Anda di halaman 1dari 14

CINDY AMELIA SOENARYO 210210246

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

1. jelaskan secara singkat tentang anatomi dan fisiologi dari sistem


Persyarafan
Sistem saraf adalah jaringan kompleks yang terdiri dari serabut-serabut
saraf untuk mengatur serta mengoordinasikan seluruh aktivitas tubuh,
seperti melihat, bergerak, hingga mengendalikan kerja dari berbagai
organ tubuh. Dalam menjalankan fungsinya, sistem saraf manusia terdiri
dari beberapa bagian, di antaranya adalah otak, sumsum tulang belakang,
serta neuron atau sel-sel saraf.

 Mengenal Sistem Saraf Manusia


Sistem saraf adalah kumpulan jaringan yang berfungsi untuk
mengoordinasikan seluruh aktivitas tubuh, di antaranya adalah berjalan,
berbicara, menelan, berpikir, merespons keadaan darurat, dan mengingat.
Sistem saraf manusia bekerja dengan menerima informasi atau
rangsangan dari tubuh serta lingkungan luar. Lalu, informasi tersebut
akan diproses untuk mengirimkan instruksi ke seluruh tubuh serta
memicu reaksi, seperti menggerakkan otot, bernapas, merasakan sakit,
dan lain sebagainya.

 Anatomi Sistem Saraf Manusia


Utamanya, sistem saraf manusia dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
A. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat merupakan suatu sistem yang berfungsi untuk
menerima dan menerjemahkan informasi atau rangsangan dari sel-sel
saraf tepi yang tersebar di seluruh bagian tubuh. Adapun bagian tubuh
manusia yang termasuk dalam sistem saraf pusat adalah sebagai berikut:
1) Otak, yaitu organ tubuh yang berfungsi sebagai pusat kontrol
tubuh. Organ vital ini bekerja dengan mengendalikan pikiran,
sensasi, gerakan, kesadaran, serta daya ingat atau memori
manusia. Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil
(cerebellum), batang otak (brain stem), dan bagian-bagian kecil
lainnya yang dilindungi oleh tulang tengkorak dan selaput otak
(meninges). Selain itu, terdapat cairan serebrospinal yang mengalir
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
2) Sumsum tulang belakang, yaitu bagian tubuh yang terdiri dari
sekumpulan serabut saraf dan berfungsi untuk menghubungkan
otak dengan bagian tubuh lain melalui batang otak. Sumsum tulang
belakang berperan dalam mengirimkan sinyal dari otak ke bagian
tubuh lainnya dan juga sebaliknya.
3) Neuron, yaitu bagian unit kerja dari sistem saraf pusat manusia
yang saling berkomunikasi dalam menghantarkan impuls saraf dan
menghasilkan respons. Setiap neuron terdiri dari tiga bagian dasar,
yaitu badan sel, dendrit, dan akson.

B. Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi (saraf perifer) adalah bagian dari sistem saraf manusia
yang terdiri dari saraf-saraf yang bercabang keluar dari sistem saraf pusat.
Sistem saraf tepi berfungsi untuk mengirimkan informasi dari otak dan
sumsum tulang belakang ke seluruh organ tubuh.
Berdasarkan cara kerjanya, sistem saraf tepi dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
1) Sistem saraf somatik: Sistem saraf yang bertugas menyampaikan
informasi dari saraf motorik dan sensorik pada mata, telinga, kulit,
dan otot menuju sistem saraf pusat dan membawa instruksi dari
otak untuk menghasilkan suatu respons. Sistem saraf ini
mengontrol semua gerakan yang disadari.
2) Sistem saraf otonom: Sistem saraf yang mengendalikan kerja
kelenjar atau organ dalam tubuh secara tidak sadar. Sistem saraf
otonom terdiri dari dua cabang, yaitu sistem simpatik untuk
mengatur respons tubuh saat terjadi ancaman atau stres (flight or
fight) dan sistem parasimpatik untuk mengatur organ dalam tubuh
agar dapat bekerja secara optimal dan rileks (rest and digest).
Selain itu, berdasarkan asal percabangannya, sistem saraf tepi juga dapat
dibedakan menjadi:

Saraf kranial, yaitu 12 pasang saraf yang berasal dari otak untuk
mengumpulkan informasi antara otak dan bagian tubuh lainnya. Tugas
dari saraf kranial adalah untuk mengontrol fungsi motorik dan sensorik
tubuh.
Saraf spinal, yaitu 31 pasang saraf yang berasal dari medula spinalis
(sumsum tulang belakang) dan berfungsi sebagai penghantar impuls dari
dan ke otak serta sebagai pengatur gerak refleks.
 Fungsi Sistem Saraf Manusia
Fungsi utama sistem saraf adalah untuk mengatur dan mengendalikan
semua aktivitas tubuh agar dapat bekerja secara optimal. Dengan kata
lain, sistem saraf manusia ini berperan sebagai pusat kendali tubuh untuk
menerima dan menerjemahkan informasi dari seluruh bagian tubuh dan
mengirimkan sinyal atau pesan ke seluruh tubuh untuk merespons
rangsangan. Adapun sejumlah fungsi organ tubuh yang memerlukan
peran dari sistem saraf adalah sebagai berikut:
1) Fungsi kognitif untuk mengontrol pikiran, daya ingat, dan
perasaan.
2) Fungsi motorik untuk mengendalikan gerakan tubuh, seperti
koordinasi dan keseimbangan tubuh.
3) Sensoris panca indra, seperti melihat, menyentuh, mendengar, dan
merasakan.
4) Fungsi sistem kardiovaskular dan pernapasan, seperti detak jantung
dan laju pernapasan.
5) Respons terhadap ancaman, stres, dan rasa nyeri.
6) Menjalankan fungsi pencernaan.
7) Memengaruhi produksi hormon pada sistem endokrin.
8) Memengaruhi proses neurobiologis tubuh seperti tidur, proses
penyembuhan, dan penuaan.
Memengaruhi proses reproduktif tubuh seperti pubertas.
 Klasifikasi Struktural
Klasifikasi struktural, yang mencakup semua organ sistem saraf,
memiliki dua subdivisi – sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
a) Sistem saraf pusat (SSP). SSP terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang, yang menempati rongga tubuh bagian dorsal
dan bertindak sebagai pusat integrasi dan komando sistem saraf.
b) Sistem saraf tepi (PNS). PNS, bagian sistem saraf di luar SSP,
sebagian besar terdiri dari saraf yang memanjang dari otak dan
sumsum tulang belakang.

2. jelaskan Pengertian, etiologi, tanda dan gejala dan patofisiologi dari


stroke hemoragi dan non hemoragi
a. hemoragi
1) pengertian
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah di otak. Penyakit ini sangat
berbahaya karena dapat mengancam fungsi otak akibat
berhentinya aliran oksigen ke otak.
 Jenis-Jenis Stroke Hemoragik
Berdasarkan letak perdarahannya, stroke hemoragik dapat
dibedakan menjadi tiga jenis. Berikut penjelasannya.
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan ini terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
arteri di dalam otak. Kondisi ini termasuk jenis stroke
hemoragik yang paling sering terjadi.
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini terjadi pada pembuluh darah yang berada di
ruang antara otak dan lapisan arachnoid (salah satu selaput
pembungkus otak).
3. Perdarahan Intraventrikuler
Perdarahan ini terjadi pada pembuluh darah yang berada di
permukaan ventrikel otak, sehingga darah yang keluar akan
mengisi ventrikel otak. Perdarahan ini sering kali terjadi
bersamaan dengan perdarahan intraserebral.
2) etiologic
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh
darah dalam otak yang menyebabkan perdarahan dan
terhentinya asupan nutrisi dan oksigen pada area tertentu di
dalam otak. Kondisi ini selanjutnya akan merusak sel-sel dan
jaringan otak.
3) tanda dan gejala
A. Gejala Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral pada kasus stroke hemoragik
adalah yang paling umum terjadi. Gejala ini sering kali
muncul secara tiba-tiba dan tanpa peringatan.Gejala
perdarahan intraserebral akan bertambah makin parah
seiring berjalannya waktu, setidaknya dalam kurun 30–90
menit saja.
Karenanya, penting untuk mengenai gejalanya, berikut di
antaranya:
a) Tiba-tiba menjadi lemah.
b) Kesulitan dalam berbicara.
c) Mengalami kelumpuhan di bagian tubuh tertentu.
d) Tidak dapat mengendalikan pergerakan bola mata.
e) Kesulitan berjalan, bahkan tidak bisa.
f) Muntah.
g) Napas tidak beraturan.
h) Pingsan.
i) Koma.

B. Gejala Perdarahan Subarachnoid


Perdarahan subarachnoid umumnya terjadi apabila ada
pembuluh darah yang pecah setelah mengalami
pembengkakan. Beberapa gejala yang akan muncul di
antaranya sebagai berikut:

a) Kesadaran perlahan menghilang.


b) Sakit kepala secara mendadak dan terasa sangat sakit.
c) Mual dan muntah.
d) Tidak bisa menatap cahaya yang terlalu terang.
e) Leher terasa kaku.
f) Kejang.

4) patofisiologi
Secara umum, penyebab stroke hemoragik adalah pecahnya
pembuluh darah dalam otak. Kondisi ini menyebabkan
darah tidak mengalir dalam pembuluh darah otak untuk
mengalirkan oksigen ke jaringan otak. Darah tersebut justru
akan mengisi ruang ekstravaskuler sehingga jaringan otak
tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan mengalami
penekanan dari darah yang mengisi ruang ekstravaskuler.
Adapun, beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
pembuluh darah pecah adalah sebagai berikut:
a) Penggembungan dinding pembuluh darah otak yang
lemah akibat tekanan darah atau adanya kelainan
sejak lahir (aneurisma otak).
b) Cedera kepala parah.
c) Hipertensi atau tekanan darah tinggi.
d) Kelainan pada darah yang dapat menyebabkan risiko
perdarahan, misalnya hemofilia.
e) Malformasi arteri vena (kelainan pembuluh darah
sejak lahir).
f) Tumor otak yang berdampak ke pembuluh darah otak.
g) Efek samping penggunaan obat pengencer darah.

5) pathway
6) pemeriksaan penunjang
beberapa pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan
antara lain:
a) CT scan, untuk menemukan lokasi perdarahan,
besarnya kerusakan pada otak serta mendeteksi
kelainan pada jaringan otak (seperti tumor).
b) Pemeriksaan darah secara lengkap guna memeriksa
pembekuan darah seberapa cepat bisa terjadi.
c) Angiografi otak, yaitu pemeriksaan yang dilakukan
menggunakan sinar-X untuk menemukan pembuluh
darah yang pecah dan mendeteksi kelainan.
d) Pungsi lumbal, untuk memastikan apakah cairan
serebrospinal bercampur dengan darah.
7) Penatalaksanaan
Dalam kasus stroke hemoragik, pengobatan secara cepat
penting untuk dilakukan. Beberapa jenis obat yang
umumnya diberikan meliputi:
a) Obat kejang.
b) Obat untuk menghilangkan rasa sakit pada kepala.
c) Obat pengontrol tekanan darah.
d) Prosedur pembedahan.
e) Terapi stroke hemoragik (rehabilitasi, seperti
fisioterapi).
8) asuhan keperawatan
Pengkajian Diagnose Intervensi
Resiko perfusi Manajemen
serebral tidak Peningkatan
efektif Tekanan
dibuktikan Intrakranial
dengan Observasi
hipertensi. 1. Monitor
tanda /gejala
peningkatan TIK
(mis. Tekanan
darah meningkat,
tekanan nadi
melebar,
bradikardi, pola
nafas ireguler,
kesadaran
menurun)
2. Monitor MAP
(Mean Arterial
Pressure)
3. Monitor status
pernapasan
Terapeutik
1. Minimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi
head up 30o 3.
Hindari pemberian
cairan IV
hipotonik
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis Manitol
100 cc @ 4jam,
tap off 100 cc/hari
2. Kolaborasi
pemberian
citicholin 250 mg
tiap 12 jam

b. non hemoragi
1) pengertian
terjadi ketika pembuluh darah di otak pecah, sehingga
menyebabkan perdarahan dan pembengkakan pada otak. Hal
ini kemudian akan merusak sel-sel dan jaringan otak.
Berbeda dengan stroke hemoragik, stroke non-hemoragik
atau iskemik memiliki dua kemungkinan penyebab.
Penyebab pertama adalah gumpalan darah yang terbentuk di
pembuluh darah otak, sedangkan penyebab kedua adalah
gumpalan darah yang terbentuk di bagian tubuh lain, namun
terbawa hingga menuju ke otak.
Gumpalan darah tersebut dapat menghentikan aliran darah
menuju bagian otak tertentu. Gejala stroke non-hemoragik
tergantung pada bagian otak mana yang aliran darahnya
tergganggu.
2) etiologic
Menurut Muttaqin, 2008 penyebab stroke non hemoragik
biasanya
diakibatkan dari kejadian di bawah ini diantaranya :
a. Trombus Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang
dapat
menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya. dibawah
ini
dapat menyebabakan trombosis otak antara lain :
1) Aterosklerosis (mengerasnya pembuluh darah
darah
serta berkurangnya ketentuan atau elastisitas
pembuluh
darah).
2) Hiperkoagulasi pada polisitemia (darah bertambah
3) kental, peningkatan viskositas hematokrit
meningkat
dapat melambatkan aliran darah srebal).
4) Arteritis (radang pada arteri)
b. Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh
darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada emboli
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis ini
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat
arteri serebal. emboli terjadi sangat cepat dan gejala kurang
lebih 10-30 detik, ada beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli :
Miokard infark
Fibrilasi keadan aritmia menyebabkan berbagai
bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama
sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik
Heart Desease (RHD).
1) Endokarditis adalah bakteri dan non bakteri,
menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan
pada
endocardium.
c. Iskemia merupakan suplai darah ke jaringan tubuh
berkurang
karena penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah
1) tanda dan gejala
Secara umum, stroke non-hemoragik dapat menimbulkan
beberapa gejala berikut:
a) Mati rasa atau sulit menggerakkan otot wajah, lengan,
atau kaki secara tiba-tiba pada salah satu sisi tubuh
atau bahkan di seluruh tubuh
b) Sulit berbicara dan memahami ucapan orang lain
c) Sulit menelan
d) Pusing dan sakit kepala
e) Kehilangan keseimbangan dan sulit berjalan
f) Penglihatan buram
2) patofisiologi
Ketidakadekuatan sirkulasi yang terjadi pada stroke non
hemoragik disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
thrombus dan emboli. Stroke Non Hemoragik disebabkan oleh
trombosis akibat plak aterosklerosis yang memberi vaskularisasi
pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak
yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis
(ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan
arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak
bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan
akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus
(Sudoyo, 2007). Trombus dan emboli yang di dalam pembuluh
darah akan terlepas dan terbawa hingga terperangkap dalam
pembuluh darah distal, lalu akan menyebabkan pengurangan
aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
terhambat mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel
otak akan mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan
terjadi hipoxsia cerebral (Esther, 2010).
3) pathway
3) pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang pada
stroke
non hemoragik adalah :
1) Angiografi Serebral
Pemeriksaan ini membantu menentukan penyebab dari
stroke
secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya
ruptur
dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau
malformasi vaskular.
2) Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada sub araknoid
atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya likuor masih normal
(xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.
3) CT Scan
Pemeriksaan ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia,
dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak.
4) MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) menggunakan
gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar atau luas
terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area
yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah
sistem karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls
listrik dalam jaringan otak.
4) penatalaksanaan
Berikut ini adalah beberapa jenis penanganan yang dapat
dilakukan oleh dokter pada penderita stroke non-hemoragik:
a) Pemberian obat-obatan
Jika gejala stroke baru muncul dalam waktu 3–4,5
jam, dokter mungkin akan memberikan obat-obatan
jenis tissue plasminogen activator (TPA) melalui
infus. Obat ini berfungsi untuk melarutkan atau
menghancurkan sumbatan di pembuluh darah otak
yang menjadi penyebab stroke.
b) Akan tetapi, tidak semua orang dapat menerima TPA,
karena berisiko menyebabkan pendarahan. Jika obat
TPA tidak tersedia, dokter mungkin akan
memberikan obat-obatan lain, seperti obat pengencer
darah atau antikoagulan, untuk mencegah
terbentuknya sumbatan baru pada pembuluh darah
otak.
c) Pemasangan stenting di pembuluh darah otak
Selain pemberian obat-obatan, dokter juga dapat
memperbaiki aliran darah yang tersumbat pada otak
penderita stroke dengan prosedur stenting.
d) Penelitian menunjukkan bahwa penderita stroke non-
hemoragik yang menjalani prosedur stenting disertai
dengan pemberian obat TPA, mengalami perbaikan
kondisi yang signifikan. Namun, prosedur ini perlu
dilakukan sesuai pertimbangan dokter spesialis saraf.
e) Terapi oksigen
Penderita stroke, baik stroke non-hemoragik atau
stroke hemoragik, bisa mengalami penurunan
kesadaran. Hal ini berisiko menyebabkan mereka sulit
bernapas. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen pada
penderita stroke, dokter dapat memberikan terapi
oksigen.
f) Pada kasus stroke parah atau stroke yang membuat
penderita koma, dokter mungkin akan memberikan
terapi oksigen melalui ventilator.
g) Operasi
Pada kasus tertentu, terutama pada kasus stroke non-
hemoragik yang baru muncul (kurang dari 6 jam),
dokter mungkin akan melakukan langkah operasi.
Operasi ini bertujuan untuk membuang sumbatan di
pembuluh darah otak dan memperbaiki aliran darah
pada otak.
h) Fisioterapi
Fisioterapi adalah penanganan lanjutan yang
dilakukan setelah kondisi penderita stroke sudah
stabil dan mengalami perbaikan. Fisioterapi pada
penderita stroke bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan anggota gerak tubuh, memperbaiki postur
tubuh, dan menjaga keseimbangan tubuh ketika
bergerak.
Selain itu, penderita stroke yang mengalami kesulitan
bicara atau menelan juga akan disarankan untuk
menjalani terapi wicara.
5) asuhan keperawatan
pengkajian

Diagnose Intervensi
Gangguan 4.1 Monitor fungsi
persepsi sensori sensori dan
persepsi:pengelihat
an, penghiduan,
pendengaran dan
pengecapan
4.2 Monitor tanda
dan gejala
penurunan
neurologis klien
4.3 Monitor
tandatanda vital
klien

Anda mungkin juga menyukai