Anda di halaman 1dari 9

a.

Mercury
Air Raksa atau Mercury (Hg) adalah salah satu logam berat dalam
bentuk cair. Terjadinya pencemaran mercury di perairan laut lebih
banyak disebabkan oleh faktor manusia dibanding faktor alam.
Meskipun pencemaran mercury dapat terjadi secara alami tetapi
kadarnya sangat kecil. Pencemaran mercury secara besar-besaran
disebabkan karena limbah yang dibuang oleh manusia. Manusia telah
menggunakan mercury oksida (HgO) dan mercury sulfida (HgS)
sebagai zat pewarna dan bahan kosmetik sejak jaman dulu. Dewasa ini
mercury telah digunakan secara meluas dalam produk elektronik,
industri pembuatan cat, pembuatan gigi palsu, peleburan emas,
sebagai katalisator, dan lain-lain. Penggunaan mercury sebagai
elektroda dalam pembuatan soda api dalam industri makanan seperti
minyak goreng, produk susu, kertas tima, pembungkus makanan juga
kadang mencemari makanan tersebut.
Pencemaran logam mercury (Hg) mulai mendapat perhatian sejak
munculnya kasus minamata di Jepang pada tahun 1953. Pada saat
itu banyak orang mengalami penyakit yang mematikan akibat
mengonsumsi ikan, kerang, udang dan makanan laut lainnya yang
mengandung mercury. Kasus minamata yang terjadi dari tahun 1953
sampai 1975 telah menyebabkan ribuan orang meninggal dunia
akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata Jepang. Industri
Kimia Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl2) sebagai
katalisator dalam memproduksi acetaldehyde sintesis di mana setiap
memproduksi satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah antara 30-
100 gr mercury dalam bentuk methyl mercury (CH3Hg) yang
dibuang ke laut Teluk Minamata.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara
langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian
mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan,
crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi
masyarakat Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam
rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih
500 ppm. Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan laut
yang tercemar tersebut dalam jumlah banyak telah terserang
penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa dan bahkan
banyak yang meninggal dunia.
b. Kadmium
Kadmium (Cd) menjadi populer sebagai logam berat yang berbahaya
setelah timbulnya pencemaran sungai di wilayah Kumamoto Jepang
yang menyebabkan keracunan pada manusia. Pencemaran kadmium
pada air minum di Jepang menyebabkan penyakit “itai-itai”.
Gejalanya ditandai dengan ketidak-normalan tulang dan beberapa
organ tubuh menjadi mati. Keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd
adalah kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti pada pernapasan,
sirkulasi darah, penciuman, serta merusak kelenjar reproduksi, ginjal,
jantung dan kerapuhan tulang.
Kadmium telah digunakan secara meluas pada berbagai industri
antara lain pelapisan logam, peleburan logam, pewarnaan, baterai,
minyak pelumas, bahan bakar. Bahan bakar dan minyak pelumas
mengandung Cd sampai 0,5 ppm, batubara mengandung Cd sampai
2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd bahkan ada yang
sampai 170 ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak
pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut
serta sisa-sisa pembakaran bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan
selanjutnya jatuh masuk ke laut. Konsentrasi Cd pada air laut yang
tidak tercemar adalah kurang dari 1 mg/l atau kurang dari 1 mg/kg
sedimen laut.Konsentrasi Cd maksimum dalam air minum yang
diperbolehkan oleh Depkes RI dan WHO adalah 0,01,mg/l. Sementara
batas maksimum konsentrasi atau kandungan Cd pada daging
makanan laut yang layak bagi kesehatan yang direkomendasikan FAO
dan WHO adalah lebih kecil dari 0,95 mg/kg. Sebaliknya Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan merekomendasikan tidak lebih dari
2,0 mg/kg.
c. Timbal
Timbal (Pb) juga salah satu logam berat yang mempunyai daya
toksitas yang tinggi terhadap manusia karena dapat merusak
perkembangan otak pada anak-anak, menyebabkan penyumbatan
sel-sel darah merah, anemia dan mempengaruhi anggota tubuh
lainnya. Pb dapat diakumulasi langsung dari air dan dari sedimen oleh
organisme laut. Dewasa ini pelepasan Pb ke atmosfir meningkat tajam
akibat pembakaran minyak dan gas bumi yang turut menyumbang
pembuangan Pb ke atmosfir. Selanjutnya Pb tersebut jatuh ke laut
mengikuti air hujan. Dengan kejadian tersebut maka banyak negara di
dunia mengurangi tetraeil Pb pada minyak bumi dan gas alam untuk
mengurangi pencemaran Pb di atmosfir.

B. Dampak negatif logam berat bagi manusia


Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap
manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang
lama. Dampak tersebut antar lain :
1. Timbal (Pb)
Dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan
sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf),
gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik
sistem syaraf, dan gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat
menurunkan IQ pada anak kecil jika terdapat 10-20 myugram/dl
dalam darah.
2. Kadmium (Cd)
Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat
kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual,
muntah, diare, kram, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat,
kerusakan ginjal dan hati, dan gangguan kardiovaskuler. Kadmium
dapat pula merusak tulang (osteomalacia, osteoporosis) dan
meningkatkan tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium
adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk – batuk, dan lemah.
3. Merkuri (Hg)
dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya,
menyebabkan bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Gejala
keracunan Merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal
sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau,
mudah lelah, gangguan psikologi (rasa cemas dan sifat agresif), dan
sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang tinggi mengakibatkan
kerusakan sel-sel saraf di otak kecil, gangguan pada luas pandang,
kerusakan sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil. Turunan
oleh Merkuri (biasanya etil merkuri) pada proses kehamilan akan
nampak setelah bayi lahir yang dapat berupa cerebral palsy maupun
gangguan mental. Sedangkan keracunan Merkuri yang akut dapat
menyebabkan kerusakan saluran pencernaan, gangguan
kardiovaskuler, kegagalan ginjal akut maupun shock.
4. Arsenik (As)
Dalam tubuh dapat mengganggu daya pandang mata,
hiperpigmentasi (kulit menjadi berwarna gelap), hiperkeratosis
(penebalan kulit), pencetus kanker, infeksi kulit (dermatitis). Selain
itu, dapat menyebabkan kegagalan fungsi sumsum tulang,
menurunnya sel darah, gangguan fungsi hati, kerusakan ginjal,
gangguan pernafasan, kerusakan pembuluh darah, varises, gangguan
sistem reproduksi, menurunnya daya tahan tubuh, dan gangguan
saluran pencernaan.
5. Chromium (Cr)
Dalam tubuh dapat berakibat buruk terhadap sistem saluran

pernafasan, kulit, pembuluh darah, dan ginjal. Dampak kandungan

logam berat memang sangat berbahaya bagi kesehatan. Namun, kita

dapat mencegahnya dengan meningkatkan kesadaran untuk ikut serta

melestarikan sumber daya hayati serta menjaga kesehatan baik untuk

diri sendiri maupun keluarga. Salah satu cara sederhana untuk

menjaga kesehatan adalah dengan mendeteksi kondisi air yang kita

gunakan sehari-hari, terutama kebutuhan untuk minum. Jika kondisi

air Anda sudah terdeteksi, maka akumulasi logam berat dalam tubuh

dapat kita cegah

Paparan logam berat Hg terutama methyl mercury dapat


meningkatkan kelainan janin dan kematian waktu lahir serta dapat
menyebabkan Fetal Minamata Disease seperti yang terjadi pada
nelayan Jepang di Teluk Minamata. Selain yang tersebut di atas Hg
dapat menyebabkan kerusakan otak, kerusakan syaraf motorik,
cerebral palsy, dan retardasi mental. Paparan di tempat kerja
utamanya oleh inorganik mercury pada pria akan dapat
menyebabkan impotensi dan gangguan libido sedangkan pada wanita
akan menyebabkan gangguan menstruasi. Pada studi epidemiologi
ditemukan bahwa keracunan metal dan etil merkuri sebagian besar di
sebabkan oleh konsumsi ikan yang diperoleh dari daerah tercemar
atau makanan yang berbahan baku tumbuhan yang disemprot dengan
pestisida jenis fungisida alkil merkuri.

Gejala yang timbul akibat keracunan Hg dapat merupakan gangguan


psikologik berupa rasa cemas dan kadang timbul sifat agresif.
Keracunan Hg yang sering disebut sebagai mercurialism banyak
ditemukan di negara maju, misalnya Mad Hatter’s Disease yang
merupakan suatu outbreak keracunan Hg yang diderita oleh pekerja
di Alice Wonderland, Minamata Disease yang merupakan suatu
outbreak keracunan Hg pada penduduk makan ikan yang
terkontaminasi oleh Hg di Minamata Jepang, dan kejadian ini dikenal
sebagai Minamata Disease. Penyakit lain yang disebabkan oleh
keracunan Hg adalah Pink Disease yang terjadi di Guatemala dan
Rusia yang merupakan outbreak keracunan Hg akibat mengkonsumsi
padi-padian yang terkontaminasi oleh Hg.

Keracunan Hg yang akut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan


saluran pencernaan, gangguan kardiova sculer, kegagalan ginjal akut
maupun shock. Pada pemeriksaan laboratorium tampak terjadinya
denaturasi protein enzim yang tidak aktif dan kerusakan membran
sel. Metil maupun etil merkuri merupakan racun yang dapat
mengganggu susunan syaraf pusat (serebrum dan serebellum) maupun
syaraf perifer. Keracunan merkuri dapat pula berpengaruh terhadap
fungsi ginjal yaitu terjadinya proteinuria. Pada pekerja yang terpapar
kronis oleh fenil dan alkil merkuri dapat timbul dermatitis. Selain
mempunyai efek pada susunan syaraf, Hg juga dapat menyebabkan
kelainan psikiatri berupa insomnia, nervus, kepala pusing, gampang
lupa, tremor dan depresi.

Seng banyak digunakan dalam berbagai bidang, antara lain:


lapisan anti-karat untuk produk besi dan baja;
bahan baku produksi kuningan dan perunggu;
sebagai bahan peralatan rumah tangga, termasuk alat memasak,
kosmetik, bedak, antiseptik, cat, karet, dan lain-lain;
dalam industri kertas, gelas, ban mobil, layar televisi, baterai,
peralatan elektronik, pupuk, insektisida, pengeras semen, pencetakan
dan pewarnaan tekstil, produksi bahan adesif, sebagai fluks dalam
operasi metalurgi, dan pengawet kayu;
dalam produksi asap bom, pelatihan pemadam kebakaran, militer;
dan
sebagai obat dalam penanganan penyakit kekurangan seng, beberapa

penyakit kulit, penyembuhan luka, dan pengurang rasa sakit pada

pasien animea.

3.3. Logam Seng (Zn)

Seng adalah elemen esensial dalam jumlah yang sangat kecil (trace
elements) untuk tumbuhan dan hewan. Pada mamalia, seng memiliki
peran vital sebagai biosinstesis dari asam nukleat, RNA polymerase,
dan DNA polymerase, sehingga terlibat juga dalam proses
penyembuhan jaringan dalam tubuh. Proses fisiologi lainnya, seperti
metabolisme hormon, respon imun, dan stabilisasi ribosom dan
membran, juga membutuhkan seng. Toksisitas seng bukan merupakan
masalah umum, tetapi telah dilaporkan bahwa dapat terjadi
keracunan seng pada manusia (misalnya dari makanan asam atau
minuman yang disimpan dalam kontainer tergalvanisasi) dan hewan
(misalnya dari pengonsumsian atau paparan terhadap objek logam
tergalvanisasi, pupuk dan cat tertentu, koin yang mengandung seng,
dan lain-lain). Beberapa faktor seperti kesadahan, salinitas,
temperatur, dan kehadiran beberapa kontaminan mempengaruhi
toksisitas seng dalam lingkungan perairan. Faktor-faktor tersebut
merupakan hasil dari pengaruh keberadaan seng dan penyerapan atau
pengikatan seng terhadap jaringan hidup. Pengaruh kesadahan dalam
toksisitas seng merupakan faktor yang paling banyak diteliti.

Konsentrasi seng dalam air alami umumnya rendah, tetapi dalam


beberapa tempat ditemukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi.
Seng dalam konsentrasi yang tinggi selalu ditemukan dalam air yang
tercemar atau air yang mengalir melalui sistem batuan dasar
(bedrock) yang mengandung deposit seng. Rendahnya kandungan
logam Zn di perairan kemungkinan disebabkan oleh sifat logam Zn
dalam lingkungan perairan dan sangat dipengaruhi oleh bentuk
senyawanya. Effendi (2003) menyatakan bahwa logam Zn di perairan
umumnya berbentuk persenyawaan sphalerite (ZnS), calamine
(ZnCO3), oksida seng (ZnO) dan milemite (Zn2SiO4). Kelarutan
logam Zn dalam air relatif rendah, logam Zn dengan gugusan klorida
dan sulfat mudah terlarut ke dalam sedimen, sehingga logam Zn di
perairan banyak mengendap di dasar. Menurut Bryan dalamEffendi
(2000) bahwa pengendapan logam di perairan terjadi karena adanya
anion karbonat, hidroksil dan klorida.

3.1. Logam Kromium (Cr)

Kromium (Cr) tidak terdapat secara bebas di alam. Mineral utama


kromium adalah chromite. Senyawa kromium dapat ditemukan di air
dalam jumlah yang sangat kecil (trace amount). Unsur dan
senyawanya dapat dibuang ke air permukaan melalui berbagai
industri. Misalnya dalam aplikasi dalam industri logam dan alloy.
Stainless steel terdiri dari 12-15% kromium. Logam ini dapat
diperhalus (polished) dan tidak teroksidasi ketika kontak dengan
udara.

Industri logam pada umumnya membuang kromium trivalen,


sedangkan kromium hexavalen berasal dari limbah cair proses tanning
dan pengecatan/pewarnaan. Senyawa kromium diaplikasikan sebagai
pigmen dan 90% tanning kulit menggunakan senyawa kromium.
Kromium dapat digunakan sebagai katalis, yaitu dalam penyuburan
kayu, produksi audio dan video, dan laser.

Kromium adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh beberapa organisme.


Kromium yang dibutuhkan tersebut adalah kromium trivalen,
sedangkan kromium hexavalen diketahui sangat toksik terhadap flora
dan fauna. Pencemaran kromium tidak termasuk masalah lingkungan
yang utama dan paling parah, meskipun membuang limbah cair yang
mengandung kromium ke sungai dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan.

Kromium (III) oksida hanya sedikit larut dalam air, sehingga


konsentrasinya di air alami sangat terbatas. Ion Cr3+ jarang terdapat
dalam air dengan pH lebih dari 5 karena Hydrated chromium oxide
(Cr(OH)3) sulit larut dalam air.

Senyawa Kromium (VI) stabil dalam kondisi aerobik, tetapi akan


direduksi menjadi senyawa Kromium (III) pada kondisi anaerobik, dan
begitu pula sebaliknya. Sebagian besar Kromium terikat pada partikel
yang mengapung dalam air.

Senyawa Kromium (VI) dalam air diklasifikasikan bahaya kelas 3 dan


dianggap sangat toksik (WHO, 1988). Kelarutan kromium pada air
dalam tanah lebh rendah daripada logam toksik lainnya. Hal ini
merupakan penyebab uptake kromium olehtanaman relatif rendah.
Pada kondisi normal, tanaman mengandung sekitar 0.02 ppm sampai
1 ppm kromium (berat kering), meskipun dapat meningkat hingga 14
ppm. Pada lichen, kromium dapat ditemukan dalam konsentrasi yang
relatif tinggi (WHO, 1988).

Senyawa Kromium (VI) merupakan zat toksik pada konsentrasi


rendah baik untuk tanaman maupun hewan. Mekanisme toksisitas
kromium tergantung pada pH. Senyawa ini lebih mudah berpindah
(mobile) dalam tanah daripada senyawa Kromium (III), tetapi
umumnya tereduksi menjadi senyawa kromium (III) dalam jangka
waktu pendek, dan mengurangi mobilitasnya. Kromium terlarut
terkonversi menjadi garam kromium yang tidak terlarut sehingga
tanaman tidak mengambilnya. Mekanisme ini melindungi rantai
makanan dari jumlah kromium yang tinggi. Mobilitas Kromium dalam
tanah tergantung pH tanah dan kapasitas sorpsi tanah. Pada
umumnya, tanah pertanian mengandung Kromium 100 ppm
(Lenntech, 2005).

Keracunan tubuh manusia terhadap kromium, dapat berakibat buruk

terhadap saluran pernafasan, kulit, pembuluh darah dan ginjal. Efek

kromium terhadap sistem saluran pernafasan (respiratory sistem

effects), berupa kanker paru dan ulkus kronis/perforasi pada septum

nasal. Pada kulit (skin effects), berupa ulkus kronis pada permukaan

kulit. Pada pembuluh darah (vascular effects), berupa penebalan oleh

plag pada pembuluh aorta (atherosclerotic aortic plaque). Sedangkan

pada ginjal (kidney effects), kelainan berupa nekrosis tubulus ginjal.

Anda mungkin juga menyukai