Anda di halaman 1dari 8

14 April 2022

UNITY (KESATUAN) JEMAAT DALAM MAZMUR 133

Dr. Andreas Eko Nugroho, M.Th. ― andreas.nugroho@sttbetheltheway.ac.id


Dosen Sekolah Tinggi Teologi Bethel The Way, Jakarta

Pendahuluan
Gereja merupakan kumpulan dari manusia yang memiliki karakter dan
nilai-nilai yang berbeda, di mana perbedaan tersebut dapat memicu terjadinya
konflik. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman Firman Tuhan yang benar,
khususnya mengenai kesatuan gereja, sehingga dapat mencegah munculnya
konflik (Santo, 2017). Kesatuan hati berbicara mengenai orang-orang yang
memiliki berbagai ragam latar belakang, kebudayaan, pengalaman hidup,
pendidikan, status sosial, namun bisa terhubung secara harmonis satu sama lain,
bahkan mampu mencapai kesesuaian dalam pola pikir, tujuan dan hidup dalam
persekutuan yang indah (Yesika dan Sarumaha, 2021).
Sebagai sebuah pribadi, setiap orang tentu memiliki prioritas, tujuan dan
kepentingan yang sifatnya pribadi dan berbeda-beda antara yang satu dengan yang
lainnya, namun dalam suatu persekutuan rohani, seseorang akan mencapai
kesatuan hati apabila mau menaklukkan diri kepada pikiran dan perasaan Kristus
dan dibangun di dalam Kristus. Bahkan dalam Perjanjian Lama khususnya kitab
Mazmur 133:1-3 dinyatakan bahwa ke atas umat Tuhan (orang-orang percaya)
yang hidup dalam kerukunan (sebagai tanda kesatuan hati) maka Tuhan akan
memerintahkan berkat dan kehidupan untuk selama-lamanya. Satu kelompok
jemaat yang hidup dalam kesatuan dan kerukunan maka Tuhan akan
memerintahkan kemenangan demi kemenangan akan menjadi bagian mereka.
Dengan demikian jelas bagi semua umat Tuhan bahwa untuk mendapatkan berkat

1
dan kehidupan selama-lamanya maka salah satu kunci pentingnya adalah hidup
dalam kerukunan dan kesatuan di dalam Tuhan.
Menurut Thiadora (2017), tafsiran Efesus 4:1-16 dapat dilihat sebagai nilai
suatu kesatuan yang menjadikan keberagaman sebagai suatu nilai yang wajib
dikembangkan sehingga arti dan makna serta nilai dari kesatuan itu semakin
nyata. Lebih lanjut, Thiadora (2017) menjelaskan bahwa nilai kesatuan itu
tercipta karena adanya keberagaman yang kemudian dikembangkan menjadi suatu
dasar yang kuat, keberagaman juga tidaklah dilihat sebagai suatu hal yang berbeda
atau merusak, namun justru hal inilah yang kemudian dapat menjadikan nilai
kesatuan itu semakin erat. Dalam kesatuan yang beragam tidak ada lagi
perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya tetapi diberdayakan sesuai
dengan kapasitas yang dimilikinya.
Hal ini penting, karena kekristenan adalah hubungan dengan Allah dan
juga dengan sesama manusia. Seseorang tidak akan dapat mengekspresikan iman
Kristennya tanpa adanya keintiman dengan Tuhan dan keharmonisan dengan
sesama (Yesika dan Sarumaha, 2021). Adiprasetya (2002) menyatakan bahwa
manusia harus hidup bersama dengan identitas bersama (common identity), dasar
bersama (common ground) dan demi kebaikan bersama (common good).
Singkatnya, berdasarkan the sameness, dengan kata lain harus ada sebuah elemen
objektif yang menjadi pemersatu seluruh entitas yang ada. Hal ini selaras dengan
surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi dalam Filipi 2:2-4 yakni “hendaklah
kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak
mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia”.
Sebagai suatu sistem sosial, gereja tetaplah kumpulan dari manusia yang
memiliki karakter dan nilai-nilai yang berbeda yang bisa menjadi pemicu
terjadinya konflik. Konflik gereja bisa mencakup konflik antar anggota, konflik
antar pelayan gereja (aktivis), konflik antara pelayan gereja (aktivis) dengan
anggota jemaat, konflik antargereja dengan denominasi yang sama, konflik antara
denominasi yang berbeda, dan seterusnya (Santo, 2017). Itu sebabnya Rasul

2
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menyatakan “tetapi aku
menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus,
supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi
sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir” (I Korintus 1:10). Untuk
itu pada pembahasan saat ini akan disampaikan pembahasan mengenai makna
kesatuan gereja dari beberapa kebenaran Firman Allah sehingga dapat
memberikan gambaran mengenai kesatuan (unity) bagi orang-orang percaya pada
zaman akhir ini.

Pembahasan
Berkaitan dengan kesatuan jemaat atau unity ini telah tergambar dengan baik sejak
jemaat mula-mula bahkan Rasul Paulus pun telah menyampaikan kepada tiap-tiap
jemaat yang dilayaninya antara lain:
a. Kisah Para Rasul 1:14 menunjukkan bahwa jemaat bertekun dengan sehati
(ada kesatuan hati) dalam doa bersama-sama. Menggunakan bahasa Yunani:
ὁμοθυμαδὸν (omothumadon) artinya one mind.

b. Kisah Para Rasul 2:46-47 menggambarkan kondisi jemaat mula-mula yang


hidup sehati dalam perkumpulan mereka di dalam bait Allah (gereja)
bahkan mereka makan bersama sebagai bentuk kesehatian mereka yang
mampu menarik orang untuk percaya kepada Tuhan. Menggunakan bahasa
Yunani: ὁμοθυμαδὸν (omothumadon) artinya one mind.

c. Kisah Para Rasul 4:32 menggambarkan bahwa jemaat mula-mula hidup sehati
dan sejiwa bahkan harta benda kepunyaan mereka merupakan milik
bersama. Menggunakan bahasa Yunani: ἴδιον (idion) artinya one’s own.

d. Dalam Roma 12:16, Rasul Paulus menasehati jemaat di kota Roma untuk
sehati sepikir dalam hidup bersama (hidup berjemaat) dan janganlah ada

3
jemaat yang menganggap dirinya pandai sebab ini akan menjadi
penghambat untuk sehati sepikir). Menggunakan bahasa Yunani: φρονοῦντες
(phronountes) artinya to have understanding, to think.

e. Dalam I Korintus 1:10, Rasul Paulus menasehati jemaat di Korintus untuk


seia sekata (kesatuan) dan jangan ada perpecahaan di antara mereka
melainkan erat bersatu dan sehati sepikir. Menggunakan bahasa Yunani: νοῒ
(noi) artinya mind, understanding (yang sama).

f. Dalam II Korintus 13:11, Rasul Paulus kembali menegaskan kepada jemaat di


Korintus untuk hidup sehati sepikir dan hidup dalam damai sejahtera
maka Allah akan menyertai mereka. Menggunakan bahasa Yunani:
εἰρηνεύετε
(eirēneuete) artinya to bring to peace, to be at peace.

g. Dalam Filipi 1:27, Rasul Paulus menasehati jemaat di kota Filipi untuk teguh
berdiri dalam satu roh dan sehati sejiwa dalam berjuang untuk iman
kepada Yesus Kristus. Begitu juga dalam Filipi 2:2, jemaat diminta untuk
sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan. Menggunakan
bahasa Yunani: σύμψυχοι (sumpsuchoi) artinya one mind.

h. Dalam Efesus 4:3-6, Rasul Paulus meminta jemaat Efesus untuk memelihara
kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera dengan satu tubuh, satu Roh, satu
Tuhan, satu iman dan satu baptisan.

i. Dalam Filipi 2:2-7, Rasul Paulus secara jelas meminta kepada jemaat di kota
Filipi untuk melakukan beberapa hal berkaitan dengan kesatuan jemaat yaitu:
1. Hendaknya jemaat Tuhan (orang percaya) sehati sepikir, dalam satu kasih, satu
jiwa, satu tujuan.

4
2. Tidak mencari kepentingan sendiri atau mencari pujian yang sia-sia.
3. Hendaklah masing-masing saling rendah hati dengan mengganggap
orang lain lebih utama dari dirinya sendiri.

Lebih lanjut, Lubianto (2022) menjelaskan ayat-ayat dalam Filipi 2:2-11


bahwa setiap jemaat atau orang percaya perlu memiliki kerendahan hati dan
mengosongkan dirinya di hadapan Tuhan dan sesama manusia. Kedua hal
tersebut dapat menjadi kunci penting bagi kita untuk menjadi sehati sepikir, satu
dalam kasih, satu jiwa dan satu tujuan, untuk itu Lubianto (2022) menguraikan
kedua hal tersebut sebagai berikut:
a. Kerendahan hati
1. Berasal dari bahasa Yunani: ταπεινοφροσύνῃ (tapeinophrosunē)

2. Dalam bahasa Inggris digunakan 3 kata yakni: humiliation of mind,


modesty dan lowliness (of mind).
3. Dari kata humiliation of mind memberikan pemahaman yaitu
menempatkan seseorang atau diri sendiri pada posisi yang lebih rendah
baik di pandangannya sendiri atau pandangan orang lain.
4. Dari kata modesty memberikan pemahaman tidak terlalu bangga atau
terlalu percaya diri atas diri kita atau kemampuan kita sendiri, tidak
membicarakan terlalu banyak mengenai kemampuan atau pencapaian
yang telah diperoleh.
5. Dari kata lowliness (of mind) memberikan pemahaman mengenai posisi
yang rendah, tidak merasa diri sebagai orang penting atau tidak
mengharapkan penghargaan dari orang lain.
6. Kerendahan hati bertentangan dengan kesombongan atau penilaian diri
yang akan membawa kita berjuang untuk kekuasaan, atau yang
bertindak dari keinginan untuk pujian.
7. Kerendahan hati adalah kesediaan untuk mengambil tempat yang
seharusnya kita ambil di hadapan Allah atau manusia.

5
8. Memiliki penilaian rendah tentang kepentingan dan karakter kita
sendiri; ketidakberartian kita sebagai makhluk dan kekejian sebagai
orang berdosa.
9. Itu akan membawa kita pada kesediaan untuk melakukan pekerjaan
rendah dan rendah hati agar kita dapat bermanfaat bagi orang lain.
10. Mengganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.
11. Tidak ada musuh yang lebih besar bagi kasih Kristen selain
kesombongan dan nafsu. Kristus datang untuk merendahkan kita,
karena itu janganlah ada di antara kita roh kesombongan.
12. Cepat dalam mengamati kekurangan dan kelemahan kita sendiri, tetap
siap untuk mengabaikan dan membuat kelonggaran untuk kelemahan
orang lain (maklum).

b. Mengosongkan diri
1. Berasal dari kata : κενόω (kenoo) = to make empty (no reputation)

2. Yesus Kristus melepaskan diri-Nya sendiri (bukan dari sifat Ilahi-Nya)


tetapi dari kemuliaan, hak prerogatif, Ketuhanan dan Ia mengambil rupa
sebagai hamba.
3. Mengesampingkan kemuliaan (Yohanes 17:4), kedudukan (Yoh 5:30,
Ibrani 5:8). Segala hak sorgawi (Luk 22:27, Mat 20:28)
4. Dia secara sukarela mengambil sifat manusia; itu adalah tindakan-Nya
sendiri dan dengan persetujuan-Nya sendiri.
5. Di sini Ia mengosongkan diri-Nya, melepaskan diri-Nya dari
kehormatan dan kemuliaan dunia atas dan dari penampilan sebelumnya.
Dia tidak hanya mengambil rupa dan gaya seorang Pria tetapi juga
bentuk seorang hamba.

Kesatuan jemaat (unity) hendaknya akan muncul dengan adanya saling


merendahkan diri satu dengan yang lain bahkan mengosongkan diri masing-

6
masing menjadi pelayan dan hamba bagi orang lain baik dalam kehidupan
berjemaat maupun dengan orang-orang di sekitar lingkungan kita. Bukan hanya
dalam kesatuan jemaat tetapi sebagai prajurit-prajurit Kristus maka kesatuan hati
itu merupakan hal yang sangat penting dalam menghadapi setiap “pertempuran”
bersama sang Komandan. Dengan adanya kesatuan hati maka suatu pleton atau
sekelompok prajurit akan menjelma menjadi satu kekuatan yang besar dalam
menghadapi pertempuran. Sama seperti pepatah yang mengatakan “bersatu kita
teguh, bercerai kita runtuh” maka dengan adanya kesatuan dalam diri setiap
prajurit maka sulit untuk memecah belah di antara mereka.

Kesimpulan
Dari paparan yang telah disampaikan di atas maka dapat diambil beberapa hal
sebagai kesimpulan antara lain:
a. Kesatuan menjadi kunci penting untuk meraih berkat, kemenangan dan
kehidupan bagi setiap orang percaya.
b. Kesatuan hati dapat terwujud dalam sikap kerendahan hati dan
mengosongkan diri dalam setiap orang percaya.
c. Kesatuan dalam terwujud dalam kehiduapan satu roh dan sehati sejiwa dalam
berjuang untuk iman kepada Yesus Kristus.
d. Kesatuan dapat menghambat gejala-gejala yang mengarah kepada perpecahan
dan konfilik dalam kehidupan berjemaat.

7
Daftar Pustaka
Adiprasetya, J. 2002. Berteologi dalam Perjumpaan dengan yang lain. Jurnal
Teologi Proklamasi, 2(1), 45–54.
Lubianto, Dony. 2022. Kerendahan hati dan Penundukan diri. Materi Perkuliahan
STTB The Way. Jakarta.
Santo, Joseph Christ. 2017. Makna Kesatuan Gereja dalam Efesus 4:1-16. Jurnal
Teologi El-Shadday Volume 4 Nomor 2 (Desember 2017). Sekolah Tinggi
Teologi El-Shadday Surakarta.
Thiadora Ranindaya Kantjai, Arini. 2017. Kesatuan dalam Keberagaman –
Memaknai Kesatuan dalam Keberagaman Menurut Efesus 4:1-16 sebagai
upaya memaknai kembali nilai falsafah hidup Sintuwu Maroso dan
Relevansinya bagi kehidupan bergereja di GKSI. Universitas Kristen Duta
Wacana. Yogyakarta.
Yesika, Yuliana dan Sarumaha, Nurnilam. 2021. Meningkatkan Kesatuan Hati
Sesama Pengerja dan Jemaat guna Mencapai Kedewasaan Rohani di
Gereja Sungai Yordan Jemaat Rajawali Sintang, Kalimantan Barat.
Jurnal Teologi Praksis Vol. 1 No. 1, Mei 2021 (22-29).

Anda mungkin juga menyukai