AGAMA HINDU
Awatara dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun
manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun ke dunia, mengambil suatu
bentuk dalam dunia material, guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan,
menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran.
Agama Hindu mengenal adanya Dasa Awatara yang sangat terkenal di antara Awatara-Awatara
lainnya. Dasa Awatara adalah sepuluh Awatara yang diyakini sebagai penjelmaan material Dewa
Wisnu dalam misi menyelamatkan dunia. Dari sepuluh Awatara, sembilan diantaranya diyakini
sudah pernah menyelamatkan dunia, sedangkan satu di antaranya, Awatara terakhir (Kalki
Awatara), masih menunggu waktu yang tepat (konon pada akhir Kali Yuga) untuk turun ke dunia.
Kisah-kisah Awatara tersebut terangkum dalam sebuah kitab yang disebut Purana.
Berikut 10 Awatara dari zaman ke zaman :
Dalam ajaran agama Hindu, Matsya (Dewanagari :मत्स्य; IAST: matsya) adalah awatara
Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri berarti
ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada masa
pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata Manu), putra
Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu Maharaja Manu
mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan Maharaja Manu
untuk segera membuat bahtera besar.
Kisah dengan tema serupa juga dapat disimak dalam kisah Nabi Nuh, yang konon
membuat bahtera besar untuk melindungi umatnya dari bencana air bah yang melanda
bumi. Kisah dengan tema yang sama juga ditemukan di beberapa negara, seperti kisah
dari penduduk asli Amerika dan dari Yunani.
1
2. KURMA AWATARA, sang kura-kura, muncul saat Satya Yuga
2
3. Waraha Awatara, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga
Waraha (Sanskerta: वाराह; Varāha) adalah awatara (penjelmaan) ketiga dari Dewa
Wisnu yang berwujud babi hutan. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga (zaman
kebenaran). Kisah mengenai Waraha Awatara selengkapnya terdapat di dalam
kitab Warahapurana dan Purana-Purana lainnya.
Menurut mitologi Hindu, pada zaman Satyayuga (zaman kebenaran), ada seorang raksasa
bernama Hiranyaksa, adik raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya
(raksasa). Hiranyaksa hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan
kosmik," suatu tempat antah berantah di ruang angkasa.
Melihat dunia akan mengalami kiamat, Wisnu menjelma menjadi babi hutan yang memiliki
dua taring panjang mencuat dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh
Hiranyaksa. Usaha penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar
karena dihadang oleh Hiranyaksa. Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa
Hiranyaksa melawan Dewa Wisnu. Konon pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu
dan memakan waktu ribuan tahun pula. Pada akhirnya, Dewa Wisnu yang menang.
Setelah Beliau memenangkan pertarungan, Beliau mengangkat bumi yang bulat seperti
bola dengan dua taringnya yang panjang mencuat, dari lautan kosmik, dan meletakkan
kembali bumi pada orbitnya. Setelah itu, Dewa Wisnu menikahi Dewi Pertiwi dalam wujud
awatara tersebut.
3
4. NARASIMHA AWATARA, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga
Menurut kitab Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga (zaman kebenaran),
seorang raja asura (raksasa) yang bernama Hiranyakasipu membenci segala sesuatu
yang berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada orang
yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama Hiranyaksa
dibunuh oleh Waraha, awatara Wisnu.
Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan hanya memusatkan
pikirannya pada Dewa Brahma. Setelah Brahma berkenan untuk muncul dan menanyakan
permohonannya, Hiranyakasipu meminta agar ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa
mati dan tak akan bisa dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk
meminta permohonan lain. Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa
dibunuh oleh manusia, hewan ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang
ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di
dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata.
Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya.
6. PARASURAMA AWATARA, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga
Parasurama (Dewanagari: पररामभार्गव; IAST: Parashurāma Bhārgava) atau yang
di Indonesia kadang disebut Ramaparasu, adalah nama seorang tokoh Ciranjiwin (abadi)
dalam ajaran agama Hindu. Secara harfiah, namaParashurama bermakna "Rama yang
bersenjata kapak". Nama lainnya adalah Bhargawa yang bermakna "keturunan Maharesi
Bregu". Ia sendiri dikenal sebagai awatara Wisnu yang keenam dan hidup pada zaman
Tretayuga. Pada zaman ini banyak kaum kesatria yang berperang satu sama lain
sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. Maka, Wisnu sebagai dewa pemelihara alam
semesta lahir ke dunia sebagai seorang brahmana berwujud angker, yaitu Rama putra
Jamadagni, untuk menumpas para kesatria tersebut.
6
7. RAMA AWATARA, sang ksatria, muncul saat Treta Yuga
Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: राम; Rāma) atau Ramacandra (Sanskerta:
रामचन्द्र; Rāmacandra) adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang
konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia
berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia
merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman
Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang terkenal dituturkan dalam sebuah
sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia
Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya,
ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah
dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi
Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.
7
8. KRESNA AWATARA, putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga
Kresna (Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ ʂɳə]) adalah salah satu dewa
yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti
kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia
digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke
samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia
adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena,
kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi)
Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi
perguruan Hindu, misalnya Gaudiy Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari
kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang
mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnyaBhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai
sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam
wiracaritaMahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan
berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan
umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada
Arjuna tentang ilmu rohani.
8
9. BUDDHA AWATARA, pangeran Siddharta Gautama, muncul saat Kali Yuga
Dalam agama Hindu, Gautama Buddha muncul dalam kitab Purana (Susastra
Hindu) sebagai awatara (inkarnasi) kesembilan di antara sepuluh awatara (Dasawatara)
Dewa Wisnu. Dalam Bhagawatapurana, Beliau disebut sebagai awatara kedua puluh
empat di antara dua puluh lima awatara Wisnu. Kata buddha berarti "Dia yang mendapat
pencerahan" dan dapat mengacu kepada Buddha lainnya selain Gautama Buddha, pendiri
Buddhisme yang dikenal pada masa sekarang.
9
10. KALKI AWATARA, sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga
Dalam ajaran agama Hindu, Kalki (Dewanagari: कल्कि; IAST: Kalki; juga ditulis
sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara Wisnu kesepuluh sekaligus yang terakhir, yang
akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran) saat ini.
Nama kalki seringkali dipakai sebagai metafora untuk kekekalan dan waktu. Berbagai
tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di
mana, dan mengapa Kalki muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki yaitu
Beliau adalah awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan
nama kudanya Devadatta [anugerah Dewa] dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki
memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan
menghancurkan iblis Kali kemudian menegakkan kembali dharma dan memulai zaman
yang baru.
Awatara Wisnu yang ketujuh adalah Rama, disebut juga Ramachandra atau
Dasaratharama, ikon pahlawan dalam epik Ramayana. Tidak hanya itu, Rama dalam kisah
Ramayana pun didudukkan sebagai ikon anak, saudara, suami, teman, dan pengurus rumah
tangga yang ideal, karena sikap, perilaku, dan ajarannya tentang dharma (bakti), satya
(kejujuran), sewa (pelayanan), dan shanti (kedamaian).
Rama terlahir sebagai putra Raja Dhasarata dan Dewi Kausalya, yang mengemban tugas
untuk membunuh raksasa Dasamukha atau Ravana, raja dari kerajaan Lanka. Dikisahkan bahwa
Rawana, yang memiliki kekebalan dari Brahma dan Siwa, telah melakukan kekacauan di dunia
dan mengadu domba manusia. Oleh karena itu, dewa-dewa lain berusaha melenyapkan
Dasamukha melalui Wisnu, yang turun ke dunia dalam wujud Rama.
Pengarcaan Rama digambarkan sebagai seorang ksatriya yaang memakai kirita makuta.
Bertangan dua, masing-masing membawa atributnya, bana di tangan kanan dan dhanu di tangan
kiri. Di sebelah kanan Rama biasanya terdapat figur Sita, selaku sakti Wisnu.
Penggambaran awatara Wisnu dalam wujud Rama dapat dijumpai di relief Ramayana,
yang terdapat di Candi Siwa dan Candi Brahma di Kompleks Percandian Prambanan. Panil
berikut ini merupakan episode memanah Kijang Kencana. Ksatrya yang memegang busur adalah
gambaran dari Rama. Ia pun digambarkan mengenakan kirita makuta. Sekali lagi, atribut Wisnu
pun tidak nampak ( Buku Dewa Dewi Masa Klasik Terbitan BPCB Jateng).