Anda di halaman 1dari 3

TUGAS STRUKTURAL

MKDU AGAMA HINDU

A. Maharsi Kanwa (Kanva)

Maha Rsi (Bhagawan) Kanwa adalah Maharsi ketujuh dalam Sapta Rsi penerima
wahyu weda, dimana dahulu tempat pertapaanya disebutkan di Gunung Himawan, salah
satu Panca Giri sebagai lokasi pertapaan yang sangat indah. Maharsi Kanva adalah orang suci
yang tekun menjaga kesucian diri, karena ketekunan beliau menjaga kesucian, beliau
mendapat wahyu dari Sang Hyang Widhi. Selain itu, beliau juga sangat dikagumi karena
kesabaran dan kebijaksanaannya. Wahyu-wahyu yang diterima beliau susun menjadi Rigveda
Mandala VIII.

Perjalanan Rsi Kanva dalam kehidupannya sebagai seorang resi atau pemimpin
spiritual dalam kepercayaan Hindu terutama terkait dengan pengasuhan dan pembinaan
Shakuntala, seorang tokoh penting dalam kisah Mahabharata. Pada suatu hari diceritakan,
Bagawan Kanwa yang sedang mencari kembang di sekitar sungai Malini terkejut melihat
seorang bayi tergeletak, dirawat oleh burung Sakuni. Lalu bayi itu dipungut, diberkahi,
dipelihara, dan diberi nama yang dalam Sastra Bali disebut Sakuntala karena dirawat oleh
burung Sakuni. Rsi Kanwa mengajarkan Shakuntala tentang sastra, agama, dan kebijaksanaan
spiritual. Selama peristiwa-peristiwa tersebut, Rsi Kanva tetap menjadi pengasuh dan
pembimbing bagi Shakuntala. Ia memberikan dukungan dan petunjuk pada saat-saat sulit
dalam kehidupan Shakuntala dan membimbingnya menuju kebijaksanaan spiritual.

Rsi Kanwa juga diyakini sebagai penulis beberapa kitab suci dalam kepercayaan
Hindu, seperti Rigveda dan Shatapatha Brahmana. Ia dikenal sebagai seorang resi yang
bijaksana dan memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang sastra dan keagamaan. Dalam
kepercayaan Hindu, Rsi Kanwa dihormati sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah dan
warisan spiritual India. Ia dianggap sebagai contoh bagi para pengikut agama Hindu dalam
memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan spiritual. Sebagaimana diceriterakan sastrawan
Kalidasa bahwa Maha Resi Kanwa sendiri berputra Praskanwa.

B. Maharsi Wyasa

Dalam kitab Mahabharata dikenal bahwa orang tua Rsi wyasa yaitu Resi Parasara dan
Satyawati (Durgandini atau Gandawati). Singkat cerita keduanya berhubungan dan dari hasil
hubungannya, lahirlah seorang anak yang sangat luar biasa. Dia diberi nama Krishna
Dwaipayana, karena kulitnya hitam (krishna) dan lahir di tengah pulau (dwaipayana). Anak
tersebut tumbuh menjadi dewasa dengan cepat dan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang
resi.

Umat Hindu memandang Krishna Dwaipayana sebagai tokoh yang membagi Weda
menjadi empat proses (Caturweda), dan oleh karenanya dia juga memiliki nama Weda Wyasa
yang berfaedah "Pembagi Weda". Kata Wyasa bermakna "membelah", "memecah",
"membedakan". Dalam proses pengkodifikasian Weda, Wyasa dibantu oleh empat muridnya,
yaitu Pulaha, Jaimini, Samantu, dan Wesampayana.

Telah diperdebatkan apakah Wyasa yaitu nama seseorang ataukah kelas para sarjana
yang membagi Weda. Kitab Wisnupurana memiliki teori menarik tentang Wyasa. Menurut
pandangan Hindu, lingkungan kehidupan semesta yaitu suatu siklus, benar dan tiada berulang
kali. Setiap siklus dipimpin oleh beberapa Manu, satu untuk setiap Manwantara, yang
memiliki empat masa waktu seratus tahun, disebut Caturyuga (empat Yuga). Dwaparayuga
yaitu Yuga yang ketiga. Kitab Purana (Buku 3, Chanto 3) berkata:

“Dalam setiap masa waktu seratus tahun ketiga (Dwapara), Wisnu, dalam diri Wyasa,
untuk menjaga kualitas umat manusia, membagi Weda, yang seharusnya satu, menjadi
beberapa proses. Mengamati terbatasnya ketekunan, energi, dan dengan wujud yang tak
abadi, dia membuat Weda empat proses, sesuai kapasitasnya; dan raga yang dipakainya,
dalam bertugas untuk mengklasifikasi, dikenal dengan nama Wedawyasa.”

Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat proses, Byasa juga
dikenal sebagai penulis (pencatat) sejarah dalam Mahabharata, namun dia juga merupakan
tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu. Kelahiran Dretarastra dan Pandu adalah
salah satu peristiwa yang melibatkan Rsi Byasa. Singkat cerita ketika Gandari istri dari
Dretarastra kesal karena belum melahirkan, sementara Kunti istri Pandu sudah memberikan
keturunan untuk Pandu, maka kandungannya dipukul. Kemudian, seonggok daging dilahirkan
oleh Gandari. Atas bantuan Byasa, daging tersebut dipotong menjadi seratus proses. Lalu
setiap proses diisi ke dalam sebuah kendi dan ditanam di dalam tanah. Setahun kemudian,
kendi tersebut diambil kembali. Dari dalamnya munculah bayi yang kemudian dididik
sebagai para putera Dretarastra.

Byasa tinggal di sebuah hutan di wilayah Kurukshetra, dan sangat dekat dengan lokasi
Bharatayuddha, sehingga dia kenal dengan detail bagaimana kondisi di ajang perang
Bharatayuddha, karena terjadi di depan matanya sendiri. Hal ini lah yang mendasari Rsi
Wyasa dipercaya sebagai seorang resi atau seorang penyair suci yang dianggap sebagai
pengarang utama dari Mahabharata, sebuah karya sastra klasik India yang dianggap sebagai
salah satu dari dua epik besar dalam kebudayaan Hindu. Selain itu, Rsi Wyasa juga dianggap
sebagai pengarang beberapa kitab suci lainnya, seperti Purana dan Bhagawatapurana.

Sastra Mahabhrata muncul karena terdapat hasrat Resi Byasa untuk menyusun riwayat
keluarga Bharata. Atas persetujuan Dewa Brahma, Hyang Ganapati (Ganesa) datang
membantu Byasa. Ganapati menanti Wyasa agar dia menceritakan Mahabharata tanpa selesai,
sedangkan Ganapati yang hendak mencatatnya. Setelah dua setengah tahun, Mahabharata
sukses disusun. Murid-murid Resi Byasa yang terkemuka seperti Pulaha, Jaimini, Sumantu,
dan Wesampayana menuturkannya berulang-ulang dan menyebarkannya ke seluruh
lingkungan kehidupan.

Referensi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Buku pelajaran Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti. 4 penyunt. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
P2K UNKRIS, 2020. Byasa. [Online]
Available at: http://p2k.unkris.ac.id/id3/2-3065-2962/Byasa-Abyasa_31777_p2k-
unkris.html
[Diakses April 2023].

Anda mungkin juga menyukai