Anda di halaman 1dari 13

FEMINISME: PERUBAHAN SOSIAL DALAM PERAN DAN

STATUS PEREMPUAN

(FEMINISM: THE SOCIAL CHANGE OF WOMEN’S ROLE AND


STATUS)

Amaliatul Izzah

Abstract

Life is dynamic, as well as social phenomena in society. Along with the


changes of time, the social order is also change. One of them is the social order
of women. This paper will discuss about the social change in the community,
particularly changes of women’s role in the Middle Ages and in (after) the birth
of the feminist movement that demands the equality between women and men.
Despite the change of women’s role and status and the feminist movement has
emerged in every single parts of the world, due to the limited resources, this
paper will focus on the change of women’s role in Europe and a little discussion
in the United States as the birthplace of feminist movement.

Keywords: Social Change, Women, Feminist Movement, Feminism

Pendahuluan


Student at Department of International Relation Studies; ID 120910101022; Faculty of Social and
Political Sciences; University of Jember; Kalimantan St. number 37, Jember – East Java; Phone and Fax:
(0331) 335586; email: fisip.unej@telkom.net
Pada sekitar pertengahan tahun 2014 lalu, Turki menjadi perhatian dunia
dikarenakan isu gendernya yang meletup menjadi isu internasional bahkan
global.Isu tersebut dimulai dari pidato Wakil Perdana Menteri Turki, Bulent
Arinc, mengenai ‘tertawa’ dan perempuan. Dalam pidatonya, Arinc mengatakan
bahwa perempuan tidak boleh tertawa di depan umum. Hal tersebut kemudian
menimbulkan kritikan tidak hanya dari kaum perempuan di Turki, namun juga
dari kaum perempuan di bernagai belahan dunia. Emma Watson, salah satunya.
Selebritis Hollywood yang ditunjuk sebagai duta perempuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa tersebut memposting fotonya yang sedang tertawa di depan
umum.

Isu diatas adalah salah satu contoh dari bagaimana isu gender merupakan
concern masyarakat global, terutama perempuan. Meskipun di beberapa negara
isu gender masih menjadi problematika, namun disebagian besar negara,
terutama negara demokrasi, gerakan perempuan bukan lagi gerakan yang
mendapatkan hambatan atau larangan dari pemerintahnya. Kaum perempuan
dapat dikatakan menikmati hak dan akses yang tidak terbatas dalam segala
bidang.Hal ini terutama terjadi di negara-negara Eropa yang rata-rata merupakan
negara maju dibandingkan dengan negara-negara di benua lainnya.Terlebih lagi,
Eropa merupakan tempat asal berkembangnya isu gender.

Namun demikian, hak-hak istimewa atau kesamaan derajat dengan kaum


laki-laki ynag dimiliki oleh perempuan pada masa kini bukanlah sesuatu yang
lahir dengan sendirinya.Melainkan hasil dari perjuangan atau pergerakan sosial
yang bahkan masih berlanjut sampai sekarang. Pergerakan tersebut disebut
dengan gerakan feminis (feminist movement), yaitu sebuah pergerakan sosial
dimana kaum perempuan menuntut equalitytreatment dengan laki-laki.

Begitu hebatnya gerakan feminis, hingga sampai saat ini feminis tidak
hanya menjadi salah satu gerakan sosial, tetapi juga telah menjadi aliran dan
teori yang dikenal dengan feminism atau teori feminis yang memiliki pengaruh
besar dalam berbagai bidang ilmu sosial, politik, ekonomi dan bahkan budaya.
Meskipun berbagai literatur menyebutkan bahwa gerakan feminis berasal dari
Eropa (yang sering kali diklaim sebagai pusat peradaban dunia), seiring dengan
perkembangan waktu, feminis muncul di berbagai belahan dunia dan
mempengaruhi kehidupan berbagai bangsa di dunia, tidak terkecuali Asia dan
Afrika yang sebagian besar negaranya memang merupakan bekas jajahan
negara-negara Eropa. Selain itu, dengan adanya globalisasi yang memudahkan
manusia untuk berkomunikasi tanpa terbatas ruang dan waktu, gerakan feminis
semakin mengglobal tidak hanya dalam lintas batas negara, tetapi juga
merambah pada wilayah-wilayah pedesaan seperti di Indonesia.

Namun demikian, dalam bahasan ini, saya akan menganalisa mengenai


perubahan peran dan status kaum perempuan pada abad pertengahan sebelum
munculnya feminisme dengan peran dan status kaum perempuan (pada masa
dan) setelah gerakan feminisme. Karena terbatasnya literatur mengenai peranan
wanita abad pertengahan di benua lain selain Eropa, bahasan ini akan lebih
berfokus pada perubahan di Eropa.

Perubahan Sosial

Perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan struktur dan


fungsi dalam suatu sistem sosial.1 Sistem sosial yang dimaksud disini mengacu
pada serangkaian nilai, norma dan tindakan serta tananan yang berkembang
dalam masyarakat. Untuk menganalisa perubahan sosial, seperti halnya kita
menganlisa perbandingan suatu kejadian yang tidak dapat di analisa hanya
dalam satu waktu tertentu, melainkan harus menggunakan kerangka waktu yang
berbeda. Tidak hanya masalah perbedaan waktu, perubahan sosial juga
menyangkut dua hal lainnya, yaitu perbedaan dan pengamatan terhadap sistem
sosial yang sama.2Dengan demikian, studi perubahan sosial pada dasarnya
merupakan studi sosial yang menggunakan pendekatan histori antara masa
sekarang dan masa lalu.Perbedaan mendasar antara studi sejarah dengan studi
perubahan sosial adalah bahwa dalam melakukan studi perubahan sosial, kita
juga menganalisa perbedaan yang terjadi antara masa lalu dengan masa

1
Abdillah Hanafi. 1987. “Memasyarakatkan Ide-Ide Baru” dalam Everett M. Rogers dan F.Floyd
Shoemaker (Ter). Communication of Innovations: A Cross-Cultural Approach. Surabaya: Usaha
Nasional. Halaman 16
2
Nanang Martono. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan
Poskolonial, Cetakan Kedua. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 2.
sekarang, membandingkannya dan kemudian menyimpulkan mengenai
perubahan apa yang terjadi dalam kurun waktu yang dibandingkan tersebut.

Selain mengenai masa lalu dan masa sekarang, Martono (2012) dalam
bukunya Sosiologi Perubahan Sosial, menuliskan bahwa studi perubahan sosial
juga mengenai masa depan. Melalui studi perubahan sosial, ilmuwan sosial
melakukan prediksi dengan menggunakan analisa proyeksi atas apa yang terjadi
di masa sekarang. Lebih jauh, Martono memberikan contoh dalam hal
demografi, dimana dengan ilmu statistika sosial, seorang sosiolog mampu
memprediksi jumlah penduduk dalam waktu tertentu di masa depan melalui
metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, sebab setiap tahun pola
pertumbuhan penduduk cenderung sama. Hal tersebut berlaku pula dalam hal
studi perubahan sosial, dimana dengan melakukan proyeksi terhadap masa lalu,
sosiolog juga mampu memprediksi kondisi masyarakat di masa yang akan
datang. Meskipun prediksi sosiolog akan fenomena sosial dilakukan melalui
metode ilmiah, namun menurut saya hal tersebut justru merupakan kesalahan
besar bagi ahli ilmu sosial. Para ilmuwan sosial seringkali melakukan
generalisasi atas fenomena tertentu. Generalisasi tersebut dilakukan dengan
menggunakan prinsip parsimonious atau dalam pandangan Robert Cox disebut
dengan ceteris paribus dimana aspek lain selain yang diteliti diasumsikan tetap.
Padahal, apa yang terjadi di masa lalu belum tentu terjadi di masa sekarang atau
masa depan. Sehingga menurut kaum teori krits, waktu memegang peranan
penting dalam studi ilmu sosial.Teori berasal dari praktek dan pengalaman,
dimana pengalaman berkaitan dengan waktu dan tempat.3

Terlepas dari perdebatan apakah ilmu sosial memiliki abilitas dalam


memprediksiapa yang akan terjadi dalam kurun waktu tertentu dalam masa yang
akan datang, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, studi perubahan sosial
sangat menekankan pada kerangka waktu objek atau fenomena sosial yang akan
diteliti. Selain itu, perubahan sosial terdiri dari tiga tahap berurutan: (1) invensi
yaitu proses dimana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah
proses dimana ide-ide baru itudikomunikasikan ke dalam sistem sosial, dan (3)
3
Theory Talk.2010. Dalam Robert Cox on World Orders, Historical Change, and the Purpose of Theory
in International Relations. Diakses dari http://www.theory-talks.org/2010/03/theory-talk-37.html
konsekuensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial
sebagai akibat pengadoptasian atau penolakan inovasi.4

Dari ketiga proses tersebut, terutama proses pertama dan kedua,


ditekankan pentingnya agen perubahan sosial. Apa yang dimaksud agen
perubahan, menurut Havelock adalah seseorang yang dengan sengaja mencoba
membawa perubahan atau inovasi dalam organisasi sosial. 5Sedangkan menurut
Soerjono Soekanto, agen perubahan adalah seserorang atau sekelompok orang
yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang menghendaki adanya perubahan.6Agen perubahan sosial
diklasifikasikan menjadi individu dan kolektif.7Individu dapat berupa seseorang
yang biasa saja dalam masyarakat yang menginginkan adanya perubahan sosial
ataupun mereka yang merupakan pemimpin yang memiliki kekuasaan tertentu
untuk melakukan perubahan sosial.Sementara agen perubahan sosial kolektif
dapat dilihat dari suatu gerakan sosial yang dilakukan bersama-sama.

Perubahan sosial dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam


kategori.Rogers dan Shoemaker (1987) membaginya menjadi 2 macam
berdasarkan sumber kebutuhan terhadap perubahan sosial, yaitu perubahan
imanen dan perubahan kontak.Perubahan imanen terjadi jika anggota sistem
sosial menciptakan dan mengembangkan ide baru dengan sedikit atau pengaruh
dari pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar keseluruh sistem
sosial.Sedangkan perubahan kontak terjadi jika sumber dari luar sistem sosial
memperkenalkan ide baru.8 Sementara Martono (2012), mengklasifikasikan
perubahan sosial kedalam tiga jenis: (1) perubahan yang cepat (revolusi) dan
perubahan yang lambat (evolusi), (2) perubahan yang kecil dan perubahan yang
besar, dan (3) perubahan yang dikehendaki (direncanakan) dan perubahan yang
tidak dikehendaki (direncanakan).9

4
Abdillah Hanafi. Op. Cit. Halaman 16.
5
Ronald G. Havelock dan Steve Zlotolow. 1995. The Change Agent’s Guide. Education Technology.
Halaman 21
6
Soerjono Soekanto. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Halaman 273
7
Piotr Sztompka. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. Halaman 306
8
Abdillah Hanafi. Op. Cit. Halaman 18.
9
Nanang Martono. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan
Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 13-16
Feminisme dalam Bingkai Perubahan Sosial

Seperti yang telah disebutkan diatas, perubahan sosial adalah mengenai


perbedaan sistem sosial dalam kerangka waktu yang berbeda.Dalam bahasan ini,
kerangka waktu yang akan dianalisa adalah pada masa sebelum munculnya
gerakan feminis, yaitu sebelum abad ke-19 dan pada masa sekarang dengan
menguraikan evolusi gerakan feminis semenjak gelombang pertama hingga
gelombang ketiga dimana dari setiap gelombang, gerakan feminis memiliki
tuntutan-tuntutan yang berbeda-beda.

Untuk menganalisa feminisme melalui kacamata studi perubahan sosial,


juga perlu melihat kembali perubahan apa yang telah terjadi pada masa lalu
hingga masa sekarang dalam sistem sosial yang ada. Feminisme diartikan
sebagai sebuah gerak perubahan sosial yang mengubah tatanan dan perilaku
sistem sosial terhadap subjek dan objek utama feminisme, yaitu kaum
perempuan.

Ketika gelombang ketiga feminisme muncul, gerakan perempuan untuk


menuntut kesamaan perlakua dan hak layaknya kaum laki-laki dalam berbagai
bidang mungkin merupakan hal yang sudah biasa hanya dengan isu dan tuntutan
yang baru.Namun ketika gelombang feminisme pertama muncul, gerakan kaum
perempuan adalah sesuatu yang benar-benar baru.Bahkan mungkin sesuatu yang
diangga sebagai penyimpangan sosial.

Pada abad ke-19 masa industrialisasi, gerakan feminis memunculkan


kelas menengah yang berpendidikan dan kaum perempuan yang bergabung
dengan elit perempuan dalam kebangkitan melawan penindasan terhadap
kalangan bawah.10Namun demikian, sebelum abad ke-19, peran wanita dalam
masyarakat tidak lebih sebagai ibu rumah tangga. Di Eropa, khususnya pada
abad ke-16, kaum wanita diharapkan untuk fokus pada kegiatan domestik praktis
dan kegiatan yang mendorong kemajuan keluarga, lebih khusus lagi, para

10
Elise Boulding. Women's International League for Peace and Freedom. Diakses dari
http://www.wilpfinternational.org/wp-
content/uploads/2014/08/1994_Social_Feminism_and_Equity_Feminism.pdf
suami.11Pada masa itu, wanita, sama halnya dengan strata sosial di masyarakat,
juga memiliki kelas-kelas tertentu, yaitu kelas bawah (menengah kebawah) dan
kaum bangsawan. Kaum perempuan kelas menengah kebawah umumnya
bekerja sebagai pendamping atau pelayan.Sedangkan kaum perempuan kelas
bangsawan memiliki pekerjaan rumah tangga sebagai pengatur dan pengawas
para pelayan dalam rumahnya.12Dalam kalangan bangsawan, beberapa kaum
perempuan diberikan pendidikan di rumah dengan tutor khusus mengenai tarian,
dansa dan sulaman.Tidak hanya terbatas dalam oendidikan, kaum wanita pada
abad ke-16 juga terbatas dalam haknya untuk memilih pasangan karena pada
masa itu, pernikahan diatur oleh keluarga dan perceraian adalah hal yang
dilarang, kecuali untuk kaum menengah kebawah.13

Kaum wanita pada abad ke-16 yang menentang sistem patriarki peran
gender atau ketidakadilan (termasuk kekerasan) dalam rumah tangga, beresiko
diasingkan dari komunitasnya, terutama kaum wanita kalangan bangsawan.
Anne Hutchinson, yang menentang pendeta Puritan, dikucilkan karena
tindakannya dianggap terlalu vokal dan kontroversial. Anne Askew, seorang
perempuan yang berpendidikan, diadili dengan tuduhan menyebarkan ajaran
sesat pada tahun 1545 karena penolakannya terhadap transsubtansiasi. Setelah
dipenjara selama 1 tahun, ia kemudian di bakar di tiang seperti seorang
penyihir.14

Sementara pada abad ke-17, keadaan kaum perempuan tidak jauh


berbeda dengan abad ke-16.Kaum perempuan masih berperan sebagai martir
agama, terutama Kristen.Karena dilarangnya perceraian oleh agama dan gereja,
kaum perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat

11
Feminism in Literature. Women in the 16th, 17th, and 18th Centuries. Diakses dari
http://www.enotes.com/topics/feminism/critical-essays/women-16th-17th-18th-centuries
12
Tim Lambert. 2015. A Brief History of Women’s Rights. Diakses dari
http://www.localhistories.org/womensrights.html
13
Tim Lambert. 2015. A Brief History of Women’s Rights. Diakses dari
http://www.localhistories.org/womensrights.html
14
Feminism in Literature. Women in the 16th, 17th, and 18th Centuries. Diakses dari
http://www.enotes.com/topics/feminism/critical-essays/women-16th-17th-18th-centuries
menuntut siapapun yang berjenis kelamin laki-laki dikeluarganya.Masih seperti
halnya pada abad ke-16, perempuan abad ke-17 diharapkan untuk menjadi ibu
rumah tangga. Philip Stubbes, seorang pamphleteer (penulis di masa sekarang),
menulis Crystal Glass for Christian Wives yang berdasarkan idenya tentang
‘wanita sempurna’ terhadap mendiang istrinya. 15Ia memuji istrinya untuk sifat-
sifatnya yang “sopan, lemah lembut, baik, dan patuh…. Ia (istrinya) mematuhi
semua perintah rasul yang memerintahkan wanita untuk diam dan belajar dari
suaminya di rumah.”16Tulisan Stubbes tersebut tidak hanya menjadi pujian untuk
istrinya, tetapi juga menjadi karakteristik dan harapan terhadap ‘wanita
sempurna’ pada abad ke-17.Selain itu, pada masa itu, komoditas paling penting
yang harus dimiliki oleh seorang wanita adalah keperawanannya. 17 Apabila
seorang wanita yang belum menikah tidak lagi perawan atau diketahui tidak
perawan ketika menikah, maka besar kemungkinan ia akan diasingkan oleh
komunitasnya dan tidak mendapatkan suami yang akan memberikan klaim
buruk terhadap keluarganya. Tetapi hal tersebut tidak berlaku dalam keperjakaan
kaum laki-laki.

Pada abad ke-18, mulai muncul sedikit perubahan dalam peran wanita di
masyarakat Eropa.Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya kekuatan
kelas menengah dan ekspansi konsumerisme, sehingga kaum perempuan kelas
menengah kebawah mulai diizinkan untuk ikut serta dengan suaminya dalam
perjalanan-perjalanan bisnis.Selain itu, pada abad ini juga muncul seniman-
seniman (puisi dan musik) perempuan dimana pada abad-abad sebelumnya
merupakan hal yang tabu bagi seorang perempuan untuk berkarya.Selain itu,
pada akhir abad ke-17 juga mulai bermunculan sekolah asrama bagi perempuan

15
Michaela Murphy. 2012. Was There a Gender Revolution in the Seventeenth-Century?. Diakses dari
http://arts.brighton.ac.uk/study/literature/brightonline/issue-number-three/was-there-a-gender-revolution-
in-the-seventeenth-century
16
Michaela Murphy. 2012. Was There a Gender Revolution in the Seventeenth-Century?. Diakses dari
http://arts.brighton.ac.uk/study/literature/brightonline/issue-number-three/was-there-a-gender-revolution-
in-the-seventeenth-century
17
Michaela Murphy. 2012. Was There a Gender Revolution in the Seventeenth-Century?. Diakses dari
http://arts.brighton.ac.uk/study/literature/brightonline/issue-number-three/was-there-a-gender-revolution-
in-the-seventeenth-century
sehingga kaum perempuan tidak lagi hanya mendapatkan pendidikan privat di
rumah.18

Gerakan Feminis

Untuk memahami apa dan bagaimana feminis berkembang, dapat


ditelusuri dari sejarah peradaban dunia, khususnya peradaban Eropa. Dimulai
dari Revolusi Perancis dan ide-ide politik pencerahan pada abad ke-18, semua
manusia dianggap sebagai makhluk rasional yang memiliki hak-hak dasar yang
sama.19 Dalam Revolusi Perancis, terdapat 33 daftar tuntutan akan hak-hak
perempuan yang disampaikan pada Estates General yang kemudian memberikan
inspirasi kepada kaum perempuan di negara-negara Eropa lainnya. Contohnya
Mary Wollstonecraft, seorang penulis Inggris yang menulis A Vindication of the
Rights of Woman pada tahun 1792 dan Theodor von Hippel Gottlieb dari Jerman
yang menuliskan On the Civil Improvement of Women pada 1794.

Gerakan feminis dapat dibagi menjadi tiga gelombang yang berbeda


dalam kurun waktu yang berbeda pula.Gelombang pertama muncul dalam
konteks masyarakat industri dan politik liberal pada akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20 di Amerika Serikat dan Eropa. 20 Gelombang kedua muncul pada
tahun 1960-an sampai 1970-an. Gelombang ketiga muncul dari pertengahan
tahun 1990-an hingga sekarang.

a. Gelombang Pertama

Feminisme gelombang pertama dianggap dimulai dengan tulisan


Mary Wollstonecraft, The Vindication of the Rights of Woman.21
Gelombang ini resmi dimulai pada tahun 1848 dari Konvensi Seneca
Falls dimana kaum 300 perempuan dan laki-laki bersatu untuk

18
Tim Lambert. 2015. A Brief History of Women’s Rights. Diakses dari
http://www.localhistories.org/womensrights.html
19
Martin Pugh. 1997. The Woman’s Movement. Diakses dari http://www.historytoday.com/martin-
pugh/womens-movement
20
Charlotte Krolokke dan Anne Scott Sorensen. 2006. Gender Communication Theories& Analyses From
Silence to Performance. New York: SAGE Publications.
21
Ni Komang Arie Suwastini. 2013. Perkembangan Feminisme Barat dari Abad Kedelapan Belas Hingga
Postfeminisme: Sebuah Tinjauan Teoritis. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol.2, No. 1, April 2013.
Halaman 200.
menuntut kesetaraan bagi kaum perempuan.22 Pada awalnya, gerakan
feminis pada gelombang pertama menyuarakan hak kepemilikan yang
sama antara kaum perempuan dan laki-laki serta hak asuh terhadap
anak. Namun kemudian tuntutan kaum feminis muali bergeser kearah
tuntutan politik dimana mereka menginginkan adanya hak pilih
perempuan dan izin bagi kaum perempuan untuk memperoleh
kekuasaan politik. Gelombang ini

b. Gelombang Kedua

Istilah feminism gelombang kedua mengacu pada feminism radikal


pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.23 Banyak literatur yang
mengatakan bahwa feminism pada gelombang kedua ini dipicu oleh
tulisan Betty Friedan pada 1963, The Feminine Mystique yang
mengkritik gagasan bahwa perempuan hanya bisa menemukan
pemenuhan melalui pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga.
Tulisan tersebut muncul akibat dari adanya revolusi konsumen yang
berpusat di rumah tangga yang mendorong perkembangan
perekenomian Barat pada tahun 1950-an sampai 1960-an yang
mengatakan bahwa orang-orang yang harus mengatur dan mengelola
ruang domestik (rumah tangga) tersebut haruslah seorang
perempuan.24

c. Gelombang Ketiga

Feminisme gelombang ketiga muncul setelah matinya feminisme


setelah tercapainya tujuan-tujuan feminisme gelombang kedua pada
tahun 1970-an. Pada fase ini banyak konsep-konsep yang telah stabil,
termasuk pengertian tentang kewanitaan, tubuh, gender, seksualitas
dan heteronormativity.25Dengan demikian, kaum wanita berdasarkan
gelombang ini memiliki hak-hak khusus atau pribadi atas tubuhnya
22
Martha Rampton. 2014. The Three Waves of Feminism. Diakses dari http://www.pacificu.edu/about-
us/news-events/three-waves-feminism
23
Charlotte Krolokke dan Anne Scott Sorensen. 2006. Gender Communication Theories& Analyses From
Silence to Performance. New York: SAGE Publications.
24
Mary Evans. 2009. “Teori Feminis” dalam Bryan S.Turner (Edts.). Teori Sosial dari Klasik sampai
Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 400
dan tidak lagi dikontrol oleh kaum laki-laki.Feminis gelombang
ketiga termotivasi oleh kebutuhan untuk mengembangkan teori dan
piltik feminis yang menghormati pertentangan pengalaman dan
mendekonstruksi pemikiran kategoris.26

Kesimpulan

Perubahan sosial merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam
sejarah kehidupan manusia.Seperti halnya waktu yang terus berjalan, fenomena
sosial juga terus mengalami perubahan yang dinamis.Peranan dan status
perempuan dalam masyarakat adalah salah satu cotoh perubahan sosial yang
dinamis.Dalam kacamata studi perubahan sosial, perubahan sosial dalam aspek
peranan dan status kaum wanita merupakan perubahan sosial evolusi yang
bergerak secara perlahan yang muncul dari dalam sistem sosial itu sendiri
(perubahan imanen), yaitu kaum perempuan. Perubahan perlakuan masyarakat
atau komponen sistem sosial lainnya terhadap perempuan tidak terjadi secara
tiba-tiba dalam gelombang yang besar, melainkan melalui berbagai proses sosial
termasuk dengan advokasi kaum perempuan dan laki-laki seperti yang terjadi di
Konvensi Seneca Falls pada gelombang pertama.

Namun demikian, apabila dianalisa perbandingan antara peran kaum dan


status kaum perempuan pada abad pertengahan dengan masa setelah munculnya
gerakan feminis, terutama pada gelombang ketiga atau posmodernis, terdapat
perubahan radikal dalam jangka waktu tersebut, khususnya di Eropa. Salah satu
contohnya terkait dengan apa yang dituntut oleh masyarakat sebagai ‘wanita
sempurna’. Ketika pada abad ke-17 salah satu kriteria utama wanita sempurna
adalah keperawanan, pada masa sekarang bukan lagi sesuatu yang tabu bagi
seorang wanita untuk berhubungan intim diluar pernikahan. Dengan kata lain,
kaum wanita, khususnya pada gelombang ketiga feminisme, yang
mengadvokasikan hak untuk mengontrol tubuhnya, telah mendapatkan hak

25
Martha Rampton. 2014. The Three Waves of Feminism. Diakses dari http://www.pacificu.edu/about-
us/news-events/three-waves-feminism
26
Charlotte Krolokke dan Anne Scott Sorensen. 2006. Gender Communication Theories & Analyses From
Silence to Performance. New York: SAGE Publications.
tersebut. Berbeda dengan kaum wanita pada abad pertengahan dimaan seluruh
aspek kehidupannya dikontrol oleh kaum laki-laki.

Hidup adalah dinamis, begitu pula fenomena sosial yang ada di


masyarakat.Seiring berkembangnya waktu, tatanan masyarakat juga mengalami
perubahan.Salah satunya adalah tatanan atas kaum perempuan.Paper ini akam
membahas mengenai perubahan sosial yang ada dimasyarakat, khususnya
perubahan peranan perempuan pada abad pertengahan dan pada masa (setelah)
lahirnya gerakan feminisme yang menuntut kesataraan antaran kaum perempuan
dan kaum laki-laki.Meskipun perubahan peran dan status perempuan dan
gerakan feminis telah muncul di berbagai belahan dunia, karena keterbatasan
sumber, paper ini akan mengkhususkan perubahan peranan perempuan di Eropa
dan sedikit bahasan di Amerika yang merupakan tempat lahirnya gerakan
feminisme.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Evans, Mary. 2009. “Teori Feminis” dalam Bryan S.Turner (Edt.). Teori Sosial dari
Klasik sampai Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Havelock, Ronald G. & Steve Zlotolow. 1995. The Change Agent’s Guide. Education
Technology.
Krolokke, Charlotte & Anne Scott Sorensen. 2006. Gender Communication Theories &
Analyses From Silence to Performance. New York: SAGE Publications.
Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.
Rogers, Everett M & F.Floyd Shoemaker. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru.
(Penerjemah: Abdillah Hanafi). Surabaya: Usaha Nasional.
Soekanto, Soerjono Soekanto. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group.
Sumber Artikel, Jurnal, Laporan:
Boulding, Elise. Women's International League for Peace and Freedom. Diakses dari
http://www.wilpfinternational.org/wp-
content/uploads/2014/08/1994_Social_Feminism_and_Equity_Feminism.pd
f
Lambert, Tim. 2015.A Brief History of Women’s Rights. Diakses dari
http://www.localhistories.org/womensrights.html
Murphy, Michaela. 2012. Was There a Gender Revolution in the Seventeenth-Century?.
Diakses dari http://arts.brighton.ac.uk/study/literature/brightonline/issue-
number-three/was-there-a-gender-revolution-in-the-seventeenth-century
Pugh, Martin. 1997. The Woman’s Movement. Diakses dari
http://www.historytoday.com/martin-pugh/womens-movement
Rampton, Martha. 2014. The Three Waves of Feminism. Diakses dari
http://www.pacificu.edu/about-us/news-events/three-waves-feminism
Suwastini, Ni Komang Arie. 2013. “Perkembangan Feminisme Barat dari Abad
Kedelapan Belas Hingga Postfeminisme: Sebuah Tinjauan Teoritis” dalam
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol.2, No. 1.
Talk, Theory.2010. Robert Cox on World Orders, Historical Change, and the Purpose
of Theory in International Relations. Diakses dari http://www.theory-
talks.org/2010/03/theory-talk-37.html
Sumber Internet:
Literature, Feminism in.Women in the 16th, 17th, and 18th Centuries. Diakses dari
http://www.enotes.com/topics/feminism/critical-essays/women-16th-17th-
18th-centuries

Anda mungkin juga menyukai