Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN AKHIR

PENENTUAN MASSA MOLEKUL RELATIF NAPHTALENE MELALUI


PENDEKATAN PENURUNAN TITIK BEKU DAN PENGUKURAN TITIK
BEKU LARUTAN ASAM ASETAT-ASETAMIDA

NAMA KELOMPOK B4:


Sakila (219870)
Sandry Wahyuni (219873)
Seli Puspitasari (219876)
Serlie (219879)
Sirna Dzawil Kamala (219882)
Supriyadi (219885)
Tiara Nopela (219888)
Tiara Rizki Ambararum (219891)
Triani (219894)
Wahana Ayu Saputri (219897)
Wahyu Panca Komara (219900)
Windy Marcella (219903)
Yudia Septiana (219906)
Zalfa Aurelia Glarisma (219909)

AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK


TAHUN AJARAN
2022
A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan massa relatif dari
naphthalene dengan menggunakan pelarut benzene
2. Mengetahui pengukuran titik beku larutan asam asetat-asetamida

B. DASAR TEORI

Sifat koligatif merupakan salah satu sifat yang timbul akibat


adanya konsentrasi zat terlarut dimana pada suatu campuran mengandung
zat terlarut dan juga zat pearut yang nantinya akan terlarut secara
homogen. Chemical Potential dari zat pelarut dan terlarut juga
berpengaruh akan terjadinya sifat koligatif sehingga dapat terjadi
perubahan temperatur berupa kenaikan suhu maupun penurunan suhu
(Atkins, 2010). Untuk menetukan massa molekul relatif dari suatu zat
terlarut menggunakan pendekatan penurunan titik beku dapat
mempengeruhi molalitas suatu campuran yang nantinya akan berpengaruh
pada perubahan temperatur.
Penurunan titik beku adalah sifat koligatif bersama dengan
penurunan tekanan uap, elevasi titik didih dan tekanan osmotik. Teori
penentuan konsentrasi dengan titik beku didefinisikan sebagai perbedaan
antara titik pembekuan pelarut dan titik beku larutan dari pelarut dan zat
terlarut ( Oguamah, 2015)
Pengujian massa molekul relatif menggunakan cuplikan
naphthalene sebagai zat terlarut dan benzene sebagai pelarut dari
naphthalane. Dalam kehidupan masyarakat moderen sangat dibutuhkan
sistem pendingin, misalnya untuk mengawetkan makanan dan minuman
pembuatan es, dan pengkodisian udara ruangan kerja. Jenis sistem
pendingin yang paling umum adalah kompresi uap secara mekanik. Pada
umumnya sistem ini menggunakan chloro fluoro carbo (CFC) sebagai
fluida kerja.
Mengingat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh CFC,
misalnya efek rumah kaca dan berlubangnya lapisan ozon, maka banyak
ahli telah berusaha mencari jenis sistem pendingin lain, diantaranya adalah
sistem absorpsi yang dijalankan dengan energi panas (Best dan
Hermandes, 1991). Mulyono dkk, 1992 telah mengusulkan sebuah sistem
pendingin yang dinamakan pompa kalor beda konsentrasi dengan proses
peleburan dan pembekuan. Dalam sistem tersebut, beberapa zat yang dapat
dipergunakan sebagai fluida kerja telah dicoba, diantaranya adalah sistem
asam asetat-asetamida (Mulyono dkk, 1992)
Sistem asam asetat-asetamida mempunyai sifat-sifat yang
memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai fluida kerja pada jenis
pendingin. Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah titik beku sistem asam
asetat-asetamida menurun dengan tajam dengan naiknya konsentrasi
asetamida sampai dengan titik eutecticnya ( Kremann dkk, 1922; Sisler
dkk, 1944). Titik eutectic larutan asam asetat-asetamida menurut Kremann
dkk (1922) adalah -16,5 ◦C pada saat konsentrasinya asetamidanya 30,85
mol % . sedangkan menurut Sisler dkk (1944) titik eutectic tersebut adalah
-11,7 ◦C, terjadi pada saat konsentrasi asetamidanya 30 mol %.

C. MONOGRAFI BAHAN

BENZENA
Benzene
Pemerian : Cairan transparant, tidak berwarna, dan mudah menyala
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Sebagai anti senyawa nitrobenzene

AQUADESTILATA
Air Suling
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

NATRIICLORIDUM
Natrium Klorida
Pemerian : Hablur, heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, tidak berbau, rasa asin
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih
dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol p, sukar larut dalam etanol
(95%) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Sumber ion klorida dan ion natrium

D. ALAT DAN BAHAN


• Alat
-Piknometer
-Termometer
-Wadah tube
-Beckmann termodifikasi
-Tabung larutan
-Bejana gelas
-pengaduk
• Bahan
-Air suling
-Es batu
-Garam
-Benzene
-Napthtal
E. CARA KERJA

Siapkan alat dan bahan

- Diambil 25 mL benzene untuk diukur massa, setelah itu


lakukan perhitungan densitas
- Disiapkan freezing point apparatus dengan memasukkan es
batu ke dalam wadah tube
- Diambil 15 mL benzene yang sudah dihitung densitasnya untuk
dimasukkan kedalam tube A
- Dimasukkan thermometer ke dalam tube sampai menyentuh
benzene untuk mengukur temperatur saat benzene mencapai
titik beku, tutup rapat
- Diamati perubahan suhu dengan sesekali membuang air dari es
batu mencapai jika sudah terbentuk kristal lembut maka sudah
mencapai titik beku dan dihitung penurunan titik bekunya

Hasil

Siapkan alat dan bahan

- Dicairkan benzene yang sudah membeku, setelah cair


dimasukkan 0,2239 gram naphthalene ke dalam tube benzene
- Diaduk hingga larut secara homogeny
- Dimasukkan tube kedalam wadah es batu
- Diamati perubahan suhu yang terjadi dengan sesekali
membuang air dari es batu yang mencair
- Jika sudah terbentuk kristal lembut maka sudah mencapai titik
beku dan hitung penurunan titik beku

Hasil
Siapkan alat dan bahan

- Rangkai alat dan bahan dan suhu media pendingin


- Masukkan 25 mL sampel pada tabung dengan komposisi
tertentu kemudia didinginkan pelan-pelan dengan pengaduk
- Diukur titik bekunya

Hasil

F. PEMBAHASAN
Penentuan Massa Molekul Relatif Naphthalene Melalui Pendekatan
Penurunan Titik Beku
Berdasarkan serangkaian percobaan yang telah dilakukan diperoleh
hasil untuk titik beku benzene sebesar 5 ◦C dan titik beku dari naphthalene
sebesar 3 ◦C sehingga dapat di simpulkan terjadi penurunan titik beku
sebesar 2 ◦C karena pada dasarnya titik beku dari pelarut murni akan
memiliki titik beku yang lebih tinggi dari larutannya ( Vlab Amirta, 2011)
Setelah diketahui ∆𝑇c maka dilakukan perhitungan molalitas dari
larutan tersebut. Diketahui bahwa k dari benzene adalah 5,12 sehingga
dapat dilakukan perhitungan sesuai dengan persamaan.
∆𝑇c = -k . m

Dari perhitungan diperoleh hasil massa molekul relatif dari zat


terlarut adalah 44,953 g/mol. Telah diketahui bahwa zat terlarut yang
digunakan adalah naphthalene dimana C10H8 memiliki massa molekul
relatif sebesar 128,19 g/mol
Terjadi selisih yang cukup besar antara massa molekul perhitungan
dengan massa molekul teori hal tersebut dapat di sebabkan pleh human
error.
Dilakukan perhitungan dengan menggunakan massa molekul relatif
naphthalene teori untuk mencari titik beku dari naphthalene yang
seharusnya didapatkan 4,3 ◦C hasil ini memiliki selisih 1,3 ◦C dengan titik
beku naphthalene pada percobaan sehingga hal ini lah yang menyebabkan
galat yang terjadi besar.
Mengapa digunakan pelarut benzene untuk melarutkan naphthalene
karena kelarutan naphthalene didalam benzene 1 g/3,5 mL sehingga
diharapkan akan cepat larut secara homogen dan mengurangi kesalahan
percobaan. Selain itu karena naphthalene dan benzene memiliki struktur
dengan ikatan kovalen non polar sehingga gaya tarik menarik antar
molekul rendah (O’neil, 2013)
Pengaruh-pengaruh lain yang membuat percobaan ini memiliki
galat yang besar adalah karena kondisi pada saat pengukuran densitas dari
benzene ada benzene yang tumpah setelah piknometer dimasukkan, dan
saat memasukkan naphtalene masih ada naphthalene yang tersisa di dalam
botol timbang yang mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam
perhitungan. Namun percobaan ini telah benar menurut teori jika suatu
pelarut ditambah dengan zat terlarut maka akan terjadi penurunan titik
beku.
Pengukuran Titik Beku Asam Aseta-Asetamida
Titik beku larutan asam asetat-asetamida untuk konsentrasi
asetamida dari 0 mol % sampai dengan 100 mol % telah diukur. Data –
data yang diperoleh dicantumkan secara lengkap pada tabel.
No Persen mol Titik beku No Persen mol Titik beku
asetamida ◦C asetamida ◦C
1 0,0000 16,0 17 34,0006 -8,2
2 1,9975 14,7 18 35,9990 -6,3
3 4,0004 13,5 19 37,9993 -5,0
4 6,0018 12,3 20 40,0024 -3,7
5 7,9995 10,8 21 43,0022 -2,4
6 10,0010 9,3 22 46,0018 -1,2
7 12,0110 7,7 23 48,0014 -0,8
8 14,0048 4,8 24 50,0004 -0,7
9 16,0041 4,1 25 52,0012 -0,6
10 18,0030 0,7 26 58,0048 25,1
11 19,9936 -1,8 27 60,4017 32,3
12 22,0011 -5,0 28 70,3491 48,8
13 26,0026 -9,2 29 80,0048 60,5
14 29,4013 -11,1 30 90,0005 70,6
15 30,0000 -11,2 31 100,000 78,5
16 32,0031 -10,1

Untuk membandingkan data di atas dengan data-data yang terdapat pada


literatur Kremann dkk, 1922; Sisler dkk, 1944) Data di atas menunjukkan
bahwa titik beku larutan untuk konsentrasi asetamida dari fraksi berat 0
sampai dengan 0,3 mengalami penurunan tajam. Kemudian titik beku
larutan mengalami penaikan untuk konsentrasi asetamida dari fraksi mol
0,3-0,5. Setelah fraksi mol asetamida dalam larutan lebih besar dari 0,5
maka kenaikan titik bekunya tajam sekali. Adanya sedikit perbedaan
antara hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan data hasil
percobaan yang diperoleh diperkirakan karena adanya perbedaan ketelitian
alat ukur yang digunakan. Perbedaan itu mungkin juga karena perbedaan
cara pengukuran yang digunakan

G. KESIMPULAN
Berdasarkan serangkaian percobaan yang telah dilakukan diperoleh
hasil yaitu massa molekul naphthalene sebesar 44,95 g/mol dengan galat
sebesar 64,93%. Terjadi penurunan suhu saat pelarut murni (benzene)
ditambahkan dengan maphthalene
Untuk larutan asam asetat-asetamida dengan fraksi mol asetamida
dari 0 sampai dengan 0,3, data titik beku yang diperoleh pada penelitian
ini sesuai dengan data-data yang terdapat di literatur. Sedangkan untuk
farksi mol asetamida lebih besar dari 0,3 data titik beku yang diperoleh
pada penelitian ini tetap sesuai dengan data dari Sisler dkk, 1944 tetapi ada
sedikit perbedaan dengan data dari Kremann dkk, 1922. Pada penelitian ini
titik eutectic yang diperleh adalah -11,2 ◦C pada konsentrasi asetamida 0,3
fraksi mol.
DAFTAR PUSTAKA
Best,R. and Hernandez,J., 1991, “Experimental Studies on The Operating
Charactcritics of an Amoonia-Water Absorption System for Solar Cooling” ,
Trans IchemE, 69 (Part A), 153-160.
Kremann, R.K., Mauermann, O., and Oswald, V 1922, “Die Binaren
Losungsgleichgewichte bon sayur e-amiden mit Saureanhydriden, Sowie mit
Sauren” , Monatsh Chem, 43,355-343.
Mulyono, P., Honda, T., and Kanzawa, A., 1992a, “Concentration
Difference Heat Punp Using Fusion and Freezing Processes” , Solar Energy 48(3),
177-184.
Mulyono, P ., Honda, T., and Kanzawa A., 1992b, “Concentration
Difference Heat Pump Using Fusion and Freezing Processes of Acetic Acid-
Acetamida System” ,Heat Recovery Systems & CHP , 12 (6), 505-512.
Sister, H.H., Davidson, A. W., Stoenner, R., and Lyon, L.L., 1994, “The
Systems Acetamide-Ammonia and Acetamide-Acetic Acid” ,J.Am.Chem.Soc.,
66(11),1888-1892.
Shoemaker, D.P., Garland, C.W., and Nibler, J.W., 1985, Experiments in
Physical Chemistry, McGraw-Hill Book Company, New York.
Atkins, P dan Paula, J. 2010. Physical Cemistry Ninth Edition. New York :
W. H. Freeman and Company
Koschke, K ; Limbach, H ; Kremer, K dan Donadio, D. 2015. Freezing
Point Depression in Model Lennard-Jones Solution. Molecular Physic Journal
Germany : Taylor and Francis Group
Oguamah, I ; Oseh, J dan Yeeken, P. 2014. Effect Of Freezing Point
Depretion on Molecular Weight Determination of Hydrocarbon Mixture. The
Pacific Journal of Science and Technology.
Vol. 15 (2) Malaysia : Universiti Technologi
O’Neil, M.J (ed). 2013. The Merck Index – An Encyclopedia
of Cheimicals, Drugs, and Biologicals. p. 1187 Cambridge, UK: Royal Society of
Chemistry
Vlab.amrita.edu 2011. Cryoscopy. Thailand
Reif-Acherman, S. 2009. The Pre-History of Cryoscopy: What
Was Done Before Raoult?. Colombia: Escuela de Ingenieria Quimica,
Universidad del Valle.

Anda mungkin juga menyukai