Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN AKHIR MAGANG

PERSEBARAN KELUARGA BERESIKO STUNTING DAN UPAYA


PENCEGAHANNYA DI KELURAHAN MURUNG RAYA KECAMATAN
BANJARMASIN SELATAN

ALIFIA SALMA FADILLAH

NIM 2010416320017

PROGRAM STUDI GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam rangka menunjang aspek keahlian Program Studi Geografi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat telah
menyediakan sarana dan prasarana penunjang Pendidikan dengan lengkap.
Dalam dunia kerja tentunya membutuhkan keterpaduan antara pengetahuan
secara teori yang telah didapatkan dari perkuliahan dan praktik di lapang guna
memberikan bagaimana gambaran tentang dunia kerja yang sebenarnya.

Aturan tentang magang di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Baik pekerja magang dan
tempat yang memberikan kesempatan untuk magang, tidak bisa melakukan
kegiatan ini semena-mena. Selain di atur dalam UU tersebut, magang juga
diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.Per.22/Men/IX/2009 yang membahas pemagangan ini secara spesifik di
dalam negeri yang dilakukan oleh siswa SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)
dan Mahasiswa/i.

Program Magang merupakan proses penerapan keilmuan atau


kompetensi yang didapatkan selama masa pendidikan ke dunia kerja, untuk
menumbuhkan jiwa profesionalitas dunia kerja, serta untuk meningkatkan
mutu proses belajar mahasiswa/i. kegiatan ini merupakan salah satu
persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Magang. Dalam era globalisasi,
maka mahasiswa/i dituntut untuk lebih maju dengan peningkatan sumber daya
manusia yang mutlak harus dimiliki mahasiswa dengan mewujudkan melalui
program Magang ini. dari program ini kita dapat berinteraksi dengan orang
lain dalam ruang lingkup kerja dari berbagai latar belakang orang tersebut
sehingga dapat meningkatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan yang
dimiliki.
Kegiatan magang ini dilaksanakan di Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bapedda Litbang).
Bapedda Litbang adalah lembaga teknis daerah dibidang penelitian dan
perencanaan pembangunan daerah yang dipimpin oleh seorang kepala badan
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur/Bupati/Wali
kota melalui Sekretaris daerah. Badan ini mempunyai tugas pokok membantu
Gubernur/Bupati/Wali kota dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
dibidang penelitian dan perencanaan pembangunan daerah.
Pelaksanaan kegiatan magang kerja dilakukan di Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan yang merupakan
Lembaga teknis daerah dibidang penelitian dan perencanaan pembangunan,
yang dimana Lembaga ini mempunyai tugas membantu penyelenggaraan
pemerintah daerah dalam bidang penelitian dan perencanaan pembangunan.
Pada pelaksanaan magang kerja ini penulis memilih Bapedda Litbang karena
Lembaga ini memberikan kesempatan untuk mempelajari proses perencanaan
pembangunan, termasuk tahapan perencanaan, pengumpulan data, analisis
kebijakan, dan pelaksanaan program pembangunan. Dalam hal ini penulis
diberikan kesempatan turun langsung kelapangan untuk survei lapangan
terkait program keluarga beresiko stunting.
Stunting merupakan salah satu program prioritas nasional dan harus
segera mendapatkan penanganan dan perhatian serius dari semua pihak, target
14% pada tahun 2024 merupakan hal yang tidak mudah untuk dicapai, tetapi
dengan adanya kolaborasi, kerja sama yang baik dari semua pihak, didukung
data sasaran yang lengkap, dengan pelayanan yang maksimal dan juga tepat
sasaran akan dapat mencapai target penurunan angka stunting di Kota
Banjarmasin. Upaya percepatan pencegahan dan penurunan prevelensi
stunting di Kota Banjarmasin tertuang dalam keputusan wali kota
Banjarmasin nomor 193 tahun 2023 tentang penetapan kelurahan prioritas
pencegahan dan penanganan stunting serta intervensi gizi spesifik dan
sensitive di Kota Banjarmasin tahun 2023 dan 2024.
Kecamatan Banjarmasin Selatan merupakan Kecamatan dengan angka
keluarga yang beresiko stunting paling tinggi dibandingkan dengan beberapa
kecamatan yang ada di Kota Banjarmasin. Penurunan stunting perlu dilakukan
sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang akan
merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting akan
mempengaruhi perkembangan otak anak dan akan membuat perkembangan
otak anak tidak maksimal. Hal tersebut akan beresiko menurunkan
produktivitas saat dewasa. Stunting juga dapat menyebabkan anak lebih
rentan terhadap penyakit. Oleh karena itu perlunya meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran keluarga beresiko stunting pada masyarakat
terutama di Kelurahan Murung Raya Kecamatan Banjaramsin Selatan.
1.2 Tujuan Magang
Dari latar belakang yang telah disampaikan tersebut, ada pula tujuan
dari pelaksanaan magang ini, yaitu :
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran keluarga beresiko tentang
stunting
2. Mengidentifikasi faktor risiko yang mempengaruhi stunting pada
keluarga beresiko
3. Mengembangkan strategi dan program peningkatan gizi pada keluarga
beresiko stunting
1.2.1 Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mencoba secara langsung bagaimana situasi dan
kondisi di dalam dunia kerja.
2. Meningkatkan soft skill dan hard skill mahasiswa melalui program
magang.
3. Membandingkan dan menerapkan teori-teori yang telah diperoleh
selama perkuliahan dan implementasikan di dunia kerja.
4. Mendapatkan data untuk penelitian individu dari instansi tersebut.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menyerap dan berasosiasi dengan dunia kerja, serta dapat
mengetahui dan memahami sistem kerja di instansi pemerintah
maupun perusahaan.
2. Mampu bekerja sama dan berkomunikasi dengan orang lain sehingga
memudahkan untuk mendapat relasi.
1.3 Manfaat Magang
1.3.1 Manfaat Magang bagi Peserta Magang
Manfaat yang didapatkan saat magang, yaitu :
1. Mahasiswa/i dapat menerapkan teoritis ke dalam dunia praktik kerja
sehingga mampu menumbuhkan pengetahuan kerja sesuai dengan latar
belakang bidang ilmu.
2. Mahasiswa/i mampu menjadi pribadi yang mandiri, memecahkan
masalah, bekerja sama, dan profesional.
3. Mahasiswa/i menambahkan relasi dalam lingkungannya/
1.3.2 Manfaat Magang bagi Program Studi
Manfaat yang didapatkan bagi program studi, yaitu :
1. Terciptanya hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara
kedua belah pihak.
2. Sebagai sarana dalam memperoleh informasi mengenai keadaan umum
yang terjadi instansi tersebut.
1.3.3 Manfaat Magang bagi Instansi Tujuan Magang
Manfaat yang didapatkan bagi instansi, yaitu :
1. Sarana yang memfasilitasi antara instansi/perusahaan dengan lembaga
pendidikan untuk bekerja sama lebih lanjut baik bersifat akademis
maupun non akademis.
2. Dapat merekrut mahasiswa/i yang berpotensial untuk menjadi pekerja di
instansi/perusahaan tersebut.
BAB II
DASAR PEMIKIRAN

2.1 Dasar Pemikiran Pemilihan Lokasi Magang


Saya tertarik pada penelitian di bidang Perencanaan Pengembangan Wilayah.
Oleh karena itu, saya memilih lokasi magang di Lembaga teknis daerah
dibidang penelitian dan perencanaan pembangunan, yang dimana lembaga ini
menawarkan kesempatan untuk terlibat dalam proyek penelitian yang relevan
dengan minat saya.
2.2 Dasar Pemikiran Pemilihan Bidang Magang
Saya memiliki minat dalam bidang perencanaan pengembangan wilayah dan
yakin bahwa itu adalah bidang yang akan terus berkembang di masa depan.
Oleh karena itu, saya memilih bidang magang di Lembaga teknis daerah
bidang penelitian dan perencanaan pembangunan yang menawarkan
kesempatan untuk terlibat dalam proyek-proyek inovatif dan berkontribusi
pada perubahan positif kedepannya.
BAB III
PROFIL ORGANISASI DAN AKTIVITAS MAGANG

3.1 Gambaran Umum Organisasi


Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah atau yang dalam Bahasa
Inggris dikenal sebagai Development Planning Agency at Sub-National
Level ini merupakan unsur pendukung dari pemerintah
provinsi/kabupaten/kota. Seperti yang telah dijelaskan di atas, Bappeda masuk
dalam bidang Perencanaan Pembangunan daerah yang dipimpin oleh seorang
kepala tepat di bawah gubernur/bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
Adapun pembentukan Bappeda ini berdasarkan atas Keppres No. 27 Tahun
1980 mengenai pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah di
Daerah Tingkat I dan II yang saat ini disebut provinsi dan kabupaten/kota di
seluruh Indonesia. Dasar tersebut kemudian dilebur dengan PP RI No. 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah bagian keempat Pasal 6
mengenai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Dengan kata lain, Bappeda adalah lembaga non-departemen yang
berada tepat di bawah koordinasi dan bertanggungjawab penuh kepada sang
kepala daerah. Bukan hanya itu saja, Bappeda ini juga merupakan Satuan
Kerja Perangkat Desa (SKPD) yang jadi bagian Organisasi Perangkat Daerah
(OPD). Keberadaan Bappeda ini juga sering disebut sebagai unsur penunjang
pemerintah di bidang perencanaan pembangunan daerah.
Adapun fungsi dari Bapedda, diantaranya sebagai berikut :
1. Sebagai badan penyelenggara penelitian di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan dalam rangka pengembangan
pembangunan daerah secara umum.
2. Menyusun pola dasar pembangunan, repelita, dan program tahunan
daerah.
3. Menjadi bagian dari tim pelaksanaan kerjasama penelitian sekaligus
perencanaan pembangunan daerah. Umumnya, kegiatan ini dilakukan
bersama lembaga lain, baik lembaga pemerintah ataupun swasta dan
termasuk di antaranya adalah perguruan tinggi.
4. Mengkoordinasi, merumuskan, dan menyusun anggaran pendapatan
sekaligus belanja daerah.
5. Memantau dan mengevaluasi, serta meneliti segala perencanaan
pembangunan daerah
Bappeda adalah suatu ruang untuk mendulang partisipasi dan juga
peran serta masyarakat dalam memberi masukan. Hal ini juga dimaksudkan
sebagai wujud keseriusan masyarakat dalam mengawal jalannya
pembangunan di setiap daerah. Bappeda yang ada di dalam lingkup
kabupaten/kota menjadi salah satu perangkat daerah yang memiliki tugas
untuk melaksanakan fungsi perencanaan dalam hal pembangunan daerah.
Wujud peran serta Bappeda dalam melaksanakan pembangunan ini tentu bisa
dilihat dari berbagai aspek.
3.2 Aktivitas Magang
Selama melakukan kegiatan magang kerja di Bapedda Litbang dalam
kurun waktu 3 bulan penulis mendapatkan tugas untuk melakukan survey
langsung ke lapangan mengenai keluarga yang beresiko stunting di semua
kecamatan yang ada di Kota Banjarmasin. Penulis membantu dalam
melakukan pengumpulan data yang relevan dengan proyek yang sedang
berjalan selama magang kerja berlangsung. Penulis bertugas melakukan
Survey Lapangan di beberapa Kelurahan di Kota Banjarmasin dengan
melakukan pengambilan titik koordinat atau Geotagging di beberapa rumah
warga yang sudah terdata. Selain itu, penulis juga mengikuti pelatihan
bimbingan teknis mengenai pengolahan data informasi geospasial selama dua
hari.
3.2 Metode Pelaksanaan Magang
Kegiatan magang kerja Bapedda Litbang dibimbing oleh pembimbing lapang
dan pembimbing akademik. Peran pembimbing lapang lapang di dalam
kegiatan magang kerja ini yaitu sebagai fasiliator yang akan memberikan
petunjuk dan informasi bagi para peserta magang yang sesuai dengan topik
yang telah dibahas selama kegiatan magang kerja berlangsung. Sedangkan
peran bagi pembimbing akademik yaitu sebagai fasiliator dalam bidang
akademik guna memastikan peserta magang telah melakukan kegiatan
magang kerja yang sesuai dengan prosedur atau peraturan yang telah
ditetapkan. Metode pelaksanaan pada kegiatan magang kerja ini meliputi
sebagai berikut:
1. Pencatatan data
Data yang dibutuhkan dalam kegiatan magang kerja dengan topik
Keluarga yang beresiko stunting yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer dan data sekunder merupakan data yang dikumpulkan
oleh para peserta magang yang di dapatkan langsung dari sumber
pertama yang selanjutnya akan digunakan untuk bahan pendukung
pembuatan laporan akhir kegiatan magang kerja.
2. Dokumentasi
Metode pelaksanaan dokumentasi dilakukan dengan tujuan untuk
melengkapi informasi yang diperoleh agar lebih lengkap dan
menunjang kebenaran, serta keterangan yang diberikan sesuai dengan
topik yang dibahas.
3.3 Kompetensi yang Didapatkan
Selama magang, para peserta magang dapat mengembangkan berbagai
kompetensi yang berguna untuk pengembangan karir di masa depan. Para
peserta magang dapat belajar untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan
kerja, tuntutan proyek yang berbeda, maupun situasi yang tidak terduga. Hal
ini melibatkan kemampuan untuk berpikir cepat, mengatasi tekanan, dan juga
menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah. Selain itu, magang kerja
juga sering kali melibatkan kerja dalam tim. Para peserta magang dapat
belajar secara efektif dengan anggota tim lainnya, berbagi ide, menyelesaikan
masalah Bersama, dan beradaptasi dengan dinamika kerja tim.
3.4 Tantangan Selama Kegiatan Magang
Selama kegiatan magang berlangsung penulis melakukan kegiatan
yang jarang dilakukan sebelumnya. Hal tersebut menjadi suatu tantangan
tersendiri dalam menjalani kegiatan magang. Tantangan selanjutnya bagi
penulis pribadi yaitu bagaimana caranya mengatasi tantangan tersebut. Seperti
halnya yang telah dijelaskan penulis pada bab sebelumnya bahwa kegiatan
yang dilakukan oleh penulis adalah melakukan survei lapangan terkait
program keluarga yang beresiko stunting di seluruh Kecamatan yang ada di
kota Banjarmasin.
Tantangan dari kegiatan survei lapangan yang dilakukan oleh penulis
adalah kegiatan tersebut jarang dilakukan sebelumnya. Namun kegiatan yang
dilakukan oleh penulis dan peserta magang lainnya sudah terlebih dahulu
diberikan arahan cara pengerjaannya. Dalam hal ini yang menjadi tantangan
pribadi bagi penulis antara lain yaitu kesulitan mencapai responden, salah satu
tantangan utama dalam survei lapangan adalah mencapai responden yang
diinginkan. Beberapa responden tidak tersedia, tidak mau berpartisipasi,
maupun sulit dijangkau karena alasan geografis atau social. Hal tersebut dapat
mengganggu representivitas dan keakuratan data yang dikumpulkan. Survei
lapangan sering melibatkan responden dari berbagai macam latar belakang,
budaya, atau kelompok sosial. Dengan adanya perbedaan tersebut menjadi
tantangan bagi penulis untuk menghadapi tantangan yang mungkin akan
timbul dalam berinteraksi dengan responden yang beragam. Selain itu,
kurangnya Kerjasama atau keengganan responden menjadi tantangan bagi
penulis karena ada beberapa responden yang tidak berminat ataupun tidak
bersedia berpartisipasi dalam survei. Ada beberapa responden yang merasa
tidak nyaman atau memiliki keengganan pribadi untuk di data.
Tantangan lingkungan seperti cuaca buruk, akses terbatas, atau kondisi
fisik yang tidak terduga dapat mempengaruhi jadwal dan kemampuan
mengumpulkan data dengan efektif. Selanjutnya yaitu keterbatasan waktu dan
sumber daya, mengelola waktu dengan efisien, mengatur jadwal survei
dengan baik dan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya personal
menjadi tantangan bagi penulis. Dan yang terakhir yaitu kualitas data dan
kesalahan manusia menjadi tantangan bagi penulis karena saat melakukan
survei lapangan, ada resiko kesalahan manusia dalam mengumpulkan data.
Namun meskipun banyak tantangan tersendiri bagi penulis, secara garis besar
kegiatan magang yang berlangsung sudah berjalan dengan sangat baik.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Landasan Teori


Stunting merupakan kondisi pada anak dengan gagal tumbuh atau
terlambat bertumbuh karena kekurangan gizi kronis yang dimulai sejak dalam
kandungan ibu selama 1000 hari pertama kehidupan hingga usia 23 bulan
(baduta) (Kementerian PPN/ Bappenas, 2018). Penyebab dari stunting adalah
pola asuh yang kurang baik, pelayanan antenatal care yang kurang kepada ibu,
hambatan akses rumah tangga untuk makanan yang bergizi, hambatan akses
terhadap air bersih dan sanitasi, serta penyakit infeksi yang diderita oleh anak.
Selain itu masih terdapat penyebab dari faktor sosial, ekonomi, budaya, dan
politik (Carolina, 2021). Kondisi stunting bersifat tidak dapat kembali
sehingga upaya signifikan yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan
gizi adalah dengan pencegahan stunting (World Health Organization, 2014).
Secara global pada tahun 2020, sebanyak 149 juta balita di seluruh
dunia menderita stunting dan berdampak pada masalah kesehatan lainnya.
Data WHO juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah balita yang
menderita stunting tinggal di Asia dan Afrika. Namun benua Asia hanya
memiliki beberapa negara dengan prevalensi stunting di atas 30%, di
antaranya yaitu India, Nepal, Laos, dan Indonesia. Indonesia memiliki tingkat
stunting dengan kategori sangat tinggi dan dengan progress yang keluar dari
jalur (belum mendekati target) (UNICEF, WHO, 2021).
Indonesia memiliki tingkat stunting mencapai 30,8% pada 2018 dan
27,7% pada tahun 2019. Walaupun mengalami penurunan, Indonesia
menduduki peringkat 108 dari 132 negara dengan prevalensi stunting terbesar
di dunia. Dalam berbagai indikator, pencegahan stunting di Indonesia juga
masih mengalami tantangan diantaranya kasus Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR) yang masih meningkat (5,7% pada 2013 dan 6,25% pada 2018),
proporsi imunisasi dasar lengkap masih menunjukkan penurunan (59,2% pada
2013 dan 57,9% pada 2018), ibu dan balita dengan kondisi kekurangan energi
yang belum mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) masih
cukup tinggi (74,8% dan 59%), serta anemia pada ibu hamil yang meningkat
(37,1% pada 2013 dan 48,9 pada 2018) (Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan, 2018). Sedangkan faktor determinan stunting di
Negara berkembang diantaranya yaitu praktik pemberian makanan, budaya
dan etnis, terlambat dalam inisiasi menyusui, kurangnya pengetahuan dan
pemahaman ibu terkait menyusui dan diet bayi, praktik keluarga berencana,
jarak antar kehamilan, vaksinasi, dan pendidikan orang tua (Aramico et al.,
2020).
4.2 Analisis
Stunting merupakan permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam rentang waktu yang cukup lama, biasanya hal
ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Permasalahan stunting ini dapat terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru
akan terlihat ketika anak sudah mulai menginjak usia dua tahun. Selain
mengalami pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan penyebab
perkembangan otak yang tidak maksimal. Hal tersebut dapat mempengaruhi
kemampuan mental dan belajar yang tidak maksimal pada anak, serta prestasi
belajar anak yang buruk. Selain itu, efek jangka Panjang yang disebabkan oleh
stunting maupun kondisi lain terkait kurangnya gizi, sering kali dianggap
sebagai salah satu factor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian
lainnya akibat infeksi.
Maka dari itu pentingnya melakukan Upaya kesadaran dan pencegahan
stunting pada keluarga beresiko guna mengurangi presentase besarnya
penderita stunting di Kota Banjarmasin, terutama di Kelurahan Murung Raya
Kecamatan Banjarmasin Selatan. Kelurahan Murung Raya merupakan
kelurahan dengan jumlah keluarga beresiko stunting paling tinggi
dibandingkan dengan kelurahan lainnya yang terletak di Kota Banjarmasin,
yaitu sebanyak 374 Kartu Keluarga yang tercatat sebagai keluarga yang
beresiko stunting. Berikut merupakan Peta persebaran keluarga beresiko
stunting di Kelurahan Murung Raya :

Gambar 1. Peta Persebaran Keluarga Beresiko Stunting di Kelurahan


MurungRaya
Peta diatas merupakan peta persebaran keluarga beresiko stunting di
Kelurahan Murung Raya. Dapat dilihat juga bahwa persebaran titik keluarga
yang beresiko stunting di Kelurahan Murung Raya hamper menyeluruh. Data
yang telah diperoleh nantinya akan digunakan untuk perencanaan program
yang nantinya akan mencegah stunting dan meningkatkan kesadaran serta
pencegahan stunting.

A. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang stunting


Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran keluarga beresiko stunting,
ada beberapa Langkah yang dapat diambil, diantaranya yaitu :
a) Memberikan edukasi dan informasi yang komprehensif kepada
keluarga beresiko tentang stunting, termasuk penyebab, dampak
jangka Panjang, serta Langkah-langkah pencegahannya. Upaya
pencegahan stunting dengan melibatkan ibu dan berbasis keluarga
merupakan Langkah awal dalam pencegahan stunting pada balita dan
anak. Strategi dalam Upaya pencegahan stunting yang melibatkan ibu
adalah edukasi keliling secara door to door yang dilanjutkan dengan
membagikan selebaran materi mengenai stunting dengan Bahasa yang
mudah dipahami. Proses edukasi pada ibu juga dapat menggunakan
media audiovisual , seperti video tentang stunting pada balita. Selain
itu, Upaya pencegahan stunting dengan melibatkan masyarakat
melalui pemberdayaan dan edukasi kader posyandu. Dengan adanya
kegiatan pemberdayaan kader yang terstruktur dan komprehensif dapat
mendukung terwujudnya peningkatan derajat Kesehatan masyarakat.
Peran kader sebagai penggerak utama dan terdepan dalam perubahan
pengetahuan serta perilaku terkait gizi anak yang diharapkan dapat
menurunkan prevalensi stunting. Keterlibatkan kader dalam
penanganan stunting ini dibekali dengan pengetahuan yang baik serta
sikap yang positif dalam pencegahan stunting. Salah satu strategi
untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap kader posyandu adalah
dengan adanya edukasi dan penyuluhan Kesehatan.
B. Mengidentifikasi faktor risiko yang mempengaruhi stunting
Stunting merupakan gagal pertumbuhan pada anak yang ditandai dengan
tinggi badan yang lebih pendek dari standar usia mereka. Beberapa factor
risiko yang dapat mempengaruhi kejadain stunting pada keluarga beresiko
diantaranya yaitu :
1) Gizi buruk
Gizi buruk merupakan factor risiko utama yang berkontribusi
terhadap stunting. Kurangnya asupan nutrisi yang cukup,
terutama protein, energi, dan mikronuterin penting seperti zat
besi, vitamin A, dan yodium dapat menghambat pertumbuhan
anak.
2) Kurangnya akses terhadap makanan bergizi
Keluarga beresiko mungkin menghadapi keterbatasan akses
terhadap makanan yang bergizi. Seperti factor kemiskinan,
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, atau
keterbatasan akses terhadap makanan yang bervariasi dan
seimbang dapat berkontribusi terhadap risiko stunting.
3) Kondisi Kesehatan yang buruk
Keluarga dengan kondisi Kesehatan yang buruk atau penyakit
yang berkepanjangan memiliki risiko lebih tinggi terhadap
stunting.
4) Sanitasi dan kebersihan yang buruk
Kondisi sanitasi dan kebersihan yang buruk, termasuk akses
terhadap air bersih, sanitasi yang tidak memadai, dan praktek
hygiene yang buruk, hal tersebut dapat meningkatkan risiko
infeksi dan penyakit pada anak, yang pada akhirnya dapat
berkontribusi terhadap stunting.
5) Pendidikan dan pengetahuan yang terbatas
Tingkat Pendidikan dan pengetahuan keluarga juga dapat
mempengaruhi risiko stunting. Ketidakpahaman tentang
pentingnya gizi seimbang, pemberian makanan yang tepat,
praktik kebersihan yang baik, dan perawatan anak yang sehat
dapat menyebabkan kebiasaan yang tidak mendukung
pertumbuhan optimal.
6) Factor lingkungan
Factor lingkungan, seperti tingkat polusi udara, akses terhadap
layanan Kesehatan yang terbatas, atau kondisi rumah yang
tidak memadai, dapat berkontribusi terhadap risiko stunting
pada keluarga yang beresiko.
C. Mengembangkan strategi dan program peningkatan gizi
Untuk mengembangkan strategi dan program peningkatan gizi, berikut
merupakan beberapa Langkah yang dapat diambil :
1) Analisis kebutuhan
Melakukan analisis kebutuhan gizi di wilayah atau komunitas target.
Mengumpulkan data dan informasi tentang status gizi penduduk, pola
makan, asupan nutrisi yang kurang, dan factor-faktor resiko yang
mempengaruhi gizi buruk.
2) Identifikasi sasaran
Menentukan kelompok sasaran yang akan menjadi focus program,
seperti balita, ibu hamil, maupun remaja. Memperhatikan kelompok
yang paling rentan terhadap gizi buruk dan stunting.
3) Edukasi dan konseling gizi
Mengembangkan program edukasi dan konseling gizi yang terarah
pada kelompok sasaran. Menyediakan informasi tentang gizi yang
seimbang, praktik pemberian makan yang baik, pengolahan makanan,
dan pentingnya asupan nutrisi yang kuat.
4) Program pangan dan suplemen gizi
Mengimplementasikan program pangan yang menyediakan akses
terhadap makanan bergizi bagi keluarga beresiko. Serta
mempertimbangkan pemberian suplemen gizi seperti tablet zat besi
atau vitamin bagi kelompok sasaran.
5) Keterlibatan masyarakat
Melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengembangan dan
pelaksanaan program. Mengadakan pertemuan komunitas, kelompok
diskusi, maupaun kegiatan partisipatif lainnya untuk mendapatkan
masukan dan membangun dukungan dari masyarakat.
6) Pendekatan terpadu
Mengintegrasikan program peningkatan gizi ke dalam pendekatan
yang lebih luas, seperti program Kesehatan, Pendidikan, atau
pembangunan masyarakat. Memastikan sinergi dengan program yang
ada dan memaksimalkan dampak positif.
4.3 Rekomendasi Perbaikan
Meningkatkan komunikasi antara tim ataupun departemen yang terlibat dalam
proyek. Mengadakan pertemuan rutin, memperjelas tugas dan tanggung
jawab, serta meningkatkan saling pemahaman antara anggota tim. Menyusun
jadwal kerja yang lebih terstruktur dan memprioritaskan tugas dengan baik.
Memperbaiki manajemen waktu yang membantu untuk menghindari
penundaan dan meningkatkan produktivitas.
BAB V
REFLEKSI DIRI

Selama magang kerja berlangsung di Bapedda Litbang, penulis dapat melihat


perkembangan diri selama magang. Penulis lebih merasa percaya diri dalam
menghadapi tugas dan tantangan yang diberikan, serta penulis telah
meningkatkan keterampilan komunikasi dan kemampuan kerja dalam tim.
Selama magang berlangsung, penulis juga mendapatkan tantangan dan
kesulitan, namun penulis melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar dan
tumbuh. Tantangan tersebut melibatkan mengelola waktu dengan efektif,
mengatasi situasi yang kompleks, atau beradaptasi dengan perubahan yang
cepat. Penulis menyadari pentingnya kerjasama tim dan kolaborasi dalam
mencapai tujuan proyek. Penulis belajar bekerja dengan anggota tim yang
memiliki latar belakang dan pemikiran yang berbeda, serta menghadapi peran
setiap individu dalam mencapai kesuksesan bersama.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
komunitas beresiko, tingkat kesadaran tentang stunting masih perlu
ditingkatkan. Bamyak keluarga yang kurang memahami penyebab,
dampak jangka Panjang, dan Langkah-langkah pencegahan stunting. Hal
ini menunjukan pentingnya Upaya edukasi dan kampanye penyuluhan
untuk meningkatkan kesadaran di Masyarakat. Terdapat beberapa factor
risiko yang signifikan mempengaruhi tingginya angka stunting di
komunitas beresik. Faktor ini termasuk rendahnya akses terhadap
makanan bergizi, praktik pemberian makan yang tidak tepat, sanitasi yang
buruk, Pendidikan yang rendah, dan kemiskinan. Dalam Upaya
pencegahan stunting, diperlukan pengembangan dan penguatan program
pangan dan gizi. Program tersebut harus mencakup akses terhadap
makanan bergizi, suplemen gizi, dan pendampingan dalam praktik
pemberian makan yang sehat. Dalam hal ini, kolaborasi antar pemerintah,
organisasi non- pemerintah, dan sector swasta dapat memperkuat
implementasi program dan meningkatkan dampaknya.
6.2 Saran
Menyarankan pengembangan program edukasi yang komprehensif tentang
stunting dan pentingnya gizi yang baik kepada masyarakat beresiko.
Program ini dapat mencakup penyuluhan melalui seminar, lokakarya, atau
kampanye social untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang
stunting. Serta menyarankan penerapan pendekatan komunitas dalam
Upaya pencegahan stunting. Melalui partisipasi aktif masyarakat, seperti
kelompok ibu-ibu maupaun kelompok remaja, dapat dibangun kesadaran
kolektif dan saling dukung dalam menerapkan praktik gizi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, S. (2018). Gerakan Pencegahan Stunting melalui pemberdayaan masyarakat di
kecamatan jatinangor kabupaten sumedang. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk
Masyarakat, 7(3), 185-188.
Daracantika, A., Ainin, A., & Besral, B. (2021). Pengaruh negatif stunting terhadap
perkembangan kognitif anak. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, dan Informatika
Kesehatan, 1(2), 124-134.
Hamzah, B. (2020). Gerakan pencegahan stunting melalui edukasi pada masyarakat di desa
muntoi kabupaten bolaang mongondow. JPKMI (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Indonesia), 1(4), 229-235.
Haskas, Y. (2020). Gambaran stunting di Indonesia: literatur review. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis, 15(2), 154-157.
Laili, U., & Andriani, R. A. D. (2019). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pencegahan
Stunting. Jurnal Pengabdian Masyarakat IPTEKS, 5(1), 8-12.
Mediani, H. S., Nurhidayah, I., & Lukman, M. (2020). Pemberdayaan kader kesehatan
tentang pencegahan stunting pada balita. Media Karya Kesehatan, 3(1).
Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan stunting dan pencegahannya. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 225-229.
Satriawan, E. (2018). Strategi nasional percepatan pencegahan stunting 2018-2024. Jakata:
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Kecamatan Padang Timur Kota padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan
Andalas, 7(2), 275-284.

Vinci, A. S., Bachtiar, A., & Parahita, I. G. (2022). Efektivitas edukasi mengenai
pencegahan stunting kepada kader: Systematic literature review. Jurnal
Endurance, 7(1), 66-73.

Anda mungkin juga menyukai