Anda di halaman 1dari 2

Dari adukan Samudramantana tersebut muncullah beberapa harta benda berharga (dalam 

bahasa
Sanskerta disebut ratna atau "permata"), yaitu:[2]

 Laksmi: dewi keberuntungan dan kekayaan, yang akhirnya menerima Wisnu sebagai
suaminya.
 Apsara: golongan bidadari seperti Ramba, Menaka, Punjistala, Urwasi, Tilotama, dan lain-
lain, yang memilih para dewata sebagai pasangannya.
 Baruni atau Sura: dewi pencipta minuman memabukan, yang secara enggan menerima para
asura sebagai pasangannya.
Dari adukan Samudramantana, muncul pula beberapa binatang ajaib seperti:

 Kamadenu atau Surabi (Sansekerta: Kāmadhuk), sapi ajaib pengabul harapan, yang diambil


oleh Wisnu dan diberikan kepada para resi agar mentega dari susunya dapat dijadikan
persembahan.
 Airawata: gajah putih yang diambil oleh Indra, pemimpin para dewa sebagai wahananya.
 Uccaihsrawa: kuda berkepala tujuh yang diberikan kepada asura.
Selain itu, diperoleh pula tiga benda berharga:

 Kostuba: permata paling berharga di dunia, dikenakan oleh Wisnu di mahkotanya.


 Parijata: pohon berbunga abadi, dibawa ke Indraloka oleh para dewa.
 Sarangga: busur yang sangat kuat, diberikan kepada Wisnu.
Daftar ratna atau benda berharga juga berbeda-beda menurut beberapa versi Purana, Ramayana,
dan Mahabharata. Beberapa benda berharga menurut versi lainnya yaitu:

 Sangka: terompet kerang Wisnu.


 Jyesta: dewi kemalangan.
 Payung yang diambil dewa Baruna.
 Anting yang diberikan kepada Aditi oleh Indra, putranya.
 Pohon ajaib Kalpawreksa atau Kalpataru.
 Nidra, binatang seperti kungkang.
Hasil adukan lainnya yang diperoleh antara lain:

 Halahala: racun berbahaya yang dihirup Siwa.


 Candra: bulan yang kemudian menghiasi kepala Siwa.
 Dhanwantari: tabib para dewa yang membawa air keabadian "tirta amerta".
Perolehan amerta[sunting | sunting sumber]

Mohini (tengah) membagikan amerta kepada para dewa (kiri), sementara para asura (kanan) menanti dengan
tidak sabar.
Hasil akhir pengadukan lautan susu adalah Dhanwantari, tabib para dewa yang muncul sambil
membawa kendi berisi tirta amerta. Akhirnya, muncul perseteruan kembali antara para dewa dan
asura demi memperebutkan amerta. Untuk melindungi amerta, Garuda pun mengamankannya
dengan cara membawanya terbang jauh dari para dewa dan asura. Para dewa memohon kepada
Wisnu untuk menyelesaikan perkara. Wisnu pun mengubah wujudnya menjadi wanita cantik
bernama Mohini, yang mempesona para asura. Lalu ia mengambil amerta dan membagikannya
terlebih dahulu kepada para dewa. Asura yang bernama Swarbanu beralih rupa menjadi dewa agar
mendapat jatah amerta. Karena memiliki pandangan yang terang dan jeli, Dewa Surya dan
Dewa Candra mengetahui perbuatan asura tersebut. Mereka segera memberi tahu Mohini tepat
sebelum Swarbanu berhasil menenggak amerta. Mohini pun memenggal Swarbanu dengan cakra.
Namun amerta berhasil menyentuh kerongkongan Swarbanu sehingga kepala asura tersebut masih
dapat bertahan hidup. Sejak saat itu, kepalanya disebut Rahu, sedangkan badannya disebut Ketu.[3]
Akhir cerita mengisahkan para dewa—yang telah meminum amerta—berhasil mengalahkan para
asura. Sementara itu, Rahu menelan Candra dan Surya pada saat tertentu. Karena Rahu tidak
memiliki badan, maka Candra dan Surya lolos kembali setelah melewati kerongkongannya. Proses
tersebut menyebabkan terjadinya gerhana.[4]

Samudramantana di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Replika Samudramantana di Museum Trowulan.

Kisah Samudramantana telah begitu dikenal oleh masyarakat pendukung kebudayaan Hindu
di Indonesia pada era kerajaan Hindu-Buddha. Hal itu diketahui dari penyalinan kisah ini ke dalam
bahasa Jawa Kuno (dijawakan) semenjak zaman Dharmawangsa Teguh, Raja Mataram Hindu yang
memerintah pada sekitar tahun 991 M–1016 M.[5]
Masyarakat Jawa Kuno telah menganggap cerita ini sebagai cerita Jawa Kuno asli, dan segala
sesuatunya tentang cerita ini dianggap terjadi di tanah Jawa. Keadaan ini sebenarnya disebabkan
oleh kebijaksanaan dan kecerdasan dari para sastrawan yang telah mampu memindahkan alam
pikiran para pembaca dan pendengarnya dari suasana India menjadi suasana Jawa asli. Inti dari
cerita ini adalah pengadukan samudra yang dilakukan oleh para dewa dan raksasa untuk
mendapatkan air amerta (air suci).[6]

Anda mungkin juga menyukai