Revolusi ini berdampak secara Revolusi Prancis secara khusus tak hanya melibatkan Prancis secara internal tetapi
meluas, tidak hanya di dalam juga melibatkan Eropa dan konflik negara-negara Eropa yang kala itu rentan sekali
Prancis tetapi juga memicu terkena efek domino. Krisis keuangan yang melanda, muaknya rakyat terhadap
konflik di seluruh Eropa akibat kekuasaan absolut di bawah kepemimpinan raja sebagai pemegang dan penggerak
dari efek domino. kekuasaan tertinggi, serta pemikiran dan perilaku sosial radikal rakyat pada masa itu
mampu mengubah Prancis hingga saat ini dalam rentang tiga tahun penuh.
Di masa pemerintahan Raja Louis XVI, menteri keuangan Prancis yang kala itu
dijabat oleh Turgot, dipecat pada bulan Mei 1776 karena ia dinilai gagal
melaksanakan reformasi keuangan Prancis guna membebaskan krisis keuangan
Prancis kala itu. Setahun setelah pemecatan itu, Jacques Necker yang notabene
adalah seorang kebangsaan asing ditunjuk sebagai Bendahara Negara tak resmi
karena ia merupakan seorang Protestan.
Jacques Necker menyadari ada banyak ketidakadilan dalam sistem pajak yang lebih
cenderung bersifat regresif. Ia mendapati bukti di lapangan bahwa kaum bangsawan
dan pendeta diberikan banyak keringanan dan pengecualian dalam hal pembayaran
pajak, sementara mereka yang miskin dikenakan pajak lebih tinggi. Hal tersebut
menyebabkan pertentangan sosial secara internal. Ketidakmampuan kaum miskin
membayar pajak yang tinggi jelas sekali menimbulkan pertentangan.
Buruknya keadaan Prancis kala itu juga ditandai dengan kebangkrutan pemerintah,
utang negara yang besar karena yang lebih utama disebabkan oleh keterlibatan
Prancis dalam perang besar, dan ketidakadilan pajak. Perang Tujuh Tahun antara
Prancis dan Inggris yang merupakan kekuatan militer utama dunia saat itu
menyebabkan hilangnya jajahan Prancis di Amerika Utara. Selain itu, Angkatan Laut
Prancis juga mengalami kehancuran. Meski militer Prancis berhasil dibangun lagi dan
menang dalam Perang Revolusi Amerika, tapi Prancis tetap saja mengalami
kehancuran karena biaya perang yang mahal dan tidak ada keuntungan yang nyata
bagi Prancis dalam perang tersebut. Raja juga tidak mampu menangani krisis dan
utang negara yang besar, sehingga untuk pertama kalinya dalam seabad sebelumnya,
raja memanggil Majelis Bangsawan di tahun 1787.
Dalam kondisi perekonomian yang sangat parah, masalah pangan dan kriminalitas
yang meninggi, juga krisis keuangan yang tak juga membaik, keluarga kerajaan malah
hidup nyaman dan mewah di Versailles. Keluarga kerajaan terkesan tak peduli
dengan keadaan sosial rakyatnya yang semakin lama semakin memburuk. Raja Louis
XVI, di satu sisi, memang berusaha mengurangi pengeluaran pemerintah. Namun
usahanya tersebut mendapat pertentangan dari parlemen sehingga reformasi yang
lebih luas yang direncakan oleh raja berhasil digagalkan. Bahkan, pemerintahan raja
juga hendak digulingkan. Berbagai upaya untuk menjatuhkan kekuasaan Louis XVI
juga semakin tampak ketika semakin banyak pihak yang menentang kebijakannya.
Di sisi lain, rakyat juga benci terhadap keborosan Ratu Marie Antoinette yang juga
dianggap sebagai mata-mata Austria. Juga, pemecatan Jacques Necker dari jabatannya
sebagai bendahara keuangan oleh raja juga dianggap sebagai kejahatan bagi rakyat
Prancis karena Jacques Necker dianggap sebagai wakil rakyat di kerajaan.
PERISTIWA PENTING SELAMA REVOLUSI PRANCIS
Jacques Necker yang kala itu menjabat sebagai bendahara keuangan negara semakin
dimusuhi oleh keluarga kerajaan. Di sisi lain, Jacques Necker adalah orang
kepercayaan rakyat yang dianggap sebagai wakil rakyat dalam kerajaan.
Meski ada gencatan senjata demi mencegah pembantaian massal yang lebih meluas,
namun Gubernur Marquis Bernard de Launay dipukuli oleh pemberontak. Tak hanya
itu, ia juga ditusuk dan dipenggal. Kepalanya kemudian ditusukkan ke ujung tombak
dan diarak ke sekeliling kota.
Bastille sudah menjadi simbol dari kebencian rakyat Prancis terhadap Ancien
Régime. Di balai kota, Hotel de Ville, massa menuduh Jacques de Flesselles (yang
jabatannya setara dengan wali kota) sebagai pengkhianat dan membantainya.
Raja Louis XVI mundur untuk sementara waktu karena khawatir terhadap tindak
kekerasan yang bisa saja menimpanya. Marquis de la Fayette mengambilalih komando
Garda Nasional Paris setelahnya.
Presiden Majelis pada saat Sumpah Lapangan Tenis yang bernama Jean-Sylvain Bailly
kemudian menjadi wali kota baru di bawah struktur pemerintahan baru yang
kemudian dikenal dengan istilah komune. Setelah itu raja mengunjungi Paris pada
tanggal 17 Juli dan menerima surat dengan simpul tiga warna dan diiringi dengan
teriakan Vive la Nation dan Vive le Roi (Hidup Bangsa dan Hidup Raja).
Jacques Necker yang sebelumnya dipecat kembali menjabat. Namun tak lama
berselang rakyat menuntut amnesti umum dan ia pun kehilangan dukungan dari
rakyat. Meski Majelis menang namun situasi Prancis tetap memburuk. Kekerasan dan
penjarahan terjadi di seluruh Prancis. Kaum bangsawan yang takut menjadi korban
selanjutnya pindah ke negara-negara tetangga. Mereka pun menandai kelompok-
kelompok kontra-revolusi di Prancis dan mendesak monarki asing untuk
memberikan dukungan pada kontra-revolusi.
Dalam Manifesto Brunswick, tentara kerajaan Prancis dan Prusia mengancam akan
membalas penduduk Prancis jika hal tersebut menjadi penghambat langkah maju
pengembalian bentuk pemerintahan monarki.