Anda di halaman 1dari 3

REVOLUSI PRANCIS

Diadaptasi dari artikel https://www.seniberpikir.com/sejarah-revolusi-Prancis/

POIN PENTING SEJARAH SINGKAT


Revolusi Prancis terjadi pada Sejarah Singkat Revolusi Prancis – Revolusi Prancis (1789-1799) merupakan salah
1789-1799 yang mengubah satu tragedi penting dalam sejarah dunia dan peristiwa besar ini juga berpengaruh
Prancis dari pemerintahan dalam perkembangan studi ilmu hubungan internasional. Dalam rentang pertengahan
monarki absolut menjadi tahun 1700-an hingga awal tahun 1800-an, Revolusi Prancis mampu mengubah
republik. sejarah Prancis hingga hari ini termasuk juga sistem pemerintahan monarki absolut
yang kala itu tersiar di seluruh Eropa menjadi republik.

Revolusi ini berdampak secara Revolusi Prancis secara khusus tak hanya melibatkan Prancis secara internal tetapi
meluas, tidak hanya di dalam juga melibatkan Eropa dan konflik negara-negara Eropa yang kala itu rentan sekali
Prancis tetapi juga memicu terkena efek domino. Krisis keuangan yang melanda, muaknya rakyat terhadap
konflik di seluruh Eropa akibat kekuasaan absolut di bawah kepemimpinan raja sebagai pemegang dan penggerak
dari efek domino. kekuasaan tertinggi, serta pemikiran dan perilaku sosial radikal rakyat pada masa itu
mampu mengubah Prancis hingga saat ini dalam rentang tiga tahun penuh.

SEBELUM TERJADINYA REVOLUSI PRANCIS


Sebelum Raja Louis XVI naik tahta sebagai pemerintah Prancis, atmosfir sosial politik
di Prancis kala itu sudah cukup panas. Kesadaran rakyat terhadap kemiringan sistem
pemerintahan monarki absolut, krisis keuangan, dan negara yang hampir bangkrut
dikarenakan pengeluaran negara lebih besar daripada pendapatan mulai menimbulkan
satu per satu pemberontakan. Krisis tersebut utamanya disebabkan oleh terlibatnya
Prancis dalam Perang Tujuh Tahun dan Perang Revolusi Amerika.

Di masa pemerintahan Raja Louis XVI, menteri keuangan Prancis yang kala itu
dijabat oleh Turgot, dipecat pada bulan Mei 1776 karena ia dinilai gagal
melaksanakan reformasi keuangan Prancis guna membebaskan krisis keuangan
Prancis kala itu. Setahun setelah pemecatan itu, Jacques Necker yang notabene
adalah seorang kebangsaan asing ditunjuk sebagai Bendahara Negara tak resmi
karena ia merupakan seorang Protestan.

Jacques Necker menyadari ada banyak ketidakadilan dalam sistem pajak yang lebih
cenderung bersifat regresif. Ia mendapati bukti di lapangan bahwa kaum bangsawan
dan pendeta diberikan banyak keringanan dan pengecualian dalam hal pembayaran
pajak, sementara mereka yang miskin dikenakan pajak lebih tinggi. Hal tersebut
menyebabkan pertentangan sosial secara internal. Ketidakmampuan kaum miskin
membayar pajak yang tinggi jelas sekali menimbulkan pertentangan.

Jacques Necker mengusulkan agar ketidakadilan tersebut harus dihilangkan dengan


mengurangi hak istimewa kaum bangsawan dan pendeta serta para pejabat dalam hal
pajak. Namun banyak pihak yang menentang usulan Necker, terutama pejabat
Prancis. Posisi Necker yang terus melemah memaksanya untuk turun. Dan Prancis
menunjuk bendahara baru yang bernama Charles Alexandre de Colonne. Namun,
Colonne juga mendapat pertentangan dari pejabat Prancis. Kemudian untuk pertama
kalinya sejak 1614, Raja Louis XVI memanggil Etats-Généraux di tahun 1789. Etats-
Généraux terbagi atas tiga golongan yang terbagi atas Pendeta sebagai Etat Pertama,
Kaum Bangsawan sebagai Etat Kedua, dan Rakyat Biasa sebagai Etat Ketiga. Namun,
Etat Ketiga yang berisi rakyat jelata bersitegang dengan Etat Pertama yang
merupakan kaum pendeta.
Negosiasi dengan dua etat lainnya juga tidak berhasil sehingga Etats-Généraux dinilai
gagal, padahal sudah diputuskan bahwa ‘Raja adalah dia yang bertindak sebagai
penengah.’

PENYEBAB-PENYEBAB UTAMA TERJADINYA REVOLUSI PRANCIS


Penyebab utama terjadinya Revolusi Prancis terutama dikarenakan kebencian rakyat
terhadap pemerintah, yang umum terjadi kala itu. Dari perspektif Marxis, menurut
para sejarawan, adanya konflik kelas antara bangsawan dan rakyat biasa menjadi
salah satu penyebab. Ketidakadilan kelas tersebut menimbulkan kebencian dari
rakyat biasa terhadap pemerintah yang cenderung merangkul kaum bangsawan dalam
praktik sosial. Selain itu, sistem dan bentuk perekonomian yang timpang di Prancis
kala itu memperburuk keadaan. Krisis keuangan tak bisa dicegah.

Beberapa pendorong lain terjadinya krisis keuangan tersebut antara lain


ketidakmampuan rakyat biasa membayar pajak yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan
kaum bangsawan dan pendeta. Di sisi lain, kaum bangsawan dan pendeta mendapat
banyak pengecualian dan keistimewaan dalam hal pajak. Kenaikan harga pangan, hasil
panen yang buruk, dan sistem transportasi serta fasilitas lainnya yang tidak memadai
semakin menimbulkan kebencian rakyat terhadap pemerintah.

Buruknya keadaan Prancis kala itu juga ditandai dengan kebangkrutan pemerintah,
utang negara yang besar karena yang lebih utama disebabkan oleh keterlibatan
Prancis dalam perang besar, dan ketidakadilan pajak. Perang Tujuh Tahun antara
Prancis dan Inggris yang merupakan kekuatan militer utama dunia saat itu
menyebabkan hilangnya jajahan Prancis di Amerika Utara. Selain itu, Angkatan Laut
Prancis juga mengalami kehancuran. Meski militer Prancis berhasil dibangun lagi dan
menang dalam Perang Revolusi Amerika, tapi Prancis tetap saja mengalami
kehancuran karena biaya perang yang mahal dan tidak ada keuntungan yang nyata
bagi Prancis dalam perang tersebut. Raja juga tidak mampu menangani krisis dan
utang negara yang besar, sehingga untuk pertama kalinya dalam seabad sebelumnya,
raja memanggil Majelis Bangsawan di tahun 1787.

Dalam kondisi perekonomian yang sangat parah, masalah pangan dan kriminalitas
yang meninggi, juga krisis keuangan yang tak juga membaik, keluarga kerajaan malah
hidup nyaman dan mewah di Versailles. Keluarga kerajaan terkesan tak peduli
dengan keadaan sosial rakyatnya yang semakin lama semakin memburuk. Raja Louis
XVI, di satu sisi, memang berusaha mengurangi pengeluaran pemerintah. Namun
usahanya tersebut mendapat pertentangan dari parlemen sehingga reformasi yang
lebih luas yang direncakan oleh raja berhasil digagalkan. Bahkan, pemerintahan raja
juga hendak digulingkan. Berbagai upaya untuk menjatuhkan kekuasaan Louis XVI
juga semakin tampak ketika semakin banyak pihak yang menentang kebijakannya.

Pamflet-pamflet yang berisi informasi palsu dan dilebih-lebihkan yang mengkritik


pemerintah dan aparatnya pun tersebar luas di Prancis di antara rakyatnya yang
kemudian semakin memperkuat opini publik untuk melawan pemerintahan monarki
Raja Louis XVI. Selain itu semua, penyebab lain yang memicu terjadinya Revolusi
Prancis juga karena adanya kebencian terhadap pemerintah yang semakin besar
seiring adanya perkembangan cita-cita pencerahan.

Rakyat juga membenci adanya absolutisme kerajaan, kebencian kaum miskin


terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki kaum bangsawan, kebencian terhadap
pengaruh dalam kebijakan publik dan lembaga-lembaga negara yang bersumber dari
Gereja Katolik, adanya penyimpangan hak kebebasan beragama, kebencian pendeta
pedesaan miskin terhadap uskup aristokrat yang korup, serta besarnya keinginan
untuk mewujudkan kesetaraan sosial, politik, ekonomi, dan republikanisme.

Di sisi lain, rakyat juga benci terhadap keborosan Ratu Marie Antoinette yang juga
dianggap sebagai mata-mata Austria. Juga, pemecatan Jacques Necker dari jabatannya
sebagai bendahara keuangan oleh raja juga dianggap sebagai kejahatan bagi rakyat
Prancis karena Jacques Necker dianggap sebagai wakil rakyat di kerajaan.
PERISTIWA PENTING SELAMA REVOLUSI PRANCIS
Jacques Necker yang kala itu menjabat sebagai bendahara keuangan negara semakin
dimusuhi oleh keluarga kerajaan. Di sisi lain, Jacques Necker adalah orang
kepercayaan rakyat yang dianggap sebagai wakil rakyat dalam kerajaan.

Tanggal 14 Juli, para pemberontak berkumpul dan berencana merebut sebagian


besar senjata dan amunisi yang terdapat di benteng dan penjara besar Prancis
bernama Bastille. Bastille juga dianggap sebagai simbol kekuasaan monarki.
Pertempuran pun terjadi di Bastille antara pemberontak dan militer. Dalam
beberapa jam hingga pada sore hari, benteng tersebut berhasil direbut oleh kaum
pemberontak.

Meski ada gencatan senjata demi mencegah pembantaian massal yang lebih meluas,
namun Gubernur Marquis Bernard de Launay dipukuli oleh pemberontak. Tak hanya
itu, ia juga ditusuk dan dipenggal. Kepalanya kemudian ditusukkan ke ujung tombak
dan diarak ke sekeliling kota.

Bastille sudah menjadi simbol dari kebencian rakyat Prancis terhadap Ancien
Régime. Di balai kota, Hotel de Ville, massa menuduh Jacques de Flesselles (yang
jabatannya setara dengan wali kota) sebagai pengkhianat dan membantainya.

Raja Louis XVI mundur untuk sementara waktu karena khawatir terhadap tindak
kekerasan yang bisa saja menimpanya. Marquis de la Fayette mengambilalih komando
Garda Nasional Paris setelahnya.

Presiden Majelis pada saat Sumpah Lapangan Tenis yang bernama Jean-Sylvain Bailly
kemudian menjadi wali kota baru di bawah struktur pemerintahan baru yang
kemudian dikenal dengan istilah komune. Setelah itu raja mengunjungi Paris pada
tanggal 17 Juli dan menerima surat dengan simpul tiga warna dan diiringi dengan
teriakan Vive la Nation dan Vive le Roi (Hidup Bangsa dan Hidup Raja).

Jacques Necker yang sebelumnya dipecat kembali menjabat. Namun tak lama
berselang rakyat menuntut amnesti umum dan ia pun kehilangan dukungan dari
rakyat. Meski Majelis menang namun situasi Prancis tetap memburuk. Kekerasan dan
penjarahan terjadi di seluruh Prancis. Kaum bangsawan yang takut menjadi korban
selanjutnya pindah ke negara-negara tetangga. Mereka pun menandai kelompok-
kelompok kontra-revolusi di Prancis dan mendesak monarki asing untuk
memberikan dukungan pada kontra-revolusi.

Di akhir Juli, semangat kedaulatan rakyat berhasil menyebar ke seluruh Prancis. Di


daerah pedesaan, rakyat mulai membentuk milisi. Mereka juga mempersenjatai diri
guna melawan invasi asing yang mungkin terjadi. Perlawanan milisi kemudian terjadi
terhadap invasi asing, dan kemudian menimbulkan runtuhnya hukum dan kacaunya
ketertiban.

Kekuasaan legislatif di republik baru berubah menjadi Konvensi, sedangkan


kekuasaan eksekutif berada di Komite Keamanan Umum. Kaum Girondi menjadi
partai berpengaruh dalam konvensi dan komite itu.

Dalam Manifesto Brunswick, tentara kerajaan Prancis dan Prusia mengancam akan
membalas penduduk Prancis jika hal tersebut menjadi penghambat langkah maju
pengembalian bentuk pemerintahan monarki.

Sebagai akibatnya, Raja Louis yang dipandang bersekutu dengan musuh-musuh


Prancis, pada tanggal 17 Januari 1793, dituntut hukuman mati. Raja Louis pun
menghadapi eksekusi mati pada tanggal 21 Januari 1793 lewat pemenggalan kepala
dengan guillotine.

Eksekusi tersebut menimbulkan peperangan dengan negara-negara Eropa lain.


Kemudian pada tanggal 16 Oktober 1793, Marie Antoinette yang merupakan
permaisuri Raja Louis juga dipenggal dengan guillotine.

Anda mungkin juga menyukai