STATUS PEREMPUAN
Amaliatul Izzah
Abstract
Pendahuluan
Student at Department of International Relation Studies; ID 120910101022; Faculty of Social and
Political Sciences; University of Jember; Kalimantan St. number 37, Jember – East Java; Phone and Fax:
(0331) 335586; email: fisip.unej@telkom.net
Pada sekitar pertengahan tahun 2014 lalu, Turki menjadi perhatian dunia
dikarenakan isu gendernya yang meletup menjadi isu internasional bahkan
global.Isu tersebut dimulai dari pidato Wakil Perdana Menteri Turki, Bulent
Arinc, mengenai ‘tertawa’ dan perempuan. Dalam pidatonya, Arinc mengatakan
bahwa perempuan tidak boleh tertawa di depan umum. Hal tersebut kemudian
menimbulkan kritikan tidak hanya dari kaum perempuan di Turki, namun juga
dari kaum perempuan di bernagai belahan dunia. Emma Watson, salah satunya.
Selebritis Hollywood yang ditunjuk sebagai duta perempuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa tersebut memposting fotonya yang sedang tertawa di depan
umum.
Isu diatas adalah salah satu contoh dari bagaimana isu gender merupakan
concern masyarakat global, terutama perempuan. Meskipun di beberapa negara
isu gender masih menjadi problematika, namun disebagian besar negara,
terutama negara demokrasi, gerakan perempuan bukan lagi gerakan yang
mendapatkan hambatan atau larangan dari pemerintahnya. Kaum perempuan
dapat dikatakan menikmati hak dan akses yang tidak terbatas dalam segala
bidang.Hal ini terutama terjadi di negara-negara Eropa yang rata-rata merupakan
negara maju dibandingkan dengan negara-negara di benua lainnya.Terlebih lagi,
Eropa merupakan tempat asal berkembangnya isu gender.
Begitu hebatnya gerakan feminis, hingga sampai saat ini feminis tidak
hanya menjadi salah satu gerakan sosial, tetapi juga telah menjadi aliran dan
teori yang dikenal dengan feminism atau teori feminis yang memiliki pengaruh
besar dalam berbagai bidang ilmu sosial, politik, ekonomi dan bahkan budaya.
Meskipun berbagai literatur menyebutkan bahwa gerakan feminis berasal dari
Eropa (yang sering kali diklaim sebagai pusat peradaban dunia), seiring dengan
perkembangan waktu, feminis muncul di berbagai belahan dunia dan
mempengaruhi kehidupan berbagai bangsa di dunia, tidak terkecuali Asia dan
Afrika yang sebagian besar negaranya memang merupakan bekas jajahan
negara-negara Eropa. Selain itu, dengan adanya globalisasi yang memudahkan
manusia untuk berkomunikasi tanpa terbatas ruang dan waktu, gerakan feminis
semakin mengglobal tidak hanya dalam lintas batas negara, tetapi juga
merambah pada wilayah-wilayah pedesaan seperti di Indonesia.
Perubahan Sosial
1
Abdillah Hanafi. 1987. “Memasyarakatkan Ide-Ide Baru” dalam Everett M. Rogers dan F.Floyd
Shoemaker (Ter). Communication of Innovations: A Cross-Cultural Approach. Surabaya: Usaha
Nasional. Halaman 16
2
Nanang Martono. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan
Poskolonial, Cetakan Kedua. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 2.
sekarang, membandingkannya dan kemudian menyimpulkan mengenai
perubahan apa yang terjadi dalam kurun waktu yang dibandingkan tersebut.
Selain mengenai masa lalu dan masa sekarang, Martono (2012) dalam
bukunya Sosiologi Perubahan Sosial, menuliskan bahwa studi perubahan sosial
juga mengenai masa depan. Melalui studi perubahan sosial, ilmuwan sosial
melakukan prediksi dengan menggunakan analisa proyeksi atas apa yang terjadi
di masa sekarang. Lebih jauh, Martono memberikan contoh dalam hal
demografi, dimana dengan ilmu statistika sosial, seorang sosiolog mampu
memprediksi jumlah penduduk dalam waktu tertentu di masa depan melalui
metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, sebab setiap tahun pola
pertumbuhan penduduk cenderung sama. Hal tersebut berlaku pula dalam hal
studi perubahan sosial, dimana dengan melakukan proyeksi terhadap masa lalu,
sosiolog juga mampu memprediksi kondisi masyarakat di masa yang akan
datang. Meskipun prediksi sosiolog akan fenomena sosial dilakukan melalui
metode ilmiah, namun menurut saya hal tersebut justru merupakan kesalahan
besar bagi ahli ilmu sosial. Para ilmuwan sosial seringkali melakukan
generalisasi atas fenomena tertentu. Generalisasi tersebut dilakukan dengan
menggunakan prinsip parsimonious atau dalam pandangan Robert Cox disebut
dengan ceteris paribus dimana aspek lain selain yang diteliti diasumsikan tetap.
Padahal, apa yang terjadi di masa lalu belum tentu terjadi di masa sekarang atau
masa depan. Sehingga menurut kaum teori krits, waktu memegang peranan
penting dalam studi ilmu sosial.Teori berasal dari praktek dan pengalaman,
dimana pengalaman berkaitan dengan waktu dan tempat.3
4
Abdillah Hanafi. Op. Cit. Halaman 16.
5
Ronald G. Havelock dan Steve Zlotolow. 1995. The Change Agent’s Guide. Education Technology.
Halaman 21
6
Soerjono Soekanto. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Halaman 273
7
Piotr Sztompka. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. Halaman 306
8
Abdillah Hanafi. Op. Cit. Halaman 18.
9
Nanang Martono. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan
Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers. Halaman 13-16
Feminisme dalam Bingkai Perubahan Sosial
10
Elise Boulding. Women's International League for Peace and Freedom. Diakses dari
http://www.wilpfinternational.org/wp-
content/uploads/2014/08/1994_Social_Feminism_and_Equity_Feminism.pdf
suami.11Pada masa itu, wanita, sama halnya dengan strata sosial di masyarakat,
juga memiliki kelas-kelas tertentu, yaitu kelas bawah (menengah kebawah) dan
kaum bangsawan. Kaum perempuan kelas menengah kebawah umumnya
bekerja sebagai pendamping atau pelayan.Sedangkan kaum perempuan kelas
bangsawan memiliki pekerjaan rumah tangga sebagai pengatur dan pengawas
para pelayan dalam rumahnya.12Dalam kalangan bangsawan, beberapa kaum
perempuan diberikan pendidikan di rumah dengan tutor khusus mengenai tarian,
dansa dan sulaman.Tidak hanya terbatas dalam oendidikan, kaum wanita pada
abad ke-16 juga terbatas dalam haknya untuk memilih pasangan karena pada
masa itu, pernikahan diatur oleh keluarga dan perceraian adalah hal yang
dilarang, kecuali untuk kaum menengah kebawah.13
Kaum wanita pada abad ke-16 yang menentang sistem patriarki peran
gender atau ketidakadilan (termasuk kekerasan) dalam rumah tangga, beresiko
diasingkan dari komunitasnya, terutama kaum wanita kalangan bangsawan.
Anne Hutchinson, yang menentang pendeta Puritan, dikucilkan karena
tindakannya dianggap terlalu vokal dan kontroversial. Anne Askew, seorang
perempuan yang berpendidikan, diadili dengan tuduhan menyebarkan ajaran
sesat pada tahun 1545 karena penolakannya terhadap transsubtansiasi. Setelah
dipenjara selama 1 tahun, ia kemudian di bakar di tiang seperti seorang
penyihir.14
11
Feminism in Literature. Women in the 16th, 17th, and 18th Centuries. Diakses dari
http://www.enotes.com/topics/feminism/critical-essays/women-16th-17th-18th-centuries
12
Tim Lambert. 2015. A Brief History of Women’s Rights. Diakses dari
http://www.localhistories.org/womensrights.html
13
Tim Lambert. 2015. A Brief History of Women’s Rights. Diakses dari
http://www.localhistories.org/womensrights.html
14
Feminism in Literature. Women in the 16th, 17th, and 18th Centuries. Diakses dari
http://www.enotes.com/topics/feminism/critical-essays/women-16th-17th-18th-centuries
menuntut siapapun yang berjenis kelamin laki-laki dikeluarganya.Masih seperti
halnya pada abad ke-16, perempuan abad ke-17 diharapkan untuk menjadi ibu
rumah tangga. Philip Stubbes, seorang pamphleteer (penulis di masa sekarang),
menulis Crystal Glass for Christian Wives yang berdasarkan idenya tentang
‘wanita sempurna’ terhadap mendiang istrinya. 15Ia memuji istrinya untuk sifat-
sifatnya yang “sopan, lemah lembut, baik, dan patuh…. Ia (istrinya) mematuhi
semua perintah rasul yang memerintahkan wanita untuk diam dan belajar dari
suaminya di rumah.”16Tulisan Stubbes tersebut tidak hanya menjadi pujian untuk
istrinya, tetapi juga menjadi karakteristik dan harapan terhadap ‘wanita
sempurna’ pada abad ke-17.Selain itu, pada masa itu, komoditas paling penting
yang harus dimiliki oleh seorang wanita adalah keperawanannya. 17 Apabila
seorang wanita yang belum menikah tidak lagi perawan atau diketahui tidak
perawan ketika menikah, maka besar kemungkinan ia akan diasingkan oleh
komunitasnya dan tidak mendapatkan suami yang akan memberikan klaim
buruk terhadap keluarganya. Tetapi hal tersebut tidak berlaku dalam keperjakaan
kaum laki-laki.
Pada abad ke-18, mulai muncul sedikit perubahan dalam peran wanita di
masyarakat Eropa.Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya kekuatan
kelas menengah dan ekspansi konsumerisme, sehingga kaum perempuan kelas
menengah kebawah mulai diizinkan untuk ikut serta dengan suaminya dalam
perjalanan-perjalanan bisnis.Selain itu, pada abad ini juga muncul seniman-
seniman (puisi dan musik) perempuan dimana pada abad-abad sebelumnya
merupakan hal yang tabu bagi seorang perempuan untuk berkarya.Selain itu,
pada akhir abad ke-17 juga mulai bermunculan sekolah asrama bagi perempuan
15
Michaela Murphy. 2012. Was There a Gender Revolution in the Seventeenth-Century?. Diakses dari
http://arts.brighton.ac.uk/study/literature/brightonline/issue-number-three/was-there-a-gender-revolution-
in-the-seventeenth-century
16
Michaela Murphy. 2012. Was There a Gender Revolution in the Seventeenth-Century?. Diakses dari
http://arts.brighton.ac.uk/study/literature/brightonline/issue-number-three/was-there-a-gender-revolution-
in-the-seventeenth-century
17
Michaela Murphy. 2012. Was There a Gender Revolution in the Seventeenth-Century?. Diakses dari
http://arts.brighton.ac.uk/study/literature/brightonline/issue-number-three/was-there-a-gender-revolution-
in-the-seventeenth-century
sehingga kaum perempuan tidak lagi hanya mendapatkan pendidikan privat di
rumah.18
Gerakan Feminis
a. Gelombang Pertama
18
Tim Lambert. 2015. A Brief History of Women’s Rights. Diakses dari
http://www.localhistories.org/womensrights.html
19
Martin Pugh. 1997. The Woman’s Movement. Diakses dari http://www.historytoday.com/martin-
pugh/womens-movement
20
Charlotte Krolokke dan Anne Scott Sorensen. 2006. Gender Communication Theories& Analyses From
Silence to Performance. New York: SAGE Publications.
21
Ni Komang Arie Suwastini. 2013. Perkembangan Feminisme Barat dari Abad Kedelapan Belas Hingga
Postfeminisme: Sebuah Tinjauan Teoritis. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol.2, No. 1, April 2013.
Halaman 200.
menuntut kesetaraan bagi kaum perempuan.22 Pada awalnya, gerakan
feminis pada gelombang pertama menyuarakan hak kepemilikan yang
sama antara kaum perempuan dan laki-laki serta hak asuh terhadap
anak. Namun kemudian tuntutan kaum feminis muali bergeser kearah
tuntutan politik dimana mereka menginginkan adanya hak pilih
perempuan dan izin bagi kaum perempuan untuk memperoleh
kekuasaan politik. Gelombang ini
b. Gelombang Kedua
c. Gelombang Ketiga
Kesimpulan
Perubahan sosial merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam
sejarah kehidupan manusia.Seperti halnya waktu yang terus berjalan, fenomena
sosial juga terus mengalami perubahan yang dinamis.Peranan dan status
perempuan dalam masyarakat adalah salah satu cotoh perubahan sosial yang
dinamis.Dalam kacamata studi perubahan sosial, perubahan sosial dalam aspek
peranan dan status kaum wanita merupakan perubahan sosial evolusi yang
bergerak secara perlahan yang muncul dari dalam sistem sosial itu sendiri
(perubahan imanen), yaitu kaum perempuan. Perubahan perlakuan masyarakat
atau komponen sistem sosial lainnya terhadap perempuan tidak terjadi secara
tiba-tiba dalam gelombang yang besar, melainkan melalui berbagai proses sosial
termasuk dengan advokasi kaum perempuan dan laki-laki seperti yang terjadi di
Konvensi Seneca Falls pada gelombang pertama.
25
Martha Rampton. 2014. The Three Waves of Feminism. Diakses dari http://www.pacificu.edu/about-
us/news-events/three-waves-feminism
26
Charlotte Krolokke dan Anne Scott Sorensen. 2006. Gender Communication Theories & Analyses From
Silence to Performance. New York: SAGE Publications.
tersebut. Berbeda dengan kaum wanita pada abad pertengahan dimaan seluruh
aspek kehidupannya dikontrol oleh kaum laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Evans, Mary. 2009. “Teori Feminis” dalam Bryan S.Turner (Edt.). Teori Sosial dari
Klasik sampai Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Havelock, Ronald G. & Steve Zlotolow. 1995. The Change Agent’s Guide. Education
Technology.
Krolokke, Charlotte & Anne Scott Sorensen. 2006. Gender Communication Theories &
Analyses From Silence to Performance. New York: SAGE Publications.
Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.
Rogers, Everett M & F.Floyd Shoemaker. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru.
(Penerjemah: Abdillah Hanafi). Surabaya: Usaha Nasional.
Soekanto, Soerjono Soekanto. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group.
Sumber Artikel, Jurnal, Laporan:
Boulding, Elise. Women's International League for Peace and Freedom. Diakses dari
http://www.wilpfinternational.org/wp-
content/uploads/2014/08/1994_Social_Feminism_and_Equity_Feminism.pd
f
Lambert, Tim. 2015.A Brief History of Women’s Rights. Diakses dari
http://www.localhistories.org/womensrights.html
Murphy, Michaela. 2012. Was There a Gender Revolution in the Seventeenth-Century?.
Diakses dari http://arts.brighton.ac.uk/study/literature/brightonline/issue-
number-three/was-there-a-gender-revolution-in-the-seventeenth-century
Pugh, Martin. 1997. The Woman’s Movement. Diakses dari
http://www.historytoday.com/martin-pugh/womens-movement
Rampton, Martha. 2014. The Three Waves of Feminism. Diakses dari
http://www.pacificu.edu/about-us/news-events/three-waves-feminism
Suwastini, Ni Komang Arie. 2013. “Perkembangan Feminisme Barat dari Abad
Kedelapan Belas Hingga Postfeminisme: Sebuah Tinjauan Teoritis” dalam
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol.2, No. 1.
Talk, Theory.2010. Robert Cox on World Orders, Historical Change, and the Purpose
of Theory in International Relations. Diakses dari http://www.theory-
talks.org/2010/03/theory-talk-37.html
Sumber Internet:
Literature, Feminism in.Women in the 16th, 17th, and 18th Centuries. Diakses dari
http://www.enotes.com/topics/feminism/critical-essays/women-16th-17th-
18th-centuries