Bab Vi
Bab Vi
PEMBAHASAN
berkaitan dengan peran ibu bekerja dalam mengatasi kondisi balita BGM di
wilayah kerja Puskesmas Cisadea, Kota Malang. Tema yang ditemukan yaitu:
peran ibu dan pengasuh dalam tindakan yang berkaitan dengan perawatan balita
bawah garis merah, peran ibu terhadap penanganan balita yang berhubungan
dengan asupan makan balita BGM, peran ibu dalam menambah pendapatan
BGM dan peran ibu terhadap paparan informasi dalam menyikapi dan
temuan pendukung di lapang. Tema pertama yaitu peran ibu dan pengasuh dalam
tindakan yang berkaitan dengan perawatan balita BGM yang didukung oleh 3
kategori yaitu, ibu sebagai figur dalam usaha memberikan pengertian dan
nasehat kepada anak, sikap dan peran ibu dalam mengajarkan tanggung jawab
dan kemandirian serta keterbatasan waktu ibu dalam mengasuh anak. Tema
kedua yaitu peran ibu terhadap penanganan balita yang berhubungan dengan
asupan makan balita BGM didukung oleh 2 kategori yaitu upaya ibu dalam
memberikan asupan makanan ketika anak sulit makan dan praktik pemberian
makan pada balita. Tema ketiga terkait peran ibu dalam menambah pendapatan
67
68
balita yang didukung oleh 2 kategori yaitu ibu sebagai pengelola keuangan
peran ibu terhadap paparan informasi dalam menyikapi dan memperbaiki status
gizi balita bawah garis merah yang didukung oleh 3 kategori yaitu pandangan ibu
terkait kondisi penyebab BGM, tindakan ibu terhadap paparan informasi terkait
asupan makan balita BGM dan pemahaman ibu terhadap pengobatan alternatif.
beberapa temuan baru dalam penelitian, ada juga yang sesuai serta terdapat
beberapa faktor yang sudah ada namun tidak ditemukan di dalam penelitian.
Temuan baru yang didapatkan antara lain peran pengasuh yang ikut serta dalam
merawat balita dalam hal ini ibu memiliki keterbatasan waktu mengasuh anak
karena harus bekerja, tindakan ibu terhadap paparan informasi serta praktik
perilaku ibu dalam memperbaiki status gizi yang peran tersebut dipengaruhi oleh
pandangan ibu terkait penyebab BGM. Selain itu, terdapat temuan mendalam
pada faktor pendapatan keluarga, dimana ibu berperan serta dalam mengatur
taboo dan food believe, hal ini dikarenakan hampir seluruh ibu menyatakan
bahwa tidak percaya atau hampir tidak pernah mendengar terkait hal yang
kesehatan secara medis dan beralih pada pengobatan alternatif seperti pola nabi
dan thibun nabawi dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga. Secara
dengan peran ibu bekerja dalam menentukan tindakan untuk memperbaiki status
dalam Mengatasi Kondisi Balita Bawah Garis Merah di Wilayah Kerja Puskesmas
Keterangan:
Tema 1: Peran ibu dan pengasuh dalam tindakan yang berkaitan dengan
Ibu memiliki peran penting sebagai pribadi yang selalu siaga dalam merawat
dan menjaga seorang anak, dalam hal ini banyak menyinggung mengenai perawatan
balita dengan kondisi bawah garis merah. Hampir seluruh informan memberikan
perhatian yang baik dalam usahanya untuk merawat balita seperti memberikan
pengertian dan nasehat kepada anak pada setiap sisi pengasuhan beliau. Didasarkan
pada pemahaman dan pengalaman tersebut, peneliti menemukan salah satu bentuk
makanan yang memang dirasa tidak baik dikonsumsi karena menimbulkan efek tidak
sehat bagi tubuh. Di dalam implementasinya ibu tidak serta merta melarang namun
juga memberikan nasehat dengan harapan anak dapat memahami serta menerapkan
ibu, ada yang selalu memberikan pengertian serta nasehat dan ada juga yang hanya
” iya, iya pengertian, seperti ini bikin batuk. Seperti sakit gigi "sampean mari
maem opo?" "maem coklat buk" berarti nggk boleh maem coklat lo yoo!. Terus
"jangan makan ciki-ciki nanti batuk!" "iya buk nanti batuk" karena dia kan juga
Hal yang demikian dirasa cukup baik untuk diterapkan, karena secara tidak
tersampaikan dengan baik sehingga anak dapat menerima dan menjalankan perintah
tersebut tanpa ada bantahan secara berlebih. Memberikan pengertian bukan hanya
72
menguntungkan bagi ibu yang berhasil membujuk putranya untuk tidak konsumsi
rasional untuk tidak mengkonsumsi makanan tersebut. Dari temuan ini peneliti
menangkap bahwa ibu cenderung luwes dalam memberikan pengertian saat merawat
anak, sekalipun terdapat penerimaan yang kurang baik, ibu tetap berusaha untuk
telaten serta beranggapan bahwa sikap tegas dan kaku kepada anak tidak selamanya
“nggeh sering tiap waktu ngoten niku… insyAllah kulo kasih pengetian mbk..
Nek nggk boleh kabeh kan "kok nggk boleh terus" maleh tambah berontak terus
anak.e mbk..”
Selain peran ibu dalam mengasuh balita, beliau juga mengajarkan bagaimana
mandiri dan tanggung jawab untuk membentuk karakter yang baik. Dalam hal ini
beliau lebih menekankan sikap yang demikian karena berkaitan dengan kegiatan ibu
yang tidak selalu berada di rumah selama 24 jam. Dengan usia anak yang masih
tergolong balita ibu tidak bisa berharap lebih agar anak bisa membantu dalam banyak
hal, namun juga tidak memanjakan secara berlebihan karena keterbatasan ibu yang
harus bekerja diluar rumah. Sebagai contoh ibu mengajarkan mandiri, untuk bisa
mengerjakan tugas rumah yang masih tergolong mudah seperti merapikan mainan
atau membuang sampah pada tempatnya. Usaha yang demikian besar kemungkinan
terdapat penerimaan yang berbeda pada masing-masing anak, namun kembali lagi
selaras dengan naluri ibu pasti beliau berusaha untuk mengajarkan hal-hal baik
“hmm yaa anakku kabeh tak ajari belajar mandiri mbk, soalnya apa.. Saya
sendiri kan yaa ndak seharian dirumah, pagi saya harus berangkat ngajar di
TPQ. Apalagi nek kakak.e iki malah seng harus bisa bantu, yaa kudu iso
yang berbeda pada setiap anak, semua mendapatkan perawatan dan pengakuan
yang sama. Hanya beberapa anak yang mungkin memiliki penerimaan yang berbeda.
Hal demikian dilakukan ibu untuk tetap menghargai sang anak dan tidak menuntut
yang berlebihan.
“saya melatih anak saya itu kemandirian, jadi selama dia bisa saya biarkan, kalau
"buk saya nggk bisa" baru saya bantu. Terus saya ajarkan bangun tidur untuk
melipas selimut sendiri biarpun ndak serapi mungkin, saya melatih demikian dari
anak pertama. Soalnya disisilain kan saya kerja, jadi kalau tergantung sayakan,
Peran yang demikian bukan hanya dilontarkan melalui ucapan namun juga
tindakan ibu yang menunjukkan sikap kemandirian dan tanggung jawab dengan
harapan hal tersebut juga dapat di aplikasikan oleh anak. ibu menyatakan bahwa
beranggapan balita atau usia anak-anak banyak melakukan kegiatan melihat dan
meniru apa yang dikerjakan oleh orang dewasa. Sehingga jika dirasa perilaku yang
dilakukan kurang baik maka anak akan mencontoh yang demikian, ini juga sekaligus
74
menjadi hambatan untuk ibu yang bekerja diluar rumah, karena beliau tidak dapat
mengawasi dengan maksimal kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anak.
“iyaa gimana yaa mbk.. Kalau misal kita sudah mendidik dengan baik, tapi ada
yang memberikan contoh yang buruk, naahhh itu yang susah.. Ada gitu itu
temennya nakal terus ikut-ikutan. Sering gitu itu mbk tak bilangi "gak usah ikut-
Berkaitan dengan kuatnya peran ibu dalam merawat anak serta keterbatasan
waktu beliau dalam mengasuh karena harus bekerja, ibu memutuskan untuk memilih
pengasuh yang akan menggantikan beliau disaat bekerja diluar rumah. Selain yang
sudah disebutkan diatas, hal ini juga menjadi hambatan ibu dalam mengasuh anak,
karena sekali lagi beliau harus meninggalkan putranya. Untuk tetap memberikan
pengasuhan yang terbaik ibu memilih pengasuh yang memang berpengalaman dan
terpercaya seperti, suami, bude atau nenek. Sebagai contoh, ibu memilih suami
mengakui bahwa si kecil lebih nyaman jika diasuh oleh ayahnya sendiri. Hal ini beliau
“udah ngerti ayahnya mbk, mulai kecil.. Mulai anak pertama itu ayahnya yang
ngerawat ehehe.. pokok nek aku kerja yaa gentian ambk ayah.e, ayah.e teko aku
berpengalaman dalam mengurus anak. Berpengalaman dalam hal ini apabila anak
75
bersama pengasuh tersebut akan merasa tenang dan nyaman, pengasuh juga telaten
dalam memberikan makan, membuatkan susu atau bahkan mengalihkan disaat anak
rewel. Hal yang demikian juga disampaikan oleh informan pendukung bahwasanya
baliau ikut serta dalam membantu bergantian mengurus anak disaat istrinya bekerja
meninggalkan rumah. Dalam hal ini, ibu cenderung pasrah atau menyerahkan
sepenuhnya kepada pengasuh dalam merawat putranya, tidak banyak menuntut. Dan
peneliti juga tidak menemukan ibu memberikan pesan-pesan khusus yang harus
dilakukan pengasuh untuk perbaikan kesehatan anak. mungkin lebih pada wejangan
sederhana seperti berpesan agar putranya tidak berulang-ulang konsumsi mie instan
“Jadi apa-apa itu selalu saya yang bikin susu, mandiin kalau ibunya mesti
sama nangis, naah itu nggk ngerti kok mesti minta sama saya,yaa nggk tau
kok gitu. Kecuali kalau saya kerja dia mau, maksutnya pas saya nggk ada pas
Temuan menarik didapati pada salah satu informan yang sebenarnya tidak
berkenan jika putranya diasuh oleh budenya, alasan beliau karena lingkungan sosial
yang kurang mendukung, sehingga khawatir putranya mencontoh hal-hal yang tidak
baik. Namun apa daya ibu tidak memiliki pilihan lain selain menitip putranya karena
“nah si kecil iki tak titipno budene dibelakang rumah iki rumanya. sak jane aku
iki nggk setuju anakku iki didekek ndek mburi.. samarku nek nyonto seng nggk
genah”.(WA, 2019)
76
Konteks peran ibu dan pengasuh dalam tindakan yang berkaitan dengan
merawat balita merupakan upaya memenuhi tanggung jawab sebagai ibu untuk
dilakukan oleh Azizah dan Hartati, 2012 yang menerangkan kegiatan tersebut
meningkatkan hubungan harmonis antara ibu dan anak serta memfasilitasi anak untuk
menjelaskan peran ibu cenderung luwes dalam memberikan pengertian dan nasehat
kepada anak selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Baumrid dalam Astutik,
2014 bahwa mematuhi perintah orang tua tanpa memberikan alasan guna dibalik itu,
berdampak pada pribadi yang semakin tidak patuh (ngelunjak), merasa ketakutan dan
tanggung jawab harus diajarkan sejak dini melalui teladan dari orang tua dan selalu
diluar rumah. Disisi lain penelitian yang dilakukan oleh Rosli, Noor A, 2014
menyatakan kepribadian anak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan orang tua dan
persepsi anak terhadap orang tua. Persepsi tersebut dipengaruhi oleh hubungan dan
keterikatan yang mereka terima dari kedua orang tua. Sehingga diperlukan
persamaan persepsi dan saling berkomitmen antara ibu dan ayah dalam mengajarkan
teladan yang baik kepada buah hatinya. Katz I et al., 2007 menyebutkan dalam
bahwasanya ibu tidak ceroboh dalam memilih pengasuh. Beliau memilih orang
terpercaya dan sekalipun menitipkan putranya di lingkungan yang kurang baik hal itu
Ibu memiliki peranan kompleks dalam keluarga, salah satu tugas beliau
Dalam penelitian ini peneliti banyak menemukan temuan menarik terkait variasi sifat
anak yang berhubungan dengan nafsu makan, diantaranya ada yang sulit makan,
pilih-pilih makan dan bahkan gemar konsumsi jajanan ringan dari pada makan berat.
Tentu hal demikian menjadi tantangan tersendiri bagi ibu untuk tetap memberikan
asupan makan meski terdapat berbagai penolakan. Pada temuan di lapang, terdapat
ibu yang menyampaikan bahwasanya anak yang sulit makan menimbulkan rasa kesal
tersendiri, hal ini dikhawatirkan berdampak pada kepribadian ibu yang kurang percaya
“nggeh kesel… kesel.. Yaa ngken lek kesel lak moro-moro dimaem dewe mbk..
Selain itu berpengaruh pula pada tingkat stress ibu, yang selalu menemukan
anaknya sulit makan, padalah beliau juga harus memikirkan hal lain diluar itu. Belum
lagi tanggapan orang-orang sekitar yang mengangkap ibu kurang telaten dalam
menyampaikan bahwa tidak peduli dengan omongan orang diluar sana, yang
memberikan tanggapan terhadap kinerja ibu dalam memberikan makan . Ibu mengaku
terus berusaha berikhtiar sedemikian rupa agar anak mau makan. Tanggapan
tersebut sesekali membuat ibu bangkit, dan berfikir bahwasanya beliau bisa
melakukan yang terbaik untuk putranya, hal tersebut menjadi apresiasi setinggi-
79
tingginya untuk ibu, karena tidak ada henti-hentinya berjuang dalam memberikan yang
semaksimal mungkin untuk putranya. Beberapa hal yang ibu lakukan adalah
“yaa kadang tahu-tempe seng mesti iku mbk.. Opo ayam terus sayur-sayur
ngunu.. Kan aku kadang yaa nawari disek iki, “maem ambk opo.?” Jadi yaa sak
Selain itu, usaha yang beliau lakukan yaitu dengan memodifikasi bentuk
bahwasanya ibu dituntut kreatif dalam menyajikan makanan, mengingat bahwa anak-
anak banyak didapati merasa bosan dengan rasa serta tampilan makanan yang itu-
itu saja. Usaha yang dilakukan ibu sekaligus menjadi cara untuk meningkatkan
frekuensi makan anak, gaya pengasuhan yang luwes sering diterapkan dengan
memberikan penghargaan ataupun hukuman ringan seperti tidak boleh main jika
“Kadang saya kasih susu, atau bikin biskuit sendiri bikin bola-bola gitu, terus
kadang "buk emoh" iyaa saya pikir sudah bosan, saya hentikan dulu..nanti
beberapa hari saya berikan lagi, soalnya setiap bulan dapet mbk eheh.”(RLN,
2019)
Berbagai upaya telah ibu lakukan untuk memperbaiki status gizi balita, melalui
ASI yang optimal, pemberian susu formula serta menyediakan asupan makanan yang
80
dirasa sudah cukup. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar dalam benak ibu, apa
yang menjadi pendorong terjadinya kondisi balita bawah garis merah pada putranya.
“iki ASI sampek 2 tahun mbak, terus sakiki yaa tak kasih susu danco iku mbk.
Arek.e arep cuman yaa kok yaa nggk. Nek iki bayi yaa 2 jam sekali masio aku
sibuk yaa tak mimik.i mbk, padahal yaa maem.e akeh ini”(EN, 2019)
guna mencegah jatuh pada status gizi kurang bukan hanya memerlukan pengetahuan
ibu yang cukup baik namun lebih dominan dibutuhkan tekat yang bulat dalam pribadi
ibu, untuk menunjukkan peran yang benar-benar nyata dalam mengasuh balita.
Peneliti melihat beberapa kondisi sebagai single parent dan cemooh dari lingkungan
luar menjadi pendorong tekat ibu dalam menjalankan peran optimal mengasuh balita.
“Sampek aku diginikno ambk dolorku "susune sampean iku welek … ganok
gizine" mosok onok mbak ASI elek? Wes nggk tak rungokno.. yaa wes ganti-
kasih sayang anak sepanjang gala, diutarakan secara tidak langsung oleh salah satu
saat ini yang dirasa kurang sehat, adanya bahan tambahan pangan secara berlebih
serta proses produksi yang instan menjadi argumen beliau dalam menyikapi makanan
di era sekarang ini. Dengan adanya pandangan seperti ini, maka menuntut ibu untuk
mengoptimalkan peran beliau untuk tidak hanya menyediakan makanan namun juga
memilih dan memilah, bahan makanan apa saja yang baik dan tidak diberikan pada
81
sang buah hati. Serta dapat menjadi langkah preventif terhindar dari berbagai macam
penyakit.
“soalnya makanan sekarang itu saya rasa semuanya kok pakek obat ya mbk,
seperti sayur supaya tumbuh cepet pakek obat, ayam cepet besar pakek obat.
Terus makanan ciki-ciki juga mengandung msg, pikiran ibu kan ndak mau
Konteks peran ibu dalam mengasuh balita seperti usaha ibu ketika anak sulit
makan dan memberikan makanan terbaik sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Adamo and Kendra., 2013 menyatakan orang tua memegang tanggung jawab
besar sebagai role models dalam menentukan kualitas dan pola makan anak yang
akan menjadi kebiasaan dikemudian hari. Katz I et al, 2007 menyebutkan dalam
bukunya selain lingkungan, karakter pribadi ibu juga berpengaruh terhadap gaya
pengasuhan. Karakter ibu yang baik menghantarkan tekat yang bulat dalam ihktiar
Tema 3: Peran ibu dalam tata kelola keuangan rumah tangga untuk
BGM
ganda sebagai pengasuh balita sekaligus ibu bekerja tentu memiliki latar
seperti pekerja industri rumah tangga, pekerja rumah tangga dan sebagai
pengajar. Selain kesibukan beliau bekerja diluar rumah, ibu juga menjalankan
peran sebagai manajemen keuangan didalam rumah tangga. Hal ini didapati
keuangan dan hampir seluruh hasil pendapatan dikelolah oleh ibu, baik yang
berasal ibu sendiri ataupun dari suami. Pengeluaran rumah tangga yang sering
ditemui adalah memenuhi segala keperluan rumah tangga seperti biaya sekolah,
hari. Dalam hal ini ayah lebih condong menjalankan peran sebagai pencari
lebih giat dalam bekerja dan tidak bergantung seluruhnya pada suami. Keputusan ibu
untuk tetap bekerja, meskipun harus menitipkan putranya kepada pengasuh, menuai
alasan besar bahwasanya baliau bekerja keras dan terus berusaha untuk ikut serta
dalam menambah penghasilan keluarga. Dalam hal ini ibu pernah merasakan kondisi
kebutuhan yang harus dibeli, dengan demikian muncul peran ibu sebagai pengelola
keuangan yang harus bijak dalam mengatur kebutuhan keluarga dengan menerapkan
sesuatu dan lebih mengutamakan kebutuhan makan khususnya balita. Pada temuan
dilapang hampir seluruh ibu tidak memberikan penanganan yang berbeda pada balita,
dalam hal ini masakan ibu dalam sehari dinikmati oleh seluruh anggota keluarga
termasuk juga balita, terkecuali jika masakan ibu pedas maka ibu akan membuatkan
masakah khusus untuk balitanya. Dengan berbagai kesibukan diluar dan didalam
rumah tentu ibu harus mendahulukan kebutuhan yang paling mendesak dan tidak
boleh boros. Selain itu peneliti juga menemukan informan yang berstatus single parent
dikarenakan suami beliau meninggal dunia, sehingga ibu yang harus bekerja sendiri
pada balita dengan bawah garis merah. Pada temuan diatas peneliti mencoba
menarik sifat sosial pada pribadi ibu yang mengalah dan tidak egois dengan apa yang
didapatkan oleh anak. Temuan tersebut seakan menjawab bahwasanya ibu memiliki
rasa sayang dan kepedulian yang sangat besar terhadap buah hatinya, dan mau
melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan putranya. Hal ini tentu menjadi
motivasi besar ibu untuk tetap bersemangat bekerja dalam mencari tambahan
pendapatan.
“Nggk kerja eman mbk bayaran.e yaa buruh eheheh.. Kenek dijagakno gawe
kondisi balita BGM, namun karena kondisi ekonomi yang pas-pasan sehingga hal ini
makanan secara kuantitas dan kualitas. Pengetahuan yang baik seakan tidak berarti
jika kondisi keuangan yang kurang berkecukupan. Ibu mengaku lebih pasrah dan
legowo atas apa yang ada, namun diluar itu beliau berusaha membantu suami dalam
keluarga.
“Yaa sebenarnya itu apa… tentang gizi itu tergantung kita sendiri kan yaaa…
walaupun saya diterangkan begini begitu, tapi kan semua kebutuhan dari
saya.. Ya kalau.. Kadang saya ditanya "apa ibu sudah memberikan seperti
ini?'" belum" saya jawab. iya karna itu mungkin ada yang bisa dijangkau, ada
yang tidak. jarang badannya naik iki mbak, yaa biarpun nggk sakit tapi
85
badannya turun,yaa kadang nggk turun tapi tetep gitu looo... iyaa mungkin
peran serta dalam ketersediaan bahan makanan keluarga. Jika ada uang lebih maka
ibu akan membeli bahan makanan yang cukup beragam seperti sayur ataupun ikan,
namun jika kondisi keuangan kurang maka ibu lebih memilih membeli bahan makanan
secukup uang yang ada misalkan tahu-tempe atau memaksimalkan bahan makanan
“ndak.. Diluar kepala mbk kadang ya bingung…nek pas ada yaa beli seng
sekirane reno-reno mbk eheh cuman seringnya yaa beli ayam gitu”.(YN, 2019)
Bahkan terdapat informan yang mengaku untuk membeli jajanan saja kadang
tidak ada, karena tidak mau mengecewakan putranya ibu mengalihkan pembicaraan
“Kadang angel mbk nek pas nangis, cuman kadang dislemurno. "yaa nanti
beli… ngenteni mbk n yaa…" jane yaa penak anakku iki, Cuman kadang wong
Motivasi besar ibu untuk tetap bekerja dalam mencari tambahan pendapatan
menjadi upaya untuk memberikan makanan beragam untuk keluarga. Dari pemaparan
ibu untuk menghindari rasa bosan dengan masakan yang itu-itu saja maka beliau
berusaha untuk memberikan masakan yang berbeda setiap hari, hal ini pasti juga
berimbas pada kebiasaan makan keluarga secara keseluruhan. Jika ditinjau dari
penuturan ibu yang menyebutkan bahan makan sehari-hari, dirasa bahan makanan
86
tersebut cukup beragam dan terjangkau untuk kelompok dengan status ekonomi
dan kualitas makanan terbaik untuk balita dengan masa pertumbuhan ditambah
“niku kadang lele, tongkol.. ayam, ayam ngoten nek empuk ngoten… kadang
kulo guntingi.. ikan ngoten mbk. Terus kayak sayur-sayur sop, bayem nopo
keberagaman makan tentu menjadi salah satu upaya beliau untuk memperbaiki
derajat kesehatan dengan cara meningkatkan status gizi, disisi lain penelitian yang
dilakukan oleh Berhane H.Y et al., 2018 yang menyatakan bahwa keputusan ibu untuk
finansial serta adanya tekanan sosial dan lingkungan menjadi upaya ibu untuk
menyediakan makanan dan perawatan terbaik untuk anak-anak mereka, disisi lain
penelitian yang dilakukan oleh Kismul et al., 2015 mengemukakan bahwa balita yang
tinggal dengan berbagai tekanan besar beresiko tinggi terhadap kerawanan pangan
serta gangguan masalah gizi. Peneitian yang dilakukan oleh Harun S.L, 2017
penghasilan suami, namun juga peran ibu dalam mengelola pendapatan tersebut.
Sesuai dengan bahasan tema diatas peran ibu sangat diperlukan dalam seluruh
aspek rumah tangga, baik peran sebagai pengasuh anak, pemberian makan sehari-
hari serta peran ibu bekerja dalam menyediakan bahan makanan untuk
ibu secara keseluruhan tentu membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak
dalam hal ini yaitu suami, yang turut serta memberikan dukungan secara finansial
maupun non finansial dalam memberikan pertimbangan ataupun pengertian pada ibu.
asupan makan yang bersifat akut dapat menggambarkan kondisi nyata adanya
kebawah, hal ini juga menjadi temuan penelitian yang dilakukan oleh Kabir and
Maitrot, 2017 mengatakan kemiskinan menjadi penyebab yang dominan. Status gizi
asupan zat gizi makro dan mikro, hal ini selaras dengan temuan yang menyatakan ibu
yang cukup variatif dan istilah yang sering mereka dengar menggunakan kata “kurang
gizi”. Semua ibu dapat mengetahui kondisi tersebut melalui kegiatan posyandu yang
rutin diadakan setiap bulan serta catatan dalam buku (Kartu Menuju Sehat) yang
terlihat berat badan anak sering tidak naik dan berada dibawah garis pertumbuhan.
bawaan, karena adanya penyakit penyerta seperti alergi serta ada juga ibu yang
“emmm bgm.. bgm itu apa yaaa… iyaa mungkin pola makan yang harus
diperhatikan. Mungkin kadang beli sayur.. Ikan bisa di capai kadang iya nggk
gitu lo eheh… jadi badannya kurus itu yaa karna makan seadanya”(S, 2019)
BGM, namun tidak semua memahami dampak jangka panjang yang terjadi. Sebagian
ibu menganggap fenomena ini bukan menjadi masalah gizi yang serius untuk segera
ditangani, selama putra beliau tidak ada sakit yang berarti dan tidak ada masalah
dengan gangguan motoriknya hal tersebut tidak menjadi masalah. Hampir seluruh
informan menyatakan putranya aktif dalam kegiatan sehari-hari, hanya saja berat
badannya sulit naik. Ibu mengaku telah memberikan pengasuhan yang terbaik,
terlebih saat balita jatuh pada kondisi BGM dan masing-masing ibu memiliki usaha
gizi tersebut tentu tidak serta merta datang melalui diri ibu sendiri, namun juga melalui
pemahaman dan perasaan ibu terkait kondisi balita, peran keluarga serta pengaruh
“tapi dia iku cepet tanggap ngono iku lo mbk, cepet hafalan soal.e de.e iku lak
seneng nyanyi iku lo mbk. Sak iki ya ngaji arek.e mbk”(FR, 2019)
baik, ditunjukkan dengan perkembangan motorik anak. Sebagian besar ibu banyak
yang tidak mengetahui fungsi dan kebutuhan bahan makanan yang seharusnya di
dapatkan anak pada usia dibawah lima tahun. Sebagian hanya memberikan menu
makanan berupa nasi dan kecap padahal dalam makanan tersebut tidak terdapat zat
gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein dan lemak. Selain itu pemberian makan
dengan lauk telur, dimana tidak ada kebutuhan vitamin dan mineral didalamnya.
“iya kadang telat maem iku paling mbk, apa maneh pas tandang gawe mbk,
sampek nggk kober masak, kadang ambek kecap apa sakono.e mbk. Kadang
Pemberian bahan makanan yang kurang tepat tentu tidak sesuai dengan
anak kenyang supaya tidak rewel, tanpa mempertimbangkan kuantitas dan kualitas
mendapatkan informasi terkait asupan makan pada balita melalui kader ataupun ahli
gizi wilayah setempat. Namun sebagian dirasa belum menerapkan hal tersebut dalam
bahwsanya anak harus makan yang banyak dan bervariasi. Secara umum jawaban
90
tersebut benar dan tidak keliru, hanya saja kurang mendalam untuk mengatasi
masalah makan balita yang sangat komplek ditambah kondisi khusus seperti BGM.
kesadaran dan sikap beliau dalam memaknai kondisi BGM. Penyampaian informasi
saja tidak cukup untuk merubah perilaku seseorang. Sehingga diperlukan metode
sebelum terjun ke lapangan. Tentu hal ini juga membutuhkan bantuan dan kerja sama
dari ahli gizi setempat, yang harus terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
“Kalau misal sama telur yaa telurnya dikreasikan mbk, kadang tak coba mbk,
telur.e tak gulung ambk sosis ngono.. apa dicampur sama sayur wortel opo
yang sudah disarankan oleh pendamping gizi, dengan harapan balita menghabiskan
makan dengan kreasi bentuk makanan yang berbeda selain itu ibu mencoba
memberikan bahan makanan tertentu agar berat badan balita bertambah secara
bertahap.
“yaa tak coba ganti-ganti be.e bosen. iyaa kasih vitamin iku mbk, terus disuruh
neter ati cek iso nglemokno kan ambk sego anget2 lak enak a mbk”(SM, 2019)
91
ternyata dapat membantu ibu dalam menemukan solusi dari permasalah yang
dihadapi.
informan dalam penelitian ini terkait pengobatan masalah kesehatan keluarga, beliau
pengobatan pola nabi dan thibun nabawi dengan alasan lebih aman dan tidak
mengandung bahan kimia. Selain itu melalui data yang telah didapatkan ibu mengaku
tidak sempat dan malas jika harus berkunjung ke Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu
“kemaren nggk ke posyandu. Sibuk mbk dan nggk sempet. Males sakjane aku
Kejadian balita BGM yang menjadi sorotan tenaga kesehatan khususnya ahli
gizi wilayah setempat, menuntut kader pendamping untuk lebih optimal lagi dalam
pada pribadi ibu yang merasa perlakuan kader pendamping sangat berlebihan, hal
demikian membuat ibu terganggu dengan kehadiran kader pendamping karena dirasa
terlalu banyak ikut campur dalam mengurus balita padahal disisi lain ibu telah
tersebut menjadi latar belakang dalam memperkuat pemahaman ibu untuk berpindah
“di posyandu mana aja kalau ada balita yang kurang berat badan atau yang
lain kan pasti di pandu, dan kadernya juga kenak tergur dari puskesmas. Aku
92
se nggk begitu respek mbk. Yaa sudah yang terpenting anakku sudah mau
paksa anakku juga kasian kan. jadi sekarang tak kembalikan aja ke pola nabi,
bukan hanya membutuhkan pendamping gizi yang handal dalam menangani situasi
di lapang namun ibu dengan kesadaran serta peran yang optimal juga ikut serta dalam
rangka menurunkan angka kejadian balita BGM. Beberapa tindakan yang ibu lakukan
obat-obatan alami yang dirasa lebih aman tanpa campuran bahan kimia.
“pakek habatus saudah sama madu iku mbk, apa kadang geger.e
(punggungnya) tak kerok.i pakek bawang merah iku.. Wes maem seng akeh,
tak mik.i terus istirahat ngono.. insyAllah besok sembuh dia” (WA, 2019)
Persepsi tentang kualitas diet pada anak balita dengan kondisi BGM sangat
penting untuk menunjang penerapan diet yang sehat sebagai penanganan optimal
dan pencegahan penyakit. Usaha meningkatkan status gizi yang dipengaruhi oleh
peran keluarga dan masyarakat sekitar didukung oleh penelitian yang dilakukan
Airinda dan Artaria, 2015 mengatakan keluarga ikut andil dalam memberikan saran
dan masukan untuk mempertahankan kesehatan balita seperti halnya orang tua
khususnya ibu yang menjadi sumber pengetahuan utama dalam mengasuh balita
sejak awal kehamilan hingga melahirkan. Pemahaman terkait kejadian BGM serta
persepsi ibu yang kurang tepat terhadap asupan makanan yang diberikan pada balita
memberikan kontribusi terhadap kejadian balita BGM, disisi lain penelitian yang
93
dilakukan oleh Adamo and Kendra., 2013 menyatakan bahwa pemahaman orang tua
dalam mengamati kuantitas dan kualitas diet pada balita sangat penting, jumlah porsi
dan kalori sangat penting dalam menunjang kualitas diet dan orang tua dianjurkan
pengobatan alternatif menjadi pilihan mutlak pada setiap pribadi ibu, namun membuka
pendekatan secara personal dalam merubah kebiasaan sehat keluarga. Peran orang
tua dalam menjaga kebiasaan makanan sehat dan memperbaiki persepsi yang kurang
tepat menjadi langkah intervensi dan preventif kejadian masalah kesehatan balita di
wilayah tersebut.
94
Peneliti tidak menggali lebih dalam terkait latar belakang sosial budaya