TAHUN 2022
I. DEFINISI
A. Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak negatif
terhadap pencapaian sasaran organisasi.
B. Manajemen Risiko adalah proses yang proaktif dan kontinu meliputi identifikasi,
analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi, pemantauan, dan
pelaporan Risiko, termasuk berbagai strategi yang dijalankan untuk mengelola
Risiko dan potensinya.
C. Proses Manajemen Risiko adalah suatu proses yang bersifat berkesinambungan,
sistematis, logis, dan terukur yang digunakan untuk mengelola Risiko di instansi.
B. PRIORITAS RISIKO
Prioritas risiko diperoleh setelah melakukan analisis dan evaluasi risiko.
1. Analisis risiko
Analisis risiko melibatkan pengembangan akan pemahaman risiko. Analisis
risiko memberikan masukan mengambil risiko untuk dilakukan evaluasi dan
keputusan apakah risiko perlu ditangani, dan pada strategi risiko dan metode
penanganan yang paling tepat. Analisis risiko juga dapat memberikan
masukan dalam membuat keputusan dan pilihan yang melibatkan berbagai
jenis dan tingkat risiko. Analisis risiko melibatkan pertimbangan penyebab
dan sumber risiko, konsekuensi positif dan negatif, dan kemungkinan bahwa
mereka konsekuensi dapat terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
konsekuensi dan kemungkinan harus diidentifikasi. Risiko dianalisis dengan
menentukan konsekuensi dan kemungkinan potensi dan atribut lain dari
risiko. Suatu peristiwa bisa menimbulkan konsekuensi ganda dan dapat
mempengaruhi berbagai tujuan. Pengendalian yang ada, efektivitas dan
efisiensi juga harus diperhitungkan. Cara menyajikan konsekuensi dan
kemungkinan dan cara menggabungkan untuk menentukan tingkat risiko
harus mencerminkan jenis risiko, informasi yang tersedia, tujuan dan hasil
penilaian risiko untuk digunakan dan harus konsisten dengan kriteria risiko.
Hal ini juga penting untuk mempertimbangkan saling ketergantungan risiko
yang berbeda dan sumber yang ada.
Kepercayaan dalam penentuan tingkat risiko dan kepekaan terhadap
prasyarat dan asumsi harus dipertimbangkan dalam analisis, dan
dikomunikasikan secara efektif kepada para pembuat keputusan dan,
pemangku kepentingan lainnya jika diperlukan. Analisis risiko dapat dilakukan
dengan berbagai tingkat secara rinci, tergantung pada risiko, tujuan analisis,
dan informasi, data dan sumber daya yang tersedia. Analisis dapat bersifat
kualitatif, semi kuantitatif atau kuantitatif, atau kombinasi dari, tergantung
pada keadaan. Konsekuensi dan kemungkinan potensi risiko dapat
ditentukan dengan memodelkan hasil dari suatu peristiwa atau serangkaian
peristiwa, atau dengan ekstrapo/asi dari studi eksperimental atau dari data
yang tersedia. Konsekuensi dapat dinyatakan dalam dampak berwujud dan
tidak berwujud. Dalam beberapa kasus, lebih dari satu nilai numerik atau
deskripsi yang diperlukan untuk menentukan konsekuensi dan kemungkinan
potensi risiko untuk waktu, tempat, kelompok atau situasi yang berbeda.
e. Kategori Dampak
Kategori dampak sangat penting dalam menjamin identifikasi risiko yang
komprehensif dan pengikhtisaran atau pelaporan risiko. Kategori dampak
disusun sesuai dengan kondisi lingkungan organisasi. Kategori dampak
minimal di puskesmas adalah sebagaimana tabel berikut:
f. Selera Risiko
Selera Risiko merupakan kebijakan yang menjadi acuan dalam
menentukan apakah suatu Risiko perlu ditangani atau tidak. Selera Risiko
mencerminkan bagaimana organisasi menyeimbangkan efisiensi,
pertumbuhan, hasil, dan risiko.
2. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa risiko
dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko dapat diterima atau
ditoleransi. Tujuan evaluasi risiko adalah untuk membantu dalam membuat
keputusan, berdasarkan hasil analisis risiko, berkaitan dengan risiko yang
memerlukan prioritas penanganannya.
C. PELAPORAN RISIKO
D. MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko adalah suatu proses mengenal, mengevaluasi,
mengendalikan, dan meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara
menyeluruh (NHS).
1. Lingkup manajemen risiko dalam pelayanan kesehatan:
a. Risiko yang terkait dengan pelayanan pasien atau kegiatan pelayanan
kesehatan: adalah risiko yang mungkin dialami oleh pasien atau sasaran
kegiatan UKM, atau masyarakat akibat pelayanan yang disediakan oleh
FKTP, misalnya: risiko yang dialami pasien ketika terjadi kesalahan
pemberian obat.
b. Risiko yang terkait dengan petugas klinis yang memberikan pelayanan:
adalah risiko yang mungkin dialami oleh petugas klinis ketika memberikan
pelayanan, misalnya perawat tertusuk jarum suntik sehabis melakukan
penyuntikan.
c. Risiko yang terkait dengan petugas non klinis yang memberikan
pelayanan: adalah risiko yang mungkin dialami petugas non klinis, seperti
petugas laundry, petugas kebersihan, petugas sanitasi, petugas lapangan
ketika melaksanakan kegiatan pelayanan.
d. Risiko yang terkait dengan sarana tempat pelayanan: adalah risiko yang
mungkin dialami oleh petugas, pasien, sasaran kegiatan pelayanan,
masyarakat, maupun lingkungan akibat fasilitas pelayanan.
e. Risiko finansial: adalah risiko kerugian finansial yang mungkin dialami
oleh FKTP akibat pelayanan yang disediakan.
f. Risiko lain diluar 5 (lima) risiko di atas: adalah risiko-risiko lain yang tidak
termasuk pada lingkup risiko a. sampai dengan e., misalnya kecelakaan
ambulans, kecelakaan kendaraan dinas yang digunakan.
2. Tahapan manajemen risiko:
Tahapan manajemen risiko dimulai dengan menetapkan lingkup manajemen
risiko, dilanjutkan dengan kajian risiko: mengenal risiko, menganalisis risiko,
mengevaluasi risiko, dan diakhiri dengan menentukan tindakan terhadap
risiko. Setiap tahapan proses manajemen risiko harus dikomunikasikan dan
dikonsultasikan pada pihak-pihak yang berkepentingan. Tiap tahapan
manajemen risiko perlu dimonitor, diaudit, ditinjau, dan memerlukan
dukungan internal.
1) Pengendalian Risiko
Ada lima urutan dalam pengendalian risiko dalam K3. Diantaranya
adalah:
a) Eliminasi
Seperti namanya, eliminasi adalah pengendalian risiko K3 untuk
mengeliminir atau menghilangkan suatu bahaya. Misalnya saja
ketika di tempat kerja kita melihat ada oli yang tumpah atau
berceceran maka sesegera mungkin kita hilangkan sumber bahaya
ini. Eliminasi merupakan puncak tertinggi dalam pengendalian
risiko dalam K3. Karena apabila bahaya sudah dihilangkan maka
sangat kecil kemungkinan akan mengancam pekerja. Hierarki
pengendalian risiko ini adalah yang paling utama. Sebab, dengan
menghilangkan risiko kecelakaan maka sangat mungkin
kecelakaan tidak akan terjadi kembali. Oleh karena itu, kita perlu
melakukan eliminasi.
Studi kasus eliminasi:
Anda adalah seorang safety officer. Saat itu, Anda melihat mesin
tua yang dijalankan dengan tidak optimal. Padahal mesin tersebut
berpotensi untuk meledak suatu saat. Maka cara paling ampuh
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menghilangkan
mesin tersebut dari jangkauan lalu kita harus membeli mesin yang
baru. Dalam hal ini sumber bahaya telah tereliminasi.
b) Substitusi
Substitusi adalah metode pengendalian risiko yang berfokus pada
penggantian suatu alat atau mesin atau barang yang memiliki
bahaya dengan yang tidak memiliki bahaya. Contoh kasusnya
adalah pada mesin diesel yang terdapat kebisingan tinggi, maka
sebaiknya kita mengganti mesin tersebut dengan yang memiliki
suara lebih kecil agar tidak menimbulkan bahaya kebisingan
berlebih. Substitusi dilakukan apabila proses eliminasi sudah tidak
bisa dilakukan.
Studi Kasus substitusi :
Masih dalam kasus yang sama, anggap saja Anda melihat ada
mesin yang berbahaya jika terus beroperasi. Akan tetapi, untuk
mengganti mesin tersebut perusahaaan tidak memiliki dana karena
harganya mahal. Padahal mesin tersebut rusak pada bagian tangki
minyaknya yang suatu saat jika terjadi kebocoran bisa akibatkan
kebakaran. Sebagai safety officer, Anda harus tahu langkah
selanjutnya jika proses eliminasi tidak bisa dijalankan yaitu
substitusi.
Tangki minyak bisa Anda ganti dengan tangki yang baru tanpa
harus mengganti semua elemen mesin secara keseluruhan.
Dengan begitu, bahaya jadi lebih terorganisir. Akan tetapi,
dahulukanlah mengganti keseluruhan mesin.
c) Engineering control
Engineering control adalah proses pengendalian risiko dengan
merekayasa suatu alat atau bahan dengan tujuan mengendalikan
bahayanya. Engineering control kita lakukan apabila proses
substitusi tidak bisa dilakukan. Biasanya terkendala dari segi biaya
untuk penggantian alat dan bahan oleh karena itu, kita melakukan
proses rekayasa engineering. Contoh kasusnya adalah ketika di
tempat kerja ada mesin diesel yang memiliki suara bising. Akan
tetapi, kita tidak bisa menggantinya dengan yang lain maka kita
harus memodifikasi sedemikian rupa agar suara tidak keluar secara
berlebihan.
d) Administrasi
Langkah ini adalah terkait dengan proses non teknis dalam suatu
pekerjaan dengan tujuan menghilangkan bahaya. Proses non
teknis ini diantaranya seperti pembuatan prosedur kerja,
pembuatan aturan kerja, pelatihan kerja, penentuan durasi kerja,
penempatan tanda bahaya, penentuan label, pemasangan rambu
dan juga poster. Contoh kasusnya adalah apabila di tempat kerja
ada mesin diesel yang mengeluarkan kebisingan berlebih dan
sudah tidak bisa direkaya secara teknis maka langkah yang harus
dilakukan adalah pembatasan jam kerja, pembuatan prosedur,
pemasangan tanda bahaya dan lain sebagainya. Dengan tujuan,
pekerja tidak berlebihan terpapar kebisingan.
2) Kesiapan Risiko
Kesiapan risiko dikategorikan menjadi:
No Kesiapan/Sistem Skor
1. Peraturan ada, fasilitas ada, dilaksanakan/ 1
Persiapan sangat bagus/ Solid
2. Peraturan ada, fasilitas ada, tidak selalu 2
dilaksanakan/ Good
3. Peraturan ada, fasilitas ada, tidak 3
dilaksanakan/Fair
4. Peraturan ada, fasilitas tidak ada, tidak 4
dilaksanakan/Poor
5. Tidak ada peraturan/None 5
3) Kontrol Risiko
Kontrol risiko adalah tindakan memodifikasi risiko selain dari aspek
dampak/hasil. Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko
(Risk control) dan pembiayaan risiko (Risk Financing)
Kontrol risiko terdiri dari:
a) Menghindari risiko (risk avoidance),
b) Mencegah kerugian (Loss Prevention - Frequency)
c) Mereduksi kerugian//dampak (Loss Reduction – Severity)
d) Segregasi dan Transfer Kontraktual yang bukan Asuransi
(Contractual non Insurance) misalnya dengan konsinyasi.
4) Pembiayaan risiko (Risk Financing) adalah memindahkan risiko
kepada pihak lain melalui pembiayaan, misalnya: asuransi kebakaran.
1. INVESTIGASI SEDERHANA
FORM INVESTIGASI SEDERHANA
(UNTUK BANDS WARNA BIRU DAN HIJAU)
Insiden :
Kronologi Kejadian :
Masalah:
a. Care Management :
Problem (CMP)
b. Service Delivery Problem :
(SDP)
Penyebab Langsung Insiden :
Akar Masalah Insiden :
Faktor Kontributor :
a. Komponen :
b. Sub Komponen :
Nama : Mulai :
1) Identifikasi Insiden
a. Tentukan Insiden “what happened” atau “what nearly happened”
b. Buat pernyataan insiden dengan mengacu pada what is wrong and
focuses on the outcome, NOT why the outcome occurred.
c. Gunakan Tools brainstorming
Contoh Insiden (Sentinel event)
a) Dokter bedah melakukan operasi pada bagian tubuh yang salah
b) Pasien bunuh diri dengan cara gantung diri di kamar mandi
c) Pasien meninggal akibat salah pemberian obat
3) Kumpulkan data
a) Observasi langsung
Kunjungan langsung untuk mengetahui keadaan, posisi, hal-hal yang
berhubungan dengan insiden. (Foto, gambar, Video, gambaran layout
dimana orang dan alat, lakukan rekonstruksi)
b) Dokumentasi
Untuk mengetahui apa yang terjadi sesuai data, observasi dan
inspeksi.
Tujuan pengumpulan informasi pada tahap ini:
1. Mengamankan informasi untuk memastikan dapat digunakan
selama investigasi dan jika kasus disidangkan di pengadilan
2. Identifikasi kebijakan dan prosedur yang relevan
3. Menggambarkan insiden secara akurat
4. Mengorganisasi informasi
5. Memberikan petunjuk pada Tim Investigasi
Semua bukti yang berhubungan dengan insiden sebaiknya
dikumpulkan sesegera mungkin.
1. Semua catatan medis (misal : cat keperawatan, medis, dan lain-
lain)
2. Hasil pemeriksaan yang berhubungan & penunjang diagnosis misal
Xray, CT Scan)
3. Dokumentasi dan formulir mengenai insiden (Incident Report)
4. Kebijakan & Prosedur (SOP)
5. Integrated care pathway yg berhubungan
6. Pernyataan-pernyataan dan observasi
7. Lakukan interview dengan siapa saja yang terlibat insiden
8. Bukti fisik ( contoh: tata ruang bangsal, dan lain-lain)
9. Daftar staf yg terlibat
10. Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi insiden
(contoh: pergantian jaga, ada tidaknya staf yang terlatih, dan lain-
lain)
c) Interviews
Untuk mengetahui kejadian secara langsung untuk pengecekan pada
hasil observasi dan data dokumentasi (Tape, Notes)
Nilai positif:
Dapat digunakan pada waktu yang pendek
Dapat mengidentifikasi keberadaan seseorang dan adanya celah
informasi
Pemetaan dapat dalam bentuk garis waktu yang efektif
Nilai negatif:
Hanya dapat digunakan pada waktu yang pendek
Orang tidak dapat selalu mengingat waktu dimana ia berada
Terfokus pada individu
5) Identifikasi Masalah CMP (Care Management Problem) / SDP (Service
Delivery Problem)
a) Masalah yang terjadi dalam Insiden bisa diakibatkan karena asuhan
pasien (Care Management Problem (CMP) dan masalah pelayanan
kepada pasien (Service Delivery Problem (SDP).
b) Tim investigator akan mengidentifikasi CMP/ SDP untuk mengetahui
serangkaian masalah yang mengakibatkan insiden
c) Masalah yang terjadi dalam pelayanan baik itu melakukan tindakan
(commision) atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
(ommission)
d) Suatu insiden bisa terdiri dari CMP dan SDP atau hanya salah satu
CMP / SDP.
6) Analisis Informasi
Tools untuk Identifikasi Proximate & Underlying Cause:
• 5 Why
• Change Analysis
• Barrier Analysis
• Fish bone
• Flow chart
• Cause and Effect analysis
Tools untuk Identifikasi Proximate & Underlying Cause
a) 5 Why
Untuk secara konstan bertanya mengapa? Melalui lapisan penyebab
sehingga mengarah ke akar permasalahan dari problem yang
teridentifikasi.
Kapan menggunakan teknik ini?
i. Untuk menanyakan setiap penyebab masalah yang teridentifikasi
dan untuk mengidentifikasi :
• Gejala (Symptom),
• Proximate cause
• Faktor-faktor yang berpengaruh (an influencing factor) atau
• Akar masalah (root cause).
ii. Untuk melanjutkan pencarian akar masalah yang sebenarnya,
meskipun telah diketahui kemungkinan penyebab.
b) Change Analysis
Digunakan untuk menganalisa proses yang tidak bekerja sesuai
rencana (Apa dan mengapa berubah ?). Metode sederhana yg dapat
membantu membandingkan proses yang berjalan efektif atau gagal.
Analisis komparativ
Apa yang berubah sehingga menimbulkan kejadian / event
Mencari dampak dari perubahan (potential dan aktual)
Kapan digunakan ?
Bila suatu sistem / tugas yang awalnya berjalan efektif kemudian
terjadi kegagalan / terdapat sesuatu yg menyebabkan perubahan
situasi
Mencurigai suatu perubahan yang menyebabkan ketidaksesuaian
tindakan atau kerusakan alat.
Langkah-langkah Analisis Perubahan :
1. Pelajari Prosedur normal : Apa yg seharusnya dilakukan (Kolom
1)
2. Petakan Alur insiden yg terjadi, bandingkan dgn Langkah 1
(Kolom 2)
3. Bandingkan 2 proses apakah ada perbedaan, Apa sebagai
masalah? catat pada kolom yg telah disediakan (Kolom 3)
4. Catat akar masalah untuk perbaikan yang akan dimasukkan
dalam Rekomendasi
c) Barrier Analysis
Penghalang atau kontrol untuk mencegah terjadinya bahaya. Analisa
penghalang didesain untuk mengidentifikasi :
Penghalang mana yang seharusnya untuk mencegah insiden
Mengapa penghalang gagal ?
Penghalang apa yang dapat digunakan untuk mencegah insiden
terulang kembali ?
Ada 4 tipe “barrier” ;
1. Physical barier : misalnya Bar code, pintu dengan akses masuk
terbatas (Card/password), lemari narkotika (double lock)
2. Natural barrier : mis Dx MBO o/ 2 dr & tunggu 6 jam, pemberian
Vincristin & MTX diberikan di hari yang berbeda oleh dua orang
berbeda
3. Human action barrier : memeriksa suhu air sebelum memandikan
pasien, pengecekan “ mark site”, desain nurse station untuk
perawatan pasien penyakit jiwa
4. Administrative barrier : Supervisi & training, double check obat oleh
2 orang dan diberikan paraf.
d) Fish bone
Tiap masalah (CMP/ SDP) dapat berkaitan dengan beberapa faktor
yang dapat memberikan dampak pada timbulnya insiden. Misalnya
motivasi individu kurang, supervisi tim kurang, kebijakan pelatihan
tidak adekuat dan lain-lain. Berbagai metode dapat digunakan untuk
mencatat
faktor kontribusi yang berkaitan dengan CMP / SDP.
Fish Bone / Analisis Tulang Ikan (FAKTOR KONTRIBUTOR-
KOMPONEN – SUBKOMPONEN)
TABEL FAKTOR KONTRIBUTOR
A. FAKTOR STAF
1. Komponen: Faktor kognitif
Subkomponen:
a. Persepsi/pemahaman
b. Berdasarkan pengetahuan/ 1. Kegagalan menganalisis
pemecahan masalah /bertindak berdasarkan
informasi yang tersedia
2. Masalah dengan kausalitas/
penyebab
3. Masalah dengan kompleksitas
2. Komponen: Faktor kinerja/performance
Subkomponen:
a. Kesalahan teknis dalam Kesalahan: slips (konsentrasi
penatalaksanaan terpecah)/lapses (lupa)
(berdasarkan fisik
keterampilan)
b. Kesalahan teknis dalam 1. Kesalahan penerapan aturan/
penatalaksanaan prosedur
(berdasarkan aturan/ 2. Aturan/prosedur yang tidak
prosedur) sesuai
c. Melakukan pemilihan/ seleksi
d. Bias (cenderung 1. Bias review (berasumsi/beropini
berasumsi/ opini tanpa tanpa review)
data/fakta) 2. Bias konfirmasi (berasumsi/
beropini tanpa konfirmasi)
3. Komponen: Faktor tingkah laku
Subkomponen:
a. Masalah perhatian 1. Gangguan konsentrasi
2. Ketidakpedulian
3. Perhatian berlebihan
4. Hilang konsentrasi
b. Kelelahan/keletihan
c. Terlalu percaya diri
d. Ketidakpatuhan
e. Pelanggaran dilakukan secara rutin
f. Perilaku berisiko
g. Perilaku sembrono
h. Sabotase/tindak pidana
4. Komponen: Faktor komunikasi
Subkomponen:
a. Metode komunikasi 1. Tertulis
2. Elektronik
3. Lisan
b. Perbedaan bahasa
c. Awam tentang kesehatan (health literacy)
d. Dengan siapa 1. Dengan staf
2. Dengan pasien
5. Komponen: Faktor-faktor terkait: faktor patologis/penyakit pasien
Subkomponen:
a. Klasifikasi penyakit (ICD IX/ICD X)
b. Masalah penyalahgunaan
6. Komponen: Faktor emosi
7. Komponen: Faktor sosial
B. FAKTOR PASIEN
1. Komponen: Faktor kognitif
Subkomponen:
a. Persepsi/pemahaman
b. Berbasis pengetahuan/ 1. Kegagalan menganalisa/
pemecahan masalah bertindak berdasarkan yang
tersedia
2. Masalah dengan kausalitas
3. Masalah dengan kompleksitas
2. Komponen: Faktor tingkah laku
Subkomponen:
a. Masalah perhatian 1. Gangguan konsentrasi
2. Ketidakpedulian
3. Perhatian berlebihan
4. Hilang konsentrasi
b. Kelelahan/keletihan
c. Terlalu percaya diri
d. Ketidakpatuhan
e. Pelanggaran dilakukan secara rutin
f. Perilaku beresiko
g. Perilaku sembrono
h. Sabotase/tindak pidana
3. Komponen: Faktor komunikasi
Subkomponen:
a. Metode komunikasi 1. Tertulis
2. Elektronik
3. Lisan
b. Perbedaan bahasa
c. Awam tentang kesehatan (health literacy)
d. Dengan siapa 1. Dengan staf
2. Dengan pasien
4. Komponen: Faktor-faktor terkait: faktor patologis/penyakit pasien
Subkomponen:
a. Klasifikasi penyakit (ICD IX/ICD X)
b. Masalah penyalahgunaan
5. Komponen: Faktor emosi
6. Komponen: Faktor sosial
C. FAKTOR EKSTERNAL
1. Komponen: Faktor lingkungan alam
2. Komponen: Faktor produk teknologi infrastruktur
3. Komponen: Faktor pelayanan, sistem, kebijakan
D. FAKTOR FASYANKES
1. Komponen: Faktor kebijakan, prosedur, protokol, proses
2. Komponen: Faktor keputusan organisasi, budaya organisasi
3. Komponen: Faktor kerjasama tim
4. Komponen: Faktor sumber daya/beban kerja
E. FAKTOR LINGKUNGAN
1. Komponen: Faktor lingkungan fisik/ infrastruktur
2. Komponen: Faktor lokasi yang jauh dari fasilitas pelayanan (remote
area)
3. Komponen: Faktor assessment risiko lingkungan/evaluasi
keselamatan lingkungan
4. Komponen: Faktor regulasi/kode yang digunakan saat ini
Dalam industri layanan kesehatan dewasa ini yang kompleks dan tak pernah
berhenti berkembang, para profesional kesehatan menghadapi segudang risiko
terkait pekerjaan mereka sehari-hari. Sementara mereka fokus memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien, mereka mungkin tidak menyadari risiko
yang sedang dihadapi. Menurut Asia Care Group, salah satu konsultan
penasihat kesehatan terkemuka, lima kategori risiko di bawah ini adalah
penyebab utama klaim terkait malapraktik medis.
Risiko Proses
Risiko Kepatuhan
Risiko Organisasi