Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATA KULIAH

ADMINISTRASI PENDIDIKAN

Nama : Samuel Agus Setiawan, S.Pd


NIM : 720067
Dosen : Dr. Kanafi, M.Pd.K
Judul Tugas : Pandangan terhadap Problematika Pendidikan di Indonesia.

Pendahuluan
Pendidikan merupakan proses dimana manusia diperlengkapi dengan segudang ilmu
pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman,
pendidikan menjadi tokoh utama yang menjadi pelopor dalam perubahan yang terjadi. Hal ini
membuat para pegiat pendidikan mulai memikirkan metode yang cocok dan paling mutakhir
untuk menyelenggarakan sebuah sistem pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Indonesia dalam beberapa tahun ini memasuki Era Revolusi industri 4.0, dimana teknologi
informasi berkembang pesat berkat bantuan internet sebagai penghubung antara pengajar dan
murid. Sebagai contoh dimana sejak tahun 2013 sistem ujian nasional berubah dari metode paper
based test menjadi online based test. Demikian pula pelayanan administrasi baik dari tingkat
sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang mulai dilakukan secara online. Dengan
perkembangan tersebut penulis ingin menyampaikan beberapa paparan terkait perkembangan
dunia pendidikan di Indonesia dan pendapat pribadi penulis.
1. Perubahan Kurikulum
Sejak Tahun 2014 indonesia diperkenalkan dengan sebuah sistem kurikulum yang baru.
Kurikulum ini dianggap lebih mutakhir dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang sudah digunakan sejak tahun 2006. Kurikulum ini diberi nama
sesuai tahun dimana kurikulum ini di susun yaitu 2013 sehingga terciptalah Kurikulum 2013 (K-
13). Dimana ada beberapa aspek yang cukup signifikan mulai dari metode, pendekatan hingga
evaluasi. Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek
keterampilan, aspek sikap, dan perilaku.
Kurikulum 2013 dibuat dengan komposisi yang seimbang antara softskill dan hardskill.
Hal ini dapat dilihat langsung dari pola pikir rumusan kurikulum yang ada. Misalnya untuk
Standar Kompetensi Lulusan lebih diturunkan dari kebutuhan dan semua pembelajaran harus
dapat memberikan kontribusi yang nyata untuk sikap dan pengetahuan peserta didik.
Dimensi Pedagodi yang diterapkan dalam konsep kurikulum 2013, proses belajar yang
digunakan memakai pendekatan saintifik. Tujuannya adalah agar kreatifitas dari peserta didik
semakin meningkat. Baik dalam mengamati, mencoba, menalar, mengkomunikasikan dan
mencipta hal yang baru.1 Dalam kurikulum ini Kegiatan siswa lebih cenderung untuk mencari
tahu tentang prinsip dan konsep ilmu pengetahuan tersebut dan bukan menunggu diberikan oleh
guru.
Pada implementasinya kurikulum ini dianggap sulit diterapkan oleh beberapa guru. Hal
ini tidak lain karna dalam pelaksanaannya kurikulum ini menuntut penyesuaian yang ekstra
secara khusus bagi guru guru yang sudah terbiasa dengan model kurikulum lama. Menurut
Pardomuan guru dalam menerapkan kurikumlum 2013 harus memiliki pengetahuan yang luas
untuk bisa menghubungkan siswa dengan masalah-masalah disekitar mereka. 2 Selain itu ada
beberapa masalah yang menjadi kendala dalam implementasi kurikulum ini. Beberpa hal tersebut
antara lain:
a. Pengadaan buku, tidak semua sekolah dapat secara serentak menyediakan anggaran untuk
memperbaharui buku pelajaran ini. Meskipun pemerintah juga menyediakan buku buku
secara online tetapi beberapa siswa mengalami masalah dengan tidak dimilikinya
perangkat untuk dapat mengakses e-book tersebut.3
b. Melatih guru-guru, Tahapan pelatihan guru ini juga dimulai dari penyediaan anggaran
yang melibatkan data guru, kurikulum dari pelatihan, modul, rincian biaya dan surat
edaran. Kemudian dilanjutkan dengan proses persiapan pelatihan mulai dari persiapan
materi dan dilanjutkan dengan persiapan narasumber.4
c. Aspek lain seperti guru pendamping dan juga model evaluasi yang baru.

1
Pardomuan M J N Pardomuan, “Kurikulum 2013 , Guru , Siswa , Afektif ,
Psikomotorik , Kognitif,” e-journal Universitas Negeri Medan 6 (2013): 17–29,
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/gk/article/view/7085/6067.
2
Ibid.
3
Noni Novitasari, Caesa Nabila, and Wulan Hikmah Fratiwi, “Analisis Kendala Guru
Dalam Menerapkan K13 Terhadap Hasil Belajar Siswa Di Sdn Pegadungan 8 Petang,” Jurnal
Bintang : Jurnal pendididikan dan sains 2, no. 1 (2020): 1–15.
4
Ibid.
2. Kurangnya penanaman nilai nasionalisme

Pendapat Penulis
Kurikulum yang dipakai hendaknya dapat menyesuaikan dengan revousi industri 4.0 yang masuk
ke dalam dunia pendidikan sehingga diperlukan perbaikan kurikulum dengan peningkatan
kompetensi peserta didik, beberapa aspek yang harus diperhatikan antara lain: Critical thinking,
Creativity and innovation, Interpersonal skill and communication, Teamwork and collaboration,
Confident. Hal ini bertujuan agar para pemangku kebijakan dapat merumuskan sebuah kurikulum
yang mampu menjawab tantangan zaman ini. Kendati demikian Indonesia masih perlu
memperbaiki sistem pendidikan yang dirasa belum 100% merata sehingga butuh kerjakeras dari
para pemimpin untuk dapat mewujudkan sebuah kurikulum yang dapat diterapkan di seluruh
daerah di Indonesia. Meskipun penyesuaian dirasa sulit untuk dilakukan tetapi sebuah kurikulum
hanyalah sebuah alat, tanpa sumberdaya yang mumpuni maka alat ini tidak akan berfungsi
dengan baik. Sehingga menjadi masukan kepada seluruh Lembaga Pendidikan Tinggi yang
bertugas memperlengkapi para calon tenaga didik untuk dapat mengikuti trend kurikulum dalam
membekali para calon tenaga didik.

3. Penanaman Nilai -nilai Nasionalisme


Dunia pendidikan adalah tempat dimana manusia dibentuk bukan hanya secara kognitif namun
juga diharapkan memiliki sebuah nilai sikap terutama sikap mencintai negaranya sendiri. Hari ini
sedang banyak sekali isu yang membenturkan pendidikan agama dengan nasionalisme. Beberapa
orang menganggap bahwa dengan membela suatu kepercayaan (agama) mampu membawa
bangsa Indonesia menjadi negara yang maju, namun sayangnya Indonesia adalah negara dengan
pluralitas yang tinggi terutama terkait agama. Pendidikan diharapkan mampu mengembangkan
dan menciptakan sebuah formula yang dianggap mampu menanamkan doktrin yang membuat
seorang sangat mencintai negaranya tanpa terbatasi oleh suku, ras dan agama.

Pendapat penulis:
Menurut penulis hendaknya penanaman nilai nilai kewarganegaraan dapat diintegrasikan dengan
semua matapelajaran mulai dari sekolah dini hingga perguruan tinggi. Hal ini menjadi penting
karena diera yang serba terbuka dengan segala jenis informasi membuat generasi merasa tidak
perlu memiliki rasa kecintaan terhadap negaranya sendiri. Selain daripada itu, penanaman nilai-
nilai kewarganegaraan ini juga mampu menjadi tameng untuk menangkal segala jenis
radikalisme yang disuntikan oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan kelompok tertentu. Jadi
pendidikan harus dapat mengaplikasikan nilai-nilai ini dalam setiap pembelajaran bukan sekedar
pengetahuan sejarah namun memiliki sikap yang cinta terhadap bangsa Indonesia.

4. Budaya dalam pendidikan


Ada banyak budaya yang dianggap merusak sistem pendidikan yang ada di Indonesia dilansir
dari CNN Indonesia Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan terdapat tiga permasalahan
pendidikan yang harus segera diatasi di Indonesia. Ia menyatakan persoalan itu merujuk pada
hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) atau Program Penilaian
Pelajar Internasional. Dari hasil survei PISA tahun 2018, skor rata-rata Indonesia menurun di
tiga bidang kompetensi dengan penurunan paling besar di bidang membaca yakni 371 di posisi
74.
a. Budaya dari dalam
Budaya ini memberikan pengaruh terhadap pendidikan yang berasal dari pelaku
pendidikan itu sendiri, mulai dari naradidik hingga peserta didik itu sendiri. Guru
diharapkan mampu membangun sebuah budaya yang mampu menumbuhkan motivasi
belajar dari diri siswa. Hal ini berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki oleh guru
tersebut. Hal ini mungkin saja menjadi alasan mengapa Indonesia masih mengalami
keterbelakangan dalam hal budaya membaca.
b. Budaya dari luar
Budaya ini merupakan pemenuhan kepentingan beberapa oknum dalam dunia
pendidikan. Budaya yang dimaksud adalah sebuah upaya untuk mempermainkan
anggaran pendidikan yang berdampak pada penurunan kualitas pendidikan. Sebuah
sistem yang canggih tidak akan berguna bila tidak didukung fasilitas yang mumpuni pula.
Sehingga penting menjadi perhatian jika budaya ini terus ada maka dapat dipastikan
kualitas pendidikan Indonesia tidak dapat mengalami peningkatan yang signifikan.

Anda mungkin juga menyukai