Berikan [Sembunyikan]
[Bantulah kami
suara
menerjemahkan!]
Arjuna
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Arjuna (Sanskerta: अर्जुन; Arjuna) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita
Mahabharata. Ia dikenal sebagai sang Pandawa yang menawan parasnya dan lemah lembut
budinya. Ia adalah putra Prabu Pandudewanata, raja di Hastinapura dengan Dewi Kunti atau
Dewi Prita, yaitu putri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura. Arjuna merupakan
teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Bhatara Wisnu yang turun ke dunia demi
menyelamatkan dunia dari kejahatan. Arjuna juga merupakan salah orang yang sempat
menyaksikan "wujud semesta" Kresna menjelang Bharatayuddha berlangsung. Ia juga menerima
Bhagawadgita atau "Nyanyian Orang Suci", yaitu wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna
kepadanya sesaat sebelum Bharatayuddha berlangsung karena Arjuna masih segan untuk
menunaikan kewajibannya.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Arti nama
2 Kelahiran
3 Sifat dan kepribadian
4 Masa muda dan pendidikan
5 Pusaka
6 Arjuna mendapatkan Dropadi
7 Perjalanan menjelajahi Bharatawarsha
8 Terbakarnya hutan Kandawa
9 Arjuna dalam masa pembuangan
10 Meletusnya perang
o 10.1 Arjuna menerima Bhagawadgita
11 Arjuna dalam Bharatayuddha
12 Kehidupan setelah Bharatayuddha
13 Perjalanan suci dan kematian
14 Arjuna di Nusantara
o 14.1 Arjuna dalam dunia pewayangan Jawa
14.1.1 Sifat dan kepribadian
14.1.2 Pusaka
14.1.3 Istri dan keturunan
o 14.2 Julukan
15 Nama lain
16 Lihat pula
17 Bacaan lebih lanjut
18 Catatan kaki
19 Pranala luar
Arjuna mendapat julukan "Kuruśreṣṭha" yang berarti "keturunan dinasti Kuru yang terbaik". Ia
merupakan manusia pilihan yang mendapat kesempatan untuk mendapat wejangan suci yang
sangat mulia dari Kresna, yang terkenal sebagai Bhagawadgita (nyanyian Tuhan).
Ia memiliki sepuluh nama: Arjuna, Phālguna, Jishnu, Kirti, Shwetawāhana, Wibhatsu, Wijaya,
Pārtha, Sawyashachi (juga disamakan dengan Sabyasachi), dan Dhananjaya. Ketika ia ditanya
tentang sepuluh namanya sebagai bukti identitas, maka ia menjawab:
Di antara para Pandawa, Arjuna merupakan kesatria pertapa yang paling teguh. Pertapaannya
sangat khusyuk. Ketika ia mengheningkan cipta, menyatukan dan memusatkan pikirannya
kepada Tuhan, segala gangguan dan godaan duniawi tak akan bisa menggoyahkan hati dan
pikirannya. Maka dari itu, Sri Kresna sangat kagum padanya, karena ia merupakan kawan yang
sangat dicintai Kresna sekaligus pemuja Tuhan yang sangat tulus. Sri Kresna pernah berkata
padanya, "Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah kepada-Ku, dan serahkanlah dirimu pada-
Ku, maka kau akan datang kepada-Ku. Aku berkata demikian, karena kaulah kawan-Ku yang
sangat Kucintai".[1]
Pada suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang mengigitnya.
Drona dapat membebaskan dirinya dengan mudah, namun karena ia ingin menguji keberanian
murid-muridnya, maka ia berteriak meminta tolong. Di antara murid-muridnya, hanya Arjuna
yang datang memberi pertolongan. Dengan panahnya, ia membunuh buaya yang menggigit
gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona memberikan sebuah astra yang bernama
"Brahmasirsa". Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang cara memanggil dan menarik
astra tersebut. Menurut Mahabharata, Brahmasirsa hanya dapat ditujukan kepada dewa, raksasa,
setan jahat, dan makhluk sakti yang berbuat jahat, agar dampaknya tidak berbahaya.
[sunting] Pusaka
Arjuna memiliki senjata sakti yang merupakan anugerah para dewata, hasil pertapaannya. Ia
memiliki panah Pasupati yang digunakannya untuk mengalahkan Karna dalam Bharatayuddha.
Busurnya bernama Gandiwa, pemberian Dewa Baruna ketika ia hendak membakar hutan
Kandawa. Ia juga memiliki sebuah terompet kerang (sangkala) bernama Dewadatta, yang berarti
"anugerah Dewa".
Pada suatu ketika, Raja Drupada dari Kerajaan Panchala mengadakan sayembara untuk
mendapatkan Dropadi, puterinya. Sebuah ikan kayu diletakkan di atas kubah balairung, dan di
bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan yang berada di atas. Kesatria yang
berhasil memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, berhak
mendapatkan Dropadi.
Berbagai kesatria mencoba melakukannya, namun tidak berhasil. Ketika Karna yang hadir pada
saat itu ikut mencoba, ia berhasil memanah ikan tersebut dengan baik. Namun ia ditolak oleh
Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya yang lain
menyamar sebagai Brahmana, turut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna berhasil
memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan bayangannya di kolam, dan ia
berhak mendapatkan Dropadi.
Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka berkata, "Ibu, engkau pasti tidak akan
percaya dengan apa yang kami bawa!". Kunti (Ibu para Pandawa) yang sedang sibuk, menjawab
"Bagi dengan rata apa yang sudah kalian peroleh". Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kunti,
maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka juga
berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan
salah satu dari Pandawa. Hukuman dari perbuatan yang mengganggu adalah pembuangan selama
1 tahun.
Setelah meninggalkan Manipura, ia meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai
di lautan yang mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu ia berbelok ke utara. Ia
berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna
sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang terletak di dekat Dwaraka, yang kini dikenal sebagai
Gujarat. Di sana ia menyamar sebagai seorang pertapa untuk mendekati adik Kresna yang
bernama Subadra, tanpa diketahui oleh siapa pun. Atas perhatian dari Baladewa, Arjuna
mendapat tempat peristirahatan yang layak di taman Subadra. Meskipun rencana untuk
membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa
meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di
Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika saat yang tepat
tiba, Arjuna menyatakan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh
Subadra. Dengan kereta yang sudah disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk
melangsungkan pernikahan.
Baladewa marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna
meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri yang
mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga mengingatkan Baladewa
bahwa dulu ia menolak untuk membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun
usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah Baladewa sadar, ia membuat keputusan untuk
menyelenggarakan upacara pernikahan yang mewah bagi Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Ia
juga mengajak kaum Yadawa untuk turut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah
pesta pernikahan berlangsung, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu
pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna tidak turut serta.
Relief Arjuna dan Siwa pada candi Surawana (Surowono), Jawa Timur. Di sini tampak Arjuna
dan Siwa yang menyamar sebagai pemburu, sedang bertengkar mengenai siapa yang telah
memanah babi hutan.
Setelah Yudistira kalah bermain dadu, para Pandawa beserta Dropadi mengasingkan diri ke
hutan. Kesempatan tersebut dimanfa'atkan oleh Arjuna untuk bertapa demi memperoleh
kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya yang jahat. Arjuna memilih lokasi bertapa
di gunung Indrakila. Dalam usahanya, ia diuji oleh tujuh bidadari yang dipimpin oleh Supraba,
namun keteguhan hati Arjuna mampu melawan berbagai godaan yang diberikan oleh para
bidadari. Para bidadari yang kesal kembali ke kahyangan, dan melaporkan kegagalan mereka
kepada Dewa Indra. Setelah mendengarkan laporan para bidadari, Indra turun di tempat Arjuna
bertapa sambil menyamar sebagai seorang pendeta. Dia bertanya kepada Arjuna, mengenai
tujuannya melakukan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa ia bertapa demi
memperoleh kekuatan untuk mengurangi penderitaan rakyat, serta untuk menaklukkan musuh-
musuhnya, terutama para Korawa yang selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah
mendengar penjelasan dari Arjuna, Indra menampakkan wujudnya yang sebenarnya. Dia
memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.
Setelah mendapat anugerah dari Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke hadapan Siwa. Siwa yang
terkesan dengan tapa Arjuna kemudian mengirimkan seekor babi hutan berukuran besar. Ia
menyeruduk gunung Indrakila hingga bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun dari
tapanya. Karena ia melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, maka ia segera
melepaskan anak panahnya untuk membunuh babi tersebut. Di saat yang bersamaan, Siwa
datang dan menyamar sebagai pemburu, turut melepaskan anak panah ke arah babi hutan yang
dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian Sang Dewa, kedua anak panah yang menancap di tubuh
babi hutan itu menjadi satu.
Lukisan dari Himachal Pradesh yang dibuat sekitar abad ke-19, menggambarkan adegan saat
Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan.
Pertengkaran hebat terjadi antara Arjuna dan Siwa yang menyamar menjadi pemburu. Mereka
sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja
yang menancap, bukan dua. Maka dari itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim
sesuatu yang sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Saat
Arjuna menujukan serangannya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang dan berubah
menjadi Siwa. Arjuna meminta ma'af kepada Sang Dewa karena ia telah berani melakukan
tantangan. Siwa tidak marah kepada Arjuna, justru sebaliknya ia merasa kagum. Atas
keberaniannya, Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama "Pasupati".
Setelah menerima anugerah tersebut, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan untuk
menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan waktu selama beberapa
tahun. Di sana pula Arjuna bertemu dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna tidak mau menikahi
bidadari Urwasi, maka Urwasi mengutuk Arjuna agar menjadi banci. Kutukan itu dimanfaatkan
oleh Arjuna pada saat para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan.
Sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun.
Pandawa beserta Dropadi menuju ke kerajaan Wirata. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru
tari yang banci, dengan nama samaran Brihanala. Meskipun demikian, Arjuna telah berhasil
membantu putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh yang
hendak menyerbu kerajaan Wirata.
[sunting] Meletusnya perang
Setelah menjalani masa pembuangan selama 13 tahun para Pandawa ingin memperoleh kembali
kerajaannya. Namun ketika sampai di sana, hak mereka ditolak dengan tegas oleh Duryodana,
bahkan ia menantang untuk berperang. Demi kerajaannya, para Pandawa menyetujui untuk
melakukan perang.
Kresna, adik Baladewa, tidak ingin terlibat langsung dalam peperangan antara Pandawa dan
Korawa, melainkan ia memilih untuk menjadi kusir kereta Arjuna selama delapan belas hari
pertarungan di Medan Kuru atau Kurukshetra. Dalam Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir
bermakna "pemandu" atau "penunjuk jalan", yaitu memandu Arjuna melewati segala
kebimbangan hatinya dan menunjukkan jalan kebenaran kepada Arjuna. Ajaran kebenaran yang
diuraikan Kresna kepada Arjuna disebut Bhagawadgita.
Hal itu bermula beberapa saat sebelum perang di Kurukshetra. Arjuna melakukan inspeksi
terhadap pasukannya, agar ia bisa mengetahui siapa yang harus ia bunuh dalam pertempuran
nanti. Tiba-tiba Arjuna dilanda pergolakan batin ketika ia melihat kakeknya, guru besarnya,
saudara sepupu, teman sepermainan, ipar, dan kerabatnya yang lain berkumpul di Kurukshetra
untuk melakukan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega untuk membunuh mereka
semua. Dilanda oleh masalah batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna
bertekad untuk mengundurkan diri dari pertempuran. Arjuna berkata:
Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan
“ saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota
badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering.....Kita akan dikuasai dosa jika
membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para
putra Drestarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Dewi Laksmi, apa
keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan
membunuh sanak keluarga kita sendiri?[2][3] ”
Melihat hal itu, Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama Hindu, menguraikan
ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan, mana
yang benar dan mana yang salah, mana yang sepantasnya dilakukan Arjuna sebagai
kewajibannya di medan perang. Selain itu Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada
Arjuna. Ajaran kebenaran yang dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita, yang
berarti "Nyanyian Tuhan". Kitab Bhagawad Gita yang sebenarnya merupakan suatu bagian dari
Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri yang sangat terkenal dalam ajaran Hindu, karena
dianggap merupakan intisari dari ajaran-ajaran Weda.
Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria
hebat dari pihak Korawa, dan tidak jarang ia membunuh mereka, termasuk panglima besar pihak
Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna masih dibayangi oleh kasih sayang Bisma
sehingga ia masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan
Arjuna berjanji bahwa kelak ia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari
kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan atas bantuan dari
Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan
Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna dan
Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.
Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna.
Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam
tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna.
Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah
kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir
keretanya, menolak untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna
menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah
Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam keadaan tanpa
senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panahnya yang
mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.
Babruwahana bertarung dengan pasukan Arjuna. Lukisan dari Maharashtra, dibuat sekitar abad
ke-19.
Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha
karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon merupakan kesatria paling sakti dalam
dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran
itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita
dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah
sepi. Basudewa yang masih hidup, tampak terkulai lemas dan kemudian wafat di mata Arjuna.
Sesuai dengan amanat yang ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak
untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan
perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang
pada saat ia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang masih bisa
diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.
Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, ia
pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa
kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijaksana sadar
bahwa itu semua adalah takdir Yang Maha Kuasa. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya
para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para
Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.
[sunting] Perjalanan suci dan kematian
Perjalanan suci yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa
atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang
sangat besar, yaitu Agni. Ia meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya
yang tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah
berakhir di zaman Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata
saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap dari hadapannya dan para
Pandawa melanjutkan perjalanannya.
Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan
akhir perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa,
dan Dropadi.
Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah terkenal dari dahulu kala. Arjuna terutama
menjadi populer di daerah Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Jawa dan kemudian di Bali,
Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha,
Kakawin Pārthayajña, dan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin
Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa
misalkan candi Surowono.
Arjuna juga merupakan seorang tokoh ternama dalam dunia pewayangan dalam budaya Jawa
Baru. Di bawah ini disajikan beberapa ciri khas yang mungkin berbeda dengan ciri khas Arjuna
dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sansekerta.
[sunting] Sifat dan kepribadian
Arjuna seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut ilmu. Selain
menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, ia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari
Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan
Ciptaning. Ia dijadikan kesatria unggulan para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca,
raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di
Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari
para dewa, antara lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera),
Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada).
Arjuna memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka
melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta.
Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan
Jayadrata. Akhir riwayat Arjuna diceritakan, ia moksa (mati sempurna) bersama keempat
saudaranya yang lain di gunung Himalaya.
Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan
sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang
istri dan kekasih meski mampu melakukan tapa yang paling berat, seorang kesatria dengan
kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri
untuk membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki
seutuhnya. Sangat berbeda dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di dunia. Petualangan
cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara aneh dia sepenuhnya berbeda dengan
Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya
sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah
yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Ia sangat berbeda dengan Wrekudara. Dia
menampilkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa
berbagai generasi.
[sunting] Pusaka
Arjuna versi wayang Jawa.
Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan
pada Gatotkaca saat mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi
Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati, Panah
Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada
Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan
Wilawuk dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk.
Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna antara lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin,
Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan
kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung
Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya,
raja negara Paranggelung).
Dalam Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna mempunyai banyak sekali istri,itu semua
sebagai simbol penghargaan atas jasanya ataupun atas keuletannya yang sekaku berguru kepada
banyak pertapa. Berikut sebagian kecil istri dan anak-anaknya:
[sunting] Julukan
Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna banyak memiliki nama dan nama julukan,
antara lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan),
Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra
Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) dan
Margana (suka menolong). "Begawan Mintaraga" adalah nama yang digunakan oleh Arjuna saat
menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata,
yang akan digunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu
keluarga Korawa.
Nama lain Arjuna di bawah ini merupakan nama lain Arjuna yang sering muncul dalam kitab-
kitab Mahabharata atau Bhagawad Gita yang merupakan bagian daripadanya, dalam versi bahasa
Sanskerta. Nama-nama lain di bawah ini memiliki makna yang sangat dalam, mengandung
pujian, dan untuk menyatakan rasa kekeluargaan (nama-nama yang dicetak tebal dan miring
merupakan sepuluh nama Arjuna).
Tampilan
Halaman
Pembicaraan
Sunting
↑
Versi terdahulu
Peralatan pribadi
Coba Beta
Masuk log / buat akun
Cari
Navigasi
Halaman Utama
Perubahan terbaru
Peristiwa terkini
Halaman sembarang
Komunitas
Warung Kopi
Portal komunitas
Bantuan
wikipedia
Tentang Wikipedia
Pancapilar
Kebijakan
Menyumbang
Cetak/ekspor
Buat buku
Unduh sebagai PDF
Versi cetak
Kotak peralatan
Pranala balik
Perubahan terkait
Halaman istimewa
Pranala permanen
Kutip halaman ini
Bahasa lain
বাংলা
Česky
Cymraeg
Dansk
Deutsch
English
Español
Français
ગુજરાતી
हिन्दी
Italiano
日本語
Basa Jawa
ಕನ್ನಡ
മലയാളം
मराठी
Nederlands
Polski
Português
Русский
Slovenčina
Basa Sunda
Svenska
தமிழ்
తెలుగు
ไทย
Українська
Vèneto