Anda di halaman 1dari 9

49

BAB III

DESA KUTA DALOM DAN PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP

AKTUALISASI DIRI WARIA DI DESA KUTA DALOM KABUPATEN

PESAWARAN DALAM PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING

ISLAM

3.1 Gambaran Umum Desa Kuta Dalom Way Lima Kabupaten Pesawaran

3.1.1 Sejarah Desa Kuta Dalom Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran

Wilayah Desa Kuta Dalom pada awalnya merupakan daerah tempat berkebun dan

bertani. Pada awalnya wilayah Desa Kuta Dalom terbilang cukup luas, akan tetapi

seiring berjalannya waktu dilakukan pedukuhan atau pembagian wilayah

administratif yang kemudian terbagi lagi menjadi beberapa wilayah seperti

Umbulan Lubuk Khimput atau yang lebih dikenal dengan Padang Khincang, dan

juga Desa Pekondoh. Pada masa lampau keluarga yang tinggal di daerah ini

merupakan kumpulan keluarga Hi. Salam. Keluarga tersebut merupakan

kumpulan keluarga yang berasal dari daeah Badak, Limau, Tanggamus.

Perpindahan ini terjadi disebabkan oleh Letusan Gunung Krakatau pada tahun
50

1883. Selain itu juga terdapat warga yang berasal dari daerah Cukuh Balak yang

pindah ke daerah Kuta Dalom dikarenakan Letusan Gunung Krakatau.

Mayoritas penduduknya saat ini merupakan suku Lampung Pesisir yang

merupakan pengungsi dari daerah yang terkena dampak Gunung Krakatau, dan

sebagian kecilnya adalah suku Jawa yang rata – rata berasal dari Jawa Tengah dan

juga terdapat suku sunda yang berasal dari Banten.

3.1.2 Struktur Organisasi Desa Kuta Dalom Kecamatan Way Lima Kabupaten

Pesawaran

Struktur organisasi Desa Kuta Dalom adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Desa Kuta Dalom

3.1.3 Visi dan Misi Kuta Dalom Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran
51

3.1.3.1 Visi Desa Kuta Dalom

Visi Desa Kuta Dalom adalah sebagai berikut :

“ Mewujudkan Desa Mandiri, Agamis, dan Terdepan di Kabupaten

Pesawaran”

3.1.3.2 Misi Desa Kuta Dalom

Misi Desa Kuta Dalom adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan pembangunan infrastruktur

2. Menunjang Mobilisasi ekonomi kerakyatan

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui kualitas

pendidikan

4. Membentuk masyarakat yang harmonis dan demokratis

5. Meningkatkan pelayanan masyarakat

3.2 Kondisi Agama dan Sosial Ekonomi Masyarakat Kuta Dalom

Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran

Sebagian besar warga desa Kuta Dalom memeluk agama Islam dan hanya

sebagian kecil yang menganut kepercayaan lain. Hal ini dapat dilihat dengan

terdapat nya sarana ibadah ( masjid ataupun mushalla) untuk melakukan

kewajiban selaku pemeluk agama Islam. Masjid dan juga mushalla juga aktif

dipergunakan sebagai sarana belajar mengaji ( belajar kitab suci Al – Qur’an) .

Dari segi sosial, sebagian besar penduduk Desa Kuta Dalom merupakan suku

Lampung Pesisir dikarenakan pada masanya banyak masyarakat pesisir

mengungsi atau berpindah ke wilayah ini yang disebabkan Letusan Gunung


52

Krakatau. Selain itu juga terdapat sebagian kecil warga yang bersuku Jawa yang

rata – rata berasal dari Jawa Tengah, juga suku Sunda yang berasal dari Banten.

Dari segi ekonomi, mata pencaharian utama wilayah ini adalah bertani dan

berkebun, selain itu juga terdapat warga yang berdagang dan menjadi buruh.

3.3 Perspektif Masyarakat Terhadap Aktualisasi Diri Waria di Desa Kuta

Dalom Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran

Perspektif merupakan cara pandang manusia terhadap suatu hal atau fenomena

yang ada di lingkungan sekitarnya yang secara realita dalam keadaan sadar atau

tidak sadar akan terbentuk dalam kehidupan bermasyarakat. Implikasi dari adanya

perspektif ini biasanya adalah pendapat suka atau tidak suka, setuju atau tidak

setuju, menerima atau menolak, dan banyak hal lain yang bisa selaras atau malah

bortolak belakang. Artinya dari perspektif ini bisa menghasilkan stigma sudut

pandang dari dua sisi yang berbeda baik dalam segi positif maupun negatif.

Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang memiliki aturan dan norma

tertentu yang telah tertata dengan baik guna membangun kehidupan yang selaras

dengan visi dan misi dari suatu wilayah. Peraturan, nilai-nilai, maupun norma

sosial yang telah disepakati ini tentu akan menimbulkan konsekuensi apabila

tidak dijalankan dengan tepat. Seperti halnya dengan kemunculan waria dalam

suatu lingkungan masyarakat yang dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan

sehingga akan menghadirkan konsekuensi dari berbagai perspektif.

Keberadaan waria di desa Kuta Dalom Kecamatan Way Lima Kabupaten

Pesawaran tentu saja menghadirkan perpspektif yang berbeda dari kalangan


53

masyarakat setempat. Perspektif ini muncul dari berbagai aspek, bisa dari aspek

sosial, ekonomi, politik, maupun agama. Fenomena kemunculan waria sendiri

dipandang sebagai fenomena sosial yang cukup sering dijumpai dalam kelompok

masyarakat dan masih cukup tabu bagi sebagian orang. Terlepas dari fakta

tersebut, namun sesungguhnya masyarakat di Desa ini menyadari sepenuhnya

bahwa waria juga merupakan makhluk sosial yang memiliki hak dan kewajiban

yang sama dengan mereka. Sistem demokratis juga digalakkan di Desa Kuta

Dalom Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran, namun yang menjadi

permasalahan adalah asas dari sistem demogratis yang menganut salah satunya

adalah mengenai kesetaraan gender yang agak sedikit membingungkan untuk

status waria ini dimana gender yang diakui di negara Indonesia adalah laki-laki

dan perempuan saja.

Perspektif masyarakat terhadap aktualisasai diri waria di Desa Kuta Dalom

Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran dalam aspek sosial dapat dilihat dari

penerimaan keberadaan antar warga masyarakat dengan kelompok waria. Waria

menyadari sepenuhnya bahwa keberadaanya di desa ini tergolong dalam

kelompok minoritas. Oleh sebab itu, para waria melakukan berbagai cara untuk

menunjukkan kemampuan dan potensi yang mereka miliki serta terus

mempertahankan eksistensinya guna memperoleh pengakuan dari masyarakat.

Dalam proses aktualisasi diri inilah para waria akan mendapatkan respon yang

berbeda dari berbagai kalangan masyarakat. Seperti yang terjadi di desa Kuta

Dalom, yakni terdapat 6 waria yang mana 5 diantaranya bekerja sebagai MUA

atau biasa disebut Makeup Artis dan membuka salon kecantikan wanita dan juga

menyediakan jasa potong rambut untuk masyarakat umum dari kalangan anak-
54

anak hingga lansia baik gender laki-laki maupun perempuan. Hal ini ditanggapi

oleh masyarakat secara berbeda, ada beberapa yang mengatakan tidak masalah

dan sah-sah saja apabila waria beraktifitas dan melakukan pekerjaan seperti

kebanyakan orang pada umumnya, seperti menurut pendapat bapak Lukman yang

mengatakan bahwa :

“tidak masalah bagi saya selama memang yang mereka lakukan adalah

bekerja secara halal dan juga memang itu keahlian yang mereka miliki.

Selain itu juga membuka salon kecantikan bukan suatu kejahatan atau hal

negative yang dilakukan, mungkin hanya karna mereka dipandang sebagai

subyek yang berbeda. Namun bagi saya untuk melakukan pekerjaan sesuai

dengan keahlian mereka itu tidak jadi masalah”

Akan tetapi, dari sudut pandang lain ada pula yang merasa keberatan dan tidak

nyaman dengan keberadaan kelompok waria ini seperti yang dipaparkankan oleh

Bapak Daham :

“saya merasa risih dan enggan untuk datang ke salon milik para waria,

karna dalam pandangan saya mereka tetap laki-laki namun bergaya seperti

perempuan tentu saja membuat saya sedikit waspada dan takut siapa tau

mereka juga penyuka sesama jenis”.

Perspektif yang timbul dalam masyarakat tidak hanya dari pekerjaan yang mereka

lakukan saja tetapi juga dari peran waria sebagai warga desa dimana terikat

dengan peraturan dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang rutin

dilakukan. Contohnya adalah kegiatan siskamling yang rutin dilakukan menjelang


55

puasa ramadhan hingga lebaran Idul fitri. Siskamling ini terkhusus dilakukan oleh

warga desa laki-laki yang ada di Desa Kuta Dalom Kecamatan Way Lima

Kabupaten Pesawaran secara bergilir di setiap dusun. Hal ini cukup menjadi

perbincangan bagi warga desa karena waria yang sebenarnya bergender laki-laki

tidak diikutsertakan dalam kegiatan ini karena sudah berstatus sebagai waria maka

masyarakat menganggap bahwa secara fisik dia sudah tidak pantas untuk

melakukan aktifitas laki-laki. Secara tidak langsung hal itu menunjukkan bahwa

waria sedikit dikucilkan dan tersingkir dari kewajiban sebagai warga desa. Hal-hal

kecil seperti inilah yang membentuk sebuah spekulasi bahwa waria hanyalah

sampah masyarakat yang dimana peran dan keberadaannya tidak dianggap penting

bagi masyarakat.

Interaksi sosial merupakan salah satu faktor penting yang dapat menjadi cerminan

perilaku hidup rukun dalam membentuk integrasi sosial. Dimana didalamnya

muncul perbedaan yang akan menjadi penentu apakah integrasi ini akan terbentuk

dengan baik atau sebaliknya justru malah mengalami perpecahan yang bisa

disebut dengan disintegrasi sosial. Menjadi waria tentu saja bukan hal yang

mudah. Tidak sedikit orang yang membatasi diri untuk berinteraksi dengan

mereka. Meskipun ada beberapa orang yang masih menganggap biasa saja dan

memperlakukan para waria seperti manusia pada umumnya, seperti Desti yang

merupakan remaja berusia 18 tahun, Desti menganggap bahwa keberadaan waria

di desanya tidak menimbulkan dampak negative apapun sehingga dia merasa

harus memperlakukan waria seperti orang biasa dan juga menghormatinya apabila

waria tersebut berusia lebih tua dibandingkan dengannya, Desti memaparkan

pendapatnya sebagai berikut :


56

“waria juga adalah manusia biasa, selama dia berkelakuan baik dan juga

tidak melakukan hal-lah yang mengarah ke perbuatan negative tentu harus

saya hormati juga. Terkadang saya juga sering mengobrol dan juga

bertukar pendapat dengan mereka.”

Selain Desti ada juga Ira yang sependapat dengan mengatakan bahwa :

“kebanyakan para waria memiliki sifat yang humoris dan ramah. Mereka

juga tidak pelit dan sering berbagi makanan kepada saya. Jadi saya senang

jika berbincang dengan mereka karna sangat menghibur”.

Namun demikian tetap saja lebih banyak masyarakat yang mengabaikan para

waria ini dan cenderung tidak mau berinteraksi dengan mereka. Seperti Bu Nila

yang memilih untuk tidak menjalin hubungan keakraban dengan waria.

“saya tidak menerima keberadaan waria di Desa Kuta Dalom ini karna

menurut saya waria adalah salah satu bentuk penyimpangan yang tidak

baik dalam masyarakat. Oleh sebab itu saya membatasi diri untuk sekedar

mengenal atau bertegur sapa dengan mereka karna saya tidak ingin anak-

anak saya meniru perilaku mereka yang tidak mau menerima diri mereka

sesuai kodrat yang telah diberikan sang pencipta”

Dari pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa masih banyak penolakan keras

dari masyarakat mengenai keberadaan waria dalam berbagai aktualisasi diri

mereka baik dalam keeksisan yang dilakukan dengan bekerja dan menunjukkan

potensi diri yang dimiliki, pembatasan hak dan kewajiban dalam kegiatan

kemasyarakatan, bahkan pembatasan interaksi sosial dari masyarakat.

Berdasarkan fenomena yang terjadi di Desa Kuta Dalom Kecamatan Way Lima
57

Kabupaten Pesawaran dapat dilihat bahwa perspektif masyarakat terhadap

aktualisasi diri waria sangat beragam. Masyarakat cukup responsive dengan

keberadaan waria hanya saja bentuk dari responnya yang berbeda-beda. Sebagian

masyarakat memberikan pandangan yang tidak baik kepada waria karna

penyimpangan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kembali sikap dan peran

mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai