Anda di halaman 1dari 7

Merdeka Belajar adalah program kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar
Makarim.[1] Esensi kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh
para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Nadiem
menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses
penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan
pernah ada pembelajaran yang terjadi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Merdeka_Belajar

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, Merdeka


Belajar adalah suatu pendekatan yang dilakukan supaya
siswa dan mahasiswa bisa memilih pelajaran yang diminati.

Hal ini dialkukan supaya para siswa dan mahasiswa bisa


mengoptimalkan bakatnya dan bisa memberikan sumbangan
yang paling baik dalam berkarya bagi bangsa.

Nadiem Makarim pada 2019 menyebutkan bahwa salah satu


hal yang harus diperhatikan dalam Merdeka Belajar adalah
kemerdekaan berpikir. Kemerdekaan berpikir menjadi salah
satu fondasi dasar dari program Merdeka Belajar. Nadiem
juga menyebutkan bahwa kemerdekaan berpikir harus
dipraktikkan oleh para guru terlebih dahulu sebelum diajarkan
kepada para siswa.
https://nasional.tempo.co/read/1560429/apa-itu-merdeka-
belajar-tersebab-survei-jebloknya-matematika-dan-literasi-
siswa

2. 5 Kendala Guru Hadapi Program Merdeka


Belajar
Program Merdeka Belajar menjadi suatu kebijakan yang dianggap
transformatif di dunia pendidikan, tentu ada berbagai perubahan
akan dirasakan oleh guru. Perubahan yang dirasakan guru ini
menghadapkannya pada berbagai kendala yang perlu diatasi
dengan baik. Apa saja sih kendala guru dalam menghadapi program
Merdeka Belajar?

1. Tidak Memiliki Pengalaman dengan Kemerdekaan Belajar

Pengalaman personal para guru terkait kemerdekaan belajar masih


minim. Menurut Shintia Revina, peneliti dari SMERU Research
Institute, sebuah lembaga yang bergerak di bidang penelitian
sosial-ekonomi di Indonesia, menyebutkan telah banyak program
pemerintah yang sebenarnya bertujuan untuk mempromosikan
perubahan paradigma dari pembelajaran yang berpusat pada guru
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Beberapa
program di antaranya seperti Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) maupun Kelompok Kerja Guru (KKG).

Menurut Revina, alasan guru belum mampu mengadopsi


kemerdekaan belajar dipicu oleh cara dan pengalaman guru belajar
di bangku kuliah. Kurangnya rujukan penyelesaian soal dengan
variasi metode di buku teks pun diduga sebagai penyebabnya.
Minimnya pengalaman pembelajaran dengan cara merdeka ini juga
disebabkan saat guru masih menjadi siswa, sebagai mahasiswa
calon guru, maupun ketika menjalani pelatihan sebagai guru dalam
jabatan.

2. Keterbatasan Referensi

Buku teks yang ada saat ini dinilai masih berkualitas cukup rendah.
Baik buku guru maupun siswa yang diterbitkan pusat perbukuan
atau penerbit swasta belum memberikan referensi yang dapat
membantu guru dalam memperoleh rujukan terkait bagaimana
memfasilitasi pembelajaran berpusat pada siswa dengan efektif.

Keterbatasan dalam mendapatkan referensi pelaksanaan Merdeka


Belajar inilah yang kemudian juga menjadi guru dalam menciptakan
kegiatan pembelajaran yang sesuai.

3. Akses yang Dimiliki dalam Pembelajaran


Adanya perbedaan akses digital dan akses internet yang belum
merata juga menjadi kendala yang dihadapi guru dalam
pelaksanaan merdeka belajar. Dalam wacana pelaksanaan merdeka
belajar yang disampaikan Mendikbud, ada enam model
pembelajaran yang dapat diterapkan. Salah satu model belajar yang
dapat dilakukan ialah daring.

Kelancaran pelaksanaan belajar secara daring pastinya ditentukan


dari akses digital dan internet yang dimiliki guru dan siswa. Tidak
sedikit sekolah-sekolah yang belum memiliki fasilitas memadai
atau guru dan siswa yang aksesnya terbatas mengalami kesulitan.
Perbedaan fasilitas, sarana prasarana dan kemudahan akses
teknologi menjadi kendala yang terkadang dihadapi guru.

4. Manajemen Waktu

Dalam upaya transformasi proses pembelajaran, guru mungkin


membutuhkan waktu lebih untuk belajar lagi supaya dapat adaptif
dengan tuntutan perubahan yang diharapkan. Beberapa sekolah
menentukan agenda yang cukup padat untuk melibatkan guru agar
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan.

Belum tugas-tugas dan tanggung jawab lain yang menyertai. Guru


sebisa mungkin bergerak dan menemukan cara kreatif inovatif
dalam pembelajaran. Tidak semua guru mampu mengatur waktunya
dengan baik, terutama dengan kesibukan atau persoalan yang lain
yang sekiranya dihadapi.

5. Kompetensi (Skill) yang Memadai

Minimnya pengalaman dalam implementasi kemerdekaan belajar


juga menentukan kualitas atau kompetensi yang dimiliki guru.
Beberapa guru bahkan mengalami kesulitan untuk menguasai atau
menerapkan keterampilan dasar untuk kebutuhan belajar di era
digital seperti Ms. Word, membuat presentasi yang menarik dan
menyenangkan, dan lainnya.

Padahal, untuk melaksanakan merdeka belajar guru dituntut untuk


kreatif dan inovatif dengan melibatkan berbagai media atau model
pembelajaran yang mendorong siswa. Kompetensi yang masih
minim ini juga menjadi kendala guru dapat menjalankan merdeka
belajar dengan cepat.
Bukan tanpa alasan adanya perubahan selalu diiringi dengan
berbagai permasalahan. Sistem pendidikan yang dianggap usang
perlu diperbaiki karena hasil evaluasi yang dilakukan selama ini.

Guru sebagai garda terdepan dari berbagai perubahan tersebut mau


tak mau harus siap mengambil berbagai upaya dan berani belajar
maupun mencoba. Agar tidak hanya beradaptasi, namun juga
mampu menyiapkan siswa sebagai generasi.

 Solusi dari merdeka belajar adalah meratanya pendidikan


diseluruh daerah indonesia. Umumnya permasalahan
pendidikaan di indonesia adalah tidak dapat mengakses
pendidikan karena keadaan ekonomi.

Pemerintah indonesia mengambil langkah untuk mengatasi hal


tersebut dengan adanya program indonesia pintar (PIP) melalui
kartu indonesia pintar atau (KIP) bantuan tunai pendidikan anak
usia sekolah yang berasal dari keluarga miskin dan juga untuk
mahasiswa KIP-K Merdeka. Program ini cukup membantu biaya
pendidikaan peserta didik.

Dengan hal tersebut, pemerintah harus lebih memperhatikan


ketepatan sasaran pemberian program dengan melakukan
sosialisasi ke daerah-daerah dan melakukan survei (verifikasi)
kelayakan sebagai penerima KIP.

Dengan begitu masyarakat yang benar-benar kurang mampu


memperoleh pendidikan yang layak. sekolah dan kampus yang
lengkap sarana prasarana juga merupakan cara mengatasi
susahnya mengakses informasi di dalam dunia pendidikan serta
memperhatikan jumlah tenaga pengajar terpenuhi.

Merdeka belajar dapat direalisasikan dengan merata di seluruh


daerah indonesia. Hal ini tentu adanya peran penting dan dukungan
dari berbagai kalangan. Cara yang dapat digunakan adalah dengan
adanya sosialisasi dan pelatihan yang intensif.

Sosialisasi dilakukan kepada orangtua peserta didik yang


merupakan salah satu pendukung pendidikan anak dan secara
keselurahan sudah mengetahui gambaran potensi dan bakat anak,
kemudian sosialisasi dan pelatihan diberikan kepada tenaga
pendidik yaitu guru atau dosen yang setiap pembelajaran
berhadapan dan berinteraksi dengan peserta didik, serta konsep ini
juga harus diajarkan kepada calon guru sebagai tenaga pendidik
yaitu mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi.

Pelatihan konsep merdeka belajar dibentuk badan atau tim khusus


dan ahli untuk mengasosiasikannya secara merata hingga
kepelosok daerah yang di bekali sarana dan prasarana. Mulai dari
pelatihan pengenalan teknologi, penggunaan teknologi dan
perangkat pembelajaran sejenisnya.

Karena pada masa ini penggunaan teknologi dalam pendidikan


sangat berperan penting sehingga semua tenaga pendidik harus
terampil teknologi baik tenaga pendidik muda atau tua, untuk
kematangan sosialisasi hendaknya pelatihan dilakukan secara
berkala dan dilakukannya evaluasi terhadap pelatihan seluruhnya.

Tidak lupa ditanamkannya jiwa pengabdian kepada tim supaya


secara sadar bahwa pendidikan adalah tonggak sebuah bangsa
sehingga terciptanya pendidik merdeka belajar dan guru penggerak.

Jika ingin memperbaiki pendidikan di indonesia maka harus ada


perhatian khusus. Merdeka belajar dapat diterapkan dengan
penguasaan literasi baru, yaitu literasi data, literasi teknologi dan
literasi manusia dengan mengutamakan pendidikan karakter.
Dengan literasi tersebut peserta didik dan semua orang dituntut
menjadi SDM yang kritis. Informasi yang diterima perlu di analisis
kemudian mengambil tindakan mengingat kian majunya dunia
digital yang akan mempengaruhi kehidupan manusia.

Saya Lehondo Sitanggang asal kota Medan berharap kedepan


pendidikan di indonesia semakin membaik dengan adanya setiap
kebijakan yang ada, dengan memperhatikan kondisi dilapangan,
maka kebijakan harus diterapkan secara terstruktur dan tepat.
Setiap program dapat dilakukan jika adanya dukungan dan peran
penting seluruh kalangan.

Oleh sebab itu, mari !!! seluruh masyarakat indonesia bekerja


sama dengan pemerintah dan berpartisipasi demi melahirkan
generasi emas untuk membangun negeri yang lebih baik lagi.
Karena siapapun dan dari manapun bisa sekolah ( berpendidikan).
https://www.kompasiana.com/lehondositanggang/627b6bff79016928
ec204344/merdeka-belajar-pemerataan-pendidikan-solusi-atau-
masalah

Lembaga Pendidikan yang Didirikan Ki Hajar Dewantara


Lembaga pendidikan yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa. Sekolah ini didirikan di Yogyakarta
pada 3 Juli 1922. Dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 1908-1945 yang ditulis Andriyanto, berdirinya
Taman Siswa tak lain untuk mendidik dan menggembleng golongan muda serta menanamkan rasa nasionalisme.

"Taman Siswa berperan dalam menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Meskipun menggunakan sistem
pendidikan modern Belanda, tetapi Taman Siswa tidak mengambil kepribadian Belanda," tulis Andriyanto seperti
dikutip, Rabu (23/3/2022).

Baca juga:
Selain Ki Hajar Dewantara, Ini 5 Pahlawan Pendidikan yang Berjasa Bagi RI
Guru Taman Siswa berasal dari kalangan aktivis pergerakan nasional. Sekolah ini berpegang pada lima asas atau
yang dikenal dengan Pancadarma. Kelimanya adalah kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan
kemanusiaan.

Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan hubungan antara lima asas tersebut. Berikut penggalan penjelasannya seperti
dikutip dari buku Sejarah Pemikiran Pendidikan dan Kebudayaan.

"Berilah kemerdekaan dan kebebasan kepada anak-anak kita, bukan kemerdekaan yang leluasa, namun yang
terbatas tuntutan-tuntutan kodrat alam yang khas nyata dan menuju ke arah kebudayaan, yakni keluhuran dan
kehalusan hidup manusia. Agar kebudayaan tadi dapat menyelamatkan dan membahagiakan hidup dan
penghidupan diri dan masyarakat, maka perlulah dipakai dasar kebangsaan, akan tetapi jangan sekali-kali dasar ini
melanggar atau bertentangan dengan dasar yang lebih luas yaitu kemanusiaan," jelas Ki Hajar Dewantara.

Semboyan Taman Siswa


Taman Siswa dikenal dengan tiga semboyan yang secara filosofis menerangkan tentang peranan seseorang.
Semboyan ini berasal dari bahasa Jawa. Berikut bunyi dan maknanya:

1. Ing ngarsa sung tuladha, artinya ketika di depan kita harus memberi contoh atau suri teladan bagi mereka yang
berada di tengah dan belakang.

2. Ing madya mangun karsa, artinya ketika di tengah kita harus bisa memberikan semangat untuk kemajuan.

3. Tut wuri handayani, artinya ketika di belakang kita harus mampu memberikan dorongan.

Sebelum mendirikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara pernah diasingkan ke negeri Belanda pada 1913. Ketika
kembali ke Tanah Air, ia mengorbankan semangat juangnya melalui pendidikan dan mewariskannya hingga kini.

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5997713/mengenal-
lembaga-pendidikan-yang-didirikan-ki-hajar-dewantara

Anda mungkin juga menyukai