Anda di halaman 1dari 2

Banser Faturossi, Security yang Kuliah di UI

Akhir Agustus lalu, saat membuka TikTok, saya dihampiri sebuah video. Ketika diperhatikan,
video itu ternyata tentang ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat, mewakili anaknya diwisuda di
Universitas Terbuka. Brigadir tentu saja tak bisa hadir karena peristiwa yang dialaminya pada
awal Juli lalu.

Lalu, saat membuka akun Twitter, saya tak sengaja menemukan berita yang terkait dengan dunia
pendidikan. Satu akun yang mampir ke timline yang membagikan twitt dari akun lain. Ketika
saya perhatikan, twitt itu adalah screenshot tentang Andika Mahesa, vokalis Kangen Band. Twitt
itu disertai keterangan:

“Juli kelar kejar paket C, Agustus menndaftar UT. Babang tampan memang idola,” tulisnya.

Ketika mendatangi akun Instagram Andika Mahesa yang bercentang biru, saya baru mengerti
bahwa dia baru mendapatkan ijazah Paket C dari sebuah PKBM di Bandar Lampung, Provinsi
Lampung. Ijazah itu penyetaraan pendidikan formal jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kemudian di akun yang sama, ia memosting potret dirinya yang yang mengenakan jas almamater
Universitas Terbuka (UT). Jadi, ia akan melanjutkan studi S1 di universitas itu dan menyebutkan
alasannya yaitu soal kesibukan.

“Saya ingin menjadi contoh bagaimana kemauan dan semangat bisa menghancurkan apapun
penghalang untuk belajar,” tulisnya.

Menurut dia, kuliah bukan tentang menjadi pintar, bukan tentang berbangga dengan rentetan
gelar. Lebih dari itu, ini tentang memperbaiki logika berpikir. Sekali lagi logika berpikir dan
mengejawantahkannya dalam mengatasi persoalan hidup.

Setelah menemukan dua cerita itu, saya teringat akan seorang anggota Barisan Serbaguna
(Banser) di Kota Depok, Faturossi, yang tahun lalu saya baca beritanya. Banser yang
kesehariannya sebagai security selama belasan tahun itu, hanyalah lulusan SMP, kemudian
menempuh Paket C untuk persamaan tingkat SMA.

Lalu atas dorongan teman-temannya di Banser, GP Ansor Depok, dan dukungan PCNU Kota
Depok, ia mendaftarkan diri melalui seleksi mandiri kampus (SIMAK) ke Universitas Indonesia
(UI). Ia diterima di Program Studi Hubungan Masyarakat Program Pendidikan Vokasi.

Saya tergerak untuk menghubungi Banser itu, ingin mengklarifikasi perkembangannya tahun ini.
Pertanyaan yang muncul pertama saat ini, apakah ia masih tetap berlanjut atau berhenti.
Kemudian tentang IPK, dan aktivitasnya sebagai security dan anggota Banser.

Setelah berkomunikasi dengan Ketua GP Ansor Jabar, Ketua GP Ansor Depok, akhirnya saya
mendapatkan nomor kontaknya. Kami sempat ngobrol melalui panggilan di aplikasi perpesanan
selama 20 menit.
Saya bersyukur ternyata dia masih tetap melanjutkan kuliahnya meskipun harus pandai-pandai
membagi waktu. Tugasnya sebagai security, memang membutanya sering bentrok dengan jadwal
kulihanya. Apa boleh buat satu mata kuliah jadi korban, tertinggal dan tak mendapatkan nilai di
satu semester. Saat ini, masuk semester 3, ia mengantongi IPK 2.40.

Pria keturunan Betawi ini menceritakan, pendidikannya selama ini terkendala karena masalah
biaya. Pada saat menempuh pendidikan SMP di Pondok Pesantren Al-Karimiyah Sawangan,
biaya pendidikannya tersendat-sendat mengingat orang tuanya juga harus membiayai saudara
yang lain. Ia adalah anak ke-12 dari 13 bersaudara.

Namun, ia bersyukur berhasil lulus jenjang menengah pertama. Kemudian mencoba melanjutkan
ke tingkat menengah atas di pondok pesantren yang sama, tapi hanya mampu sampai kelas 2. Ia
mundur dan terpaksa harus mencari uang terlebih dahulu.

Ia mundur bukan karena patah arang, melainkan mengambil ancang-ancang. Semangatnya untuk
melanjutkan pendidikan tetap menggumpal dalam dadanya meskipun usia tak lagi muda.
Kesempatan itu datang pada 2001 saat Pimpinan Anak Cabang GP Ansor Bojongsari Kota
Depok bekerja sama dengan PKBM Langgeng Ikhlas membuka Program Paket C. Ia bersama
Banser-banser lain yang putus sekolah mendapatkan persamaan tingkat SMA.

“Saya diajarkan di pesantren agar mencari ilmu itu sepanjang hayat,” kata lajang kelahiran 1987
ini.

Brigadir J., Andika, dan Faturossi memiliki aktivitas dan dunia yang berbeda. Namun, ketiganya
memiliki kesamaan, yaitu sama-sama memiliki semangat belajar yang tak pernah padam
dihempas gelombang kesibukan dan kebutuhan. Dan saya, para Banser dan GP Ansor, perlu
mencontoh semangatnya.

Anda mungkin juga menyukai