Anda di halaman 1dari 3

Tujuan mempelajari:

- Fiqih
Tujuan dari fiqih adalah menerapkan hukum-hukum syariat terhadap perbuatan
dan ucapan manusia. Karena itu, ilmu fiqih adalah tempat kembalinya seorang hakim
dalam keputusannya, tempat kembalinya seorang mufti dalam fatwanya, dan tempat
kembali seorang mukallaf untuk dapat mengetahui hukum-hukum syara yang berkenaan
dengan ucapan dan perbuatan yang muncul dari dirinya. 1

- Ushulul fiqh
Tujuan yang hendak dicapai oleh ilmu Ushul Fiqh ialah untuk dapat menerapkan
kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara yang terperinci agar sampai kepada hukum-hukum
syara yang bersifat amali yang ditunjuk oleh dalil-dalil itu. Dengan kaidah ushul serta
bahasannya itu dapat dipahami nash-nash syara dan hukum yang terkandung di dalamnya.
Demikian pula dapat dipahami secara baik dan tepat apa saja yang dirumuskan mujtahid
dan bagaimana mereka sampai kepada rumusan itu.

Ada dua tujuan mengetahui Ushul Fiqh.


1. Pertama, bila kita sudah mengetahui metode ushul fiqh yang dirumuskan oleh ulama
terdahulu, maka apabila suatu saat kita menghadapi masalah baru yang tidak
mungkin ditemukan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh terdahulu, kita akan dapat
mencari jawaban hukum terhadap masalah baru itu dengan cara menerapkan
kaidah-kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
2. Kedua, bila kita menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam kitab-kitab fiqh,
tetapi mengalami kesukaran dalam penerapannya karena sudah begitu jauhnya
perubahan terjadi, dan kita ingin mengkaji ulang rumusan fuqaha lama itu atau ingin
merumuskan hukum sesuai dengan kemashlahatan dan tuntutan kondisi yang

1
Khallaf, Wahhab Abdul, Ilmu Ushul Fikih, cet.1,Pustaka Amani, Jakarta: Shafar 1421 H/ April 2003 M . Hal. 6
menghendakinya, maka usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan kaidah
baru yang memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh. Kajian ulang terhadap
suatu kaidah atau menentukan kaidah baru itu tidak mungkin dapat dilakukan bila
tidak mengetahui secara baik usaha dan cara ulama terdahulu dalam merumuskan
kaidahnya. Hal itu akan diketahui secara baik dalam ushul fiqh.2
Para ulama ushul menyatakan bahwa ushul fiqh merupakan salah satu sarana untuk
mendapatkan hukum-hukum Allah sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-
Nya, baik yang berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, muamalah, uqubah, maupun
akhlak. Ushul Fiqh bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai sarana.
Secara rinci, Ushul Fiqh berfungsi sebagai berikut:
1. Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para ulama
mujtahid dalam menggali hukum;
2. Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid , agar mampu
menggali hukum syara secara tepat dan bagi orang awam supaya lebih mantap
dalam mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh para mujtahid setelah
mengetahui cara yang mereka gunakan untuk berijtihad;
3. Memberi bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai metode yang
4. dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai persoalan
baru;
5. Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil. Dengan
berpedoman pada ushul fiqh, hukum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap diakui
syara;
6. Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hukum) yang dapat dipakai untuk menetapkan
berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkembang di masyarakat; dan
7. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang
mereka gunakan. Dengan demikian, orang yang belum mampu berijtihad dapat
memilih pendapat mereka yang terkuat disertai alasan-alasan yang tepat.

2
Andewi Suhartini, Ushul Fiqh (Jakarta: Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI, 2012), hlm 9-11.
- Kaidah Fiqih
Abdul Wahab Khallaf dalam ushul fiqhnya berkata bahwa nash-nash tasyrik telah
mensyariatkan hukum terhadap berbagai macam undang-undang, baik mengenai perdata,
pidana, ekonomi, dan undang-undang dasar telah sempurna dengan adanya nash-nash
yang menetapkan prinsip-prinsip umum dan qanun-qanun tasyrik yang kulli yang tidak
terbatas terhadap suatu cabang undang-undang.3
Dibuat demikian agar prinsip-prisip umum, qanun-qanun yang mulia ini menjadi
petunjuk bagi mujtahid dalam menetapkan hukum dan menjadi pelita dibawah sinaran
nyala api untuk mewujudkan keadilan dan kemashlahatan ummat. Lebih lanjut Khallaf
menyatakan bahwa diatara nash-nash tasyrik yang telah menetapkan prinsip-prinsip
umum dan qanun-qanun kulliyah yang dengan dia diterangi segala undang-undang. Dan
diantara nash-nash tasyrik ada yang menetapkan hukum-hukum yang asasi dalam cabang
fiqh yang bersifat amali. Dan Al-Quran membatasi diri untuk menerangkan dasar-dasar
yang menjadi sendi bagi tiap undang-undang agar membuahkan hukum. Keluasan dan
kelastisan hukum nash-nash Al-Quran itu merupakan koleksi membentuk undang-undang
yang terdiri dari daar dan prinsip umum yang membantu ahli undang-undang dalam usaha
mewujudkan keadilan dan kemashlahatan ummat di setiap masa dan tidak bertentangan
dengan setiap undang-undang yang sudah adil yaitu mewujudkan kemaslahatan
masyarakat.

Daftar Pustaka

Khallaf, Wahhab Abdul, Ilmu Ushul Fikih, cet.1. Pustaka Amani, Jakarta: Shafar 1421 H/ April 2003
M

Andewi Suhartini, Ushul Fiqh (Jakarta: Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI, 2012), hlm 9-
11.

3
Khallaf, Wahhab Abdul, Ilmu Ushul Fikih, cet.1,Pustaka Amani, Jakarta: Shafar 1421 H/ April 2003 M

Anda mungkin juga menyukai