Anda di halaman 1dari 10

NAMA : Komang Riski Setiadi

NO: 28
KLS :6 [VI]

1. Matsya Awatara, sang ikan, muncul saat Satya Yuga

Dalam ajaran agama Hindu, Matsya (Dewanagari :मत्स्य; IAST: matsya) adalah awatara Wisnu
yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri berarti ikan. Menurut
mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada masa pemerintahan Raja Satyabrata
(lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya
turun ke dunia untuk memberitahu Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda
bumi. Ia memerintahkan Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera besar.
Kisah dengan tema serupa juga dapat disimak dalam kisah Nabi Nuh, yang konon membuat
bahtera besar untuk melindungi umatnya dari bencana air bah yang melanda bumi. Kisah dengan
tema yang sama juga ditemukan di beberapa negara, seperti kisah dari penduduk asli Amerika dan
dari Yunani.
2. Kurma Awatara, sang kura-kura, muncul saat Satya Yuga

Dalam agama Hindu, Kurma (Sanskerta: कुमम; Kurma) adalah awatara (penjelmaan) kedua dewa
Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga. Menurut
kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa.
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan
mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat
harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura
berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan
sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya. Para Dewa dan para Asura
mengikat gunung tersebut dengan naga Wasuki dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang
dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar
tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu
mengambil alih.
Kurma juga nama dari seorang resi, putra Gretsamada.
3. Waraha Awatara, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga

Waraha (Sanskerta: वाराह; Varāha) adalah awatara (penjelmaan) ketiga dari Dewa Wisnu yang
berwujud babi hutan. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga (zaman kebenaran). Kisah
mengenai Waraha Awatara selengkapnya terdapat di dalam kitab Warahapurana dan Purana-
Purana lainnya.
Menurut mitologi Hindu, pada zaman Satyayuga (zaman kebenaran), ada seorang raksasa
bernama Hiranyaksa, adik raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya (raksasa).
Hiranyaksa hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan kosmik," suatu
tempat antah berantah di ruang angkasa.
Melihat dunia akan mengalami kiamat, Wisnu menjelma menjadi babi hutan yang memiliki dua
taring panjang mencuat dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh Hiranyaksa. Usaha
penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar karena dihadang oleh Hiranyaksa.
Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa Hiranyaksa melawan Dewa Wisnu. Konon
pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan memakan waktu ribuan tahun pula. Pada
akhirnya, Dewa Wisnu yang menang.
Setelah Beliau memenangkan pertarungan, Beliau mengangkat bumi yang bulat seperti bola
dengan dua taringnya yang panjang mencuat, dari lautan kosmik, dan meletakkan kembali bumi
pada orbitnya. Setelah itu, Dewa Wisnu menikahi Dewi Pertiwi dalam wujud awatara tersebut.
4. Narasimha Awatara, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga

Narasinga (Devanagari: नरससिंह ; disebut juga Narasingh, Nārasiṃha) adalah awatara


(inkarnasi/penjelmaan) Wisnu yang turun ke dunia, berwujud manusia dengan kepala singa,
berkuku tajam seperti pedang, dan memiliki banyak tangan yang memegang senjata. Narasinga
merupakan simbol dewa pelindung yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya.
Menurut kitab Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga (zaman kebenaran), seorang raja
asura (raksasa) yang bernama Hiranyakasipu membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan
Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada orang yang memuja Wisnu. Sebab
bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, awatara
Wisnu.
Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada
Dewa Brahma. Setelah Brahma berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya,
Hiranyakasipu meminta agar ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa
dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta permohonan lain.
Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan
ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat,
air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh
oleh segala macam senjata. Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya.

5. Wamana Awatara, sang orang cebol, muncul saat Treta Yuga

Dalam agama Hindu, Wamana (Devanagari: वामन ; Vāmana) adalah awatara Wisnu yang kelima,
turun pada masa Tretayuga, sebagai putra Aditi dan Kasyapa, seorang Brahmana. Ia (Wisnu) turun
ke dunia guna menegakkan kebenaran dan memberi pelajaran kepada raja Bali (Mahabali, seorang
Asura, cucu dari Prahlada. Raja Bali telah merebut surga dari kekuasaan Dewa Indra, karena itu
Wisnu turun tangan dan menjelma ke dunia, memberi hukuman pada Raja Bali. Wamana awatara
dilukiskan sebagai Brahmana dengan raga anak kecil yang membawa payung. Wamana Awatara
merupakan penjelmaan pertama Dewa Wisnu yang mengambil bentuk manusia lengkap, meskipun
berwujud Brahmana mungil. Wamana kadang-kadang dikenal juga dengan sebutan "Upendra."
6. Parasurama Awatara, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga

Parasurama (Dewanagari: परशुरामभार्मव; IAST: Parashurāma Bhārgava) atau yang di Indonesia


kadang disebut Ramaparasu, adalah nama seorang tokoh Ciranjiwin (abadi) dalam ajaran agama
Hindu. Secara harfiah, namaParashurama bermakna "Rama yang bersenjata kapak". Nama
lainnya adalah Bhargawa yang bermakna "keturunan Maharesi Bregu". Ia sendiri dikenal sebagai
awatara Wisnu yang keenam dan hidup pada zaman Tretayuga. Pada zaman ini banyak kaum
kesatria yang berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. Maka, Wisnu
sebagai dewa pemelihara alam semesta lahir ke dunia sebagai seorang brahmana berwujud angker,
yaitu Rama putra Jamadagni, untuk menumpas para kesatria tersebut.
7. Rama Awatara, sang ksatria, muncul saat Treta Yuga

Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: राम; Rāma) atau Ramacandra (Sanskerta:

रामचन्द्र; Rāmacandra) adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon hidup
pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan
Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara Dewa Wisnu
yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang
terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia
Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan
Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna".
Setelah dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi
Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.
8. Kresna Awatara, putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga

Kresna (Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh
umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang
dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling
sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam
kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan
Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia
dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu.
Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiy Waisnawa, ia dianggap sebagai
manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-
kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnyaBhagawatapurana, ia dimuliakan
sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai
sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam
wiracaritaMahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa.
Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu
meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu
rohani.

9. Buddha Awatara, pangeran Siddharta Gautama, muncul saat Kali Yuga

Dalam agama Hindu, Gautama Buddha muncul dalam kitab Purana (Susastra Hindu) sebagai
awatara (inkarnasi) kesembilan di antara sepuluh awatara (Dasawatara) Dewa Wisnu.
Dalam Bhagawatapurana, Beliau disebut sebagai awatara kedua puluh empat di antara dua puluh
lima awatara Wisnu. Kata buddha berarti "Dia yang mendapat pencerahan" dan dapat mengacu
kepada Buddha lainnya selain Gautama Buddha, pendiri Buddhisme yang dikenal pada masa
sekarang.
Berbeda dengan ajaran Hindu, ajaran Gautama Buddha tidak menekankan keberadaan "Tuhan
sang Pencipta" sehingga agama Buddha termasuk bagian dari salah satu
aliran nāstika (heterodoks; secara harfiah berarti "Itu tidak ada") menurut aliran-aliran agama
Dharma lainnya, seperti Dwaita. Namun beberapa aliran lainnya, seperti Adwaita,sangat mirip
dengan ajaran Buddhisme, baik bentuk maupun filsafatnya

10. Kalki Awatara, sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga

Dalam ajaran agama Hindu, Kalki (Dewanagari: कल्कि; IAST: Kalki; juga ditulis sebagai Kalkin
dan Kalaki) adalah awatara Wisnu kesepuluh sekaligus yang terakhir, yang akan datang pada akhir
zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran) saat ini. Nama kalki seringkali dipakai
sebagai metafora untuk kekekalan dan waktu. Berbagai tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan
pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki muncul. Penggambaran yang
umum mengenai Kalki yaitu Beliau adalah awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa
sumber mengatakan nama kudanya Devadatta [anugerah Dewa] dan dilukiskan sebagai kuda
bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan
menghancurkan iblis Kali kemudian menegakkan kembali dharma dan memulai zaman yang baru.

Anda mungkin juga menyukai