e
l
a
s
sejarah XI
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan
sebagai berikut.
1. Menganalisis hubungan Prancis-Belanda dan pengaruhnya terhadap
kolonialisme di Indonesia.
2. Menganalisis Hindia Belanda pada masa pemerintahan Gubernur
Jendral H.W. Daendels.
3. Menganalisis kebijakan-kebijakan Gubernur Jendral H.W. Daendels
dan reaksi masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
4. Menganalisis Hindia Belanda pada masa pemerintahan Letnan
Gubernur Thomas Stamford Raffles.
5. Menganalisis penyerahan kembali wilayah Hindia Belanda kepada
Kerajaan Belanda.
2
Dewan Nasional. Terjadilah tindakan
kekerasan di Paris antara pasukan raja
dengan penduduk yang bersimpati
dengan Dewan Nasional. Peristiwa
tersebut mencapai puncaknya di
Bastille. Pada 14 Juli 1789, rakyat yang
marah menyerbu Penjara Bastille,
yaitu penjara yang didirikan oleh Raja
Louis XVI dan diperuntukkan bagi Gambar 1. Penyerbuan Penjara Bastille
siapa saja yang berani menentang
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/
keinginan raja. Bahkan tidak jarang Berkas:Anonymous_-_Prise_de_la_
pula, penahanan dilakukan terhadap Bastille.jpg
orang-orang yang tidak disenangi
oleh raja. Mereka ditahan dengan surat penahanan tanpa sebab yang
disebut dengan lettre du cast.
Dengan penyerbuan ke Penjara Bastille, mereka membebaskan semua
tahanan politik yang seluruhnya berjumlah 7 orang, membunuh penjaga
penjara dan para pejabatnya, serta merebut amunisi yang tersimpan di
penjara. Mereka kemudian menyerbu balai kota dan membunuh wali
kota yang diakhiri dengan terbentuknya pemerintahan kota baru yang
dipimpin oleh golongan menengah. Akhirnya, Louis XVI menyadari
adanya gerakan revolusi sehingga ia menarik pasukannya dan menerima
pemerintahan baru di Kota Paris.
Pada 4 Agustus 1789, sebagian besar golongan bangsawan dan gereja
bergabung dengan Dewan Nasional. Mereka sepakat untuk menghapuskan
kewajiban-kewajiban feodal serta melepaskan hak-hak istimewa mereka
di bidang politik dan perpajakan. Peristiwa itu merupakan perubahan
yang sangat revolusioner karena sistem feodalisme Prancis yang sudah
kokoh dapat dihancurkan dalam waktu satu hari. Pada 26 Agustus 1789
dikeluarkan deklarasi mengenai hak-hak manusia dan warga negara.
Melalui deklarasi tersebut rakyat Prancis memiliki hak merdeka (liberty),
hak milik (proverty), hak keamanan (security), dan hak perlindungan
dari tindakan kekerasan (resistance to oppression). Prinsip-prinsip
kemerdekaan, persamaan, dan hak-hak alami dirumuskan kembali
3
dalam Konstitusi Prancis yang baru. Konstitusi tersebut menjamin hak-
hak rakyat serta membatasi kekuasaan raja. Raja Louis XVI pun akhirnya
menerima konstitusi baru tersebut sehingga Prancis menjadi monarki
konstitusional, yaitu kerajaan yang memiliki undang-undang dasar.
Pada Juni 1791, Raja Louis XVI berencana meninggalkan Prancis dan
dipercaya akan memimpin pasukan untuk menghancurkan hasil-hasil
revolusi. Rakyat Prancis yang mengetahui marah dan berhasil mencegah
rencana tersebut. Akhirnya dewan legislatif membubarkan pemerintahan
monarki pada Agustus 1792 dan menangkap seluruh anggota keluarga raja.
Revolusi menjadi semakin radikal sehingga berujung pada dieksekusinya
sejumlah orang golongan royalis, yaitu golongan yang setia pada Raja
Louis XVI pada September 1792. Raja Louis sendiri serta istrinya dijatuhi
hukuman mati dengan dipancung menggunakan quillotine pada 22 Januari
1973.
4
Salah satu tokoh dari kaum patriot adalah Daendels. Bergabung
dengan kaum patriot pada 1783, dengan semangat revolusi Prancis, ia
ingin menggulingkan pemerintahan Raja Willem V. Pada 9 Mei 1787,
kaum Patriot melakukan pemberontakan dan berhasil mengalahkan
pasukan Kerajaan Belanda. Akan tetapi, Raja Willem V yang terdesak
meminta bantuan dari Raja Prusia untuk mengalahkan kaum patriot.
Kaum patriot yang terdesak akhirnya harus melarikan diri ke Prancis,
di sana mereka bergabung dengan Legiun Asing Prancis. Atas perintah
Napoleon kemudian Daendels dan kaum patriot mendapatkan perintah
untuk menyerang Belanda.
5
Inggris dan bukan kepada Prancis. Hal ini membuat pihak Inggris
bertindak cepat dengan mengambil alih beberapa daerah di Hindia Timur,
seperti Padang pada 1795, kemudian menguasai Ambon dan Banda pada
1796. Inggris juga memperkuat armadanya guna melakukan blokade
terhadap Batavia.
Terbentuknya Republik Bataaf membuat sebuah hubungan baru
antara Belanda dengan Prancis. Republik Bataaf yang didukung oleh
Prancis harus menyepakati perjanjian Dan Haag pada 16 Mei 1795. Pada
perjanjian ini, Prancis mengakui dan mendukung Republik Bataaf.
Sebaliknya, pemerintahan Republik Bataaf harus mendukung Prancis
dalam menghadapi lawan-lawannya di Eropa. Republik Bataaf juga
harus membiayai 25.000 tentara Prancis yang berada di Belanda. Selain
itu, Republik Bataaf harus membayar 100 juta gulden sebagai kerugian
perang.
Sistem pemerintahan Republik Bataaf tidak secara total dipegang
oleh orang Belanda. Napoleon Bonaparte menunjuk kakaknya Louis
Napoleon sebagai pemimpin dari Republik Bataaf. Selain itu, dalam hal
kebijakan politik, ekonomi, militer, serta urusan luar negeri, Republik
Bataaf dipegang oleh Prancis sehingga perwakilan Prancis di Belanda
mempunyai jabatan seperti seorang gubernur dan menempatkan Belanda
seperti salah satu provinsi dari Prancis. Sistem ini tidak hanya berlaku
di Belanda, tetapi juga berlaku di seluruh tanah koloni Belanda termasuk
Hindia Timur.
Untuk mempertahankan Nusantara dari serangan Inggris, Louis
Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur
Jenderal Hindia-Belanda yang merupakan seorang dari kaum patriot.
Dengan demikian, pemerintahan Daendels merupakan pemerintahan
atas nama Prancis. Hal itu berarti secara tidak langsung Prancis
menjajah Hindia Timur.
6
B. Hindia Belanda pada Masa Pemerintahan Gubernur Jenderal
H. W. Daendels
1. Tujuan Datangnya Daendels
Perang yang berkecamuk pada 1803 di Eropa antara dua negara imperialis
(modern), yaitu Inggris dan Prancis membawa dampak luas pada kondisi
di Eropa, bahkan di berbagai belahan bumi lainnya yang termasuk dalam
wilayah jajahan atau koloni kedua negara imperialis tersebut. Inggris
memang merupakan musuh utama Prancis, kedua negara tersebut
memiliki sejarah rivalitas yang cukup panjang dan saling bersaing untuk
menunjukkan superioritas sebagai negara terkuat bahkan dalam hal
kepemilikan tanah jajahan.
Keadaan seperti ini membawa
dampak bagi negara-negara imperialis
Eropa lainnya termasuk Belanda. Pada
1804, Napoleon Bonaparte menjadi
kaisar, sedangkan saudaranya Louis
Bonaparte menjadi Raja Belanda. Dengan
demikian, kerajaan Belanda menjadi
negara vasal Prancis atau negara jajahan
Prancis. Itu artinya semua daerah jajahan
Belanda secara tidak langsung menjadi
milik Prancis termasuk Hindia Timur
(Nusantara). Perang ini juga sampai ke
kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara. Gambar 3. Herman Willem
Inggris dengan EIC-nya yang saat itu Daendels
sudah memiliki koloni di India, telah Sumber: https://en.wikipedia.org/
wiki/File:Posthumous_Portrait_of_
pula sampai ke kawasan Semenanjung
Herman_Willem_Daendels,_Governor-
Malaya (Malaysia, Singapura) dan siap General_of_the_Dutch_East_Indies_-_
merebut Hindia Timur. Dengan kata Rd_Saleh.jpg
lain, hal yang terjadi di Eropa berdampak
pada nasib Hindia Timur.
7
Hal ini berarti pula jajahan Belanda di Hindia Timur terancam direbut
oleh Inggris. Ancaman tersebut semakin menjadi setelah Napoleon
Bonaparte melancarkan sistem kontinental terhadap Inggris, yaitu blokade
laut terhadap Inggris di Eropa yang membuat putusnya hubungan antara
Inggris dengan dunia luar. Hubungan Hindia Timur dengan Eropa pun
terputus, pemerintahan Belanda dan Prancis sadar bahwa tidak mungkin
mengirim bantuan ke Batavia. Hal yang bisa dilakukan hanya mengutus
seorang gubernur jenderal yang dapat bertindak lebih dalam. Artinya
dapat berbuat sesuatu dengan cepat untuk mengantisipasi kemungkinan
serangan Inggris ke Nusantara terutama Jawa yang merupakan pusat
pemerintah kolonial.
Oleh sebab itu, maka dikirimlah Herman Willem Daendels yang
merupakan kaum patriot dan berpandangan liberal. Daendels adalah
kaum muda yang berasal dari Belanda yang sangat dipengaruhi oleh
ajaran Revolusi Prancis. Dalam berbagai pidato yang disampaikannya,
Daendels tak lupa mengutip semboyan Revolusi Prancis karena Daendels
ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan di
lingkungan masyarakat Hindia Timur. Ia juga ingin memberantas praktik-
praktik yang dinilainya feodalistik. Hal ini bertujuan agar masyarakat
lebih dinamis dan produktif untuk kepentingan negeri induk (Republik
Bataaf). Langkah ini untuk mencegah kekuasaan yang mungkin bisa
disalahgunakan dan sekaligus membatasi hak-hak para bupati yang
terkait dengan penguasaan atas tanah dan penggunaan tenaga rakyat.
Tugas utama dikirimnya Daendels adalah untuk mempertahankan
Jawa agar tidak dikuasai Inggris, ia juga harus memperkuat pertahanan,
dan memperbaiki administrasi pemerintahan. Daendels juga ditugasi
untuk memperbaiki kehidupan sosial ekonomi di Nusantara, khususnya
di tanah Jawa. Seperti yang terlihat, tanah Jawa menjadi sangat penting
dan strategis dalam mengatur pemerintahan kolonial di Nusantara
sehingga hal menyelamatkan dan mempertahankan Jawa menjadi sangat
penting. Tugas-tugas Daendels langsung berada di bawah perintah serta
pengawasan Kementerian Jajahan (ministerie van kolonien) di bawah
pimpinan Paulus van der Heim.
8
2. Kebijakan-Kebijakan Daendels
Untuk mengemban dan memenuhi pesan dari pemerintah induk, Daendels
melakukan beberapa kebijakan strategis pada beberapa bidang.
a. Bidang Pertahanan dan Keamanan
Langkah-langkah Daendels dalam melaksanakan tugas untuk
mempertahankan tanah Jawa dari serangan Inggris adalah sebagai
berikut.
1.) Membangun benteng-benteng pertahanan yang baru di antaranya
benteng Meester Cornelis dan Benteng Lodewijk di Surabaya.
Dalam benteng ini dibangun tangsi militer untuk menempatkan
prajurit. Daendels juga membangun rumah sakit-rumah sakit.
Untuk memenuhi kebutuhan persenjataan di Surabaya, Daendels
membangun pabrik senjata dan juga membangun pabrik meriam
di Semarang.
2.) Membangun pangkalan angkatan laut di daerah Anyer dan
Ujungkulon. Akan tetapi, pembangunan di Ujungkulon bisa
dikatakan tidak berhasil.
3.) Merekrut orang-orang pribumi untuk menjadi tentara karena
ketika Daendels pergi ke Hindia Timur ia tidak membawa
pasukan. Daendels segera menambah jumlah pasukan dari
orang-orang pribumi, yakni dari 4000 orang menjadi 18.000
orang. Hal ini dilaksanakan dengan mendirikan sekolah militer
di Batavia.
4.) Membangun jalan De Groote Postweg (Jalan Raya Pos) dari Anyer
sampai Panarukan sepanjang ± 1.100 km. Pembangunan jalan
ini dimaksudkan untuk menyambungkan Pulau Jawa sehingga
mempercepat mobilitas prajurit jika suatu daerah diserang
oleh pasukan Inggris. Jalan ini sering disebut dengan Jalan
Daendels yang sekarang lebih dikenal dengan Jalur Pantai Utara
(Pantura).
9
Program yang dilaksanakan di bidang pertahanan dan keamanan
tersebut telah mengubah citra Daendels. Pada awalnya dikenal sebagai
tokoh muda yang demokratis dengan semboyan liberte, egalite, dan
fraternite. Akan tetapi setelah memegang pemerintahan, Daendels
berubah menjadi seorang diktator. Ia mengerahkan rakyat untuk
kerja rodi sehingga membuat rakyat yang sudah jatuh miskin menjadi
semakin menderita. Terlebih pada kerja rodi dalam pembuatan
pangkalan di Ujungkulon yang lokasinya begitu jauh, sulit dicapai,
dan penuh akan sarang nyamuk malaria. Hal tersebut menyebabkan
banyak rakyat yang menjadi korban sehingga jatuh sakit dan tidak
sedikit yang meninggal.
10
Pasukan ini dibentuk untuk membantu pasukan Daendels apabila
terjadi perang. Dengan semua kekuatan yang ia miliki, Daendels
menjadi semakin berani dan congkak. Ia mulai melakukan intervensi
terhadap pemerintahan di Kasunanan Surakarta dan juga Kasultanan
Yogyakarta. Selain itu, Daendels juga melakukan beberapa tindakan
untuk memperkuat kedudukannya di Nusantara sebagai berikut.
1.) Membatasi kekuasaan raja-raja di Jawa.
2.) Daendels memerintah secara sentralistik dengan cara membagi
Pulau Jawa menjadi 23 wilayah besar (hooddafdeeling) yang pada
akhirnya dikenal dengan keresidenan. Setiap keresidenan dibagi
menjadi beberapa kabupaten.
3.) Daendels juga merombak Provinsi Jawa Pantai Timur Laut
menjadi 5 prefektur (wilayah yang otoritas) dan 38 kabupaten.
Dengan adanya hal ini, Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan
dari daerahnya dan dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan
kolonial.
4.) Kedudukan bupati pada saat itu diubah menjadi pegawai
pemerintah yang digaji.
c. Bidang Peradilan
Dalam rangka memperlancar jalannya pemerintahan serta mengatur
ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Daendels juga melakukan
perbaikan pada bidang peradilan. Ia berusaha memberantas berbagai
bentuk penyelewengan dengan mengeluarkan berbagai peraturan
berikut ini.
1.) Dengan membentuk tiga jenis peradilan:
• peradilan untuk orang-orang Eropa;
• peradilan untuk orang-orang Timur Asing;
• Peradilan untuk orang-orang pribumi. Peradilan untuk
orang-orang pribumi ini dibentuk di setiap prefektur, seperti
di Batavia, Surabaya, dan Semarang.
11
2.) Membuat peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa
pandang bulu dan diberlakukan terhadap siapa saja termasuk
orang-orang Eropa dan Timur Asing.
12
kepada Napolen Bonaparte sehingga pembangunan Kota Bandung sangat
mencontoh dari pembangunan Kota Paris sehingga munculah istilah
“Paris van Java”. Julukan ini diberikan oleh orang Eropa kepada Kota
Bandung karena keindahan alam dan kesejukan udaranya hampir sama
dengan daerah Prancis Selatan.
13
perlawanan simbolis dengan cara berjabat tangan dengan menggunakan
tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang keris yang tersemat
di pinggangnya.
Pangeran Kusumadinata IX juga sempat menantang Daendels untuk
berduel, hal ini dilakukan agar tidak melibatkan dan menyusahkan
rakyat. Atas aksinya ini, Daendels akhirnya berjanji akan memerintahkan
zeni untuk membangun jalan tersebut. Namun Daendels ingkar dan
melakukan penyerbuan terhadap Sumedang hingga terbunuhnya
Pangeran Kusumadinata IX.
14
Seperti yang diketahui Daendels datang tidak membawa pasukan
baru bersama, tetapi dia meningkatkan jumlah pasukan yang sebagian
besar terdiri dari orang bumiputra. Prajurit-prajurit yang baru tersebut
tidak mempunyai sikap disiplin yang baik dan berkelakuan buruk dalam
beberapa perisitiwa. Walau begitu, kekuatan militer di bawah Daendels di
Jawa tidak bisa dianggap remeh. Akan tetapi Hamengkubuwono II tetap
mengabaikannya dan menentang semua pembaruan-pembaruan dari
Daendels.
Hamengkubuwono II belum bermaksud untuk melancarkan
serangan secara total, tetapi kecurigaan Daendels telah memperbesar
ancaman bahaya terhadap Yogyakarta. Pada 1810, Raden Rangga mulai
melancarkan perlawanan terhadap Daendels. Raden Rangga merupakan
kepala pemerintahan mancanegara di Madiun di bawah Kasultanan
Yogyakarta. Oleh sebab itu, Sultan Hamengkubuwono II pun mendukung
adanya perlawanan tersebut. Akan tetapi, perlawanan ini dapat segera
ditumpas oleh Belanda dan Raden Rangga sendiri terbunuh. Meningkatnya
ketegangan di dalam istana mendorong Sultan untuk melangkahi
Patih Danureja II dan menyerahkan wewenangnya kepada Pangeran
Natadiningrat, putra saudara Sultan yang bernama Natakusuma.
Setelah adanya perlawanan ini, Daendels kemudian memberikan
ultimatum kepada Sultan Hamengkubuwono II untuk menyetujui
pengangkatan kembali Danureja II sebagai patih, Sultan harus
menanggung kerugian perang perlawanan Raden Rangga. Selain itu
Sultan juga dipaksa untuk menerima perubahan terhadap upacara istana
yang berkaitan dengan kedudukan ‘Minister’ Eropa.
Hamengkubuwono II menolak semua itu sehingga akhirnya
pada Desember 1810, Daendels bergerak menuju Yogyakarta dengan
membawa 3.200 pasukan dan memaksa Hamengkubuwono II turun
takhta serta menyerahkan kepada Hamengkubuwono III. Uang rampasan
sebesar kurang lebih 500.000 gulden pun diambil oleh Daendels, namun
Hamengkubuwono II masih diperbolehkan tetap tinggal di Yogyakarta.
15
Pada Januari 1811, Daendels memaksakan perjanjian-perjanjian
baru yang melibatkan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah
pemerintahan Belanda kepada Surakarta maupun Yogyakarta. Daendels
kemudian mengasingkan Pangeran Natakusuma dan putranya yang
bernama Natadiningrat ke penjara di daerah Cirebon, hal itu dilakukannya
karena dia yakin bahwa mereka berdua telah jauh terlibat terhadap
pemberontakan yang dilakukan Reden Rangga. Daendels memang
tidak memerintahkan untuk membunuh mereka berdua, namun ia
memberitahukan bahwa dia akan senang jika mendengar kabar kematian
mereka berdua. Dengan adanya kejadian tersebut maka muncullah
perasaan benci yang semakin mendalam di semua pihak karena
Hamengkubuwono II menduga Patih Danureja II yang telah mengadukan
kedua pangeran tersebut.
16
4. Penarikan Daendels ke Belanda oleh Napoleon
Daendels telah menghancurkan kekuatan raja-raja Jawa seperti yang
sudah dibahas di atas. Apa yang telah diperbuatnya telah membangun
tembok kebencian, baik di kalangan Pribumi maupun orang-orang
Belanda sendiri. Beberapa suku yang telah menjadi anggota pasukannya
lama-lama membelot dan menolak untuk berperang di pihaknya.
Di sisi lain, proyek besar yang dilakukan Daendels memakan biaya,
sementara keuangan semakin memburuk. Blokade Inggris mengakibatkan
hilangnya pemasukan dari sektor perdagangan. Bahkan untuk mata uang
pun, Daendels harus mengeluarkan assigant, yaitu mata uang kertas yang
biasa digunakan di Prancis sebagai pengganti mata uang tembaga yang bahan
untuk membuat mata uang tersebut harus diimpor. Satu-satunya pemasukan
keuangan yang diperoleh hanya dari pajak yang dikenakan pada penjualan
barang, tol jalan, penjualan dan penyewaan tanah, serta judi.
Daendels juga memindahkan ibu kota pemerintahan dari Batavia
ke Weltevreden serta memindahkan tempat tinggal dari Batavia ke
Buitenzorg (Bogor). Ia juga membeli tanah di Buitenzorg dan membangun
sebuah istana megah, yaitu Istana Bogor. Oleh karena semua sifatnya
yang gila hormat, gila kekuasaan, serta memiliki kemauan yang keras
tersebut ia dijuluki “Tuan Besar Bledeg” yang artinya Tuan Besar Guntur.
Hal itulah yang mengundang kebencian rakyat dan para pegawainya.
Louis Napoleon yang merasa bertanggung jawab atas baik buruknya
pemerintahan di Hindia Timur merasa tersinggung atas sikap Daendels
tersebut.
Akhirnya pada 1811, Daendels dipanggil ke Eropa oleh Napoleon dan
digantikan oleh Jansens. Setelah Daendels dicopot dari jabatannya, ia
diangkat menjadi opsir tentara Prancis dan ikut menyerang Rusia pada
1812. Dan ketika Napoleon jatuh pada 1814, Daendels akhirnya kembali
ke Belanda dan diangkat menjadi Gubernur di Guinea Afrika sampai ia
meninggal pada 1818.
17
D. Hindia Belanda pada Masa Pemerintahan Letnan Gubernur
Thomas Stamford Raffles
1. Penyerahan Kekuasaan Prancis ke Inggris
Ketika Daendels dipanggil untuk
kembali ke negerinya oleh Napoleon
Bonaparte pada Mei 1811, jabatannya
digantikan oleh Jan Willem Janssen.
Janssen dikenal sebagai seorang
politikus berkebangsaan Belanda.
Sebelum ia menggantikan Daendels, ia
menjabat sebagai Gubernur Jenderal di
Tanjung Harapan (Afrika Selatan) masa
Gambar 6. Thomas Stamford Raffles
1802 – 1806. Pada 1806, Janssen terusir
Sumber: https://en.wikipedia.org/
dari Tanjung Harapan karena daerah wiki/Stamford_Raffles#/media/
tersebut jatuh ke tangan Inggris. Pada File:StamfordRaffles.jpeg
1810, ia diperintahkan untuk pergi ke
Jawa dan menggantikan Daendels pada 1811. Janssen mencoba untuk
memperbaiki keadaan peninggalan Daendels. Pada masa pemerintahan
Janssen, kekuatan dan kedudukan Inggris di Indonesia semakin kuat dan
semakin dekat untuk menguasai Pulau Jawa.
Perlu diketahui bahwa beberapa daerah di Hindia Timur telah jatuh
ke tangan Inggris atas perintah dari Raja Willem V. Di sisi lain, penguasa
Inggris di India, yaitu Lord Minto telah memerintahkan Thomas
Stamford Raffles yang sedang menduduki Pulau Penang untuk segera
menguasai Jawa. Pada 26 Agustus 1811, Inggris pun menyerang Batavia.
Janssens tidak bisa berbuat apa-apa, ia berusaha menyingkir ke daerah
Semarang dan bergabung dengan Legiun Mangkunegara dan pasukan-
pasukan dari Yogyakarta serta Surakarta. Akan tetapi, pasukan Inggris
lebih kuat sehingga dapat dengan mudah memukul mundur Janssen
bersama dengan pasukannya. Janssen pun kemudian mundur ke daerah
Salatiga dan menyerah kepada Inggris di Tuntang. Penyerahan kekuasaan
tersebut secara resmi ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada
18 September 1811. Berikut ini isi dari Kapitulasi Tuntang.
18
a. Pihak Belanda menyerahkan Hindia Timur kepada Inggris.
b. Semua prajurit Belanda menjadi tawanan perang Inggris.
c. Orang-orang Belanda diperbolehkan untuk tetap bekerja memegang
jabatannya namun di bawah pemerintahan Inggris.
d. Inggris tidak mau mengakui hutang-hutang Prancis.
2. Kebijakan-Kebijakan Raffles
Pada 18 September 1811 dimulailah kekuasaan Inggris di Hindia Timur.
Thomas Stamford Raffles secara resmi diangkat oleh Gubernur Jenderal
Lord Minto sebagai penguasa dan pusat pemerintahan Inggris di Hindia
Timur, berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa, Raffles mulai
melakukan berbagai langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di
tanah jajahan. Dalam menjalankan pemerintahannya, ia berpegang pada
tiga prinsip.
Prinsip pertama adalah segala bentuk kerja rodi dan penyerahan
wajib dihapuskan, digantikan dengan penanaman bebas oleh rakyat.
Prinsip kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapus
dan para bupati tersebut dijadikan sebagai bagian pemerintah kolonial.
Ketiga, berdasarkan pandangan bahwa tanah tersebut milik pemerintah
maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Dari tiga prinsip
tersebutlah Raffles melakukan beberapa langkah kebijakan di berbagai
bidang.
a. Kebijakan dalam Bidang Pemerintahan
Kebijakan yang dilakukan Raffles di bidang pemerintahan adalah
sebagai berikut.
1.) Pulau Jawa dibagi menjadi 18 keresidenan (sistem ini berlangsung
sampai 1964).
2.) Sistem pemerintahan yang awalnya dilakukan oleh penguasa
pribumi diubah menjadi sistem pemerintahan kolonial Barat.
19
3.) Semua bupati ataupun penguasa pribumi dilepaskan dari
jabatannya yang didapatkan secara turun-temurun.
4.) Sistem juri dijalankan dalam pengadilan.
20
4.) Menempatkan desa sebagai unit administrasi penjajahan.
5.) Memonopoli pengadaan garam dan minuman keras.
21
c. Kebijakan dalam Bidang Sosial
Kebijakan yang dilakukan Raffles di bidang sosial adalah
menghapuskan kerja rodi dan perbudakan. Namun, dalam
praktiknya ia melakukan kegiatan yang sejenis dengan perbudakan.
Selain itu, ia juga melakukan peniadaan Pynbank (disakiti) ialah
hukuman yang sangat kejam dengan cara melawan harimau.
e. Ilmu Pengetahuan
Beberapa kebijakan Raffles dalam bidang ilmu pengetahuan adalah
sebagai berikut.
1.) Ditulisnya buku dengan judul History of Java di London pada 1817
yang dibagi menjadi dua jilid. Dalam penulisannya ia dibantu
oleh juru bahasanya, yaitu Raden Ario Notodiningrat serta
Bupati Sumenep Notokusumo II.
2.) Ditulisnya buku yang diberi judul History of the East Indian
Archipelago di Eidenburg pada 1820 yang dibagi menjadi 3 jilid.
3.) Mendukung secara aktif Bataviaach Genootschap, yaitu sebuah
perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4.) Ditemukannya bunga bangkai yang dikenal dengan nama bunga
Rafflesia Arnoldi.
5.) Mendukung penemuan Candi Borobudur.
6.) Merintis Kebun Raya Bogor.
22
3. Minat Raffles dalam Ilmu Pengetahuan di Indonesia
Minat Raffles terhadap sejarah dan budaya Jawa sangat tinggi dan
tidak main-main. Selama menjadi penguasa Hindia Belanda, ia banyak
melakukan hal yang berhubungan dengan penelitian peninggalan kuno
seperti Candi Borobudur. Nama “Borobudur” diperkirakan juga berasal
dari Raffles seperti yang tercantum dalam bukunya yang berjudul History
of Java karena sebelumnya nama Borobudur belum pernah disebut.
Raffles sangat suka pergi ke desa-desa dan menemui penduduk
setempat. Ketika kunjungannya di Semarang pada 1814, ia mendapatkan
laporan adanya monumen di dalam hutan dekat dengan Desa Bumisegoro.
Namun, ia tidak dapat pergi sendiri dan mengutus H.C. Cornelius,
seorang insinyur Belanda yang kemudian melaporkan penemuannya
dan menyerahkan berbagai gambar sketsa Candi Borobudur. Namun
sayangnya Raffles harus pergi dikarenakan Jawa kembali jatuh ke tangan
Belanda. Pemerintah Belanda akhirnya mengutus Hartman, seorang
pejabat pemerintah Belanda di Keresidenan Kedu untuk melanjutkan
kerja Cornelius sampai akhirnya pada 1835 seluruh bagian bangunan
terlihat karena telah tergali.
23
Konvensi London pada 3 Agustus 1814. Dalam perjanjian ini Kerajaan
Belanda diwakili oleh Robert Stewart dan Viscount Castlereagh sebagai
perwakilan Inggris dan Hendrik Fagel sebagai perwakilan Belanda.
Konvensi ini menghasilkan Perjanjian London yang berisi tentang
mengembalikan hak milik Kerajaan Belanda kembali seperti sebelum
pada 1 Januari 1803 atau sebelum meletusnya Perang Napoleon.
Pengembalian wilyah ini tidak hanya terjadi pada Belanda, tetapi juga
pengembalian koloni-koloni Belanda di benua Asia, Afrika, dan Amerika.
Pengembalian ini mengecualikan wilayah Koloni Tanjung dan koloni
Demerara, Essequibo, dan Berbice di Amerika Selatan, tetapi Belanda
tetap mendapatkan hak untuk berdagang di wilayah itu.
Selain pengembalian wilayah terdapat juga perjanjian penukaran
wilyah, Inggris menyerahkan Pulau Bangka di Kepulauan Bangka Belitung
dan sebagai gantinya Belanda menyerahkan wilayah Cochin di India
dan pesisir Malabar. Belanda menyerahkan wilayah Bernagore, India
dan sebagai ganti penyerahan tersebut akan memperoleh pembayaran
tahunan dari Inggris.
Selain mengatur masalah penyerahan wilayah, perjanjian ini juga
mencatat pernyataan pada 15 Juni 1814, bahwa kapal-kapal Belanda yang
terlibat dalam perdagangan budak tidak diizinkan lagi untuk singgah di
pelabuhan milik Inggris. Belanda menyetujui larangan untuk terlibat
dalam perdagangan budak. Hal ini karena perkembangan paham
liberalisme dan humanisme yang telah berkembang di Eropa sehingga
permasalahan perbudakan menjadi permasalahan perjanjian. Sebelum
abad ke-19, perdagangan budak masih marak terjadi di seluruh dunia.
Untuk memperbaiki pertahanan pascaperang Napoleon, Inggris
dan Belanda setuju untuk mengeluarkan £2.000.000 dalam rangka
memperbaiki pertahanan dan keamanan di Negara-Negara Dataran
Rendah. Hal ini menjadi penting karena perang dengan Prancis tidak
berakhir begitu saja. Bahkan, Napoleon yang sedang ditahan di Pulau
Elba dapat melarikan diri dan menyusun kekuatannya kembali dan
terlibat perang dengan Inggris dan sekutunya di Perang Waterloo pada
1815. Perang tersebut menjadi akhir dari perjuangan Napoleon karena
24
setelah perang itu Napoleon dibuang ke Pulau St. Hellena di Samudra
Atlantik.
Pada kenyataannya, perjanjian ini tidak dapat begitu saja
menyelesaikan masalah pengembalian wilayah antara Belanda dan
Inggris. Pada kenyataannya masih terdapat masalah dan sengeta wilayah
di antara kedua negara ini, misalnya tentang klaim Singapura. Untuk
menyelesaikan masalah tersebut, pada 1824 diadakan perjanjian kembali
di London untuk membahas lebih detail dan menyelesaikan konflik yang
muncul.
25
Sebagai rambu-rambu untuk pelaksanaan pemerintahan di
negeri jajahan, Pangeran Willem VI mengeluarkan undang-undang
pemerintah untuk negeri jajahan. Salah satu pasal dari undang-undang
itu menegaskan bahwa pelaksanaan pertanian dilakukan secara bebas.
Hal ini menunjukkan adanya relevansi dengan keinginan kaum liberal
seperti yang diusulkan oleh Dirk van Hogendorp.
Berbekal ketentuan undang-undang tersebut, berangkatlah ketiga
Komisaris Jenderal tersebut ke Hindia Belanda dan sepakat untuk
mengadopsi beberapa kebijakan yang pernah diterapkan Raffles.
Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Kebijakan dalam Bidang Politik
1.) Menyelidiki keadaan di Jawa khususnya dalam menentukan
kebijakan yang tepat.
2.) Pajak tanah setiap individu diganti dengan pajak perdesa,
yang penetapannya dilakukan dengan persetujuan atau tawar-
menawar.
26
3. Penolakan Rakyat terhadap Hindia Belanda
Perubahan yang terjadi di Hindia Belanda tidak serta-merta diterima
oleh penduduk Hindia Timur. Pemerintahan Komisaris Jenderal harus
memadamkan pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat Maluku yang
dipimpin oleh Pattimura. Rakyat Maluku yang merasa senang dengan
pemerintahan Inggris tidak mau bangsa Belanda kembali berkuasa di
tanah Maluku. Untuk memadamkan pemberontakan ini A.A. Buyskes,
salah seorang dari Komisaris Jenderal harus memimpin langsung untuk
memadamkan pemberontakan rakyat Maluku.
Pemerintahan Komisaris Jenderal berakhir pada 1819 ketika
berlakunya Undang-undang Tanah Jajahan yang menetapkan bahwa
Jabatan tertinggi diberikan oleh gubernur jenderal. Untuk mengisi
jabatan tersebut Kerajaan Belanda menunjuk Baron Van der Capellen
yang merupakan salah satu dari anggota Komisaris Jenderal. Dengan
demikian, dapat dikatakan Baron Van der Capellen merupakan gubernur
jenderal pertama untuk Hindia Belanda dan mengakhiri pemerintahan
komisaris jenderal.
27