Anda di halaman 1dari 3

Mahabharata merupakan sebuah karya sastra kuno yang menceritakan konflik dalam

memperebutkan kekuaasaan di kerajaan Astina antara para Pandawa lima, yaitu anak-anak
keturunan Pandhu dengan saudara sepupu mereka seratus Kurawa yang merupakan keturunan
Dretarastra. Puncaknya adalah perang Baratayudha di Kurusetra yang berlangsung selama 18 hari.

Kisah ini berawal dari seorang raja bernama Dusmanta, ia adalah raja besar dari Candrawangsa yang
masih keturunan Yayati. Ia menikahi Shakuntala, putri angkat dari Begawan Kanwa pada saat sang
raja melakukan pertapaan di sana. Kemudian mereka melahirkan Bharata.

Sebelum Bharata lahir, Shakuntala mengajukan syarat kepada Prabu Dusmanta. Bahwa jika yang
terlahir adalah anak laki-laki, ia harus dinobatkan sebagai penerus tahta. Syarat itu disetujui
Dusmanta, Bharata kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja.

Mahabharata adalah kisah besar keturunan Bharata dan darinya lahir kisah-kisah tokoh utama kisah
tersebut.

Keturunan Bharata selanjutnya adalah Hastin, yang kemudian mendirikan sebuah pusat
pemerintahan bernama Astinapura. Dari sang Hastin inilah lahir keturunan para raja Astinapura.
Seperti Kuru yang mendirikan dinasti Kuru, ia menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang
disebut Kurusetra. Dalam dinasti Kuru tersebut lahir Pratipa, ayah dari Prabu Sentanu.

Sentanu atau Prabu Sentanu adalah seorang raja di Astinapura sebelum zaman Pandawa, ia adalah
putra bungsu dari Raja Pratipa dan Ratu Sumanda. Kedua kakaknya Dewapi dan Bhallika seharusnya
menjadi pewaris tahta ayah mereka. Namun Dewapi menolak dengan alasan ingin menjadi pertapa
untuk mencari kedamaian, begitu juga dengan Bhallika yang tidak ingin menjadi raja dan memilih
berkelana, sehingga ditunjuklah Sentanu sebagi penerus kerajaan Astina.

Raja Sentanu sangat tampan dan memiliki keterampilan yang luar biasa, ia juga sangat senang
berburu di hutan. Pada saat Prabu Sentanu sedang berburu di tepi sungai Gangga, ia bertemu
dengan seorang wanita yang sangat cantik, wanita itu ialah Dewi Gangga atau Jahnawi dalam
pewayangan Jawa. Ia telah dikutuk oleh Bhatara Prama untuk turun ke bumi dan menjadi pasangan
keturunan Raja Guru.

Karena terpikat oleh kecantikannya, Sentanu langsung jatuh cinta dan ingin memperistri Dewi
Gangga. Dewi bersedia menjadi istrinya namun dengan satu syarat, bahwa kelak apapun yang ia
lakukan pada anaknya, Raja Sentanu tidak boleh melarang. Jika dilanggar maka sang dewi akan
meninggalkannya, syarat itupun akhirnya dipenuhi oleh sentanu.

Setelah menikah, dewi pun mengandung dan melahirkan bayi mereka. Namun Dewi Gangga selalu
membuang bayinya yang baru lahir ke sungai Gangga. Ini terjadi hingga yang ketujuh kali, hingga
kelahiran yang ke delapan Sentanu tidak tahan atas perilaku istrinya. Ia melarang istrinya melakukan
hal keji itu lagi pada putranya yang ke kedelapan.

Atas protes itu sang dewi menjelaskan alasannya, yakni dulunya di kahyangan ada Hastabasu atau 8
wasu (sebangsa dewa muda) yang berdosa dan harus menjalani penitisan dalam kehidupan manusia.
Ketujuh bayi yang dibuang itulah titisan Wasu yang berdosa ringan, dibuangnya bayi itu merupakan
jalan agar segera kembali ke kahyangan. Hanya wasu ke delapan yang harus menjalani darma di
dunia dalam waktu yang lama, sebab masih mempunyai tanggungan darma yang harus dijalankan.

Dewi Gangga akhirnya pamit untuk ke kahyangan, karena tugasnya melahirkan 8 wasu telah selesai.
Kini Raja Sentanu hidup tanpa istri, putra satu-satunya itu diberi nama Dewabrata, sang putra
Gangga, yang tumbuh menjadi ksatria sejati. Ia sangat sakti dan bijaksana, serta berbakti pada
orangtuanya.

Saking berbaktinya Dewabrata pada ayahnya, ia mau melamar seorang wanita nelayan bernama
Satyawati untuk menjadi istri ayahnya yaitu Raja Sentanu. Namun Satyawati mengajukan syarat yang
cukup berat, yakni kelak harus putranya bersama Sentanu yang menjadi raja menggantikan Prabu
Sentanu.

Dalam versi pewayangan jawa Satyawati lebih dikenal dengan Durghandini ia pernah menikah
dengan Palasara, seorang pertapa dan melahirkan putra yang diberi nama Wiyasa atau Abiyasa.
Akhirnya Palasara membawa Abiyasa meninggalkan Durghandini untuk kembali ke pertapaan dan
merelakan istrinya dinikahi Prabu Sentanu.

Namun syarat yang diajukan Satyawati sangat berat bagi Sentanu, sebab Dewabrata yang akan
meneruskan tahta ayahnya dan nenek moyangnya. Sementara Dewabrata adalah anak yang sangat
berbakti, ia memiliki watak yang tidak mudah tergoda oleh urusan duniawi termasuk tahta.
Dewabrata tidak keberatan dan akan menyanggupi syarat dari Satyawati, ia juga bersumpah akan
menjadi Bhramacari atau tidak akan menikah dan tidak akan meneruskan tahta keturunan Guru,
agar kelak tidak terjadi perebutan kekuasaan antara keturunannya dengan keturunan Satyawati.

Sedemikian hebat sifat mulia dan pengorbanannya dan itu betul-betul ditepati hingga dia kelak
akhirnya mengakhiri hidupnya pada perang besar Barathayuda. Sumpahnya disaksikan oleh para
dewa dan semenjak itu namanya berubah menjadi Bisma.

Akhirnya lewat pengorbanan Bisma, Sentanu berhasil memperistri Satyawati. Atas itulah Sentanu
memohon pada dewa agar Bisma berumur panjang, tidak akan mati kecuali dirinya sendiri
menghendaki kematiannya.

Dengan Satyawati sentanu memiliki dua orang putra yakni Citragada dan Wicitrawirya. Setelah
Sentanu wafat, Bisma menunjuk Citragada sebagai penerus tahta Astinapura. Sedangkan ia sendiri
berperan sebagai pelindung raja, namun Citragada wafat di usia muda sebelum menikah. Kemudian
tahta diserahkan pada Wicitrawirya, Bisma pun mendampingi adik tirinya itu, bahkan Bisma yang
mencarikan pendamping untuknya.

Bisma mengikuti sayembara tanding melawan raksasa Wahmuka dan Harimuka di negeri Kashi,
untuk mendapatkan tiga puteri raja yaitu Amba, Ambika dan Ambalika. Amba memiliki kisah
tersendiri dengan Bisma, ia mencintai Bisma namun cintanya ditolak sebab Bisma terikat sumpah.
Keinginan Amba untuk ikut ke Astina juga ditolak Bisma.

Karena terus mendesak dan memaksa, tanpa sengaja ia tewas oleh panah Bisma yang semula
bermaksud menakut-nakuti. Sebelum meninggal, Amba mengutuk Bisma ia akan menjadi penyebab
kematiannya. Pada akhirnya kutukan itu menjadi kenyataan, dalam perang Baratayudha arwahnya
menjelma dalam tubuh Srikandi dan berhasil menewaskan Bisma.

Sementara Ambika dan Ambalika dijodohkan dengan Wicitrawirya. Namun sayangnya Wicitrawirya
juga mati muda seperti kakaknya dan belum sempat memiliki keturunan. Matinya putra Satyawati
itu menyebabkan kepanikan akan terputusnya penerus tahta Astina, sedangkan Bisma terikat
sumpah untuk tidak menikah dan menaiki tahta. Disisi lain Satyawati berambisi agar keturunannya
yang harus menjadi raja Astina.
Satyawati akhirnya memanggil putra pertamanya dengan resi Palasara dulu agar tahta Astina atau
penerus dinasti guru tidak putus. Kedua bekas permaisuri Wicitrawirya diserahkan pada Abiyasa, ia
diminta menduduki tahta hingga nanti melimpahkan pada keturunannya.

Saat itu Abiyasa baru saja selesai bertapa, sehingga kondisi tubuhnya sangat buruk dan mengerikan.
Ambika ketakutan saat pertama kali melihat Abiyasa sampai memejamkan matanya, kemudian
Abiyasa meramalkan kelak ia nantinya akan melahirkan anak yang buta. Sementara itu Ambalika juga
ketakutan sehingga memalingkan mukanya, dan Abiyasa mengatakan bahwa anaknya akan terlahir
dengan cacat di leher. Putra Ambika yang terlahir buta diberi nama Dretarastra, sedangkan putra
Ambalika yang memiliki cacat di leher diberi nama Pandhu.

Karena tidak puas dengan keturunan yang terlahir cacat, Setyawati menyuruh Abiyasa untuk
berhubungan sekali lagi dengan Ambalika. Namun karena takut, Ambalika memerintahkan seorang
dayang bernama Datri supaya menyamar sebagai dirinya. Ternyata Datri pun ketakutan sampai
mencoba lari keluar kamar, akhirnya Datri pun melahirkan bayi berkaki pincang. Ia kemudian diberi
nama Widura.

Pandu digambarkan berwajah tampan, namun memiliki cacat dibagian leher. Ia dikatakan sangat
Tangguh sejak lahir, Pandhu dikisahkan pernah diminta para dewa untuk menumpas musuh di
kahyangan yang bernama Prabu Nagapaya, yakni raja raksasa yang bisa menjelma menjadi naga dari
negeri Goabarong. Setelah berhasil mengalahkan Nagapaya, Pandhu mendapat hadiah berupa
pusaka minyak Tala.

Setelah ketiga putra Abiyasa dewasa, ia turun tahta dan kembali menjadi pendeta. Karena
Dretarastra terlahir buta, maka Pandhu yang diangkat sebagai raja Astina dengan gelar Prabu Pandu
Dewanata. Pandhu menikah dengan Kunti setelah memenangkan sayembara di negeri Mandura. Ia
juga mendapatkan Madrim. Di perjalanan pulang ia juga mendapatkan satu putri lagi bernama
Gandari dari negeri Plasajenar setelah mengalahkan Prabu Gendara, kakak sang puteri. Gandari
inilah yang diserahkan kepada Dretarastra untuk dijadikan istri.

Dari kedua istrinya Pandhu mendapatkan lima putera yang dikenal dengan Pandawa, lalu Dretarastra
dan Gendari melahirkan seratus anak yang disebut Kurawa

Pandawa dan Kurawa merupakan dua kelompok yang berbeda, namun berasal dari leluhur yang
sama yaitu Guru dan Baratha. Para Kurawa bersifat licik dan selalu iri pada kelebihan Pandawa,
sedangkan Pandawa selalu tenang dan sabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Dan akhirnya demi
memperebutkan kekuasaan di kerajaan Astiana, Pandawa dan Kurawa harus terlibat disebuah
perang besar bernama Bharatayuda di Kurusetra.

Anda mungkin juga menyukai