Anda di halaman 1dari 3

AMBA

Dalam kitab pertama Mahabharata, yaitu Adiparwa, dikisahkan bahwa Amba


merupakan putri sulung Raja kerajaan Kasi. Ia memiliki dua adik
bernama Ambika dan Ambalika.[1] Kerajaan Kasi memilih untuk menemukan jodoh putrinya
lewat sebuah sayembara. Kabar perihal sayembara tersebut sampai ke Hastinapura, yang saat
itu dipimpin Wicitrawirya, dengan dibantu oleh Bisma, saudara tirinya. Bisma mengikuti
sayembara tersebut demi menikahkan Wicitrawirya dengan para putri Kasi. Ia mengalahkan
semua peserta yang ada di sana, termasuk Raja Salwa. Bisma memboyong Amba tepat pada
saat Amba memilih Salwa sebagai suaminya, tetapi hal itu tidak diketahui oleh Bisma dan
Amba terlalu takut untuk mengatakannya.
Bersama dengan dua adiknya yang lain, Amba diboyong
ke Hastinapura oleh Bisma untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya. Kedua adik Amba
menikah dengan Wicitrawirya, tetapi hati Amba tertambat kepada Salwa. Setelah Amba
menjelaskan bahwa ia telah memilih Salwa sebagai suaminya, Wicitrawirya merasa bahwa
tidak baik untuk menikahi wanita yang sudah telanjur mencintai orang lain. Akhirnya Bisma
mengizinkan Amba pergi menghadap Salwa.
Amba ditolak ketika tiba di istana Salwa, sebab Salwa enggan menikahi wanita yang
telah direbut darinya. Karena Salwa telah dikalahkan oleh Bisma, maka Salwa merasa bahwa
yang pantas menikahi Amba adalah Bisma. Maka Amba kembali ke Hastinapura untuk
menikah dengan Bisma. Namun Bisma yang bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup
menolak untuk menikah dengan Amba. Akhirnya hidup Amba terkatung-katung di hutan. Ia
tidak diterima oleh Salwa, tidak pula oleh Bisma. Dalam hatinya, timbul kebencian terhadap
Bisma, orang yang memisahkannya dari Salwa.
Di dalam hutan, Amba bertemu dengan Resi Hotrawahana, kakeknya. Setelah
mengetahui masalah yang dihadapi Amba, sang resi meminta bantuan Rama
Bargawa atau Parasurama, guru Bisma. Parasurama membujuk Bisma agar mau menikahi
Amba. Karena Bisma terus-menerus menyatakan penolakan, Parasurama menjadi marah lalu
menantang Bisma untuk bertarung. Pertarungan antara Parasurama melawan Bisma
berlangsung dengan sengit selama 23 hari dan kedua pihak menunjukkan kekuatan yang
seimbang. Pada hari ke-24, Bisma memutuskan untuk menggunakan senjata sakti demi
mengakhiri pertarungan tersebut. Sebelum terlaksana, para dewa yang dipimpin
oleh Narada turun ke dunia dan menengahi kedua pihak. Pertarungan pun dinyatakan
berakhir seri.
Setelah Parasurama gagal membujuk Bisma, Amba pergi berkelana dan bertapa. Ia
memuja para dewa, memohon agar bisa melihat Bisma mati. Dewa perang Kartikeya, putra
dewa Siwa, muncul di hadapan Amba sambil memberi kalung bunga teratai yang tidak akan
layu. Ia berkata bahwa orang yang memakai kalung bunga tersebut akan menjadi pembunuh
Bisma. Setelah menerima pemberian itu, Amba pergi berkelana untuk mencari kesatria yang
bersedia memakai kalung bunganya. Meski ada peluang keberhasilan karena kalung tersebut
diberikan oleh dewa yang dapat dipercaya, tidak ada orang yang bersedia memakainya
setelah mengetahui bahwa orang yang harus dihadapi adalah Bisma. Ketika Amba menemui
Raja Drupada, permintaannya juga ditolak karena sang raja takut melawan Bisma. Akhirnya
Amba melempar karangan bunganya ke tiang balai pertemuan Raja Drupada, setelah itu ia
pergi dengan marah. Karangan bunga tersebut dijaga dengan ketat dan tak ada yang berani
menyentuhnya.
Dengan kebencian terhadap Bisma, Amba melakukan tapa dengan keras. Dalam
pikirannya hanya ada keinginan untuk melihat Bisma mati. Karena ketekunannya,
Dewa Siwa muncul dan berkata bahwa Amba akan bereinkarnasi sebagai pembunuh Bisma.
Sang dewa juga berkata bahwa kebencian Amba terhadap Bisma tidak akan hilang setelah
bereinkarnasi. Setelah mendengar pemberitahuan dari sang dewa, Amba membuat sebuah api
unggun, lalu membakar dirinya sendiri.
Dalam versi lain, ada kisah berbeda mengenai kematian Amba. Diceritakan
bahwa Bisma mengembara untuk menjauhi Amba karena menolak menikah, tetapi Amba
selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba, untuk menakut-
nakutinya agar ia segera pergi. Tetapi Amba tidak takut dan berkata, "Dewabrata, saya
mendapat kesenangan atau mati, semua karena tanganmu. Saya malu jika harus pulang ke
tempat orang tuaku ataupun kembali Hastinapura. Dimanakah tempat bagiku untuk
berlindung?". Bisma terdiam mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya
sehingga tangannya berkeringat. Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh
keringat. Panahnya menembus dada Amba. Dengan segera Bisma membalut lukanya sambil
menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Amba berpesan kepada
Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada, yang ikut serta
dalam pertempuran akbar antara Pandawa dan Korawa. Setelah Amba berpesan kepada
Bisma untuk yang terakhir kalinya, ia pun menghembuskan napas terakhirnya.
Dalam kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi, yang
memihak Pandawa saat perang Kurukshetra. Srikandi adalah anak
Raja Drupada dari kerajaan Panchala yang istimewa. Pada saat lahir, ia berkelamin wanita,
tetapi setelah dewasa ia berganti kelamin atas bantuan seorang yaksa (makhluk gaib penghuni
hutan). Srikandi-lah orang yang bersedia memakai kalung Dewa Kartikeya sebagai tanda
bahwa ia akan membunuh Bisma.
AMBA

Amba (Dewanagari: अम्‍बा; IAST: Ambā) adalah putri sulung dari


Raja Kasi dalam wiracarita Mahabharata. Tokoh ini diriwayatkan secara tragis, terutama
dalam Adiparwa (kitab pertama) dan Udyogaparwa (kitab kelima) dari 18
kitab Mahabharata. Dikisahkan bahwa ia diboyong dari istananya
ke Hastinapura oleh Bisma, pangeran dari Kerajaan Kuru, untuk dinikahkan
kepada Wicitrawirya, Raja Kuru. Namun ia menolak untuk menikah dengan Wicitrawirya
karena telanjur berjanji untuk menikah dengan Raja Salwa. Sementara itu, Raja Salwa
menolak untuk menerima Amba kembali sebagai pengantinnya karena dirinya telanjur
dipermalukan oleh Bisma. Akhirnya Amba dendam kepada Bisma, yang ia anggap sebagai
sumber kemalangannya, lalu bersumpah untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Pada
kehidupan selanjutnya, Amba terlahir kembali sebagai Srikandi, putri Drupada dari Kerajaan
Panchala.
Antara kitab Adiparwa (buku pertama seri Mahabharata) dan pewayangan Jawa kisah
Amba memiliki beberapa perbedaan, seperti misalnya nama-nama tokoh maupun kerajaan
di India yang diubah agar bernuansa Jawa, tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu besar karena
inti ceritanya sama.
Dalam pewayangan Jawa dikisahkan bahwa Dewi Amba adalah putri sulung Prabu
Darmahumbara, raja negara Giyantipura dengan permaisuri Dewi Swargandini. Ia memiliki
dua adik kandung bernama Dewi Ambika (Ambalika) dan Dewi Ambiki (Ambaliki). Amba
dan kedua adiknya menjadi putri boyongan Bisma (Dewabrata), putra
Prabu Sentanu dengan Dewi Jahnawi (Dewi Gangga) dari Astina (Hastinapura) yang telah
berhasil memenangkan sayembara tanding di negara Giyantipura dengan membunuh
Wahmuka dan Arimuka. Karena merasa sebelumnya telah dipertunangkan dengan Prabu
Citramuka, raja negara Swantipura, maka Amba memohon kepada Dewabrata agar
dikembalikan kepada Prabu Citramuka.
Kemudian persoalan mulai timbul karena Amba ditolak oleh Prabu Citramuka
semenjak menjadi putri boyongan Bisma. Keinginan Amba ikut ke Astina juga ditolak oleh
Dewabarata. Karena Amba terus mendesak dan memaksanya, akhirnya tanpa sengaja ia
tewas oleh panah Dewabrata yang semula hanya bermaksud untuk menakut-nakutinya.
Sebelum meninggal Amba mengeluarkan kutukan, akan menuntut balas kematiannya dengan
perantara seorang prajurit wanita, yaitu Srikandi. Kutukan Dewi Amba terhadap Dewabrata
menjadi kenyataan. Dalam perang Bharatayuddha, arwahnya menjelma dalam
tubuh Srikandi dan berhasil menewaskan Bisma (Dewabrata).

Anda mungkin juga menyukai