Anda di halaman 1dari 18

PENDALAMAN MATERI ARKEOLOGI HINDU-BUDDHA

Oleh:

Jasmine Dhea Yahya

2006585531

PROGRAM STUDI ARKEOLOGI


FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA

2021
Triloka

Triloka berasal dari Bahasa Sanskerta, ‘Tri” yang artinya tiga dan “Loka” yang
artinya dunia. Konsep Tribuana atau Triloka adalah konsep keseimbangan diantara tiga
dunia, yang bernama Sakala (dunia atas), Sakala Niskala (dunia tengah), dan Niskala (dunia
bawah) atau biasanya dipanggil sebagai Bhurloka, Bhuvahloka dan Svahloka. yang masing-
masing dibagi menjadi tujuh wilayah. Terkadang 14 dunia disebutkan: 7 di atas bumi dan 7 di
bawah. Berbagai bagian menggambarkan konsep Hindu tentang dunia yang teratur secara
hierarkis yang tak terhitung banyaknya. Loka (dunia) sering dikaitkan dengan dewa tertentu,
hubungan yang juga ditemukan dalam Buddhisme, dengan dewa digantikan oleh Buddha atau
bodhisattwa. Konsep Tribuana/Triloka merupakan simbolisasi satu kesatuan dan
keseimbangan tiga alam. Pada dasarnya ketiga alam tersebut saling berkaitan dan bersirkulasi
untuk menjaga kesatuan dan keseimbangan antara yang satu dengan yang lainnya.

Konsep ini diterapkan kedalam pemilihan lahan untuk pembangunan candi yang
dibagi menjadi 3 tataran:

1. Bhurloka (nista): dari kaki gunung sampai ke daerah pantai. Merupakan dunia
manusia yang penuh Hasrat dan hawa nafsu.
2. Bhuvahloka (madya): bagian tengah gunung. Dunia manusia yang sudah bersih
dari keinginan dan hawa nafsu. Tanah yang bagus untuk hunian, kota-kota, dan
candi.
3. Svahloka (uttama): puncak gunung.

Tataran ini disebut juga triangle (nista, madya, uttama). Peringkat lahan ini tidak
selalu berhubungan dengan perbedaan ketinggian, ke-tiga tataran ini dapat juga dibedakan
dengan pagar.

Candi Suddha, Missra, dan Samkirna

Candi menurut bahannya dapat dibagi menjadi 3 macam:

1. Candi Suddha: artinya suci dan bersih, yaitu candi yang menggunakan 1 bahan saja
Contohnya: Candi Pawon, Candi Dieng, Candi Gunungwukir, Candi Mendut,
dan Candi Gendongsongo.
2. Candi Missra: yaitu candi yang menggunakan 2 bahan, misalnya, batu dan kayu, bata
dan kayu, batu dan bata.
Contohnya: Candi Ngrimbi, Candi Jabung, Candi Bangkal. Dan Candi Jawi
3. Candi Samkirna: candi yang mungganakn lebih dari 3 bahan, misalnya batu, bata,
kayu, bamboo, ijuk, daun untuk atap candi.
Contohnya: Candi Jago, Candi Bhayanglango, Candi Surawana, Candi
Sukuh/ Candi Cetho.

10 Avatara Visnu

Agama Hindu mengenal adanya Dasa Awatara yang sangat terkenal di antara
Awatara-Awatara lainnya. Dasa Awatara adalah sepuluh Awatara yang diyakini sebagai
penjelmaan material Dewa Wisnu dalam misi menyelamatkan dunia.

1. Matsya Awatara, ikan maha besar, muncul saat Satya Yuga

Dalam ajaran agama Hindu, Matsya (Dewanagari: मत्‍स‍य


् ; IAST: matsya)
adalah awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata
matsya sendiri berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa
Satyayuga, pada masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai
Maharaja Waiwaswata Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke
dunia untuk memberitahu Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan
melanda bumi. Ia memerintahkan Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera
besar.
2. Kurma Awatara, sang kura-kura, muncul saat Satya Yuga sebagai alas gunung
mandara

Dalam agama Hindu, Kurma (Sanskerta: कुर्म; Kurma) adalah awatara


(penjelmaan) kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Awatara ini
muncul pada masa Satyayuga. Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut
bernama Akupa. Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor
kura-kura (kurma) dan mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa).
Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta amerta yang dapat
membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura berlomba-lomba
mendapatkannya. Untuk mengaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan
sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya. Para
Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan naga Wasuki dan
memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan
tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak
terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa
Wisnu mengambil alih. Kurma juga nama dari seorang resi, putra Gretsamada.
Kisah tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran Mandaragiri yang
terdapat dalam Kitab Adiparwa.
3. Waraha Awatara, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga untuk
menyelamatkan bumi saat tenggelam karena dilempar raksasa hiranyaksa.

Waraha (Sanskerta: वाराह; Varāha) adalah awatara (penjelmaan) ketiga


dari Dewa Wisnu yang berwujud babi hutan. Awatara ini muncul pada masa
Satyayuga (zaman kebenaran). Kisah mengenai Waraha Awatara selengkapnya
terdapat di dalam kitab Warahapurana dan Purana-Purana lainnya. Waraha
Awatara dilukiskan sebagai babi hutan yang membawa planet bumi dengan kedua
taringnya dan meletakkannya di atas hidung, di depan mata. Kadang kala
dilukiskan sebagai manusia berkepala babi hutan, dengan dua taring menyangga
bola dunia, bertangan empat, masing-masing membawa: cakra, terompet dari kulit
kerang (sangkakala), teratai, dan gada. Menurut mitologi Hindu, pada zaman
Satyayuga (zaman kebenaran), ada seorang raksasa bernama Hiranyaksa, adik
raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya (raksasa). Hiranyaksa
hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan kosmik," suatu
tempat antah berantah di ruang angkasa. Melihat dunia akan mengalami kiamat,
Wisnu menjelma menjadi babi hutan yang memiliki dua taring panjang mencuat
dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh Hiranyaksa. Usaha
penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar karena dihadang
oleh Hiranyaksa. Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa Hiranyaksa
melawan Dewa Wisnu. Konon pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan
memakan waktu ribuan tahun pula. Pada akhirnya, Dewa Wisnu yang menang.
4. Narasimha Awatara, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga

Narasinga (Devanagari: नरसिंह ; disebut juga Narasingh, Nārasiṃha)


adalah awatara (inkarnasi/penjelmaan) Wisnu yang turun ke dunia, berwujud
manusia dengan kepala singa, berkuku tajam seperti pedang, dan memiliki banyak
tangan yang memegang senjata. Narasinga merupakan simbol dewa pelindung
yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya. Menurut kitab
Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga (zaman kebenaran), seorang raja
asura (raksasa) yang bernama Hiranyakasipu membenci segala sesuatu yang
berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada
orang yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang
bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa
yang sangat berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada Dewa Brahma. Setelah
Brahma berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya, Hiranyakasipu
meminta agar ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa
dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta
permohonan lain. Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa
dibunuh oleh manusia, hewan ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi,
siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak
bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala
macam senjata. Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma
mengabulkannya.
5. Wamana Awatara, sang orang cebol, muncul saat Treta Yuga

Dalam agama Hindu, Wamana (Devanagari: वामन ; Vāmana) adalah


awatara Wisnu yang kelima, turun pada masa Tretayuga, sebagai putra Aditi dan
Kasyapa, seorang Brahmana. Ia (Wisnu) turun ke dunia guna menegakkan
kebenaran dan memberi pelajaran kepada raja Bali (Mahabali), seorang Asura,
cucu dari Prahlada. Raja Bali telah merebut surga dari kekuasaan Dewa Indra,
karena itu Wisnu turun tangan dan menjelma ke dunia, memberi hukuman pada
Raja Bali. Wamana awatara dilukiskan sebagai Brahmana dengan raga anak kecil
yang membawa payung. Wamana Awatara merupakan penjelmaan pertama Dewa
Wisnu yang mengambil bentuk manusia lengkap, meskipun berwujud Brahmana
mungil. Wamana kadang-kadang dikenal juga dengan sebutan "Upendra". Kisah
Wamana Awatara dimuat dalam kitab Bhagawatapurana. Menurut cerita dalam
kitab, Wamana sebagai Brahmana cilik datang ke istana Raja Bali karena pada
saat itu Raja Bali mengundang seluruh Brahmana untuk diberikan hadiah. Ia
sudah dinasihati oleh Sukracarya agar tidak memberikan hadiah apapun kepada
Brahmana yang aneh dan lain daripada biasanya. Pada waktu pemberian hadiah,
seorang Brahmana kecil muncul di antara Brahmana-Brahmana yang sudah tua-
tua. Brahmana tersebut juga akan diberi hadiah oleh Bali. Brahmana kecil itu
meminta tanah seluas tiga jengkal yang diukur dengan langkah kakinya. Raja Bali
pun takabur dan melupakan nasihat Sukracarya. Ia menyuruh Brahmana kecil itu
melangkah. Pada waktu itu juga, Brahmana tersebut membesar dan terus
membesar. Dengan ukurannya yang sangat besar, ia mampu melangkah di surga
dan bumi sekaligus. Pada langkah yang pertama, ia menginjak surga. Pada
langkah yang kedua, ia menginjak bumi. Pada langkah yang ketiga, karena tidak
ada lahan untuknya berpijak, maka Bali menyerahkan kepalanya. Sejak itu,
tamatlah kekuasaan Bali. Karena terkesan dengan kedermawanan Bali, Wamana
memberinya gelar Mahabali. Ia juga berjanji bahwa kelak Bali akan menjadi Indra
pada Manwantara berikutnya.

6. Parasurama Awatara, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga

Parasurama (Dewanagari: परशुरामभार्गव; IAST: Parashurāma Bhārgava)


atau yang di Indonesia kadang disebut Ramaparasu, adalah nama seorang tokoh
Ciranjiwin (abadi) dalam ajaran agama Hindu. Secara harfiah, nama Parashurama
bermakna "Rama yang bersenjata kapak". Nama lainnya adalah Bhargawa yang
bermakna "keturunan Maharesi Bregu". Ia sendiri dikenal sebagai awatara Wisnu
yang keenam dan hidup pada zaman Tretayuga. Pada zaman ini banyak kaum
kesatria yang berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di
dunia. Maka, Wisnu sebagai dewa pemelihara alam semesta lahir ke dunia sebagai
seorang brahmana berwujud angker, yaitu Rama putra Jamadagni, untuk
menumpas para kesatria tersebut. Parasurama merupakan putra bungsu
Jamadagni, seorang resi keturunan Bregu. Itulah sebabnya ia pun terkenal dengan
julukan Bhargawa. Sewaktu lahir Jamadagni memberi nama putranya itu Rama.
Setelah dewasa, Rama pun terkenal dengan julukan Parasurama karena selalu
membawa kapak sebagai senjatanya. Selain itu, Parasurama juga memiliki senjata
lain berupa busur panah yang besar luar biasa.
7. Rama Awatara, sang ksatria, muncul saat Treta Yuga

Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: राम; Rāma) atau Ramacandra


(Sanskerta: रामचन्द्र; Rāmacandra) adalah seorang raja legendaris yang terkenal
dari India yang konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau
Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang beribu kota Ayodhya.
Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh
yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya
yang terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut
Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai
putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai
Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah dewasa, Rama
memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi
Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa. alam wiracarita
Ramayana diceritakan bahwa sebelum Rama lahir, seorang raja raksasa bernama
Rahwana telah meneror Triloka (tiga dunia) sehingga membuat para dewa merasa
cemas. Atas hal tersebut, Dewi bumi menghadap Brahma agar dia bersedia
menyelamatkan alam beserta isinya. Para dewa juga mengeluh kepada Brahma,
yang telah memberikan anugerah kepada Rahwana sehingga raksasa tersebut
menjadi takabur. Setelah para dewa bersidang, mereka memohon agar Wisnu
bersedia menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan dharma serta
menyelamatkan orang-orang saleh. Dewa Wisnu menyatakan bahwa ia bersedia
melakukannya. Ia berjanji akan turun ke dunia sebagai Rama, putera raja Dasarata
dari Ayodhya. Dalam penjelmaannya ke dunia, Wisnu ditemani oleh Naga Sesa
yang akan mengambil peran sebagai Laksmana, serta Laksmi yang akan
mengambil peran sebagai Sita.

8. Kresna Awatara, putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga

Kresna atau Krishna (Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə])


adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap
atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam
seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil
berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana
dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan
Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara.
Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di
antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya
Gaudiya Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau
perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang
mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan
sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia
digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling,
sedangkan dalam wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang
bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang
memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai
kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani. Kisah-
kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup agama
Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis. Berbagai tradisi
menggambarkannya dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa kanak-kanak,
tukang kelakar, pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa. Kehidupan Kresna dibahas
dalam beberapa susastra Hindu, yaitu Mahabharata, Hariwangsa,
Bhagawatapurana, dan Wisnupurana.

9. Buddha Awatara, pangeran Siddharta Gautama, muncul saat Kali Yuga

Dalam agama Hindu, Buddha Gautama muncul dalam kitab Purana


(Susastra Hindu) sebagai awatara (inkarnasi) kesembilan di antara sepuluh
awatara (Dasawatara) Dewa Wisnu. Dalam Bhagawatapurana, Dia disebut sebagai
awatara kedua puluh empat di antara dua puluh lima awatara Wisnu. Kata buddha
berarti "Dia yang mendapat pencerahan" dan dapat mengacu kepada Buddha
lainnya selain Buddha Gautama, pendiri Buddhisme yang dikenal pada masa
sekarang. Berbeda dengan ajaran Hindu, ajaran Buddha Gautama tidak
menekankan keberadaan "Tuhan sang Pencipta" sehingga agama Buddha
termasuk bagian dari salah satu aliran nāstika (heterodoks; secara harfiah berarti
"Itu tidak ada") menurut aliran-aliran agama Dharma lainnya, seperti Dwaita.
Namun beberapa aliran lainnya, seperti Adwaita, sangat mirip dengan ajaran
Buddhisme, baik bentuk maupun filsafatnya.

10. Kalki Awatara, sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga


Dalam ajaran agama Hindu, Kalki (Dewanagari: कल्कि; IAST: Kalki;
juga ditulis sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara Wisnu kesepuluh,
sekaligus yang terakhir, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman
kegelapan dan kehancuran). Asal mula nama Kalki diperkirakan berasal dari
kata kalka yang bermakna "kotor", "busuk", atau "jahat" dan oleh karena itu
"Kalki" berarti "Penghancur kejahatan", "Penghancur kekacauan",
"Penghancur kegelapan", atau "Sang Pembasmi Kebodohan". Dalam bahasa
Hindi, kalki avatar berarti "inkarnasi pada masa depan". Berbagai tradisi
Hindu memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan,
bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki muncul. Secara umum, Kalki
dikatakan sebagai awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber
mengatakan nama kudanya Devadatta [anugerah Dewa] dan dilukiskan
sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk
memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali, kemudian
menegakkan kembali darma dan memulai zaman yang baru.

Pancamahabhuta

Panca Mahabutha merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Sanksekerta, yakni kata
panca yang berarti 'lima', kata maha yang berarti 'utama'; dan kata bhuta yang dapat diartikan
sebagai 'elemen'. Dalam konsepsi Panca Mahabutha terbagi atas dua bagian yaitu alam
semesta dan tubuh manusia. Alam semesta dalam konsepsi ini didefinisikan sebagai tataran
alam makro kosmos dan tubuh manusia dianggap sebagai tataran alam mikro kosmos yang
tersusun atas lima elemen utama. Kelima buah elemen utama penyusun makro serta mikro
kosmos tersebut yakni:

(1) pertiwi atau elemen padat;


(2) apah atau elemen cair;
(3) teja atau elemen panas;
(4) bayu atau elemen udara; dan
(5) akasa atau elemen langit atau ruang

PANCAMAHABHUTA DI ALAM

Panca Mahabhuta dengan kelima elemennya dapat dijumpai di alam dalam beragam bentuk
zat yang terdapat di bumi. Masing-masing dari kelima jenis zat tersebut tentu memiliki porsi
serta tempat tersendiri di alam. Selain dari pada itu, kelima elemen utama ini juga
mempunyai fungsi-fungsi berbeda yang sangat penting dan saling berhubungan dengan
segala ekosistem kehidupan di bumi secara menyeluruh, berkesinambungan, dan seimbang.

1. Elemen pertiwi di alam

Beragam jenis zat padat yang ditemukan di bumi merupakan wujud dari
elemen pertiwi. Tanah, bebatuan,cmineral, logam, pasir, serta butir-butir debu
merupakan contoh zat-zat padat tersebut. Secara umum lapisanlapisan bawah sebagai
unsur pembentuk daratan maupun dasar bumi adalah tempat-tempat elemen
pertiwicatau zat-zat padat berada.

2. Elemen apah di alam

Berbagai elemen cair yang terdapat di bumi merupakan wujud dari elemen
apah. Air yang memenuhi 70% lebih permukaan bumi merupakan elemen cair yang
paling mudah diindentifikasi. Lautan, sungai, danau, serta mata air adalah tempat
unsur air dapat dijumpai. Bongkahan-bongkahan es padat serta lapisan salju yang
banyak ditemukan di wilayah-wilayah kutub dan daerah dataran tinggi di muka bumi
juga merupakan wujud air. Titik-titik air, uap, embun, awan, maupun hujan
merupakan

3. Elemen teja di alam


Elemen panas merupakan definisi dari elemen teja dalam konsepsi Panca
Mahabhuta. Kehadiran seluruh elemen panas yang terdapat di bumi dapat disejajarkan
dengan elemen teja. Di dalam ruang inti bumi yang terdapat di pusat planet,
merupakan lokasi panas terbesar di bumi. Inti bumi diilustrasikan terbentuk dari
beragam unsur yang teridentifikasi memiliki suhu rata-rata sebesar 4.500°C. Manusia
serta makhluk hidup lainnya yang berada di permukaan bumi tidak dapat merasakan
secara langsung kehadiran panas dalam inti bumi. Saat terjadi fenomena gunung
meletus maupun proses terbentuknya kubah-kubah lava baru di permukaan bumi
sebagian energi panas pada inti bumi baru dapat dirasakan langsung oleh manusia
beserta segala makhluk hidup penghuni permukaan bumi lainnya. Panas sinar
matahari yang diperoleh permukaan bumi pada siang hari merupakan contoh elemen
panas lainnya. Proses metabolisme dan fotosintesis dalam tubuh makhluk hidup bumi
juga banyak terbantu oleh energi panas tersebut. Terjadinya berbagai siklus di alam,
seperti siklus hujan, perputaran arah angin, serta pergantian musim, juga didukung
oleh panas matahari. Terjaganya keseimbangan segala kehidupan di bumi turut
dipengaruhi oleh beragam rentetan siklus yang terjadi di alam tersebut. Selain dari
pada itu, masih ada sebagian kecil elemen panas di bumi yang berasal dari sisa
metabolisme tubuh berbagai makhluk hidup yang ada.

4. Elemen bayu di alam

Elemen keempat dalam konsepsi Panca Mahabhuta adalah elemen bayu.


Adanya kehadiran udara, gas alam, maupun angin yang banyak terdapat di alam
dimaknai sebagai elemen bayu tersebut. Gas alam, udara, serta angin, sesungguhnya
merupakan berbagai unsur alam yang tidak mempunyai wujud, rasa, maupun warna.
Manusia melalui lapisan kulit terluar dan indera saluran pernapasannya dapat secara
lebih seksama merasakan keberadaan, kualitas, dan suhu ketiganya.

5. Elemen akasa di alam


Akasa disebutkan sebagai elemen terakhir dan yang paling utama dalam
konsepsi Panca Mahabhuta berdasarkan berbagai literatur. Beragam komponen yang
berada di alam raya sering disetarakan dengan elemen akasa. Elemen angkasa, ruang,
maupun jiwa sebagai unsur abstrak pengisi jagat raya disebutkan memiliki kesamaan
dengan akasa. Unsur angkasa, ruang, maupun jiwa pada intinya merupakan suatu
kekosongan yang tidak memiliki wujud. Ketiga unsur tersebut juga dapat dimaknai
serupa wadah-wadah bagi berbagai siklus dan proses yang berperan besar dalam
menjalankan sistem kehidupan di dunia.

PANCAMAHABHUTA DALAM TUBUH MANUSIA

Unsur-unsur Panca Mahabutha dapat ditemukan pula di dalam tubuh manusia. Unsur-
unsur ini mempunyai fungsi beserta porsinya masing-masing di dalam tubuh manusia.

1. Elemen pertiwi atau unsur padat pada tubuh manusia

Elemen pertiwi memiliki karakteristik yang padat dan pejal sehingga sangat
mudah untuk dikenali. Di dalam tubuh manusia, keberadaan elemen pertiwi atau
unsur padat ini disetarakan dengan keberadaan struktur tulang-tulang pada rangka
yang menyangga tubuh manusia secara keseluruhan. Tulang-tulang pada rangka ini
juga memiliki peranan penting sebagai tempat melekatnya otot-otot tubuh yang
membantu manusia untuk melakukan gerakan dalam aktivitasnya sehari-hari.
Komponen lainnya pada tubuh manusia yang dinyatakan sebagai perwujudan dari
unsur pertiwi diantaranya otot, jaringan urat saraf, kulit, rambut, dan berbagai
komponen tubuh manusia yang bersifat padat. Pada konsepsi lima unsur versi Jepang
yang dikenal dengan nama Gorin Gainen (‘konsepsi lima elemen’), elemen 地
(Chi/elemen tanah) yang digambarkan terkonsentrasi di bagian kaki manusia ini
memiliki nilai yang setara dengan unsur pertiwi dalam konsepsi Panca Mahabhuta di
Bali.

2. Elemen apah atau unsur cair pada tubuh manusia

Unsur cair atau elemen apah dapat disetarakan dengan berbagai unsur-unsur
cair yang dapat ditemukan di dalam tubuh manusia. Keberadaan dari unsur apah
dalam tubuh manusia ini bisa dilihat dari adanya cairan darah, cairan kelenjar, dan
berbagai cairan lain yang terdapat di dalam tubuh manusia. Unsur apah atau dalam
Gorin Gainen yang dikenal dengan nama 水 (Sui) ini yang memiliki sifat cair dan
digambarkan terpusat pada bagian perut manusia. Dalam hal ini, porsi unsur cairan
dalam tubuh manusia, baik pada tubuh wanita hamil maupun tubuh manusia dalam
kondisi pada umumnya, memang paling banyak berada di bagian perut manusia.

3. Elemen teja atau unsur panas dalam tubuh manusia


Elemen teja di dalam tubuh manusia disetarakan dengan eksistensi unsur
panas atau temperatur pada badan manusia. Dalam badan manusia dalam kondisi
normal memiliki suhu atau temperatur yakni rata-rata berkisar 37°C. Manusia dapat
dinyatakan dalam kondisi stabil dan sehat pada kondisi suhu tubuh tersebut.
Metabolisme biologis yang berlangsung secara terus menerus di dalam tubuh manusia
yang hidup akan memproduksi kalor atau panas yang ada dalam setiap tubuh manusia.
Panas tubuh manusia dapat menjadi salah satu pertanda bahwa manusia tersebut
berada dalam kondisi hidup atau mati. Melemahnya denyut nadi dan menurunnya
suhu tubuh secara drastis pada tubuh seseorang merupakan gejala atau tanda-tanda
bahwa tubuh tersebut sedang berada dalam kondisi kritis atau akan meninggal dunia.
Denyut nadi berhenti, pernapasan, dan aktivitas jantung juga berhenti. Mendinginnya
suhu tubuh merupakan beberapa bukti sederhana mengenai kematian. Unsur panas
dalam Gorin Gainen dikenal dengan istilah 火 (Ka) yang digambarkan terkonsentrasi
di dada, di tempat jantung berdetak menjalankan siklus metabolisme tubuh.

4. Elemen akasa pada tubuh manusia


Elemen akasa dapat diartikan sebagai ruang kosong pada tubuh manusia, yang
mana unsur ini memiliki berbagai fungsi abstrak terpenting dalam kehidupan
manusia. Unsur akasa dapat pula disetarakan sebagai ruang atau tempat
bersemayamnya roh atau jiwa dalam tubuh manusia. Dalam istilah Hindu Bali, roh
atau jiwa dikenal sebagai atman yang merupakan percikan kecil dari Tuhan, yang
dimaknai setara dengan eksistensi paramātman atau jiwa utama di alam semesta.
Atman dalam tubuh manusia memiliki peranan yang cukup penting dalam mengatur
segala aktivitas manusia. Manusia dinyatakan telah mati atau telah mencapai akhir
kehidupannya di dunia jika jiwa terlepas dari raga, atau keluarnya atman dari tubuh
manusia. Dalam Gorin Gainen Jepang, elemen akasa ini disebut pula sebagai elemen
空 (Kū). Elemen ini dideskripsikan berada pada titik ubun-ubun pada kepala manusia.
Titik ubun-ubun pada umumnya dipercaya sebagai jalan keluar masuknya roh ke
dalam tubuh manusia. Ubun-ubun dalam berbagai konsepsi budaya timur, maupun
kepala merupakan bagian tubuh yang paling penting dan diutamakan dibandingkan
dengan bagian tubuh manusia lainnya.

Arca Ganesa
Dalam cerita wayang, ia disebut Bhatara Gana, karena berperan sebagai pemimpin
para gana. Gana adalah pasukan pengawal Siwa. Dalam tradisi pewayangan, Bhatara Gana
adalah pahlawan yang mengalahkan para asura yang hendak menduduki kahyangan para
dewa.

Dalam beberapa kitab dari India, Ganesa disebutkan mempunyai ciri-ciri pokok
sebagai berikut:

1. berkepala gajah,
2. bertangan empat dengan salah satu tangannya memegang ekadanta (gadingnya
sendiri yang patah),
3. tangan kiri memegang parasu (kapak perang), dan
4. kedua tangan lainya memegang padma (teratai merah) dan modaka (sweetmeats).
5. Mempunyai trinetra (tiga mata), upavitanya berupa ular, kepalanya merah seperti
sindura, tubuhnya merah seperti kunkuma dan duduk di atas seekor tikus,
terkadang digambarkan duduk di atas singa.
Pengarcaan Ganesa bervariasi, ada yang digambarkan dalam posisi berdiri (stanaka)
dan posisi duduk (Utkutikasana) di atas asana, serta jarang sekali Ganesa digambarkan di atas
wahananya yang berupa tikus. Ganesa biasa menempati relung atau bilik belakang candi
Hindu maupun diarcakan tersendiri. Atribut yang dibawa di tangan kanan belakang berupa
aksamala (tasbih), tangan kiri belakang membawa parasu (kapak perang), tangan kanan
depan membawa danta (gading yang patah) dan tangan kiri depan membawa modaka
(sweetmeats). Pakaian dan perhiasan yang dikenakan berupa jatamukuta (mahkota dari
pilinan rambut) dengan hiasan ardhacandrakapala, serta prabhamandala dibelakang kepala,
kadang memakai kundala (anting-anting), hara (kalung), keyura (kelat bahu), gelang tangan,
gelang kaki, upavita berupa ular, ikat pinggang, uncal, dan kain. Lapik arca berupa padma,
namun kadang-kadang juga dijumpai Ganesa yang duduk atau berdiri di asana berupa kapala
(tengkorak), yang dikenal dengan sebutan kapalasana. Jika digambarkan duduk di atas
padmasana, Ganesa digambarkan dalam dalam sikap duduk utkutikasana, yang menjadi salah
satu laksana kuatnya.

Anda mungkin juga menyukai