse hitam yang Alana pakai
hingga pangutan terlepas. Matanya semakin berkabut
saat melihat Anna yang terbalut bra hitam. Menampilkan
payudaranya yang menyembul sesak di cup bra.
50
Edo membiarkan bokser putih masih melekat
ditubuhnya, dia menarik tungkai kaki Alana. Harus dia
akui, Alana memiliki tungkai kaki yang indah. Dengan
lembut namun menggoda dia mengecup tungkai Alana.
51
Alana mencoba menutupi miliknya tapi Edo
bergerak cepat mengamit tangannya.
52
Edo mencium sekilas bibir Alana lalu menurunkan
boksernya, membebaskan miliknya yang begitu nyeri
karena menahan untuk masuk ke menu utama.
53
Dan malam itu, sesuatu yang Alana jaga selama ini
diterobos masuk oleh Edo. Rasanya perih menyakitkan
seakan membelah dirinya. Tapi, tidak ada penyesalan
membiarkan Edo masuk semakin dalam.
54
Tapi, mereka lupa. Esok pagi, tidak akan ada yang
sama dari mereka. Esok pagi, setelah Edo mengecup
kening Alana untuk pamit kembali kerumahnya, tidak
akan ada yang membuat mereka bersama.
55
tidak jelas. Karena itu, dia memilih mundur. Biarkan
malam itu menjadi kenangan untuknya. Karena Alana
tidak ingin menghancurkan kebahagiaan yang sudah
banyak diharapkan orang-orang disekitarnya.
56
"Halo, Nona Alana?"
57
meminta pengertian juga penjelasannya untuk kembali
ke London.
58
Alana semakin gusar.
59
"A-aku mau pergi! Jadi, lebih baik kamu pulang!"
Suruh Alana memalingkan wajahnya dari tatapan Edo.
"Ke mana?"
"Ke mana?"
60
"Aku mau cola, Al." Teriak Edo saat Alana
membuka kulkas.
61
Alana mendesah. Sejujurnya ada rasa senang
yang terbalut sakit hati di dadanya sekarang. Mendapati
Edo tapi dalam status yang berbeda sama saja
membunuh dirinya pelan-pelan.
62
Alana menatap Edo dari samping. Wajah tampan
itu terlihat lelah.
"Kenapa?"
63
Sepeninggal Edo, air mata runtuh kembali di mata
Alana.
64
Alana beranjak ke kamarnya. Kembali dia
mengetikkan pesan panjang ke Ayahnya. Meminta maaf
dan pengertian jika dia akan kembali ke London. Dan
membiarkan Alana di sana bersama Mami. Pasti berat
Ayah mengiyakan semuanya. Tapi, jika Ayah melarang,
Alana memilih tidak peduli.
65
Dia mengecek ulang ponselnya yang baru dia
setting ulang. Pesan dari Ayahnya yang pertama dia baca.
Tanpa sadar dia menangis membaca permintaan
Ayahnya untuk menjaga Maminya. Kerenggangan
hubungan orang tuanya memang sudah terjadi lama.
Tapi, cinta mereka berdua masih ada. Bahkan, orang
tuanya juga saling merindu.
66
Lalu ada pesan Ardyan yang marah-marah karena
belum bertemu dirinya sama sekali lalu tahu-tahu Alana
sudah pergi kembali ke London.
Edo:
Kali ini alasanmu apa?
Pergi selalu tanpa kata
Kamu emang suka lari-lari begini ya?
Apa nggak capek?
Yaudah, gantian aku yang lari.
67
Alana masuk ke dalam mansion keluarganya.
Mansion yang dibeli sejak Maminya memutuskan untuk
menetap di London.
68
itu. Seakan mengenal kehadiran Alana, langsung saja
lengan mungil itu melingkar diatas perut Alana.
69
Anaknya yang menggemaskan dan manja ini
memang bisa membuatnya mengalah. Tapi, dengan sakit
seperti ini? Tentu saja Alana panik luar biasa. Alana
bahkan akan selalu bersumpah demi keinginan Denis.
Cukup dirinya yang tidak bahagia karena perasaan cinta.
Denis tidak boleh merasakan sakit kekurangan cinta
darinya.
70
Maminya yang mengoceh sambil tertawa membuatnya
mendesah semakin malas.
Suara itu!
71
Alana langsung membuka matanya cepat dan
menoleh mendapati Edo yang bersandar di pilar
ranjangnya.
"Ka—"
"Mommy!"
72
"Up!Up!Up!" Ucapnya sambil menepuk-nepuk
pinggir ranjang meminta untuk diangkat.
73
"Uncle and Aunty." Jawabnya lalu beralih lagi ke
mainannya.
"Ka-kalian—"
74
"Keluar! Keluar dari kamar ini dan jangan
berharap bisa bawa Denis pergi dari aku!" Alana
menghampiri Edo dan menariknya paksa.
75
"What are you talking about, Alana!" Bentak Edo
membuat Denis menangis histeris.
"Al—"
76
Dia mengerti.
77
"Al, kasih Denis ke Mami." Pinta Edo lembut.
78
"Al." Panggil Edo lagi.
"Apa?"
"Ke-kenapa?"
79
"Aku baru sadar selama ini mencintai seorang
perempuan yang selalu ada disisiku. Baru sadar yang aku
butuh cuman perempuan itu. Karena tanpa dia, aku
nggak bisa apa-apa."
80
dekat denganku. Kamu, Al. Cuman kamu yang bisa bikin
aku ngelanggar keputusan aku."
"Ka-kamu—"
81
"kamu tau? Aku nunggu tanpa usaha kayak
pengecut. Aku nggak mau tau di mana kamu karena aku
terlalu kecewa sama diri aku sendiri. Konyol kan? Tapi,
kamu tau pasti aku akan begitu. Aku selau yakin kamu
balik lagi. Kamu pasti pulang. Dan benar aja, kamu
pulang. Pas kamu pulang, kamu nggak tau betapa
bahagianya aku. Sampai, aku paksa Om buat kasih tau di
mana kamu. Akhirnya... kita ketemu. Malam kita bercinta
lagi adalah malam aku bersumpah akan kejar kamu
sampai kamu jadi milikku. Nggak peduli kamu kabur
tanpa alasan lagi."
82
langsung pergi cari toko mainan buat borong kasih
Denis."
"Hm?"
83
Alana menatap Edo dengan dalam. Ditatap
seperti itu membuat Edo salah tingkah.
"Hm?"
"Setimpal."
84
Edo menggeleng tidak setuju. Baginya, Alana
sudah menanggung banyak beban selama ini tanpa
dirinya. Belum lagi kehadiran Denis, pasti perempuan ini
sempat merasa tidak sanggup.
85
Dari segala sedih dan tangis yang dia jalani, dia
kembali ke pelukan lelaki yang sudah disiapkan Tuhan.
***
86
berada, tapi siapa pun tahu jika bocah kecil seperti Denis
membutuh sosok ayah.
87
jika mengingat kemesraan Edo dan Fiola terkadang sering
menyesakkan untuknya.
88
Malam itu, Edo tidur di kamar Denis putranya. Dia
hanya tidur sebentar menjelang pukul 4 pagi karena sibuk
menatap putranya. Denis sangat mewarisi fisik seorang
Edo Putra. Bentuk mata dan garis alisnya yang datar. Bibir
bawah yang sedikit lebih tebal dari pada bibir atas.
Uniknya, Denis memiliki tahi lalat kecil yang sama di
bawah mata kirinya. Sedangkan Edo memiliki tahi lalat
dibawah alis kirinya.
***
89
dan Denis hanya akan singgah sampai selesai makan
malam lalu kembali ke apartement milik Alana.
90
yang berseragam SMA duduk bersebelahan sambil
makan siomay, foto dilapangan sekolah memakai hoodie
yang sama, lalu foto merayakan kelulusan dengan coret-
coretan. Astaga, itu semua membuka pintu kenangan
yang pernah terjadi antara mereka berdua.
91
Edo tertawa lebar mengeratkan pelukannya. Dia
akui, dia memang tidak mencintai Alana dulu. Dia hanya
merasa nyaman dan aman jika Alana berada di dekatnya.
Tapi, malam panas pertama mereka mengubah
pandangan Edo, tanpa sadar lelaki itu memang mencintai
Alana dan tidak mau melepasnya. Edo bersyukur malam
itu terjadi, jika tidak… dia tidak tahu berapa lama lagi
akan menyakiti Alana yang mencintai sendirian.
***
92
Acara lamaran pada ayah Alana sudah selesai.
Tadinya Edo gugup setengah mati harus dipukul oleh
calon mertuanya itu. Untungnya, ayah Alana adalah pria
yang pengertian walaupun awalnya dia sangat terkejut.
Jadi, selama ini ayah Alana tidak tahu jika dirinya seorang
kakek sampai melihat Denis dalam gendongannya.
93
Dengan lembut dan penuh cinta Edo mengusap
punggung Alana. Rasa cintanya semakin besar setiap Edo
menatap mata cemerlang wanitanya. Apa lagi ada Denis
yang menjadi penguat perasaan Edo.
94
dicabut. Edo ingat seberapa cepat langkahnya berlari
kearah UGD hanya untuk melihat wajah cantik yang
terlihat pucat dan kelelahan.
95
Kini, di dalam dekapannya ada Alana yang
bersedia menjadi pasangan sehidup sematinya. Ada
Denis juga yang membutuhkan perlindungan dan kasih
sayangnya. Dia tidak akan melepaskan dua orang yang
sudah menguasai seluruh hatinya. Dia mencintai
keluarganya. Sangat amat mencintainya.
***
96
“Aku bisa tapi mungkin telat sekitar 10 sampai 15
menit karena aku berangkat dari pelabuhan habis periksa
kapal yang baru sampai.”
97
“Tadi… kamu panggil aku apa?”
“Hah?”
“Iya!”
“Apa, sih?”
98
“Kenapa minta maaf coba?!” Sungut Edo.
“Oh… terus?”
99
Wajah Alana semakin merona malu saat Edo
menyebut kata ‘Sayang’ dengan begitu riang. Astaga! Dia
sangat mencintai lelaki itu.
***
100
Alana kembali dari membersihkan dapur untuk
memeriksa keadaan Denis, anaknya itu demam tinggi.
101
Alana menggendong Denis setelah menemukan di mana
kunci mobilnya. Firasatnya semakin buruk dan dia harus
segera membawa putranya ke rumah sakit.
102
Saat keluar dari toll, Alana menabrak sebuah
mobil sedan yang berada jalur luar toll. Untungnya
tabrakan itu tidak kencang hingga tidak ada kejadian
fatal.
“Ar?”
103
“I’m not!” Teriak Alana karena suara gemuruh
yang begitu keras. “Ar, I need to go! Denis demam tinggi,
aku harus ke rumah sakit sekarang! Aku tadi mau minta
maaf karena udah nabrak! Kita bicara nanti, ya? Nanti aku
pasti gan—“
104
kangen sama Edo. Tadi dia nangis hampir 2 jam terus
tidur karena capek. Pas aku cek dia, badannya udah panas
banget.” Ucapnya menahan tangis.
105
Alana menghela nafasnya berat. Penampilannya
begitu kacau dari ujung kaki dan kepala. Kepalanya juga
pening karena terkena hujan. Sekarang dia tidak tahu
harus melakukan apa lagi.
***
“Edo?”
106
Alana menatap wajah kuyu dan muram Edo.
Calon suaminya terlihat berantakan dengan mata
memerahnya.
107
langsung ke sini nggak bawa apa-apa.” Jelas Edo dengan
wajah yang frustasi dan mata yang semakin memerah
menahan air matanya.
108
anaknya. Bukan hanya itu, dia hampir saja kehilangan
Alana dan Denis akibat kecelakaan kecil. Rasa bersalah ini
sangat menyesakkan untuk Edo.
***
109
Semua orang terpaku pada sepasang pengantin
yang memiliki fisik begitu sempurna. Walaupun umur
mereka terlalu matang untuk menikah apa lagi di pihak
wanitanya, orang-orang tetap saja melihat seperti dua
remaja yang jatuh cinta lalu menikah muda.
110
Kini, perjalanan panjang yang pernah Alana lewati
sedari dulu membuahkan hasil yang luar biasa
membahagiakan. Memiliki Denis awalnya menakutkan
untuk Alana, dia tidak siap menjadi ibu tunggal tanpa
pernah terikat pernikahan. Tapi, pertama kalinya dia
mendengar detak jantung Denis dari layar USG, Alana
merasa Tuhan memberikan nyawa untuk
menyempurnakan hidupnya.
***
111
Edo baru saja selesai mandi setelah gilirannya.
Kini dirinya dan Alana berada di Raja Ampat. Mereka
sedang melakukan honeymoon setelah tiga hari
menempati rumah baru. Rumah yang Edo beli sepulang
dari London memboyong istri dan putranya.
112
Seperti itu saja, Edo merasa melihat bidadari. Edo
sangat beruntung menikahi sahabatnya itu. Dari dulu dia
sudah melihat sosok bidadari di dalam Alana, bodohnya
dia baru sadar saat hampir menikahi wanita lain.
“Kamu bahagia?”
113
“Apa… kalau nggak ada Denis kita akan berakhir
seperti ini?”
114
Edo langsung menyambar bibir Alana. Bukan
kecupan atau ciuman kecil, tapi langsung lumatan
bergairah. Selama berdekatan dengan Alana, Edo selalu
melumat habis bibir merah Alana.
115
Dirinya ingin Alana cepat hamil karena dia tidak
sabar menjadi calon ayah untuk anak keduanya.
116
Edo menghisap habis sari-sari yang Alana
keluarkan. Dia langsung bangkit dan membuka
celananya. Dia terengah menahan gairah yang besar
melihat tubuh Alana mulai bercahaya karena pancaran
sinar langit senja.
117
***
118
Sampai kehamilan di usia 8 bulan, Alana mulai
stress karena ketakutan jika proses lahirnya bermasalah.
Padahal, dokter sudah bilang jika dia tidak kenapa-napa
dan membutuhkan pikirannya tenang.
119
sudah tinggal di rumah suaminya agar bisa melihat Alana
melahirkan. Kiara dan Givano terlihat berpelukan sambil
memanjatkan doa untuk dua kakak mereka.
120
menggemaskan tidak membuat mereka puas hingga
kadar cinta berkurang seiringnya waktu.
ENDING
121
EXTRA CHAPTER
122
“Kamu yakin itu rasa cinta bukan rasa bersalah
karena tidur sama dia?” Sinis Fiola.
123
Kali ini, Alana pelabuhan terakhirnya.
124
Terima kasih
Find me on,
Wattpad : Motzkyy
Instagram : Alyachiata
125