Anda di halaman 1dari 10

Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.

0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

Mineralogi dan Pengayaan REE Tipe Ion-Adsorption pada Profil Lapukan


Granitoid di Sulawesi Barat; Implikasi terhadap Eksplorasi

Mineralogy and Enrichment of REE Type Ion-Adsorption on Weathered


Granitoid Profiles in West Sulawesi; Implications for Exploration

Andi Febby Alvionita*1, Syafrizal2, Andy Yahya Al Hakim3


1 Program Studi Pascasarjana Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung
2-3 Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumberdaya Bumi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung

Corr Author: *1andifebbyam@gmail.com, 2syafrizal@mining.itb.ac.id, 3andyyahya@mining.itb.ac.id

ABSTRAK
Unsur Tanah Jarang (Rare Earth Elements-REE) merupakan golongan unsur lantanida+Y+Sc yang saat ini dibutuhkan dalam
dunia industri dan bahan baku pembuatan teknologi canggih dan modern. Seiring bertambahnya kebutuhan REE, kegiatan eksplorasi
REE juga semakin meningkat, oleh karena itu penelitian ini dilakukan sebagai studi pendahuluan yang bertujuan mengetahui
karakteristik REE tipe ion adsorption yang ada di Sulawesi Barat menggunakan petrografi mineral optik, X-ray diffraction (XRD), X-ray
fluorescence (XRF), dan inductively coupled plasma mass spectrometry (ICP-MS). Pengamatan mineral optik menunjukkan bahwa
batuan induk di Polewali adalah kuarsa monsonit, sedangkan di Mamasa adalah granodiorit dan terlihat mineral yang diduga membawa
REE yaitu zirkon, selain itu juga muncul titanit sebagai mineral yang diindikasikan muncul bersama dengan mineral pembawa REE.
Mineral lempung yang berhasil dideteksi sebagai mineral yang mengikat REE pada zona lapukan berupa kaolinit, halloisit,
monmorillonit dan nontronit. Pengayaan REE pada horizon A pada kedua profil menunjukkan bahwa persentase mineral lempung juga
mempengaruhi jumlah TREE, hal ini dibuktikan dengan persentase kandungan kaolinit berkisar 13,3% dan halloisit 5,3%, lebih banyak
dibanding pada horizon yang lainnya.
Anomali positif Ce pada sampel lapukan menunjukkan bahwa kedua profil lapukan merupakan zona pelindian kecuali pada
horizon A di Mamasa. Anomali Negatif Eu juga menunjukkan bahwa terjadi pelepasan plagioklas pada saat proses deferesiansi magma
ketika batuan terbentuk.

Kata-kata kunci: unsur tanah jarang; mineralogi; geokimia; lapukan; granitoid

ABSTRACT
The Rare Earth Elements (REE) are the lanthanide+Y+Sc group of elements which are currently needed in the industrial world
and are raw materials for making advanced and modern technology. As the need for REE increases, REE exploration activities are also
increasing, therefore this research was conducted as a preliminary study which aims to determine the characteristics of the REE
adsorption type in West Sulawesi using optical mineral petrography, X-ray diffraction (XRD), X-ray fluorescence (XRF), and
inductively coupled plasma mass spectrometry (ICP-MS). Optical mineral observations show that the source rock at Polewali is quartz
monsonite, while at Mamasa it is granodiorite and a mineral suspected of carrying REE is visible, namely zircon. Clay minerals that
have been successfully detected as minerals that bind REE in the weathered zone are kaolinite, halloisite, montmorillonite and
nontronite. REE enrichment in the A horizon on both profiles shows that the percentage of clay minerals also affects the amount of
TREE, this is evidenced by the percentage of kaolinite content of around 13.3% and 5.3% halloysite, more than in the other horizons.
The positive Ce anomaly in weathered samples indicates that both weathered profiles are leaching zones except for the A
horizon in Mamasa. The negative Eu anomaly also indicates that plagioclase release occurs during the magma deflection process when
rocks are formed.

Keywords: rare earth elements; mineralogy; geochemistry; weathered; granitoid

Submitted: xx-xx-xxxx; Revised: xx-xx-xxxx; Accepted: xx-xx-xxx; Available Online: xx-xx-xxxx


Published by: Mining Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Lambung Mangkurat
This is an open access article under the CCBYND license https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/
©year published, Geosapta

PENDAHULUAN Selama bertahun-tahun, unsur tanah jarang secara


Istilah REE rare earth elements (REE) atau geokimia dianggap tidak bergerak (immobile) selama
Unsur Tanah Jarang mengacu pada 17 unsur dalam tabel alterasi dan metamorfisme dan oleh karena itu sangat
periodik unsur. REE termasuk Critical Material Resources berguna dalam interpretasi geologi [1]. Akan tetapi,
yang terdiri atas lantanum (La), serium (Ce), beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa
praseodimium (Pr), neodimium (Nd), prometium (Pm), kelimpahan REE mengalami perubahan pada proses
samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium alterasi dan pelapukan [2,3,4]. Telah dilaporkan bahwa
(Tb), disprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), tulium REE merupakan unsur mobile dan cenderung diperkaya
(Tm), ytterbium (Yb) dan lutetium (Lu), skandium (Sc), selama pelapukan batuan granit di beberapa daerah
dan yttrium (Y). Semua REE terbentuk di alam kecuali subtropik [5].
promethium (Pm).

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~1~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

Secara geokimia, kelimpahan unsur tanah jarang magmatik barat di ujung timur Paparan Sunda [12].
mengalami perubahan selama proses alterasi ataupun Mandala Sulawesi Barat merupakan daerah yang memiliki
pelapukan dan akan membentuk REE tipe ion adsorption. topografi paling terjal, terdiri dari beberapa punggungan
Proses alterasi ataupun pelapukan menyebabkan dengan ketinggian antara 2.000–3.495 m diatas permukaan
perubahan pola distribusi unsur tanah jarang. Unsur tanah air laut.
jarang merupakan unsur incompatible yang melimpah Berdasarkan peta geologi Lembar Mamuju,
jumlahnya pada batuan beku granitik [6] dan dapat berada daerah penelitian termasuk kedalam formasi batuan
dalam fraksi geokimia maupun mineral primer residual terobosan (tmpi) yang merupakan intrusi yang umumnya
dalam lapukan granit. bersusunan asam sampai intermedit seperti granit,
Saat ini keberadaan REE sedang menjadi granodiorit, diorit, sienit, monzonit kuarsa dan riolit [13].
perbincangan hangat di banyak negara karena
kegunaannya yang vital sebagai bahan baku dasar di
berbagai industri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
di era modern. Kelangkaan REE mulai terjadi sejak negara
China yang merupakan negara penghasil REE terbesar di
dunia mulai memutuskan untuk mengurangi distribusi
ekspor REE karena masalah lingkungan [7], sehingga
mengakibatkan meningkatnya kegiatan eksplorasi di
seluruh dunia [8].
Berkaitan dengan isu global belakangan ini, yang
setiap negara berlomba menggunakan energi ramah
lingkungan (Green Energy) guna menghindari penggunaan
energi emisi karbon (CO2) yang tinggi, kebutuhan REE
menjadi strategis, terlebih jika dapat dipasok secara
mandiri dari sumber daya yang dimiliki. Sekecil apapun
sumber daya REE yang tersedia menjadi penting Gambar-1. Peta Geologi Pulau Sulawesi dan Lokasi Penelitian
setidaknya mengurangi ketergantungan dari suatu negara [4]
terhadap produsen utama dunia (China) yang memonopoli
komoditas ini. Tekad pemerintah dalam melanjutkan METODOLOGI
infrastruktur bahan bakar ramah lingkungan juga akan Sampling
ditunjang dengan tersedianya bahan baku terkait ini, salah
satunya adalah REE. Untuk mengetahui potensinya, Sampel yang digunakan berasal dari dua lokasi
Pemerintah Indonesia berupaya memetakan potensi yang terdapat di Sulawesi Barat, yaitu Desa Sulawattang,
sebaran REE di berbagai wilayah Indonesia salah satunya Kec. Polewali Kab. Polewali Mandar dan Desa Lambanan,
adalah Pulau Sulawesi yang sangat diperhatikan potensi Kec. Mamasa, Kab. Mamasa. Sampel yang diambil
keberadaan logam tanah jarangnya. berjumlah delapan sampel, yang terdiri atas dua sampel
Granit tersebar luas di Pulau Sulawesi yang batuan segar (fresh rock) dan enam sampel tanah (soil)
menempati bagian barat hingga bagian utara ±400 km [9]. pada tiap horizon. Pengambilan sampel batuan dilakukan
Pulau Sulawesi dilalui oleh garis khatulistiwa sehingga dengan menggunakan metode chip sampling dengan
terletak pada iklim tropis sehingga menyebabkan bantuan palu geologi batuan beku, sedangkan sampel
permukaan batuan rentan terhadap proses pelapukan dan lapukan (soil) dilakukan dengan menggunakan metode
alterasi. channeling berdasarkan perbedaan horizon tanah. Sampel
Di Indonesia, REE tipe ion-adsorpsi diidentifikasi kemudian akan dipreparasi dan sebagian disimpan sebagai
terdapat pada Lumpur Sidoarjo (Lusi), mineral lempung arsip. Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium
yang berhasil diidentifikasi pada semua sampel adalah Pengolahan Bahan Galian Institut Teknologi Bandung.
kaolinit yang diasumsikan mampu menangkap REE Gambar-2 menunjukkan kenampakan profil lokasi
melalui mekanisme adsorpsi dan subtitusi ion, dengan pengambilan sampel.
kandungan Unsur LREE lebih banyak dibandingkan unsur
HREE [10]. Selain itu penelitian yang telah dilakukan di Analisis Petrografi
Sulawesi Barat menunjukkan bahwa pengayaan REE yang Dua sampel batuan granit di preparasi pada Pusat
ditemui dibeberapa zona lapisan akibat lapukan granit tipe Survey Geologi untuk dibuatkan sayatan tipis. Pengamatan
I dan calc-alkaline to high-K (shoshonitic) yang terdapat petrografi pada sampel sayatan tipis tersebut dilakukan
di wilayah Mamasa, Polewali dan Mamuju Provinsi dengan menggunakan mikroskop refraksi Nikon ECLIPSE
Sulawesi Barat menunjukkan konsentrasi Total REE rata- LV100 pada Laboratorium Mineralogi, Mikroskopi dan
rata >300 ppm. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan Geokimia Institut Teknologi Bandung. Hasil /pengamatan
untuk mengetahui karakteristik petrografi, geokimia dan petrografi adalah komposisi mineral batuan baik mineral
pola pengayaan REE, sehingga diketahui faktor-faktor primer maupun sekunder yang selanjutnya dapat diplot
yang menyebabkan mobilisasi dan akumulasi unsur untuk menentukan jenis graniotoid daerah penelitian
tersebut pada lapukan granit yang ada di Sulawesi Barat menggunakan diagram kuarsa, alkali feldspar dan
[4,11] plagioklas (QAP) berdasarkan klasifikasi IUGS [14,15].

GEOLOGI REGIONAL Analisis X-Ray Diffraction (XRD)


Polewali dan Mamasa merupakan bagian dari Analisa difraksi sinar-X pada delapan sampel
mandala geologi Sulawesi Barat berada pada busur dilakukan di Laboratorium Hidrogeologi dan

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~2~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

Hidrogeokimia, Fakultas Teknik Pertambangan dan HASIL DAN DISKUSI


Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, menggunakan Pengamatan Petrografi
Rigaku Smart Lab dengan rentang sudut pencarian 2θ Wilayah Polewali diwakili oleh sampel PLW-01
antara 15-65º dengan menggunakan anoda Cu (1,54059 menunjukan tekstur porfiritik dan mengandung K-felspar
Angstrom). Pengolahan data XRD dilakukan dengan (35%), plagioklas (33%), kuarsa (10%), hornblenda
batuan software open source seperti QualX untuk (10%), biotit (8%), dengan mineral aksesoris titanit dan
memfilter peak yang dianggap mineral dan software Fityk zirkon. K-felspar dan plagioklas hadir berupa fenokris, K-
untuk menghilangkan noise atau background yang tinggi felspar yang terdiri dari ortoklas berukuran 0,2-0,4 mm.
dengan cara melakukan filtering agar grafik difaktogram Plagioklas yang hadir berupa oligoklas-albit dengan
yang ditampilkan lebih smooth. Data hasil pengolahan kembaran carlsbad-albit dengan ukuran 0,5-2 mm.
QualX diolah kembali secara manual dengan Microsoft Kuarsa memiliki pemadaman bergelombang, relief rendah
Excel untuk menginterpretasi keberadaan mineral sesuai dengan ukuran 0,1-0,5 mm. Hornblenda terlihat dengan
dengan kecocokan nilai difraksi dan intensitas tiap peak belahan dua arah berbentuk granular dengan ukuran 0,3-
yang ada pada database Hanawalt Index [16] dan XRD 0,7 mm. Biotit berbentuk prismatik berwarna coklat gelap
mineralogy database (http://webmineral.com). dan mengandung mineral inklusi seperti zirkon
didalamnya dengan warna yang lebih gelap, biotit
berukuran 0,1-1,5 mm (Gambar-3). Setelah diplot pada
diagram QAP sampel Polewali diidentifikasikan sebagai
kuarsa monzonit (Gambar-4).

Gambar-3. Sayatan Petrografi Batuan PLW-01 pada


penampakan nikol sejajar (a) dan nikol silang (b) yang terdiri
atas mineral plagioklas, kuarsa, k-felspar, hornblenda, titanit dan
zirkon.
Tabel-1. hasil pengamatan %volume mineral kuarsa, alkali
felspar dan plagioklas pada dua sampel batuan granit

Gambar-2. Kenampakan profil pengambilan sampel di


Lapangan

Analisis X-Ray Fluoresence (XRF)


Preparasi dan Analisis XRF dilakukan di
Laboratorium PT Intertek Utama Services, Jakarta dengan
total sampel sebanyak delapan sampel. Sampel batuan
granit dan tanah lapukan granit dimasukan oven pada suhu
120°C selama satu jam agar kandungan airnya hilang dan
dihaluskan dengan rod mill agar ukuran butir -200# mesh.

Analisis Induced Coupled Plasma–Mass Spectrometry


(ICP-MS)
Sebanyak delapan sampel dianalisi menggunakan
ICP-MS di Laboratorium PT Intertek Utama Services, Wilayah Mamasa diwakili oleh sampel MMS-02
masing-masing 4 sampel yang mewakili tiap horizon O, A, diidentifikasi sebagai granodiorit (Gambar 4), terdiri atas
B dan C yang ada di Mamasa dan Polewali. Sampel plagioklas (45%), kuarsa (20%), K-felspar (15%),
batuan granit dan tanah lapukan granit dihaluskan terlebih hornblenda (10%), biotit (5%) dengan mineral aksesoris
dahulu hingga ukurannya <75µm dan dikeringkan pada seperti titanit dan zirkon. Berdasarkan klasifikasi QAP
suhu 105°C. Sampel yang sudah berbentuk powder akan diidentifikasikan sebagai granodiorit.
dilarutkan oleh 4 larutan asam, yaitu HCl, HClO4, HNO3
dan HF.

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~3~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

adalah granodiorit. Hal tersebut juga menyebabkan


perbedaan intensitas dan ditemukannya mineral
monmorilonit serta nontronit (grup smektit) di Polewali,
sedangkan di Mamasa tidak ditemukan.

Gambar-4. Hasil plot diagram QAP dari sampel sayatan tipis


berdasarkan klasifikasi IUGS [14].

Major Elements
Batuan induk pada profil batuan di Polewali
mengandung SiO2 63,78%, Al2O3 15,46%, Na2O 2,96%,
K2O 4,46%, CaO 4,43%, serta TiO2 dan P2O5 kurang dari
1%. Sehubungan dengan ini profil pelapukan menujukkan
kandungan Al2O3 dan LOI yang tinggi dibanding oksida
mayor lainnya. Namun kandungan total Fe2O3 pada
lapukan lebih tinggi dibanding pada batuan induknya dan
TiO2 cenderung tidak bergerak. Sedangkan batuan induk
pada profil batuan di Mamasa, secara keseluruhan
kandungan MnO, MgO, CaO dan Na2O semakin
meningkat menuju horizon paling dalam hal ini
dikarenakan unsur Mn, Mg, Ca dan Na merupakan unsur
mobile.
Ketika diplot pada diagram Total Alkali Silika
(TAS), sampel PLW-01 jatuh pada bidang kuarsa
monzonit dan sampel MMS-02 jatuh pada bidang
granodiorit. Nilai Al2O3/ (Na2O + K2O + CaO) >1.1 dan
nilai Al2O3> (Na2O + K2O + CaO), berdasarkan diagram
dari [20] maka sampel yang ada di Polewali (PLW-01) dan
Mamasa (MMS-02) merupakan granitoid tipe S dengan
tingkat saturasi alumina masuk kedalam peralumina.

Mineralogi Lapukan Granitoid dan Implikasinya


terhadap REE
Pelapukan granitoid yang terjadi di wilayah
Polewali terdiri dari mineral kuarsa, halloisit, kaolinit,
monmorilllonit dan nonronit. Mineral kuarsa, haloisit,
monmorillonit muncul disemua horizon, sedangkan
mineral nonronit hanya muncul pada horizon B, terlihat
juga intensitas kuarsa hampir sama disemua horizon,
monmorilonit turun pada horizon A dan naik lagi pada
horizon O, sedangkan intensitas kaolinit dan halloisit
cenderung semakin menurun horizon O (Gambar-5).
Lapukan granitoid wilayah Mamasa terdiri atas
kuarsa, haloisit dan kaolinit yang ditemukan disemua Gambar-5. Representasi pola XRD dari lapukan sampel
horizon (Gambar-6). Intensitas kuarsa menurun pada Polewali. Qz. kuarsa; Ab. albit; Kfs. K-felspar; Zr. zirkon; Mnz.
horizon A dan naik kembali pada horizon O, sedangkan monasit; Dck. dickit; Chl. klorit; Hly. haloisit; Kln. kaolinit;
intensitas kaolinit dan halloisit berbanding terbalik dengan Mon. monmorillonit.
kuarsa yaitu meningkat pada horizon A dan kembali
menurun pada horizon O.
Adanya perbedaan komponen produk lapukan
graniotoid antara granitoid yang ada di Polewali dan
Mamasa disebabkan karena jenis granitoidnya yang
berbeda. Berdasarkan hasil XRF dan pengamatan
petrografi mineral optik, batuan yang terdapat di Polewali
termasuk kedalam kuarsa monzonit, sedangkan di Mamasa

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~4~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

peningkatan (La/Yb)N dari batuan induk menuju ke


horizon A dan berkurang kembali pada horizon O. Hal ini
menunjukkan bahwa pengayaan REE terjadi pada horizon
A. HREE menurun pada horizon B dan bertambah kembali
pada horizon A kemudian berkurang lagi pada horizon O.
Nilai Ce/La dan Ce/TREE juga konstan namun nilainya
lebih rendah dibanding dengan profil di Polewali. Unsur
Th dan U semakin juga meningkat seiring dengan
meningkatnya TREE.
Adsorpsi REE pada lapukan batuan disebabkan
tergantung sifat material yang diadsorpsi, pH dan radius
ion [17]. Granitoid yang melapuk menghasilkan produk
berbutir halus yang mampu melakukan pertukaran kation.
Pengayaan REE yang cenderung terkayakan pada zona
lapukan yang mengandung mineral lempung seperti
kaolinit dan halloisit disebabkan karena kaolinit (atau
haloisit) memiliki dua jenis pertukaran kation yang
dihasilkan dari substitusi isomorf Al3+ untuk Si4+ (muatan
permanen) dan permukaan basal (muatan variabel). Ion
REE3+ kemungkinan besar teradsorpsi pada permukaan
silika dan alumina dalam lempung sebagai REE(OH) 2+
dalam larutan asam [18,19,20].
Jika diperhatikan pada semua sampel lapukan di
Polewali (Gambar-5) terdapat mineral lempung seperti
kaolinit, halloisit dan monmorillonit, akan tetapi ada
perbedaan persentasi kandungan mineral tersebut pada tiap
horizon, REE yang paling tinggi terdapat pada horizon A
kemungkinan disebabkan karena kandungan kaolinit
13,3% dan halloisit 5,3% (lebih tinggi dibandingkan
dengan horizon yang lainnya). Adanya perbedaan kadar
REE antara profil di Polewali dan Mamasa (TREE lebih
tinggi di Polewali) disebabkan karena di Polewali selain
mineral kaolinit dan halloisit juga terdapat mineral
monmorilonit dan nontronit yang merupakan bagian dari
grup smektit. Hal ini disebabkan kapasitas pertukaran
kation pada mineral lempung dengan tipe perbandingan
layer 2:1, seperti ilit dan grup smektit, umumnya lebih
tinggi daripada kaolinit dan haloisit [17].
Pada umumnya REE yang terserap oleh mineral
lempung lebih dominan kaya akan unsur HREE dibanding
unsur LREE [21], akan tetapi pola pengayaan REE pada
tiap horizon penelitian ini apabila diperhatikan akan
menunjukkan LREE/HREE yang tinggi atau jumlah LREE
yang lebih banyak dibandingkan HREE. Beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya pengayaan LREE
dibandingkan dengan HREE salah satunya disebabkan
oleh mineral-mineral yang berhubungan dengan grup
mika, dibuktikan dengan ditemukannya biotit melalui
Gambar-6. Representasi pola XRD dari profil lapukan sampel
pengamatan petrografi dan analisis XRD. Adanya
Mamasa. Qz. kuarsa; Ab. albit; Kfs. K-felspar; Ms. muskovit;
Dck. dickit; Chl. klorit; Hly. haloisit; Kln. kaolinit. pengayaan LREE ini dapat berhubungan material slab
yang terbentuk pada saat proses subduksi dan terbawa ke
Pola Pengayaan REE pada Profil Lapukan permukaan [22,23]. Selain itu pengayaan LREE
dibandingkan HREE juga disebabkan oleh adanya
(La/Yb)N, Ce/La dan Ce/REE cenderung konstan pengaruh unsur Fe-Mn yang memiliki kemampuan
pada profil lapukan granitoid di Polewali (Gambar-9), subtitusi dengan LREE dibandingkan HREE [23].
sehingga tidak menunjukkan perubahan yang signifikan Granitoid pada wilayah Polewali dan Mamasa
secara vertikal. LREE dan HREE meningkat dari batuan menunjukkan anomali negatif Eu (Eu/Eu*<1). Pada proses
menuju horizon B hingga horizon O, kandungan LREE pembentukannya, batuan yang mengalami pelepasan atau
dan HREE pada zona lapukan nilainya hampir sama, pengurangan plagioklas saat diferensiasi magma akan
namun yang tertinggi terdapat pada horizon A. Profil menghadirkan anomali negatif Eu, sebaliknya batuan yang
lapukan di Mamasa menunjukkan variasi vertikal dmana terakumulasi plagioklas akan memiliki anomali positif Eu
total REE meningkat dari batuan induknya menuju ke [24].
horizon A dan menurun kembali pada horizon O.
Pengayaan LREE pada horizon A juga didukung oleh

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~5~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

Tabel-2. kadar major elements, trace elements dan rare earth elements pada profil lapukan di graniotioid di Polewali dan Mamasa

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~6~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~7~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

Kelimpahan REE dan Impilikasi terhadap Eksplorasi dari REE dan zona akumulasi dari REE. Anomali Ce
Total REE+Y+Sc yang terdapat pada profil positif terjadi pada zona pelindian REE dan anomali Ce
lapukan di Polewali (sampel PLW-01) hampir sama negatif terjadi pada zona akumulasi dari REE [21,22].
berkisar 357-373 ppm, sedangkan pada batuan induk Zona pelindian akan berada diatas zona akumulasi REE.
adalah 234 ppm. Total LREE dari profil pelapukan hampir Anomali Ce dapat terjadi dalam kondisi oksidasi didekat
sama berkisar 276-294 ppm, sedangkan HREE juga bawah permukaan, unsur Ce lebih sulit termobilisi dan
hampir sama berkisar 61-68 ppm. Total REE+Y+Sc pada umumnya akan membentuk CeO2 atau terbentuk
profil pelapukan di Mamasa (sampel MMS-02) berkisar bersamaan Mn-oxides sebagai ion Ce4+.
236-336 ppm, sedangkan pada batuan induk adalah 233 Efek Oddo Harkins terkait kelimpahan unsur
ppm. Total LREE 195-290 ppm, sedangkan HREE terhadap nomor atom menyebabkan plot REE seperti
berkisar 30-40 ppm. Pengayaan REE terjadi terutama pada gergaji karena atom bernomor ganjil lebih melimpah dari
horizon A di Polewali dimana TREE (REE+Y+Sc) 373 pada yang genap. Untuk menghindari hal tersebut, nilai-
ppm. Terlihat bahwa kadar TREE pada kedua horizon nilai setiap unsur tanah jarang kemudian dinormalisasi
paling banyak terdapat pada horizon A. Hasil ini terhadap Chondrite [27], dan diplot dalam diagram laba-
menunjukkan bahwa pengayaan REE terjadi di horizon B laba REE.
di kedua profil (Gambar-7). Kadar REE yang ada di Kadar REE pada masing-masing sampel memiliki
Polewali dan Mamasa hanya mampu mencapai batas kecenderungan condong ke kanan (Gambar-8). Gambar
minimum kadar yang berhasil ditambang dari tambang tersebut menunjukkan pada sampel Polewali (PLW-01)
REE yang di China sekitar 336-886 ppm (Longnan), 287- menunjukkan anomali positif Ce pada semua horizon
651 ppm (Dingnan) dan 311-990 ppm (Quannan) [25]. pelapukan. Hal ini menandakan bahwa semua horizon
Namun apabila dibandingkan dengan kadar REE pada pelapukan pada lokasi penelitian di Polewali menunjukkan
lapukan granitoid yang ada di Indonesia, misalnya REE zona pelindian. Konsenstrasi REE paling banyak ada di
ion adsorpsi yang ada di Pulau Bangka yang kadarnya horizon A, akan tetapi konsentrasi pada horizon O dan B
berkisar 70-180 ppm [26]. kadar REE yang ada di sebenarnya juga tidak jauh beda (hampir sama) dengan
Polewali dan Mamasa jumlahnya hampir 2 kali dari kadar horizon A.
yang ditemukan di Pulau Bangka (Gambar-8). Konsentrasi REE yang ada di Mamasa
menunjukkan anomali positif Ce pada horizon O dan B
yang menunjukkan bahwa horizon O dan B merupakan
zona pelindian, sedangkan pada horizon A menunjukkan
anomali negatif Ce yang menandakan sebagai zona
akumulasi. Konsentrasi REE tertinggi juga terdapat pada
horizon A dan terendah ada pada horizon O.

Gambar-7. Diagram batang kandungan LREE dan HREE pada


sampel Polewali dan Mamasa.

Anomali-Ce
Berbeda dengan REE lain yang bergerak ke bawah
dalam profil pelapukan, unsur Ce lebih sulit termobilisi
dan umumnya akan membentuk CeO 2 atau terbentuk Gambar-8. Normalisasi REE terhadap UCC pada PLW-01 dan
bersamaan Mn-oksida sebagai ion Ce4+. MMS-02
REE tipe ion adsorption akan menunjukkan anomali
Ce yang berbeda yang akan menunjukkan zona pelindian

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~8~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

Gambar-9. Variasi trace elements dan REE PLW-02 dan MMS-01

KESIMPULAN DAN SARAN pelepasan plagioklas pada saat proses deferesiansi magma
Batuan PLW-01 memiliki tekstur granular yang ketika batuan terbentuk.
dikategorikan sebagai kuarsa monsonit, sedangkan Batuan
MMS-02 sebagai granodiorit. UCAPAN TERIMA KASIH
Zona lapukan di Polewali dan Mamasa Penulis mengucapkan terima kasih atas
menunjukkan TREE yang relatif lebih tinggi dibandingkan pendanaan yang diberikan melalui skema PDUPT
pada batuan induknya. Adanya perbedaan source rock (Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi)
pada kedua sampel membuat intensitas mineral lempung Kemendikbud/Ristek Tahun 2021-2022 dan PPMI
dan mineral lain yang ada pada produk lapukan menjadi (Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) ITB Tahun 2022.
berbeda-beda sehingga mempengaruhi proses dekomposisi
REE bearing minerals dan proses adsorpsi REE pada DAFTAR ACUAN
lempung. Hasil lapukan sampel PLW-01 berupa kuarsa, [1] Winchester, J.A.; Floyd, P. A. Geochemical
kaolinit, halloisit dan monmorillonit, sedangkan sampel discrimination of different magma series and their
MMS-02 berupa kuarsa, kaolinit dan halloisit. differentiation products using immobile elements.
Pengayaan REE pada horizon A pada kedua Chemical Geology 1977, 20, 325-343.
profil menunjukkan bahwa persentase mineral lempung [2] Alderton, D.H.M.; Pearce, J.A.; Potts, P.J. Rare Earth
juga mempengaruhi jumlah TREE, hal ini dibuktikan Element Mobility during Granite Alteration:
dengan persentase kandungan halloisit (13,3%) dan Evidence from Southwest England. Earth and
kaolinit (5,3%), lebih banyak dibanding pada horizon yang Planetary Science Letters 1980, 49, 149–165..
lainnya. [3] Braun, J.J.; Pagel, M.; Muller, J.P.; dan Bilong, P.;
Anomali Positif Ce pada sampel lapukan Michard, A.; Guillet, B. Cerium anomalies in lateritic
menunjukkan bahwa kedua profil lapukan merupakan profiles. Geochimica et Cosmochimica Acta 1990,
zona pelindian kecuali pada horizon A di Mamasa. 54, 781-795.
Anomali Negatif Eu juga menunjukkan bahwa terjadi

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~9~
Jurnal GEOSAPTA Vol. 0x No.0x (xxx xxxx)
p-ISSN: 2460-3457 e-ISSN: 2527-5844

[4] Maulana, A.; Yonezu, K.; Watanabe, K. [18] Kosmulski, M. Standard enthalpies of adsorption of
Geochemistry of rare earth elements (REE) in the di- and trivalent cations on alumina. Journal of
weathered crusts from the granitic rocks in Sulawesi Colloid Interface Science 1997, 192, 215–227.
Island, Indonesia. Journal of Earth Science 2014, 25, [19] Marmier, N.; Dumonceau, A. J.; Fromage, F. Surface
460-472. complexation modeling of Yb (III) sorption and
[5] Bao, Z.; Zhao, Z. Geochemistry of mineralization desorption on hematite and alumina. Journal of
with exchangeable REY in the weathering crusts of Contaminant Hydrology 1997, 26, 159–167.
granitic rocks in South China. Ore Geology Reviews [20] Piasecki, W.; Sverjensky, D.A. Speciation of
2008, 33, 519-535. adsorbed yttrium and rare earth elements on oxide
[6] Henderson, P. Geochemistry and Petrogenesis of the surfaces. Geochimica et Cosmochimica Acta 2008,
Fiskenaesset Anorthosite Complex, Southern West 72, 3964–3979.
Greenland; Nature of The Parent Magma. [21] Sanematsu, K. Characteristics and Genesis of Ion
Geochimica et Cosmochimica Acta 1984, 48, 415- Adsorption-Type Rare Earth Element Deposits 2016,
416. 55–79.
[7] Liu, Y.; Hou, Z. A Synthesis of Mineralization Styles [22] Kamber, B.S.; Ewart, A.; Collerson, K.D.; Bruce,
with an Integrated Genetic Model of Carbonatite- M.C.; McDonald, G.D. Fluid-mobile trace element
Syenite-Hosted REE Deposits in The Cenozoic constraints on the role of slab melting and
Mianning-Dechang REE Metallogenic Belt, The implications for Archaean crustal growth models.
Eastern Tibetan Plateau, Southwestern China. J. Contrib Miner Petrol 2002, 144, 38–56.
Asian Earth Sci 2017, 137, 35–79. [23] Hakim, A.Y.A.; Melcher, F.; Prochaska, W.; Meisel,
[8] Deng, M.; Xu, C.; Song, W.; Tang, H.; Liu, Y.; T. C. Magmatic and metamorphic evolution of the
Zhang, Q.; Zhou, Y.; Feng, M.; Wei, C. REE Latimojong Metamorphic Complex, Indonesia.
Mineralization in the Bayan Obo deposit, China: Journal of Asian earth sciences 2022, 227, 105095.
Evidence from Mineral Paragenesis. Ore Geology [24] Singh, L.G.; Vallinayagam, G. Petrological and
Reviews 2017, 91, 100-109. Geochemical Constraints in the Origin and
[9] Sukamto, R. Geological map of Indonesia, Mamuju Associated Mineralization of A-Type Granite Suite
sheet-scale 1: 1,000,000. Geological Survey of of the Dhiran Area, Northwestern Peninsular India.
Indonesia 1975. Geosciences 2012, 2, 66-80.
[10] Hakim, A.Y.A.; Anggayana, K.; Indriati, T.; [25] Sanematsu, K.; Watanabe, Y. Characteristics and
Sulistijo, B.; Syafrizal, S.; Heriawan, M.N.; Widayat, genesis of ion adsorption-type rare earth element
A.H. Mineralogi dan Mobilitas Unsur pada Lithium deposits 2016.
dan Logam Tanah Jarang pada Lumpur Sidoarjo [26] Syafrizal, S.; Hede, A.N.H.; Hakim, A.Y.A.;
(Lusi), Indonesia. Jurnal GEOSAPTA 2022, 8, 99- Permatasari, M.I. Identifikasi keberadaan rare earth
107. elements tipe ion adsorption pada lempung: sampel
[11] Maulana, A.; Watanabe, K.; Yonezu, K. Petrology dari Muntok dan Lubuk Besar, Pulau Bangka. Jurnal
and geochemistry of granitoid from South Sulawesi, GEOSAPTA 2021, 7, 125–132.
Indonesia: Implication for rare earth element (REE) [27] McDonough, W.; Sun, S. S. The composition of the
occurrences. International Journal of Engineering and Earth. Chemical Geol 1995, 67, 1050– 1056.
Science Applications 2016, 3, 79-86.
[12] Van Leeuwen, T.M. 25 Years of Mineral Exploration
and Discovery in Indonesia, Journal of Geochemical
Exploration 1994, 50, 13-90.
[13] Djuri; Sudjatmiko. Geology map of the Majene and
western part of the Palopo quarangles. 1: 250.000 in
scale. Geology Research and Development Centre
1974, Bandung.
[14] Maitre, R; W. Le; Streckeisen, A.; Zanettin, B.; Bas,
M.J.; Le Bonin, B.; Bateman, P.; Bellieni, G.; Dudek,
A.; Efremova, S.; Keller, J.; Lameyre, J.; Sabine, P.
A.; Schmid, R.; Sorensen, H.; Woolley, A.R. Igneous
Rocks a Classification and Glossary of Terms (R. W.
Le Maitre (Ed.); 2nd ed.). Cambridge University
Press 2002.
[15] Streckeisen, A. To each plutonic rock its proper
name. Earth Science Reviews 1976, 12, 1–33.
[16] Bayliss, P. Mineral Powder Diffraction File, Search
Manual: Chemical Name, Hanawalt Numerical, Fink
Numerical, Mineral Name, International Centre for
Diffraction Data 1980.
[17] Laveuf, C.; Cornu, S. A review on the potentiality of
rare earth elements to trace pedogenetic processes.
Geoderma 2009, 154, 1–12.

http://dx.doi.org/10.20527/jg.v8i1.xxxxx

~ 10 ~

Anda mungkin juga menyukai