FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
DISUSUN OLEH:
Anggie Anggraini Pageno
N 111 21 084
PEMBIMBING KLINIK:
dr. Imtihanah Amri, Sp.An., M.Kes., KIC
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB:
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium
africanum, Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii.
M.tuberculosis (M.TB), hingga saat ini merupakan bakteri yang paling
sering ditemukan, dan menular antar manusia melalui rute udara.20
C. Klasifikasi
1) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis :20
a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena
terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra
paru harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
b. TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar
parenkim paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen,
saluran genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus
TB ekstra paru dapat ditegakkan secara klinis atau histologis
setelah diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi
bakteriologis.
2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan :20
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT
sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (<
dari 28 dosis bila memakai obat program).
b. Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat
program).
c. Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis
TB episode kembali (karena reaktivasi atau episode baru yang
disebabkan reinfeksi).
d. Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.
e. Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah menelan
OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari
2 bulan berturut-turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai
hasil pengobatan.
f. Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan
OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak
didokumentasikan.
g. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien
yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga
tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.
3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat.
Berdasarkan hasil uji kepekaan, klasifikasi TB terdiri dari :20
a. Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama.
b. Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap
isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan
amikasin).
e. Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap
Rifampisin baik menggunakan metode genotip (tes cepat) atau
metode fenotip (konvensional), dengan atau tanpa resistensi
terhadap OAT lain yang terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB
RR adalah semua bentuk TB MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR
yang terbukti resistan terhadap rifampisin
4) Klasifikasi berdasarkan status HIV20
a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki
hasil tes HIV-positif, baik yang dilakukan pada saat penegakan
diagnosis TB atau ada bukti bahwa pasien telah terdaftar di register
HIV (register pra ART atau register ART).
b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki
hasil negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan
diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui HIV positif di kemudian
hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya.
c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB
terkonfirmasi bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak
memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah
terdaftar dalam register HIV. Bila pasien ini diketahui HIV positif
dikemudian hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya.
D. Faktor Risiko
Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :20
1) Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.
2) Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu
panjang.
3) Perokok
4) Konsumsi alkohol tinggi
5) Anak usia < 5 tahun dan lansia
6) Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang
infeksius.
7) Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh:
lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)
8) Petugas kesehatan
E. Efek TB Pada Kehamilan
Kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan,
karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru ke
atas serta sisa udara dalam parukurang, namun penyakit tersebut tidak
menjadi lebih berat. Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa
faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat
menerima pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), status nutrisi,
penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas
diagnosis dan OAT.21
Sebelum tahun 1940, kehamilan dianggap sesuatu yang mengganggu
penyembuhan TB paru dan wanita dengan TB paru dianjurkan untuk tidak
hamil, jika terjadi konsepsi maka dilakukan aborsi. Sejak saat itu, banyak
dokumentasi yang menyatakan bahwa riwayat TB tidak berubah dengan
adanya kehamilan pada penderita yang diobati. TB akan meningkat secara
progresif antara 15-30% pada penderita yang tidak diobati selama 2,5
tahun pertama.22
TB aktif tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan.
Reaktivasi TB paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama
kehamilan. Angka reaktivasi TB paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan
antara mereka yang hamil maupun tidak hamil. Tetapi kehamilan bisa
meningkatkan risiko TB inaktif menjadi aktif terutama periode
postpartum.22
Ibu hamil dengan MDR TB mempunyai risiko persalinan prematur 5
kali lebih sering dan pertumbuhan janin terhambat 3 kali lebih sering,
dibandingkan ibu hamil tanpa MDR TB. Pengobatan MDR TB
membutuhkan terapi obat antituberkulosis (OAT) lini kedua.6
Kasus MDR TB pada kehamilan membutuhkan penanganan khusus
mengingat obat-obat yang diberikan umumnya kategori C yang berpotensi
menyebabkan gangguan pada janin. Di Indonesia sampai saat ini belum
ada data dan konsensus mengenai penanganan MDR TB selama
kehamilan. Laporan 7 kasus yang dipaparkan oleh Shin, dkk pada tahun
2003 menyebutkan bahwa pemberian pengobatan pada wanita dengan
MDR TB sebaiknya ditunda sampai trimester kedua dan beberapa obat lini
kedua sebaiknya diberikan setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu,
selama tidak ada kegawatan yang mengancam nyawa ibu. Namun Shin
dkk juga mengatakan bahwa pengobatan MDR TB pada ibu hamil sangat
bersifat individualis.6
993
F. Penatalaksanaan
Berdasarkan hasil penelitian meta analisis WHO merekomendasikan
paduan standar untuk TB paru kasus baru adalah 2RHZE/4RH. Tahapan
pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :
a. Tahap awal
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama
2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya
obat diberikan setiap hari.
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Umur : 31 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 60 kg
Tinggi badan : 157 cm
Alamat : Desa Ketong. kec. Balaesang tanjung donggala
Diagnosa pra-Anestesi : G5P4A0 Gravid 36-37 Minggu Inpartu Kala I
Fase Aktif Memanjang + Pres-Bok + TB Paru RO
Jenis anastesi : General Anestesia
Tanggal Operasi : 3 Agustus 2023
Anestesiologi : dr. Imtihanah Amri, Sp.An., M.Kes., KIC
Operator : dr. Gladys Susanti, Sp.OG
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Sesak dan nyeri perut bawah
2. Riwayat penyakit sekarang : Seorang wanita berusia 31 tahun dengan
G5P4A0 gravid 36-37 minggu mengeluhkan sesak napas (+), nyeri perut
tembus belakang (+), batuk berlendir (+) dan sakit kepala (+). Keluhan
sesak dan batuk dialami sejak + 1 bulan lalu dan keluhan nyeri perut
hilang timbul dirasakan sejak + 3 hari lalu. Keluhan disertai pelepasan
lendir, darah dan air dari jalan lahir. Pasien memiliki riwayat penyakit
tuberculosis dan mengonsumsi OAT tuntas selama 6 bulan yang terakhir
kali dikonsumsi pada bulan Maret 2023. Pasien masuk ke RSUD Undata
sejak tanggal 14 Juli 2023 dan telah dilakukan pemeriksaan sputum BTA
dengan hasil “MTB Detected Very Low, Rif Resistance Detected”. Keluhan
lain seperti demam, mual dan muntah disangkal oleh pasien. BAB dan
BAK dalam batas normal.
3. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat TB Paru dan mengonsumsi OAT tuntas selama 6 bulan,
terakhir kali bulan Maret 2023.
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit hipertensi(-)
- Riwayat penyakit asma (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat trauma atau kecelakaan (-)
- Riwayat operasi sebelumnya (-)
- Riwayat Maag (-)
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit alergi : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK :
1. Tanda vital
TD : 130/90mmHg
NADI : 120 x/menit
RR : 40 x/menit
SUHU : 36.60C
2. Pemeriksaan Fisik :
Kepala : anemis (-) sianosis (-) ikterus (-)
Leher : deviasi trakhea (-), kelenjar thyroid : pembesaran (-), kelenjar
getah bening : pembesaran (-)
Thoraks : simetris kiri = kanan
BP : Vesikuler +/+, Rh (+)/(+), Wh (-)/(-)
BJ I/II : Reguler bising jantung : (-)
Ekstremitas : Edema (-) akral hangat +/+
Pemeriksaan Leopold
Leopold 1: TFU 30 cm
Leopold 2: Pu-Ka
Leopold 3: Pres-Bok
Leopold 4: Sudah masuk PAP
HIS : (+) 3x dalam 10 menit dengan durasi 25-30 detik
DJJ : 150 x/menit
TBJ : 2790 gram
3. B1 (Breath)
Airway terpasang O2 via NRM 10-15 lpm,
gurgling/snoring/crowing:-/-/-, RR:40x/menit, Mallampati: 1, Riwayat
asma (-) alergi (-), batuk (+), sesak (+), leher pendek (-), pergerakan
leher bebas, pernapasan vesikuler(+/+), suara pernapasan tambahan
ronchi (+/+), wheezing(-/-)
4. B2 (Blood)
Akral hangat, TD: 130/90 mmHg, HR :120x/menit irama reguler, CRT
< 2 detik. Masalah pada sistem cardiovaskuler (-).
5. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis GCS 15 (E4V5M6, Pupil: isokor (2
mm/2mm) Refleks Cahaya +/+, suhu: 36,6C, VAS: 5
6. B4 (Bladder)
Sulit saat BAK (-), nyeri saat BAK (-), kencing batu (-), urin
bercampur darah (-), menggunakan kateter (+).
7. B5 (Bowel)
Keluhan mual (-), muntah (-). Abdomen cembung (gravid), BAB
Lancar
8. B6 Back & Bone
Pergerakan ekstremitas atas kanan (bebas)
Pergerakan ekstremitas atas kiri (bebas)
Pergerakan ekstremitas bawah kanan (bebas)
Pergerakan ekstremitas bawah kiri (bebas)
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), edema (-), turgor < 2 detik,
CRT < 2 detik.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 3.1. Pemeriksaan Laboratorium (3/08/2023)
Hematologi Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 9.2 12 - 16 g/dl
Leukosit 23.4 4.000 - 11.000 103/mm3
Eritrosit 4.00 4.1 - 5.1 Juta/ul
Hematokrit 29.5 36 - 47 %
Trombosit 276 150.000-500.000 103/mm3
E. Pemeriksaan TCM
Hasil Tes : MTB Detected Very Low.
Rif Resistance Detected
F. Assesment
PS ASA 3
Diagnosis pra-bedah : G5P4A0 Gravid 36-37 Minggu Inpartu Kala I
Fase Aktif Memanjang + Pres-Bok + TB Paru RO
G. Plan
Jenis anestesi : General Anestesi
Teknik anestesi : Intubasi Endotrakeal
Jenis pembedahan : Sectio Caesarea (SC) + Tubektomi Bilateral
H. Persiapan pasien preoperatif di ruangan :
a. Surat persetujuan operasi dan Surat persetujuan tindakan anestesi.
b. Pasien dipuasakan minimal 8 jam pre-operasi
c. IVFD NaCl 500 ml
Laporan Anestesi
Diagnosis pra-bedah : G5P4A0 Gravid 36-37 Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif
Memanjang + Pres-Bok + TB Paru RO
Diagnosis post-bedah : P5A0 Post SC Emergency a/i Kala I Memanjang + Pres-
Bok + Tubektomi Bilateral + Akseptor Kontap
Jenis pembedahan : Sectio Caesarea + Tubektomi Bilateral
Persiapan anestesi : Informed consent
Jenis anestesi : General Anastesi
Teknik anestesi : Intubasi Endotrakeal
Medikasi anestesi : Ondansetron 4 mg, Midazolam 2 mg, Fentanyl 100 mcg,
Propofol 150 mg, Atracurium 15 mg, Dexametasone 10 mg.
Stress operasi:
Operasi berat
= 8 cc/ kgbb/ jam x BB
= 8 ml x 60
= 480 cc/jam (8 cc/ menit)
Operasi berlangsung selama 60 menit
= 8 cc x 60
= 480 cc
Perhitungan Input Cairan Durante Operatif
1000 cc RL (kristaloid) + 500cc Gelofusin (koloid)
cairan
Koloid jika dikonversi menjadi kristaloid maka:
= 1000 cc + (500 cc x 3)
= 2500 cc
Output :
= Stress operasi + defisit darah selama operasi +
defisit urin selama operasi
= 480 cc + (500 cc x 3 ) + 100 cc
= 2080 cc
POST OPERATIF
Pemantauan di Recovery Room :
Tekanan darah: 160/92 mmHg
Nadi :112 kali permenit
Pernafasan :32 x per menit
Glasgow coma scale E4V5M6.
Skor Pemulihan Pasca Anestesi (Aldrete score)
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini pasien pria usia 31 tahun dengan diagnosis G5P4A0 Gravid
36-37 Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif Memanjang + Pres-Bok + TB Paru
RO. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka ditentukan status fisik PS. ASA III karena pasien memiliki
penyakit sistemik dan memiliki keterbatasan aktivitas fungsional akibat
sesak berat yang dialami pasien.
2. Jenis anestesi yang dipilih pada pasien ini adalah General Anastesi dengan
teknik intubasi endotrakeal tube. Teknik anestesi GA dipilih berdasarkan
status PS. ASA dan kondisi fisik pasien. Adapun indikasi dilakukan General
Anestesi dengan teknik intubasi endotrakeal yaitu lokasi pembedahan di
abdomen bagian atas sehingga regional anastesi tidak memungkinkan,
kemungkinan operasi yang panjang, diperlukan mempertahankan jalan nafas
agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan,
mempermudah pemberian anestesia, mencegah kemungkinan terjadinya
aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak
ada refleks batuk).