Anda di halaman 1dari 11

Pemilihan Steward Wikimedia Foundation 2010 telah dimulai.

Berikan [Sembunyikan]
[Bantulah kami
suara
menerjemahkan!]

Bisma
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari


Bisma

Bisma (kanan) bersumpah tak akan menikah


seumur hidupnya. Lukisan karya Raja Ravi
Varma.
Tokoh dalam mitologi Hindu
Nama: Bisma
Nama lain: Dewabrata
Aksara Dewanagari: भीष्म; दे वव्रत
Ejaan Sanskerta: Bhīshma; Dévavrata
Hastinapura, Kerajaan
Asal:
Kuru

Bisma (Sanskerta: भीष्म, Bhīshma) terlahir sebagai Dewabrata (Sanskerta: दे वव्रत, Dévavrata),
adalah salah satu tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera dari
pasangan Prabu Santanu dan Dewi Gangga. Ia juga merupakan kakek dari Pandawa maupun
Korawa. Semasa muda ia bernama Dewabrata, namun berganti menjadi Bisma semenjak ia
bersumpah bahwa tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus
peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa dan Korawa. Ia gugur dalam sebuah pertempuran
besar di Kurukshetra oleh panah dahsyat yang dilepaskan oleh Srikandi dengan bantuan Arjuna.
namun ia tidak meninggal pada saat itu juga. Ia sempat hidup selama beberapa hari dan
menyaksikan kehancuran para Korawa. Ia menghembuskan nafas terkahirnya saat garis balik
matahari berada di utara (Uttarayana).

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Arti nama
 2 Kelahiran
 3 Kehidupan awal
 4 Pendidikan
 5 Peran dalam Dinasti Kuru
 6 Perang di Kurukshetra
 7 Kematian
 8 Bisma dalam pewayangan Jawa
o 8.1 Riwayat
 9 Lihat pula
 10 Referensi
 11 Pranala luar

[sunting] Arti nama


Nama Bhishma dalam bahasa Sanskerta berarti "Dia yang sumpahnya dahsyat (hebat)", karena ia
bersumpah akan hidup membujang selamanya dan tidak mewarisi tahta kerajaannya. Nama
Dewabrata diganti menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya, yaitu sumpah untuk
membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma tidak
ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu tirinya.

[sunting] Kelahiran
Bisma merupakan penjelmaan salah satu Delapan Wasu yang berinkarnasi sebagai manusia yang
lahir dari pasangan Dewi Gangga dan Prabu Santanu. Menurut kitab Adiparwa, Delapan Wasu
menjelma menjadi manusia karena dikutuk atas perbuatannya yang telah mencuri lembu sakti
milik Resi Wasistha. Dalam perjalanannya menuju bumi, mereka bertemu dengan Dewi Gangga
yang juga mau turun ke dunia untuk menjadi istri putera Raja Pratipa, yaitu Santanu. Delapan
Wasu kemudian membuat kesepakatan dengan Dewi Gangga bahwa mereka akan menjelma
sebagai delapan putera Prabu Santanu dan dilahirkan oleh Dewi Gangga. Bisma merupakan
penjelmaan Wasu yang bernama Prabhata.[1]

[sunting] Kehidupan awal

"Wafatnya Bisma". Lukisan dari kitab Razmnama, atau Mahabharata versi Persia.

Sementara tujuh kakaknya yang telah lahir meninggal karena ditenggelamkan ke sungai Gangga
oleh ibu mereka sendiri, Bisma berhasil selamat karena perbuatan ibunya dicegah oleh ayahnya.
Kemudian, sang ibu membawa Bisma yang masih bayi ke surga, meninggalkan Prabu Santanu
sendirian. Setelah 36 tahun kemudian, Sang Prabu menemukan puteranya secara tidak sengaja di
hilir sungai Gangga. Dewi Gangga kemudian menyerahkan anak tersebut kepada Sang Prabu,
dan memberinya nama Dewabrata. Dewabrata kemudian menjadi pangeran yang cerdas dan
gagah, dan dicalonkan sebagai pewaris kerajaan. Namun karena janjinya terhadap Sang Dasapati,
ayah Satyawati (ibu tirinya), ia rela untuk tidak mewarisi tahta serta tidak menikah seumur hidup
agar kelak keturunannya tidak memperebutkan tahta kerajaan dengan keturunan Satyawati.
Karena ketulusannya tersebut, ia diberi nama Bisma dan dianugerahi agar mampu bersahabat
dengan Sang Dewa Waktu sehingga ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri.

Bisma memiliki dua adik tiri dari ibu tirinya yang bernama Satyawati. Mereka bernama
Citrānggada dan Wicitrawirya. Demi kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan
memenagkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba,
Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citrānggada wafat,
maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya sedangkan Amba mencintai Bisma
namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur
hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah
menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi
menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang
bernama Srikandi. Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna
dalam pertempuran akbar di Kurukshetra.

[sunting] Pendidikan
Bisma mempelajari ilmu politik dari Brihaspati (guru para Dewa), ilmu Veda dan Vedangga dari
Resi Wasistha, dan ilmu perang dari Parasurama (Ramaparasu; Rama Bargawa), seorang ksatria
legendaris sekaligus salah satu Chiranjīwin yang hidup abadi sejak zaman Treta Yuga. Dengan
berguru kepadanya Bisma mahir dalam menggunakan segala jenis senjata dan karena
kepandaiannya tersebut ia ditakuti oleh segala lawannya. Bisma berhenti belajar kepada
Parasurama karena perdebatan mereka di asrama tentang masalah Amba. Pada saat itu dengan
sengaja Bisma mendorong Parasurama sampai terjatuh, dan semenjak itu Parasurama bersumpah
untuk tidak lagi menerima murid dari kasta Kshatriya karena membuat susah.[1]

[sunting] Peran dalam Dinasti Kuru


Di lingkungan keraton Hastinapura, Bisma sangat dihormati oleh anak-cucunya. Tidak hanya
karena ia tua, namun juga karena kemahirannya dalam bidang militer dan peperangan. Dalam
setiap pertempuran, pastilah ia selalu menang karena sudah sangat berpengalaman. Yudistira
juga pernah mengatakan, bahwa tidak ada yang sanggup menaklukkan Bisma dalam
pertempuran, bahkan apabila laskar Dewa dan laskar Asura menggabungkan kekuatan dan
dipimpin oleh Indra, Sang Dewa Perang.[2]

Bisma sangat dicintai oleh Pandawa maupun Korawa. Mereka menghormatinya sebagai seorang
kakek sekaligus kepala keluarga yang bijaksana. Kadangkala Pandawa menganggap Bisma
sebagai ayah mereka (Pandu), yang sebenarnya telah wafat.

[sunting] Perang di Kurukshetra


Kesabaran Kresna habis sehingga ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya sendiri, namun
dicegah oleh Arjuna.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bhismaparwa

Saat perang antara Pandawa dan Korawa meletus, Bisma berada di pihak Korawa. Sesaat
sebelum pertempuran, ia berkata kepada Yudistira bahwa dirinya telah diperbudak oleh
kekayaan, dan dengan kekayaannya Korawa mengikat Bisma. Meskipun demikian, karena
Yudistira telah melakukan penghormatan sebelum pertempuran, maka Bisma merestui Yudistira
dan berdo'a agar kemenangan berada di pihak Pandawa, meskipun Bisma sangat sulit untuk
ditaklukkan. Bisma juga pernah berkata kepada Duryodana, bahwa meski dirinya (Bisma)
memihak Korawa, kemenangan sudah pasti berada di pihak Pandawa karena Kresna berada di
sana, dan dimanapun ada Kresna maka di sanalah terdapat kebenaran serta keberuntungan dan
dimanapun ada Arjuna, di sanalah terdapat kejayaan.[2]

Dalam pertempuran akbar di dataran keramat Kurukshetra, Bisma bertarung dengan dahsyat.
Prajurit dan ksatria yang melawannya pasti binasa atau mengalami luka berat. Dalam kitab
Bismaparwa dikatakan bahwa di dunia ini para ksatria sulit menandingi kekuatannya dan tidak
ada yang mampu melawannya selain Arjuna – ksatria berpanah yang terkemuka – dan Kresna –
penjelmaan Wisnu. Meskipun Arjuna mendapatkan kesempatan untuk melawan Bisma, namun ia
sering bertarung dengan setengah hati, mengingat bahwa Bisma adalah kakek kandungnya
sendiri. Hal yang sama juga dirasakan oleh Bisma, yang masih sayang dengan Arjuna, cucu yang
sangat dicintainya.

Kresna yang menjadi kusir kereta Arjuna dalam peperangan, menjadi marah dengan sikap
Arjuna yang masih segan untuk menghabisi nyawa Bisma, dan ia nekat untuk menghabisi nyawa
Bisma dengan tangannya sendiri. Dengan mata yang menyorot tajam memancarkan kemarahan,
ia memutar-mutar chakra di atas tangannya dan memusatkan perhatian untuk membidik leher
Bisma. Bisma tidak menghindar, namun justru bahagia jika gugur di tangan Madhawa (Kresna).
Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan
langkahnya.

Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, "O Kesawa (Kresna), janganlah
paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah
mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka
melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua
penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan
membunuh kakek yang terhormat itu!..."

Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, ia mengurungkan niatnya dan naik
kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya.

[sunting] Kematian
Sebelum hari kematiannya, Pandawa dan Kresna mendatangi kemah Bisma di malam hari untuk
mencari tahu kelemahannya. Bisma mengetahui bahwa Pandawa dan Kresna telah masuk ke
dalam kemahnya dan ia menyambut mereka dengan ramah. Ketika Yudistira menanyakan apa
yang bisa diperbuat untuk menaklukkan Bisma yang sangat mereka hormati, Bisma menjawab:

...ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telah
“ membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan
menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang
yang bendera lambang kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam
keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku
pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti
wanita, orang yang lemah dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki
seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk. Dengan itu semua aku
enggan bertarung...[2] ”

Bisma tidur dengan tubuh yang ditancapi ratusan panah sambil memberi nasihat kepada Pandawa
dan Korawa.

Bisma juga mengatakan apabila pihak Pandawa ingin mengalahkannya, mereka harus
menempatkan seseorang yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta Arjuna,
karena ia yakin hanya Arjuna dan Kresna yang mampu mengalahkannya dalam peperangan.
Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma enggan berperang, Arjuna harus
mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman kepada pernyataan tersebut,
Kresna menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namun ia
menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, Srikandi menyerang Bisma, namun Bisma
tidak melawan. Di belakang Srikandi, Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan
melumpuhkan Bisma. Panah-panah tersebut menancap dan menembus baju zirahnya, kemudian
Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh
puluhan panah yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur seketika karena ia boleh
menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan nafasnya setelah ia
menyaksikan kehancuran pasukan Korawa dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada
Yudistira setelah perang Bharatayuddha selesai.

[sunting] Bisma dalam pewayangan Jawa


Antara Bisma dalam kitab Mahabharata dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan,
namun tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain
disebabkan oleh proses Jawanisasi, yaitu membuat kisah wiracarita dari India bagaikan terjadi di
pulau Jawa.

[sunting] Riwayat

Abiyasa dalam versi pewayangan Jawa.

Bisma adalah anak Prabu Santanu, Raja Astina dengan Dewi Gangga alias Dewi Jahnawi (dalam
versi Jawa). Waktu kecil bernama Raden Dewabrata yang berarti keturunan Bharata yang luhur.
Ia juga mempunyai nama lain Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh wayang yang tidak
menikah yang disebut dengan istilah Brahmacarin. Berkediaman di pertapaan Talkanda. Bisma
dalam tokoh perwayangan digambarkan seorang yang sakti, dimana sebenarnya ia berhak atas
tahta Astina akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari perpecahan
dalam negara Astina ia rela tidak menjadi raja.

Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Ia mengikuti
sayembara untuk mendapatkan putri bagi Raja Hastina dan memboyong 3 Dewi. Salah satu putri
yang dimenangkannya adalah Dewi Amba dan Dewi Amba ternyata mencintai Bisma. Bisma
tidak bisa menerima cinta Dewi Amba karena dia hanya wakil untuk mendapatkan Dewi Amba.
Namun Dewi Amba tetap berkeras hanya mau menikah dengan Bisma. Bisma pun menakut-
nakuti Dewi Amba dengan senjata saktinya yang justru tidak sengaja membunuh Dewi Amba.
Dewi Amba yang sedang sekarat dipeluk oleh Bisma sambil menyatakan bahwa sesungguhnya
dirinya juga mencintai Dewi Amba. Setelah roh Dewi Amba keluar dari jasadnya kemudian
mengatakan bahwa dia akan menjemput Bisma suatu saat agar bisa bersama di alam lain dan
Bisma pun menyangupinya. Diceritakan roh Dewi Amba menitis kepada Srikandi yang akan
membunuh Bisma dalam perang Bharatayuddha.

Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi.
Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke
negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi Satyawati, istri Parasara yang telah
berputra Resi Wyasa. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan
melahirkan Citrānggada dan Wicitrawirya, yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu.

Setelah menikahkan Citrānggada dan Wicitrawirya, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa,
dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga
tahta kerajaan Astina dan janda Citrānggada dan Wicitrawirya diserahkan pada Byasa, putra
Durgandini dari suami pertama. Byasa-lah yang kemudian menurunkan Pandu dan Dretarata,
orangtua Pandawa dan Korawa. Demi janjinya membela Astina, Bisma berpihak pada Korawa
dan mati terbunuh oleh Srikandi di perang Bharatayuddha.

Bisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka
ketika sudah sekarat terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. Korawa
memberinya tempat pembaringan mewah namun ditolaknya, akhirnya Pandawa memberikan
ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah) (sarpatala). Tetapi ia belum ingin meninggal,
ingin melihat akhir daripada perang Bharatayuddha.

[sunting] Lihat pula


 Bismaparwa

[sunting] Referensi
1. ^ a b The Mahabharata of Krishna Dwaipayana Wyasa. Buku I: Adiparwa
2. ^ a b c The Mahabharata of Krishna Dwaipayana Wyasa. Buku VI: Bismaparwa.

[sunting] Pranala luar


 (en) Tokoh dan cerita dalam Mahabharata
 (en) Kisah yang menunjukkan keagungan Bisma

[sembunyikan]
l • b • s
Tokoh dalam Wiracarita Mahabharata
Santanu · Gangga · Bisma · Satyawati · Citrānggada · Wicitrawirya ·
Ambika · Ambalika · Widura · Dretarastra · Gandari · Sangkuni · Subadra ·
Dinast
Pandu · Kunti · Madri · Yudistira · Bima · Arjuna · Nakula · Sahadewa ·
i Kuru
Duryodana · Dursasana · Yuyutsu · Dursala · Drupadi · Hidimbi ·
Gatotkaca · Ahilawati · Utara · Ulupi · Citrānggadā

Amba · Barbarika · Babruwahana · Irawan · Abimanyu · Parikesit · Wirata ·


Kicaka · Krepa · Drona · Aswatama · Ekalawya · Kertawarma · Jarasanda ·
Tokoh
Satyaki · Mayasura · Durwasa · Sanjaya · Janamejaya · Resi Byasa · Karna ·
lain
Jayadrata · Kresna · Baladewa · Drupada · Hidimba · Drestadyumna ·
Burisrawa · Salya · Adirata · Srikandi · Radha
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Bisma"
Kategori: Tokoh Mahabharata

Tampilan

 Halaman
 Pembicaraan
 Sunting
 ↑
 Versi terdahulu

Peralatan pribadi

 Coba Beta
 Masuk log / buat akun

Cari

Istimew a:Pencari Tuju ke Cari


 

Navigasi

 Halaman Utama
 Perubahan terbaru
 Peristiwa terkini
 Halaman sembarang

Komunitas

 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan

wikipedia
 Tentang Wikipedia
 Pancapilar
 Kebijakan
 Menyumbang

Cetak/ekspor

 Buat buku
 Unduh sebagai PDF
 Versi cetak

Kotak peralatan

 Pranala balik
 Perubahan terkait
 Halaman istimewa
 Pranala permanen
 Kutip halaman ini

Bahasa lain

 English
 Español
 ગુજરાતી
 हिन्दी
 Italiano
 ಕನ್ನಡ
 मराठी
 Русский
 Basa Sunda
 தமிழ்
 తెలుగు
 ไทย
 Türkçe
 Українська
 ‫اردو‬

 Halaman ini terakhir diubah pada 03:30, 1 November 2009.


 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan
tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
 Kebijakan privasi
 Tentang Wikipedia
 Penyangkalan

Anda mungkin juga menyukai