Merdeka Belajar
edukasi•10 Feb 2022
Dunia terus berkembang dan berjalan dalam ilmu, teknologi, informasi yang
bergerak secara pesat. Peran pendidikan untuk mendatangkan perubahan dan
perkembangan ke hal-hal yang lebih baik menjadi poros utama segala hal di dunia ini
terjadi. Setiap masa ada orangnya, begitupun setiap masa beda kebutuhan pendidikannya.
Pendidikan selalu identik dengan menjadikan manusia untuk mandiri dan melakukan
perbaikan/perubahan. Maka tidak heran, guru sebagai peran sentral pendidikan selalu
dituntut untuk menyesuaikan kebutuhan zaman dan beradaptasi dengan baik dalam
kegiatan pembelajaran.
Sebagaimana di Indonesia, setiap periode tertentu dunia pendidikan selalu dituntut
beradaptasi akan perubahan sistem pendidikan. Secara umum perubahan kurikulum juga
disesuaikan dengan adanya perubahan kondisi politik, sosial, budaya, ekonomi, dan ilmu
pengetahuan serta teknologi yang berkembang di masyarakat. Kurikulum terus berganti
disesuaikan dengan tantangan yang dihadapi saat ini maupun di masa depan. Berbagai
kebijakan yang terstruktur dan rumit harus dijalankan, agar dapat diterapkan di sekolah-
sekolah, sehingga murid atau generasi muda bisa bersiap hidup mandiri di masa
mendatang.
Masih jelas di ingatan kurikulum terakhir yaitu K-13 diterapkan menggantikan
KTSP (kurikulum 2006). Ciri umum dari K-13 berfokus pada capaian pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran ditujukan pada sarana pengembangan sikap dan budi pekerti
peserta didik. Beberapa materi pembelajaran disusun sedemikian rupa untuk menciptakan
suasana belajar yang komprehensif dan terintegrasi satu sama lain untuk membentuk
karakter yang sesuai ideologi Pancasila. Perjalanan dan perubahan kurikulum pendidikan
di Indonesia tentunya belum tuntas, dengan adanya berbagai upaya perbaikan dan faktor,
kurikulum 2013 kemudian digantikan dengan program Merdeka Belajar.
Merdeka Belajar
Program Merdeka Belajar menurut Mendikbud akan menjadi arah pembelajaran ke
depan yang fokus pada meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Bukan hanya
ditetapkan sebagai upaya solutif untuk menjawab tantangan di masa mendatang, namun
juga memberikan warna dan langkah baru dalam kegiatan belajar mengajar yang
mendorong siswa lebih merdeka dalam berpikir, merdeka dalam berkarya maupun dalam
bertanya.
Selain itu, adanya kebijakan program Merdeka Belajar juga cukup fleksibel dan
sesuai di saat kondisi pandemi Covid-19 terjadi, sehingga pembelajaran pun dapat
berlangsung dengan tetap kondusif.
Akibat dari adanya program Merdeka Belajar, siswa didorong untuk lebih merdeka
dalam belajar ialah mengubah perspektif pembelajaran. Di mana mulanya kegiatan
pembelajaran di Indonesia lebih berpusat pada guru, kemudian lebih berpusat kepada
siswa. Selama ini kegiatan pembelajaran di Indonesia memang lebih didominasi oleh
pengajar.
Hal ini dibuktikan dengan adanya riset yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun
2014. Dengan melakukan survei pada 200 kelas matematika tingkat SMP di Indonesia,
hasil survei menunjukkan hanya sekitar 10% kegiatan pembelajaran yang dialokasikan
oleh guru untuk kegiatan diskusi di kelas, sedangkan sekitar 60% lainnya digunakan untuk
kegiatan eksposisi atau menjelaskan materi yang mengambil banyak waktu pembelajaran
di kelas.
1
Soal interaksi di dalam kelas, berdasarkan riset, guru mengambil alih sekitar 75%
dari waktu pelajaran. Hal inilah yang kemudian juga melatarbelakangi perubahan K-13
menjadi Merdeka Belajar. Berdasarkan fakta tersebut bertepatan dengan Hari Guru
Nasional pada 25 November 2019 lalu, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan mengajak para guru menjadi agen perubahan untuk kemerdekaan belajar di
Indonesia, dengan cara mengajak siswa berdiskusi. Peserta didik juga tidak sebaiknya
diperlakukan sebagai pendengar yang pasif.
2. Keterbatasan Referensi
Buku teks yang ada saat ini dinilai masih berkualitas cukup rendah. Baik buku
guru maupun siswa yang diterbitkan pusat perbukuan atau penerbit swasta belum
memberikan referensi yang dapat membantu guru dalam memperoleh rujukan terkait
bagaimana memfasilitasi pembelajaran berpusat pada siswa dengan efektif.
Keterbatasan dalam mendapatkan referensi pelaksanaan Merdeka Belajar inilah
yang kemudian juga menjadi guru dalam menciptakan kegiatan pembelajaran yang
sesuai.
2
4. Manajemen Waktu
Dalam upaya transformasi proses pembelajaran, guru mungkin membutuhkan
waktu lebih untuk belajar lagi supaya dapat adaptif dengan tuntutan perubahan yang
diharapkan. Beberapa sekolah menentukan agenda yang cukup padat untuk
melibatkan guru agar berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan.
Belum tugas-tugas dan tanggung jawab lain yang menyertai. Guru sebisa
mungkin bergerak dan menemukan cara kreatif inovatif dalam pembelajaran. Tidak
semua guru mampu mengatur waktunya dengan baik, terutama dengan kesibukan atau
persoalan yang lain yang sekiranya dihadapi.
5. Kompetensi (Skill) yang Memadai
Minimnya pengalaman dalam implementasi kemerdekaan belajar juga
menentukan kualitas atau kompetensi yang dimiliki guru. Beberapa guru bahkan
mengalami kesulitan untuk menguasai atau menerapkan keterampilan dasar untuk
kebutuhan belajar di era digital seperti Ms. Word, membuat presentasi yang menarik
dan menyenangkan, dan lainnya.
Padahal, untuk melaksanakan merdeka belajar guru dituntut untuk kreatif dan
inovatif dengan melibatkan berbagai media atau model pembelajaran yang mendorong
siswa. Kompetensi yang masih minim ini juga menjadi kendala guru dapat
menjalankan merdeka belajar dengan cepat.
Bukan tanpa alasan adanya perubahan selalu diiringi dengan berbagai
permasalahan. Sistem pendidikan yang dianggap usang perlu diperbaiki karena hasil
evaluasi yang dilakukan selama ini.
Guru sebagai garda terdepan dari berbagai perubahan tersebut mau tak mau
harus siap mengambil berbagai upaya dan berani belajar maupun mencoba. Agar tidak
hanya beradaptasi, namun juga mampu menyiapkan siswa sebagai generasi bangsa
supaya mampu menjawab tantangan di masa depan.