Anda di halaman 1dari 4

Materi Ajar 1

Pertemuan Kedua
Obyek Kajian Filsafat Sosial

Kita semua pernah mengalami perubahan-perubahan sosial yang amat


dramatis di sepanjang hidup kita. Keluarga keluarga kita saat ini berbeda jauh
dengan keluarga-keluarga orang tua kita, betapapun besar tekad kita untuk
melestarikan nilai-nilai tradisional. Kebanyakan mereka yang hidup sendirian,
atau hidup dalam kelompok-kelompok selain keluarga, menjalani kehidupan
itu dengan cara-cara yang mustahil dijalani pada satu generasi silam. Orang-
orang yang sudah bekerja selama sekian tahun hampir pasti pernah
mengalami berbagai perubahan dalam pekerjaan yang mereka tangani
maupun kondisi kerja mereka. Para penganggur saat ini berada dalam posisi
yang amat berbeda dengan posisi para penganggur sekian dasawarsa silam –
demikianlah mereka sering diingatkan.

Dibandingkan masa-masa sebelumnya, lingkungan alam telah ditata-ulang


dan ditangani secara lebih menyeluruh di sepanjang tiga perempat abad
belakangan ini. Berdasarkan ingatan kita yang masih kuat, kerangka sosial
telah berubah secara mendasar di banyak negara, dan di mana-mana hukum
dianggap harus mengalami perubahan yang lebih pesat daripada sebelumnya,
dan perubahan itu bukan sekadar dalam hal detailnya. Seratus tahun silam,
hak pilih yang tidak didasarkan pada kualifikasi kekayaan merupakan
sesuatu yang langka, dan para ibu serta nenek kitalah yang menuntut dan
berhasil mendapatkan hak pilih untuk kaum perempuan. Semua perubahan
itu merupakan bagian dari proses sosial yang sangat kompleks, yang asal-
mulanya bisa dilacak kembali hingga ke zaman prasejarah, ketika
pengetahuan manusia mulai berkembang, dan proses demikian itu agaknya
masih akan berlangsung lama, kecuali jika proses itu mendadak dihentikan
oleh upaya untuk membela kemanusiaan dengan memanfaatkan senjata
nuklir.

Proses sosial tidak lain adalah kehidupan umat manusia, kelahirannya,


prokreasi dan kematiannya, serta produksi dan distribusinya, yang harus
senantiasa berlangsung selama kehidupan manusia masih berlangsung.
Perubahan-perubahan dalam proses sosial tidak lain adalah perubahan dalam
hal kondisi kehidupan, pengorganisasian reproduksi, produksi dan distribusi,
sesuai dengan bagaimana orang-orang mengalami dan mengonseptualisasikan
hidup mereka. Kita semua pernah mengalami perubahan-perubahan semacam
ini, dan jika kita memperhatikan proses sosial dalam lingkup yang lebih luas
maka perbedaan-perbedaan itu pun menjadi semakin besar. Kelahiran bayi
yang dibantu oleh tim bedah caesar di sebuah rumah sakit di New York sangat
jauh berbeda dengan kelahiran bayi di Manhattan Island pada abad ke-15.
Menggali cacing dengan kayu untuk konsumsi pribadi adalah satu hal,
sedangkan mengoperasikan komputer delapan jam sehari dengan tujuan
untuk membayar sewa rumah adalah hal lain lagi. Namun di tengah segala
perubahan itu, orang-orang tetap dilahirkan, beranak-pinak, bekerja,
mempertukarkan barang dan jasa, dan akhirnya meninggal tanpa memandang
bagaimana cara mereka hidup sebelumnya, dan tanpa memandang kategori-
kategori yang mereka pakai untuk memikirkan hidup mereka, sekiranya
mereka memang pernah memikirkannya.

Hidup kita adalah kelanjutan dari kehidupan para bapak dan ibu kita dahulu;
namun kondisi-kondisi material dan pengorganisasian sosial hidup kita, serta
ide-ide kita tentang kehidupan dalam masyarakat, jelas berbeda dengan
mereka. Kendati demikian, perbedaan itu tidaklah menyeluruh, baik karena
sebagian aktivitas mereka dalam memproduksi material serta struktur-
struktur sosial mereka masih tetap lestari bersama kita, maupun karena
pemikiran mereka yang menghasilkan berbagai ide dan konsepsi telah menjadi
titik-tolak pemikiran kita sendiri. Aktivitas dan pemikiran kita sendiri, dengan
demikian, sangat tergantung pada masa silam. Masa silam itu menyediakan
basis yang dari situ kita bisa berupaya agar sesuatu bisa berlangsung, atau
bereaksi terhadap sesuatu yang berlangsung, dengan harapan agar segala
sesuatunya menjadi lebih baik, dan bukan sebaliknya.

Orang-orang bisa merasakan perlunya perubahan sosial dengan berbagai cara.


Perasaan itu barangkali hanya berupa frustrasi pribadi yang samar-samar,
atau berupa komitmen yang kuat terhadap analisis teoretis tertentu. Namun
jika kita hendak menindaklanjuti perasaan itu secara efektif, ada dua hal
penting yang harus diingat. Pertama, kita harus tahu bagaimana, dan
mengapa, berbagai hal menjadi seperti adanya saat ini. Kedua, kita harus
mencoba memastikan bahwa perasaan dan komitmen kita dirasakan dan
didukung pula oleh orang-orang lain, yang barangkali hanya sekelompok kecil,
namun mungkin pula berjumlah ribuan, agar perubahan yang menarik minat
kita itu memiliki signifikansi sosial yang luas.

Beberapa ide perubahan sosial menghendaki terjadinya perubahan yang


radikal atas bentuk-bentuk pengorganisasian sosial yang ada saat ini,
menuntut tatanan yang sepenuhnya baru atau kembali ke 'masa kejayaan
yang telah silam, sebelum terjadinya kemerosotan'. Sejumlah ide lain berupaya
mempertahankan tatanan sosial yang ada saat ini sebagai yang terbaik di
antara semua sistem yang mungkin, atau setidaknya memiliki sisi buruk yang
paling kecil, namun sembari mengusulkan beberapa penyesuaian untuk
menjamin kelancarannya. Semua ide itu mengklaim bahwa dirinya mewakili
kepentingan seluruh masyarakat dalam jangka panjang, walaupun beberapa
ide itu jelas hanya mengungkapkan kepentingan kelompok-kelompok sosial
yang amat terbatas.

Berbagai program dari partai-partai sosial dan gerakan-gerakan sosial adalah


upaya untuk merumuskan platform atau panduan yang konsisten bagi
tindakan bersama. Biasanya mereka menawarkan upaya berupa analisis atas
terjadinya berbagai hal, serta saran-saran mengenai berbagai tujuan dan
sarana yang diperlukan di masa depan. Filsafat sosial adalah wacana yang
membahas isu-isu fundamental, yang dikarenakan isu-isu itulah program-
program sosial menjadi berbeda satu sama lain. Filsafat sosial berkenaan
dengan pertanyaan: seperti apakah prinsip-prinsip sosial itu seharusnya, dan
mengapa demikian. Jika diskusi antara, misalnya, kaum liberal dan sosialis,
atau antara kalangan komunis dan kiri baru, atau antara kaum sosialis dan
feminis, telah mencapai polemik yang lebih dari sekadar polemik permukaan
atau perdebatan mengenai taktik, maka diskusi itu lantas menjadi filsafat
sosial.

Pertanyaan-pertanyaan filsafat sosial bisa dikemukakan dalam bentuk yang


sangat abstrak: Bagaimana relasi antara kaum laki-laki dan perempuan, orang
tua dan anak-anak, harus dikonsepsikan? Prinsip apa yang seharusnya
mengarahkan distribusi sosial atas tenaga kerja, lahan, peralatan, dan hasil
produksi? Apa sesungguhnya hukum itu, dan dengan syarat-syarat seperti
apa hukum itu bisa dianggap sahih? Apa sesungguhnya yang menyebabkan
pemerintahan itu perlu? Jika dikemukakan dengan cara yang abstrak
demikian itu, pertanyaan-pertanyaan itu bisa dikatakan sudah dibahas sejak
pertama kalinya muncul perenungan manusia atas kehidupan di dalam
masyarakat. Namun inti pertanyaan-pertanyaan itu sangat berbeda-beda
dalam periode yang satu dengan yang lain. Sebagai misal, pertanyaan tentang
bagaimanakah relasi antara kaum laki-laki dan perempuan harus dipahami,
bisa dikemukakan saat ini melalui cara-cara yang mustahil dipakai
sebelumnya. Sedangkan otomatisasi besar-besaran atas proses kerja
memberikan dimensi baru terhadap pertanyaan tentang distribusi tenaga
kerja. Kita bisa saja merenungkan pertanyaan-pertanyaan itu secara abstrak,
namun dampak sosial dari jawaban abstrak yang manapun akan berbeda
dalam masyarakat yang satu dengan yang lain. Sebagai misal, argumen-
argumen abstrak yang mendukung bahwa lahan memang seharusnya menjadi
milik pribadi yang eksklusif, akan mengandung pengertian yang berbeda di
Inggris abad ke-15 dan ke-19, atau berbeda antara di Inggris, Amerika Serikat,
Rusia, Polandia, India, Cina, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, Kamboja, Iran,
atau Zimbabwe saat ini.

Filsafat sosial dengan demikian perlu dipahami secara historis. Mustahil


memahami filsafat-filsafat sosial saat ini – termasuk filsafat sosial Anda sendiri
– tanpa pengetahuan tentang akarnya, baik pada pengorganisasian
masyarakat-masyarakat zaman sekarang maupun pada filsafat-filsafat sosial
di masa silam. Mustahil memahami pengorganisasian masyarakat Anda
sendiri tanpa mengetahui sesuatu tentang masa silam yang menghasilkan
masa kini; dan mustahil memahami filsafat sosial tanpa mengetahui
masyarakat di mana filsafat itu dielaborasi, serta masalah-masalah aktual
yang menjadi acuan dari filsafat itu.

Buku pengantar filsafat sosial ini menyajikan ulasan tentang beberapa sistem
filsafat sosial yang amat berpengaruh, yang bertindak sebagai titik-tolak bagi
orientasi diskusi modern. Paparan saya atas berbagai tahap dalam sejarah
filsafat sosial dikemukakan dalam kaitannya dengan pembahasan tentang
lingkungan sosial yang berubah. Pembahasan itu terbatas pada tradisi filsafat
sosial Eropa sejak Abad Pertengahan hingga saat ini. Kita bisa mengatakan
bahwa pembahasan itu menggambarkan kelahiran dan keruntuhan pasar
bebas sebagai pranata sosial utama dan sebagai kunci untuk memahami
masyarakat.

Dengan lebih banyak mengacu pada tradisi umum filsafat sosial daripada
tradisi-tradisi yang lebih khusus berupa filsafat moral, filsafat sosial, atau
filsafat hukum, sejarah, atau ilmu-ilmu sosial, saya ingin menekankan
kesatuan fundamental dari berbagai ragam refleksi mengenai masyarakat. Dan
dengan menampilkan filsafat sebagai bagian integral dari proses sosial, saya
berharap untuk bisa menghindari kesalahan yang menganggap filsafat sebagai
bidang yang mengawang-awang dan tidak bersinggungan dengan perjuangan
politlk, atau sedemikian ganjil sehingga tidak relevan dengan perjuangan
sosial itu.

Anda mungkin juga menyukai