Anda di halaman 1dari 5

ISU-ISU GLOBAL DALAM PEMBELAJARAN IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan


kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan kemampuan
dalam hubungan tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikembangkan melalui
kajian ini ditunjukan untuk mencapai keserasian dan keselarasan dalam kehidupan
masyarakat.

Pengajaran IPS bersumber dari masyarakat yang meliputi pertumbuhan,


perkembangan, dan kemajuan kehidupan termasuk segala aspek dengan permasalahannya.
Dengan demikian, pengajaran IPS tidak akan kehabisan materi untuk dibahas dan
dipermasalahkan. Materi tersebut bukan hanya apa yang terjadi hari ini, melainkan juga yang
telah terjadi pada masa lampau, dan lebih jauh pada masa yang akan datang. Ditinjau dari
lingkup wilayahnya, meliputi apa yang terjadi setempat secara lokal, nasional, regional
sampai ke tingkat global. Hal tersebut jadi perhatian dan lahan garapan pengajaran IPS.

Kemajuan IPTEK telah membantu kita manusia “melihat” pristiwa dan permasalahan
kehidupan yang secara fisik tidak ada dihadapan kita. Dengan bantuan IPTEK itu juga, kita
manusia mampu menganalisis, memprediksi, dan meyakini pristiwa serta permasalahan
diluar jangkauan pikiran yang melekat pada diri masing-masing.

1. Isu Global dalam Pembelajaran IPS SD


Telah kita sadari bahwa pengajaran IPS bersumber dari masyarakat yang meliputi
pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan kehidupan termasuk segala aspek dengan
permasalahannya.Dengan demikian, pengajaran IPS tidak akan kehabisan materi untuk
dibahas dan dipermasalahkan. Materi tersebut bukan hanya apa yang terjadi hari ini,
melainkan juga yang telah terjadi pada masa lampau, dan lebih jauh pada masa yang akan
datang. Ditinjau dari lingkup wilayahnya, meliputi apa yang terjadi secara lokal, nasional,
regional sampai ke tingkat global. Hal tersebut jadi perhatian dan lahan garapan pengajaran
IPS.

Kemajuan IPTEK telah membantu kita manusia “melihat” pristiwa dan permasalahan
kehidupan yang secara fisik tidak ada dihadapan kita. Dengan bantuan IPTEK itu juga, kita
manusia mampu menganalisis, memprediksi, dan meyakini pristiwa serta permasalahn diluar
jangkauan pikiran yang melekat pada diri masing-masing.

Oleh karena itu, kita selaku guru IPS harus memperhitungkan dan mengatisipasinya.
Janganlah anda puas dengan materi yang telah ada. Katakanlah jenis pakaian, “celana jeans”
yang semula merupakan pakaian pengembala sapi (cowboy), para mekanik bengkel, dewasa
ini telah menjadi mode dimana-mana termasuk di Indonesia, kenyataan yang demikian itu
merupakan hal yang harus diperhatikan pada pembelajaran IPS, khususnya dalam membahas
dan memberikan pengertian tentang globalisasi .

Melalui penggunaan dan kemajuan IPTEK dibidang komunikasi- transportasi serta


multimedia, kontak antar manusia dan pergerakan barang, berita serta informasi dari satu
belahan bumi ke belahan bumi lainnya telah berlangsung intensif dan ekstensif. Hubungan
antara kawasan itu seolah-olah tidak ada batas lagi, sehingga MARSAL MacNcluhan (Russel
L. Ackoff: 1974 : 5) menyatakan sebagai “dusun global” (global village).

Proses globalisasi yang merambah antar ruang dan waktu yang menjadi faktor
utamanya terletak pada penduduk manusia dengan pertumbuhannya. Mengapa Penduduk
dengan pertumbuhannya itu di katakan sebagai faktor utama terjadinya proses globalisasi?
Pertumbuhan kuantitatif(jumlah) penduduk di mana pun di dunia ini , selalu di ikuti oleh
pertumbuhan kebutuhannya, untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia melakukan
penjelajahan di permukaan bumi dalam upaya mendapatkan sumber daya yang akan
menjaminnya. Penjelajahan antar ruang dalam upaya sumber daya, khususnya Sumber Daya
Alam (SDA) itu, tidak hanya dengan jalan kaki dan memanfaatkan jasa penarik beban,
melainkan telah mendorong pula penemuan serta rekayasa alat komunikasi-transportasi yang
makin lama makin canggih. Penggunaan alat komunukasi-transportasi (darat, laut, udara) ini,
menjadi dasar pula kontak manusia dan pertukaran bahan dan barang pemenuhan kebutuhan.

Ada dan tersedianya sumber daya alam sebagai alat pemenuh kebutuhan penduduk,
tidak dengan sendirinya memakmurkan masyarakat setempat, melainkan masih dipengaruhi
oleh kemampuan mengolah dan memanfaatkannya.kembali pada kemampuan SDM
menerapkan IPTEK dalam mengolah SDA untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan
demikian, menjadi kenyataan SDA itu menjamin kesejahteraan, sangat dipengaruhi oleh
kemampuan SDM mengembangkan budaya dalam bentuk penerapan IPTEK mengolah SDA
tadi bagi kepentingan hidupnya. Henry J. Warman (Gabler R.E. : 1966: 13-16) yaitu bahwa
“sumber daya itu dibatasi secara budaya” (culturally defined resources).

Jika kita menganalisis dan mengamati adanya masyarakat, Negara, bangsa yang
miskin serta kaya, belum tentu karena pemilikan potensi SDA di Negara tersebut juga miskin
atau kaya. Masyarakat miskin dan kaya itu lebih banyak ditentukan oleh kemampuan SDM
mengolah serta memanfaatkan SDA. Masyarakat, Negara-negara, bangsa di pedalaman afrika
sebagian masih dalam keadaan “miskin”, bukan karena potensi SDA setempat rendah tetapi
karena SDM nya yang masih rendah, kebalikannya, jepang, singapura dan hongkong yang
memiliki sedikit SDA tetapi memiliki potensi SDM yang unggul. Jjika kita melihat pada
Indonesia yang terkenal dengan”gemah ripah loh jinawi”, karena terkenal dengan kekayaan
SDA hayati yang melimpah serta non-hayati yang cukup potensial, namun kekayaan SDA
tadi, tidak menjadi kemakmuran yang tinggi bagi masyarakat Indonesia, kelemahan ini
terletak pada SDM Indonesia yang masih lemah.

Perbedaan kelompok masyarakat, Negara-negara berdasarkan kemampuan penerapan


IPTEK itu dalam proses kegiatan industry, ada yang masih tahap primer, sekunder dan ada
yang telah mencapai tahap tersier. Negara seperti singapura dan hongkong merupakan tempat
central pada jalan raya dunia, dibanding dengan wellington dan port Moresby di papua guinea
yang terpencil diluar jalur jalan raya. Dari kajian lokasi suatu tempat atau suatu kawasan, kita
akan mengerti berbagi hal seperti dinamika gerak masyarakat, pendapatan penduduk dan
daerah, tingkat kemajuan pendidikan, gejolak politik, serta aspek-aspek kehidupan lainnya.

Oleh karena itu kita akan memahami “konsep” yang dikemukakan oleh Getrude
Whipple (Preston E. James: 1959: 155), yaitu “pentingnya kedudukan lokasi dalam
memahami peristiwa dunia” (the importance of location in understanding world affairs).
Dengan mengamati, meneliti, dan menganalisis lokasi suatu tempat atau kawasan atau
bahkan Negara, kita akan dapat memahami peristiwa dunia (social, politik,ekonomi dan
budaya) tempat, kawasan serta Negara yang bersangkutan.

Pada pembelajaran IPS, kita harus juga memperhatikan konteks keruangan (spatial
contex). Dalam hal ini kita mengembangkan pengertian bagaimana manusia berperilaku
(perilaku keruangan, spatial behavior), bergerak pindah tempat (migrasi), bertindak
(memanfaatkan atau merusak lingkungan), dan berjuang (mempertahankan diri,merebut,
menguasai) dari satu kawasan ke satu kawasan lain.

Ditinjau dari dinamikanya dari waktu kewaktu, mengamati, dan menganalisis


fenomena kehidupan dalam konteks keruangan itu dalam pembelajaran IPS, itu belum cukup.
Kita harus menelaah dari perkembangan dari waktu ke waktu dari zaman ke zaman, dengan
cara demikian itu kita akan mengetahui dinamika perkembangan dengan dinamika dan
permasalahannya.

Aspek sejarah dalam pembelajaran IPS bermakna untuk memahami hubungan antara
suatu peristiwa dengan kurunnya, dan juga perkembangan peristiwa itu dari waktu ke waktu.
Dari mempelajari peristiwa kehidupan dengan perkembangan kurunnya, kita akan mampu
“meramalkan” bagaimana kecenderungan kehidupan masyarakat-bangsa itu dihari-hari
mendatang.ramalan disini di dasarkan atas perhitungan-perhitungan rasional-intelektual,
bukan atas dasar “para normal”. dewasa ini telah berkembang suatu kemampuan dan kiat
meramal yang disebut futorologi.

Pembahasan tadi memisahkan antara konteks keruangan dan lingkup waktu. Dalam
kenyataan sesungguhnya, kedua aspek itu ruang dan waktu tidak dapat dipisahkan. Oleh
karena itu, Emmanuel Kant, seorang pakar filsafat yang sekaligus juga sejarawan dan
geografiwan mengemukakan bahwa sejarah dan geografi itu merupakan “ilmu dwitunggal”.
Untuk memahami suatu fenomena ataupun masalah kehidupan secara akurat, kita harus
mengetahui ”dimana “ fenomena atau masalah yang terjadi, “kapan” fenomena atau masalah
itu berlangsung. Dengan demikian, kita akan memiliki pemahaman sifat dan kualitas
fenomena atau masalah yang kita kaji berhubungan dengan ruang dan lokasinya serta
dinamikanya sesuai dengan perkembangan waktu dari ruangnya kita dapat menganalisis
perkembangan mulai dari tingkat lokal, regional sampai ke tingkat global. Sedangkan dari
proses waktunya mulai dari masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Dengan
demikian, kita tidak hanya memiliki wawasan keruangan (persfektif keruangan, spatial
perspective) melainkan juga wawasan waktu (persfektif waktu, time perspective). Tuntutan
kemampuan global pada pengajaran IPS, meliputi kemampuan keduanya.

Berbagai fenomena kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan lingkungan hidup
seperti antara lain penyakit AIDS, pengangguran, kemajuan IPTEK, pertikaian antarsuku
bangsa, pencernaan, tidak hanya ditinjau dari lokasi tempat atau negaranny, melainkan juga
dikaji kapan fenomena itu terjadi. Oleh karena itu, selain kita mengetahui konteks
keruangannya (lokal, regional, global), juga kita akan mampu memprediksinya dihari-hari
mendatang. Dengan demikian, kita akan memahami persfektif global itu juga meliputi
perkembangannya dimasa yang akan datang. Pembelajaran IPS secara terpadu, harus
mencakup aspek-aspek itu.

2. Menyampaikan Wacana Isu Global di dalam Kelas


Idealnya wacana global disampaikan keseluruh lapisan masyarakat. Untuk proses ini
penulis pandang relatif sulit sebab seperti penulis sampaikan di atas pada generasi tertentu
(lanjut) merasa tidak atau kurang berkepentingan dengan wacana karena banyak tuntutan
hidup yang lebih mendesak. Menurut hemat penulis, wacana global paling tepat disampaikan
pada generasi yang sedang menempuh pendidikan, dari pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi dengan porsi yang berbeda-beda.
Dalam pembelajaran wacana global di kelas hambatan yang mungkin adalah:
pertama; belum adanya kurikulum yang secara eksplisit memuat setiap wacana yang
berkembang, kedua; belum semua guru tahu dan memahami berbagai wacana global yang
ada, ketiga; pada daerah tertentu sumber-sumber wacana belum ada, dan keempat; ketiadaan
sisipan wacana dalam berbagai mata pelajaran.

Idealnya diperlukan kurikulum yang memuat mata pelajaran wacana sehingga peserta
didik selalu mendapatkan wacana yang segar, namun ketiadaan mata pelajaran wacana
sejatinya dapat diantisipasi oleh guru mata pelajaran yang lain. Mata pelajaran bahasa,
sosiologi, antropologi, IPS (untuk SD), dan kewarganegaraan sesungguhnya mata pelajaran
yang potensial untuk disisipi wacana.

Mata pelajaran bahasa misalnya dapat disisipi bacaan yang berisi wacana sehingga
pembelajaran bahasa sekaligus pembelajaran wacana. Untuk mata pelajaran sosiologi,
antropologi, IPS (untuk SD), dan kewarganegaraan sudah tentu sangat mudah disisipi wacana
global dengan dianalisis sesuai pisau bedah mata

Anda mungkin juga menyukai