Anda di halaman 1dari 33

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda, “Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam.” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam
bersabda, ”(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; (2) apabila engkau diundang,
penuhilah undangannya; (3) apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya; (4) apabila dia
bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan
’yarhamukallah’); (5) apabila dia sakit, jenguklah dia; dan (6) apabila dia meninggal dunia, iringilah
jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 2162]

Takhrij Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab “As-Salam” pada Bab “Hak muslim yang satu
kepada lainnya adalah menjawab salam”, nomor hadits 2162 dari jalur Isma’il bin Ja’far, dari Al-‘Ala’,
dari bapaknya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda seperti disebutkan dalam hadits di atas.

Hadits ini dikeluarkan pula oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya, nomor hadits 1240 dan Muslim,
nomor hadits 2162 dari jalur Sa’id bin Al-Musayyib, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak sesama muslim itu ada lima
….” Dalam hadits tersebut tidak disebutkan “Apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat
kepadanya”.

Kosakata Hadits

“Hak muslim” adalah perintah yang dituntut untuk dikerjakan, benar-benar ditekankan dan jangan
sampai ditinggalkan. Hak ini mencakup wajib ‘ain, wajib kifayah, dan perkara yang hukumnya sunnah.

“Ada enam” tidak menafikan penyebutan lima perkara dalam hadits lain. Sebagaimana kaidah dalam
ilmu ushul “al-‘adad laa mafhuuma lahu”, jumlah di sini tidak dijadikan patokan karena hak sesama
muslim itu banyak sekali. Hak sesama muslim itu tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,

‫ال ُيْؤ ِم ُن َأَح ُد ُك ْم َح َّتى ُيِح َّب َأِلِخ يِه َم ا ُيِح ُّب ِلَنْفِس ِه‬
“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45; dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu). Juga
tercakup hal ini dalam hadits yang semakna dengan hadits ini.

“Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya”, maksudnya memulai salam dihukumi sunnah
‘ain jika sendirian. Ada bahasannya yang dimaksud di sini adalah hukum yang kifayah.

“Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya”, maksudnya jika diundang untuk menghadiri
walimah atau selainnya, maka penuhilah undangannya. Kalimat ini sebenarnya kalimat umum mencakup
panggilan apa pun termasuk panggilan untuk meminta tolong untuk membawakan sesuatu.

“Apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya”, maksudnya adalah meminta nasihat,
yaitu meminta agar diberikan kebaikan kepada yang diberi nasihat baik perkataan maupun perbuatan.

“Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan
mengucapkan ’yarhamukallah’”. Maksudnya ‘’yarhamukallah’ (semoga Allah merahmatimu) adalah
semoga Allah memberikanmu rahmat dengan mengembalikan anggota badan yang bersin kembali
seperti semula dan tidak berubah. Namun kalimat tasmit atau tasymit adalah doa kebaikan. Setiap orang
yang mendoakan yang lain dengan kebaikan disebut dengan tasymit.

“Apabila dia sakit, jenguklah dia”, maksudnya adalah mengunjunginya ketika sakit. Disebutkan dengan
kata ‘iyadah karena bisa jadi mengunjunginya berulang kali. Orang yang sakit di sini bermakna umum,
bisa jadi yang dikenal ataukah tidak, baik yang termasuk orang dekat ataukah orang jauh.

“Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman)”, maksudnya adalah jalanlah
di belakang jenazahnya dari rumah atau dari tempat ia dishalatkan hingga ke pemakaman.

Faedah Hadits

1- Islam adalah agama kasih sayang dan mengajarkan untuk memperhatikan hak terhadap sesama.

2- Muslim yang dimaksudkan dalam hadits yang ditunaikan haknya di sini adalah muslim yang
bersyahadat laa ilaha illallah dan tidak melakukan hal-hal yang membatalkan keislamannya.
3- Mengucapkan salam merupakan tanda cinta dan baiknya seorang muslim. Di dalamnya berisi (1) doa
keselamatan dari berbagai penyakit, kejelakan, maksiat, serta selamat dari neraka; (2) doa rahmat
supaya mendapat kebaikan; (3) doa keberkahan supaya kebaikan itu langgeng dan bertambah.

4- Beberapa pelajaran mengenai ucapan salam:

Hendaklah mengucapkan salam kepada yang dikenal dan yang tidak dikenal;

Tetap mengucapkan salam kepada siapa pun meskipun ahli maksiat selama itu muslim;

Tidak boleh mengucapkan salam kepada lawan jenis jika menimbulkan godaan, apalagi sesama yang
berusia muda;

Memulai mengucapkan salam disunnahkan. Ibnu ‘Abdil Barr dan selainnya menyatakan bahwa para
ulama berijma’ (bersekapat), memulai mengucapkan salam dihukumi sunnah. Adapun menjawab salam
dihukumi wajib sebagaimana pemahaman dari surah An-Nisa’ ayat 86;

Ucapan salam yang sederhana adalah “Assalaamu ‘alaikum”, sedangkan yang paling sempurna adalah
“Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh”;

Ucapan salam yang sederhana adalah “Wa’alaikumus salaam” (bisa juga dengan ‘alaikumus salaam),
sedangkan yang paling sempurna adalah “Wa’alaikumus salaam wa rahmatullah wa barakatuh”;

Tidak boleh memulai mengucapkan salam kepada non-muslim. Namun jika ia mengucapkan salam,
hendaklah membalas salamnya dengan ucapan semisal yang ia ucapkan (tidak lebih dari itu), berarti jika
ia mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum”, maka dijawab “Wa’alaikumus salaam”. Begitu pula jika ia
ucapkan “Assaamu ‘alaikum (celaka kamu)”, maka dijawab “Wa ‘alaikum” atau “Wa’alaikumus saam”
(celaka juga kamu);

Ucapan salam lebih mulia dari ucapan “selamat pagi” dan semacamnya. Ucapan selamat semacam ini
bukanlah ucapan yang syar’i dan sama sekali tidak bisa menggantikan ucapan salam;

Membalas salam bukanlah dengan ucapan “ahlan” atau “ahlan wa sahlan”, ini bukanlah ucapan yang
syar’i dalam menjawab salam. Dalam ayat disebutkan (yang artinya), “Apabila kamu diberi
penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik
dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An-Nisa’: 86);

Dalam hadits disebutkan bahwa jika bertemu, maka ucapkanlah salam. Apakah saat berpisah juga
memberi salam? Ada hadits yang berbunyi, “Jika hadir dalam majelis, hendaklah memberi salam. Jika
berdiri dari majelis, hendaklah memberi salam. Yang mengucapkan pertama kali itu lebih utama dari
yang mengucapkannya belakangan.” (HR. Abu Daud, no. 5208; Tirmidzi, no. 2706; Ahmad, 12:47. Sanad
hadits ini hasan. Syaikh Al-Albani menyebutkan hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no.
183);

Yang afdal adalah yang junior memulai mengucapkan salam kepada yang senior, yang sedikit kepada
yang banyak, yang naik kendaraan kepada yang berjalan, yang berjalan kepada yang duduk. Namun jika
tidak ada yang memulai dahulu, maka salam tersebut tetap diucapkan, itulah yang lebih baik. Dalam
hadits disebutkan, “Khoiruhaa alladzi tabda’u bis salaam”, yang terbaik adalah yang pertama kali
mengucapkan salam.

5- Hendaklah menghadiri undangan, hadits yang dikaji ini menunjukkan undangan tersebut umum baik
undangan walimatul ‘ursy (undangan pernikahan), maupun undangan lainnya. Sebagian ulama
menyatakan menghadiri undangan apa pun wajib karena demi memuliakan dan demi terjalin hubungan
yang baik. Ini adalah pendapat dari ‘Abdullah bin ‘Umar, sebagian tabi’in, ulama Zhahiriyah, dan
sebagian ulama Syafi’iyah. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama menyatakan hukum menghadiri
undangan secara umum adalah sunnah muakkad. Sedangkan Imam Ash-Shan’ani rahimahullah dalam
Subul As-Salam menyatakan bahwa yang wajib adalah menghadiri undangan walimah nikah karena ada
ancaman dalam hadits jika tidak menghadirinya, sedangkan undangan lainnya dihukumi sunnah.

6- Wajib memberikan nasihat kepada saudara kita ketika ia meminta nasihat. Berarti jika ia tidak
meminta, maka tidaklah wajib. Namun jika kita tidak dimintai nasihat, lantas jika ada mudharat atau
dosa, maka wajib tetap menasihati karena ini adalah bentuk menghilangkan kemungkaran pada saudara
muslim. Sedangkan jika saudara kita tidak meminta nasihat dan tidak ada mudharat atau dosa kala itu,
juga menganggap bahwa selain kita itu lebih manfaat dalam memberi nasihat, maka kita tidak wajib
menasihati (hanya disunnahkan) karena termasuk dalam bentuk memberikan petunjuk kebaikan kepada
orang lain.

7- Wajib mengucapkan tasymit (yarhamukallah) ketika ada yang bersin lantas mengucapkan
alhamdulillah. Berarti jika yang bersin tidak mengucapkan alhamdulillah, maka tidak ada ucapan tasymit
(yarhamukallah). Intinya, jika luput dari mengucapkan alhamdulillah, akan ada dua kerugian: (1) nikmat
memuji Allah hilang; (2) nikmat didoakan oleh saudaranya ketika mendengarnya mengucapkan
alhamdulillah juga hilang. Tasymit adalah mengucapkan yarhamukallah jika ada yang mengucapkan
alhamdulillah sampai tiga kali. Jika sudah yang keempat kalinya, maka ucapkanlah doa agar ia diberikan
kesembuhan karena yang bersin itu berarti sedang sakit, lantas mengucapkan “yahdikumullah wa
yushlih baalakum” (semoga Allah memberimu hidayah dan memperbaiki keadaanmu). Lalu jika non-
muslim mengucapkan alhamdulillah saat bersin, tidak dibalas dengan yarhamukallah, namun langsung
mengucapkan yahdikumullah wa yushlih baalakum” sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mempraktikkan hal ini.
8- Menjenguk orang sakit menurut jumhur ulama adalah sunnah. Namun bisa jadi menjenguk orang
sakit itu menjadi wajib jika yang dijenguk adalah kerabat dekat (masih punya hubungan mahram). Misal
menjenguk ayah atau ibu yang sakit, hukumnya wajib karena bagian dari berbakti kepada keduanya.
Juga menjenguk saudara yang sakit, hukumnya wajib karena bagian dari silaturahim dengan kerabat.
Kaidahnya, makin dekat hubungan kerabat dan makin dekat dalam hubungan, maka makin ditekankan
untuk menjenguk saat sakit.

9- Yang dijenguk di sini adalah orang yang sakit secara umum, baik yang sakit masih dalam keadaan
sadar ataukah tidak. Begitu pula dianjurkan meskipun yang datang menjenguk tidak diketahui
kehadirannya oleh yang sakit. Karena menjenguk orang sakit punya manfaat: (1) mengurangi duka
keluarganya; (2) mendoakan kebaikan kepada yang sakit; (3) menjenguknya sendiri berbuah pahala.

10- Kita diperintahkan untuk mengantarkan jenazah ke pemakaman dan hukumnya adalah fardhu
kifayah. Ini berlaku bagi jenazah yang dikenal maupun tidak dikenal.

Allohumma inna nas-aluka ‘ilman naafi’a, Ya Allah kami meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat.

Referensi:

Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram bi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1435 H. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Madarul Wathan. 15:7-23;

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin
Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 10:7-16.

Subul As-Salam Al-Muwshilah ila Bulugh Al-Maram. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Muhammad bin
Isma’il Al-Amir Ash-Shan’ani. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 8:131-137.

@ Jatiwaringin Jakarta, 14 Rajab 1439 H


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu anhu berkata, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

(( ‫))ِإَّياُك ْم َو اْلُج ُلوَس َع َلى الُّطُر َقاِت‬، ،))‫ ((َفِإَذ ا َأَبْيُتْم ِإاَّل اْلَم َج اِلَس َفَأْع ُطوا الَّطِريَق َح َّقَها‬: ‫ َقاَل‬،‫ َم ا َلَنا ُبٌّد ِإَّنَم ا ِهَي َم َج اِلُسَنا َنَتَح َّد ُث ِفيَها‬:‫َفَقاُلوا‬
)) ‫ ((َغُّض اْلَبَص ِر َو َكُّف اَأْلَذ ى َو َر ُّد الَّس اَل ِم َو َأْم ٌر ِباْلَم ْعُروِف َو َنْهٌي َع ْن اْلُم ْنَك ِر‬: ‫ َقاَل‬،‫ َوَم ا َح ُّق الَّطِريِق‬:‫َقاُلوا‬.

“Janganlah kalian duduk-duduk di (tepi) jalanan,” mereka (para sahabat) berkata,”Sesungguhnya kami
perlu duduk-duduk untuk berbincang-bincang.” Beliau berkata,”Jika kalian tidak bisa melainkan harus
duduk-duduk, maka berilah hak jalan tersebut,” mereka bertanya,”Apa hak jalan tersebut, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab,”Menundukkan (membatasi) pandangan, tidak mengganggu (menyakiti
orang), menjawab salam, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar”.

Takhrij Hadits

Muttafaun ‘alaihi. Hadits ini diriwayatkan oleh al Bukhari dalam Shahih-nya (di kitab Fathul Bari) di kitab
al Mazhalim wal Ghashab, hadits no. 2465 dan di kitab al Isti’dzan, hadits no. 6229; Muslim dalam
Shahih-nya (dengan syarah an Nawawi) di kitab al Libaas waz Ziinah, hadits no. 2121 dan di kitab as
Salam, hadits no. 2161.

Referensi : https://almanhaj.or.id/37576-hak-hak-jalan-2.html

Makna Hadits Secara Ringkas

Suatu saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati beberapa orang sahabat yang
sedang duduk-duduk di pekarangan rumah salah seorang dari mereka. Di antara mereka adalah Abu
Thalhah Radhiyallahu anhu, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur mereka agar tidak
melakukan hal itu. Namun para sahabat menyampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
bahwa mereka perlu duduk-duduk untuk memperbincangkan suatu urusan. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berpesan kepada mereka, bahwa jika memang hal itu diperlukan dan tidak bisa ditinggalkan,
maka mereka wajib memenuhi hak-hak orang lain yang melewati mereka, di antaranya yang disebutkan
dalam hadits ini ada empat macam hak, yaitu:

Menundukkan (membatasi) pandangan (dari melihat para wanita yang bukan mahramnya yang
melewatinya atau hal-hal yang diharamkan)

Tidak mengganggu (menyakiti) orang dengan ucapan maupun perbuatan.


Mmenjawab salam

Memerintahkan (manusia) kepada kebaikan dan mencegah (mereka) dari perbuatan mungkar.

Referensi : https://almanhaj.or.id/37576-hak-hak-jalan-2.html

Demikianlah hak-hak dan adab-adab ketika seseorang duduk-duduk di tepi jalanan, atau yang
semisalnya. Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan adab-adab atau hak-hak jalan yang lain sebagai berikut :

Berkata yang baik. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Thalhah Radhiyallahu anhu.[7]

Memberi petunjuk jalan kepada musafir dan menjawab orang yang bersin jika dia
bertahmid[8]sebagaimana terkandung dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Menolong orang yang kesusahan dan menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, sebagaimana
tertuang dalam hadits Umar Radhiyallahu anhu dalam riwayat Abu Dawud,[9] demikian juga dalam
Mursal Yahya bin Ya’mur dan dalam riwayat al Bazzar.

Menolong orang yang terzhalimi dan menebarkan salam, seperti dijelaskan dalam hadits al Barra’
Radhiyallahu anhu dalam riwayat Ahmad dan At Tirmidzi.

Membantu orang yang membawa beban berat, sebagaimana tertuang dalam hadits Ibnu Abbas
Radhiyallahu anhu dalam riwayat al Bazzar.

Banyak berdzikir kepada Allah, sebagaimana teriwayatkan dalam hadits Sahl bin Hanif Radhiyallahu
anhu dalam riwayat ath Thabarani.

Membimbing orang yang bingung, seperti yang terpaparkan dalam hadits Wahsyi bin Harb Radhiyallahu
anhu dalam riwayat Ath Thabarani.

Kemudian Ibnu Hajar mengatakan: “Semua yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut ada empat belas
adab”. (Fathul Bari, 11/13).

Hal-hal yang tersebut di atas mengandung faidah tentang kesempurnaan Islam yang mengajarkan
kepada umatnya tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk yang berkaitan dengan hak-hak jalan dan
adab-adab ketika duduk-duduk di tempat-tempat yang biasa dilewati oleh khalayak manusia. Sekaligus
menunjukan, kebaikan dan keindahan ajaran Islam, yakni apabila hal-hal di atas diamalkan oleh
manusia, niscaya akan mendatangkan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan mereka di dunia.

Referensi : https://almanhaj.or.id/37576-hak-hak-jalan-2.html
Jenis Kezaliman

Sebagian ulama membagi kezaliman menjadi dua macam:

Pertama, zalim kepada diri sendiri yaitu dengan melakukan perbuatan-perbuatan kemaksiatan. Di antara
bentuk zalim kepada diri sendiri dan yang paling parah kezalimannya adalah berbuat syirik. Allah ‫ﷻ‬
berfirman,

‫ِإَّن ٱلِّشۡر َك َلُظۡل ٌم َع ِظ يٌ۬م‬

“Sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)

Ketika seorang berbuat syirik pada hakikatnya dia telah menzalimi dirinya sendiri. Dia tidaklah menzalimi
Allah ‫ ﷻ‬karena tidak ada siapapun yang mampu memudaratkan Allah. Ada banyak sekali bentuk-
bentuk menzalimi diri sendiri, tetapi yang paling besar adalah kesyirikan.

Kedua, zalim kepada orang lain. Zalim inilah yang dimaksud dalam hadis yang sedang dibahas. Rasulullah
‫ ﷺ‬menjelaskan tentang kezaliman dengan segala bentuknya, beliau bersabda,

‫ ِفي َبَلِد ُك ْم َهَذ ا‬،‫ ِفي َشْهِرُك ْم َهَذ ا‬،‫ َكُحْر َم ِة َيْو ِم ُك ْم َهَذ ا‬، ‫ َبْيَنُك ْم َح َر اٌم‬، ‫ َو َأْع َر اَض ُك ْم‬، ‫ َو َأْم َو اَلُك ْم‬، ‫َفِإَّن ِد َم اَء ُك ْم‬

“Sesungguhnya darah kalian haram (tidak boleh ditumpahkan), harta kalian haram (tidak boleh
dilanggar), harga diri kalian haram (tidak boleh dijatuhkan) sebagaimana kehormatan hari ini,
sebagaimana kehormatan bulan ini, sebagaimana kehormatan kota kalian ini (Mekkah).” ([5])
Oleh karena itu, Allah mengharamkan kezaliman secara mutlak, tanpa ada pengecualian. Karena zalim
adalah sesuatu yang tercela, di mana dia menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Sehingga zalim
diharamkan secara mutlak, dalam bentuk apa pun dan sekecil apa pun. Sebagaimana dalam suatu hadis
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ َوِإْن َقِض يًبا‬: ‫ َوِإْن َك اَن َشْيًئا َيِس يًرا َيا َر ُسوَل ِهللا؟ َقاَل‬:‫ َفَقاَل َلُه َر ُجٌل‬.‫َم ْن اْقَتَطَع َح َّق اْم ِرٍئ ُم ْس ِلٍم ِبَيِم يِنِه َفَقْد َأْو َج َب ُهللا َلُه الَّناَر َو َح َّر َم َع َلْيِه اْلَج َّنَة‬
‫ِم ْن َأَر اٍك‬.

“Barang siapa yang merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya (bersumpah dengan
kebohongan), maka Allah telah mengharuskannya masuk ke neraka Jahanam dan Allah akan haramkan
baginya surga.” Tiba-tiba ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah: “(Ya Rasulullah) meskipun yang
dia ambil tersebut hanya perkara yang sedikit (kecil)?” Kata Rasulullah ‫ﷺ‬, “Ya, meskipun yang ia
rampas dari saudaranya itu hanyalah sepotong kayu siwak.” ([6])

. Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah memberi wasiat,

‫َم ْن َكاَنْت َلُه َم ْظَلَم ٌة َأِلِخ يِه ِم ْن ِع ْر ِض ِه َأْو َش ْي ٍء َفْلَيَتَح َّلْلُه ِم ْنُه الَيْو َم‬

“Barang siapa yang melakukan kezaliman kepada saudaranya, baik karena menjatuhkan harkat dan
martabat saudaranya atau kezaliman apa pun maka hendaknya dia minta dihalalkan (dimaafkan) pada
hari ini.”([7])

Sehingga apa saja bentuk kezaliman tersebut, apakah dia menjatuhkan harga diri atau yang lainnya,
haram hukumnya. Dia harus berusaha meminta dihalalkan (dimaafkan) atas kezaliman yang telah dia
lakukan kepada saudaranya, agar tidak dituntut pada hari kiamat kelak. Karena pada hari kiamat kelak
dia akan disidang oleh Allah dan dia akan membayar kezaliman yang telah dia lakukan. Cara
membayarnya bukan dengan uang, karena dia dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan tidak
membawa uang sepeser pun. Akan tetapi dia akan membayar dengan pahala kebaikan yang dia miliki.
Jika ternyata pahala kebaikannya sudah habis, maka dosa-dosa orang yang dia zalimi yang akan
dipikulkan kepada dirinya. Wal ‘iyadzu billah.

Kezaliman pada umumnya terjadi dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah, jarang berlaku
sebaliknya. Contohnya seorang tuan yang menzalimi budaknya, seorang bos yang menzalimi anak
buahnya, seorang suami yang menzalimi istrinya karena istrinya tersebut berada di pihak yang lemah.

Seorang sahabat Abu Mas’ud radhiallahu ‘anhu pernah menceritakan,


. ‫ فالتفُّت َفِإَذ ا ُهَو َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬.‫ اْعَلْم َأَبا َم ْسُعوٍد ُهَّلَل َأْقَدُر َع َلْيَك ْم َنك َع َلْيه‬،‫ُك نت َأْض ِرب ُغاَل ًم ا ِلي َفَسِم ْع ُت ِم ْن َخ ْلِفي َص ْو ًتا‬
‫ أما إن َلْو َلْم َتْفَع ْل لَم َّس ْتَك الَّناُر‬: ‫ َفَقاَل‬.‫ َيا َر ُسوَل ِهَّللا َفُهَو ُحٌّر ِلَو ْج ِه ِهَّللا‬: ‫ُقْلُت‬.

“Aku pernah memukul seorang budak milikku. Tiba-tiba aku mendengar suara dari belakang, ‘Wahai Abu
Mas’ud, ketahuilah Allah lebih mampu terhadapmu daripada dirimu terhadap budakmu.’ Aku pun
berbalik ke arah suara tersebut. Ternyata yang menegur adalah Rasulullah. Kemudian aku berkata, ‘Ya
Rasulullah, aku bebaskan budak ini karena Allah.’ Rasulullah berkata, ‘Seandainya engkau tidak
membebaskan budakmu, kau akan disentuh dengan api neraka Jahanam.’” ([8])

Oleh karena itu, bagi orang yang memiliki kedudukan, apakah dia orang kaya, orang terpandang,
seorang pejabat, seorang jenderal, atau dia adalah pemimpin, sehingga dia memiliki potensi untuk
sombong dan angkuh lalu menzalimi orang-orang di bawahnya, agar beberharapati-hati. Anda mungkin
mampu untuk menzalimi orang-orang di bawah Anda, tapi ingatlah bahwa Allah ‫ ﷻ‬lebih mampu
atas diri Anda dari pada Anda terhadap orang-orang bawahan Anda tersebut.

Seorang suami pun demikian, Anda mungkin bisa menzalimi istri Anda, Anda tidak adil tatkala
berpoligami, Anda membentaknya, Anda menamparnya, karena dia adalah makhluk yang lemah. Tapi
ingatlah bahwa Allah ‫ ﷻ‬lebih mampu terhadap diri Anda dari pada Anda terhadap istri Anda

Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi

{ ‫) ِلُيَو ِّفَيُهْم ُأُجوَر ُهْم َو َيِزيَد ُهْم ِم ْن َفْض ِلِه‬29( ‫اَّلِذ يَن َيْتُلوَن ِكَتاَب ِهَّللا َو َأَقاُم وا الَّص اَل َة َو َأْنَفُقوا ِمَّم ا َر َز ْقَناُهْم ِس ًّر ا َو َع اَل ِنَيًة َيْر ُجوَن ِتَج اَر ًة َلْن َتُبوَر‬
)30( ‫}ِإَّنُه َغ ُفوٌر َش ُك وٌر‬

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan
sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada
mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

‫ هذه آية القراء‬:‫ إذا قرأ هذه اآلية يقول‬،‫ رحمه هللا‬،‫ كان ُم َطرف‬:‫قال قتادة رحمه هللا‬

“Qatadah (wafat: 118 H) rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdullah (Tabi’in, wafat 95H) jika
membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran” (Lihat
kitab Tafsir Al Quran Al Azhim).

Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,

‫ ويداومونها‬، ‫ يستمّرون على تالوته‬:‫أي‬

“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya”(Lihat kitab Tafsir Fath Al
Qadir).

Dari manakah sisi tidak meruginya perdagangan dengan membaca Al Quran?

Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10 kebaikan.

‫ « َم ْن َقَر َأ َح ْر ًفا ِم ْن ِكَتاِب ِهَّللا َفَلُه ِبِه َح َس َنٌة َو اْلَح َس َنُة ِبَع ْش ِر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َع ْن َعْبد ِهَّللا ْبَن َم ْسُعوٍد رضى هللا عنه َيُقوُل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا‬
‫» َأْم َثاِلَها َال َأُقوُل الم حْر ٌف َو َلِكْن َأِلٌف َح ْر ٌف َو َالٌم َح ْر ٌف َوِم يٌم َح ْر ٌف‬.

“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut,
satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan ‫ الم‬satu huruf akan
tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam
kitab Shahih Al Jami’, no. 6469)
‫ َأَم ا ِإِّنى َال َأُقوُل ِب الم‬، ‫ َفِإَّنُك ْم ُتْؤ َج ُروَن ِبِتَالَوِتِه ِبُك ِّل َح ْر ٍف َع ْش َر َحَس َناٍت‬، ‫ َتَع َّلُم وا َهَذ ا اْلُقْر آَن‬: ‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا بن مسعود رضى هللا عنه َقاَل‬
‫َو َلِكْن ِبَأِلٍف َو َالٍم َوِم يٍم ِبُك ِّل َح ْر ٍف َع ْش ُر َح َس َناٍت‬.

“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pelajarilah Al Quran ini, karena sesungguhnya kalian
diganjar dengan membacanya setiap hurufnya 10 kebaikan, aku tidak mengatakan itu untuk ‫ الم‬, akan
tetapi untuk untuk Alif, Laam, Miim, setiap hurufnya sepuluh kebaikan.” (Atsar riwayat Ad Darimy dan
disebutkan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 660).

Dan hadits ini sangat menunjukan dengan jelas, bahwa muslim siapapun yang membaca Al Quran baik
paham atau tidak paham, maka dia akan mendapatkan ganjaran pahala sebagaimana yang dijanjikan.
Dan sesungguhnya kemuliaan Allah Ta’ala itu Maha Luas, meliputi seluruh makhluk, baik orang Arab
atau ‘Ajam (yang bukan Arab), baik yang bisa bahasa Arab atau tidak.

Kebaikan akan menghapuskan kesalahan.

{ ‫[ }ِإَّن اْلَح َس َناِت ُيْذ ِهْبَن الَّسِّيَئاِت‬114 :‫]هود‬

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang


buruk.” (QS. Hud: 114)

Setiap kali bertambah kuantitas bacaan, bertambah pula ganjaran pahala dari Allah.

‫ « َم ْن َقَر َأ ِبِم اَئِة آَيٍة ِفى َلْيَلٍة ُك ِتَب َلُه ُقُنوُت َلْيَلٍة‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫»عْن َتِم يٍم الَّد اِرِّى رضى هللا عنه َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا‬

“Tamim Ad Dary radhiyalahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa
yang membaca 100 ayat pada suatu malam dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam.” (HR.
Ahmad dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6468).

Bacaan Al Quran akan bertambah agung dan mulia jika terjadi di dalam shalat.

‫ « َأُيِح ُّب َأَح ُد ُك ْم ِإَذ ا َرَج َع ِإَلى َأْهِلِه َأْن َيِج َد ِفيِه َثَالَث َخ ِلَفاٍت ِع َظاٍم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َع ْن َأِبى ُهَر ْيَر َة رضى هللا عنه َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا‬
‫ َقاَل « َفَثَالُث آَياٍت َيْقَر ُأ ِبِهَّن َأَح ُد ُك ْم ِفى َص َالِتِه َخ ْيٌر َلُه ِم ْن َثَالِث َخ ِلَفاٍت ِع َظاٍم ِس َم اٍن‬. ‫ِس َم اٍن ُقْلَنا َنَعْم‬
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Maukah salah seorang dari kalian jika dia kembali ke rumahnya mendapati di dalamnya 3 onta yang
hamil, gemuk serta besar?” Kami (para shahabat) menjawab: “Iya”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Salah seorang dari kalian membaca tiga ayat di dalam shalat lebih baik baginya
daripada mendapatkan tiga onta yang hamil, gemuk dan besar.” (HR. Muslim).

Itulah keutamaan membaca Al Qur’an yang diibaratkan perdagangan yang tidak akan pernah rugi.

© 2022 muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/8669-keutamaan-membaca-al-quran.html

Bulughul Maram – Adab: Tidak Berbisik-Bisik dan Tidak Menyuruh Saudaranya Berdiri

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc Follow on TwitterSend an emailJuly 15, 20180 10,952 5 minutes read

Ada adab yang diajarkan dari kitab Bulughul Maram yaitu tidak berbisik-bisik tanpa melibatkan yang
ketiga, begitu pula ada adab bermajelis, tidak menyuruh yang lain berdiri dari tempat duduknya.

Hadits #1450

‫ َح َّتى‬،‫ َفاَل َيَتَناَج ى اْثَناِن ُد وَن اآْل َخ ِر‬،‫ «ِإَذ ا ُكْنُتْم َثاَل َثًة‬:- ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم‬: ‫َو َع ِن اْبِن َم ْسُعوٍد – رضي هللا عنه – َقاَل‬
‫ َو الَّلْفُظ ِلُم ْس ِلٍم‬،‫َتْخ َتِلُطوا ِبالَّناِس; ِم ْن َأْج ِل َأَّن َذ ِلَك ُيْح ِزُنُه» ُم َّتَفٌق َع َلْيِه‬

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika kalian bertiga, maka janganlah berbisik-bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak, sampai
kalian bergaul dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih.”
(Muttafaqun ‘alaih. Lafaznya adalah lafaz Muslim) [HR. Bukhari, no. 6290 dan Muslim, no. 2184]
Sumber https://rumaysho.com/18105-bulughul-maram-adab-tidak-berbisik-bisik-dan-tidak-menyuruh-
saudaranya-berdiri.html

Faedah Hadits

Sempurnanya syariat Islam dan Islam benar-benar mengajarkan akhlak yang luhur, serta Islam
memperhatikan maslahat bagi hamba.

Dilarang dua orang berbisik-bisik jika ada orang ketiga. Secara tekstual (zhahir hadits) menunjukkan
maksud larangan adalah larangan haram karena diberikan ta’lil (alasan) bahwa hal itu akan membuat
orang ketiga sedih.

Jika ada banyak orang berbicara rahasia dan meninggalkan satu orang yang tidak diajak bicara, maka
tentu hal itu lebih terlarang, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Qurthubi dalam Al-Mufhim, 5:525.

Jika ada empat orang lalu ada dua orang di antara mereka yang berbisik-bisik, sedangkan yang lain tidak
ikut diajak bicara berarti tidaklah bermasalah. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, riwayatnya disebutkan dalam Al-Adab Al-Mufrad, hadits no. 1170 dan Abu Daud, no. 4852.

Jika ada dua orang yang berbisik-bisik tanpa ada orang ketiga pada awal pembicaraan, kemudian orang
ketiga datang, maka pembicaraan tadi tidaklah bermasalah karena tidak ada makna terlarang seperti
yang dimaksud dalam hadits.

Larangan berbisik-bisik ini dikarenakan akan mengganggu muslim yang lain. Namun kalau gangguan itu
tidak ada, maka tidaklah masalah. Misalnya dua orang berbisik-bisik dan ketika itu hadir jama’ah yang
banyak atau ada dua orang berbisik-bisik namun sudah meminta izin kepada orang ketiga

Sumber https://rumaysho.com/18105-bulughul-maram-adab-tidak-berbisik-bisik-dan-tidak-menyuruh-
saudaranya-berdiri.html
Seorang muslim beranggapan bahwa kebanyakan hewan adalah makhluk mulia, maka dari itu ia
menyayanginya karena Allah sayang kepada mereka dan ia selalu berpegang teguh kepada etika dan
adab berikut ini.

1. Memberinya makan dan minum apabila hewan itu lapar dan haus, sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda :

“Pada setiap yang mempunyai hati yang basah (hewan) itu terdapat pahala (dalam berbuat baik
kepadaNya)” [HR Al-Bukhari : 2363]

“Barangsiapa yang tidak belas kasih niscaya tidak dibelaskasihi” [HR Al-Bukhari ; 5997, Muslim : 2318]

‫ارحموا من فى االض ير حمكم من فى السماء‬

“Kasihanilah siapa yang ada di bumi ini, niscaya kalian dikasihani oleh yang ada di langit” [HR At-Tirmdzi :
1924]

2. Menyayangi dan kasih sayang kepadanya, sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda ketika para sahabatnya menjadikan burung sebagai sasaran memanah.

‫لعن هللا من اتخذ شيئا فيه روح غر ضا‬

“Allah mengutuk orang yang menjadikan sesutu yang bernyawa sebagai sasaran” [HR Al-Bukhari : 5515,
Muslim : 1958] [Redaksi ini riwayat Ahmad : 6223]

Beliau juga telah melarang mengurung atau mengikat binatang ternak untuk dibunuh dengan
dipanah/ditombak dan sejenisnya [1], dan karena beliau juga telah bersabda. “Siapa gerangan yang
telah menyakiti perasaan burung ini karena anaknya? Kembalikanlah kepadanya anak-anaknya”. Beliau
mengatakan hal tersebut setelah beliau melihat seekor burung berputar-putar mencari anak-anaknya
yang diambil dari sarangnya oleh salah seorang sahabat” [HR Abu Daud : 2675 dengan sanad shahih]

3. Menyenangkannya di saat menyembelih atau membunuhnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu,
maka apabila kalian membunuh hendaklah berlaku ihsan di dalam pembunuhan, dan apabila kalian
menyembelih hendaklah berlaku baik di dalam penyembelihan, dan hendaklah salah seorang kamu
menyenangkan sembelihannya dan hendaklah ia mempertajam mata pisaunya” [HR Muslim : 1955]

Baca Juga Membungkukkan Badan Ketika Memberikan Penghormatan

4. Tidak menyiksanya dengan cara penyiksaan apapun, atau dengan membuatnya kelaparan,
memukulinya, membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak mampu, menyiksanya atau membakarnya,
karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Seorang perempuan masuk neraka
karena seekor kucing yang ia kurung hingga mati, maka dari itu ia masuk neraka karena kucing tersebut,
disebabkan ia tidak memberinya makan dan tidak pula memberinya minum di saat ia mengurungnya,
dan tidak pula ia membiarkannya memakan serangga di bumi” [HR Al-Bukhari : 3482]

Ketika beliau berjalan melintasi sarang semut yang telah dibakar, beliau bersabda.

‫انه الينبغى أن يعذ ب بالنار اال رب النار‬

“Sesungguhnya tidak ada yang berhak menyiksa dengan api selain Rabb (Tuhan) pemilik api” [HR Abu
Daud : 2675, hadits shahih]

5. Boleh membunuh hewan yang mengganggu, seperti anjing buas, serigala, ular, kalajengking, tikus dan
lain-lainnya, karena beliau telah bersabda, ” Ada lima macam hewan fasik yang boleh dibunuh di waktu
halal (tidak ihram) dan di waktu ihram, yaitu ular, burung gagak yang putih punggung dan perutnya,
tikus, anjing buas dan rajawali” [HR Muslim : 1198]. Juga ada hadits shahih yang membolehkan
membunuh kalajengking dan mengutuknya.

6. Boleh memberi wasam (tanda/cap) dengan besi panas pada telinga binatang ternak yang tergolong
na’am untuk maslahat, sebab telah diriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memberi wasam pada telinga unta shadaqah dengan tangan beliau yang mulia. Sedangkan
hewan lain selain yang tergolong na’am (unta, kambing dan sapi) tidak boleh diberi wasam, sebab ketika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada seekor keledai yang mukanya diberi wasam beliau
bersabda, “Allah mengutuk orang yang memberi wasam pada muka keledai ini” [HR Muslim : 2117]

7. Mengenal hak Allah pada hewan, yaitu menunaikan zakatnya jika hewan itu tergolong yang wajib
dizakati.

Baca Juga Adab-Adab Ta'ziyah (Bela Sungkawa), Shalat Jenazah Dan Tata Cara Penguburannya

8. Tidak boleh sibuk mengurus hewan hingga lupa taat dan dzikir kepada Allah. Sebab Allah telah
berfirman.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah” [Al-Munafiqun : 9

Referensi : https://almanhaj.or.id/370-adab-terhadap-hewan.html

-adab-terhadap-hewan.html

Katakanlah Kebenaran Walau itu Pahit

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc Follow on TwitterSend an emailSeptember 28, 20130 73,877 3
minutes read

Berkatalah yang benar walau itu pahit. Kebenaran tetap diterapkan walau ada celaan dan ada yang tidak
suka. Inilah prinsip yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nasehat ini
beliau sampaikan pada sahabat mulia Abu Dzarr. Dalam tulisan kali ini akan diajarkan tiga contoh
penerapan bagaimana kita mesti menerapkan kebenaran meski banyak yang berkomentar.
‫ ِبَس ْبٍع َأَم َرِنى ِبُحِّب اْلَم َس اِكيِن َو الُّد ُنِّو ِم ْنُهْم َو َأَم َرِنى َأْن َأْنُظَر ِإَلى َم ْن ُهَو ُدوِنى َو َال َأْنُظَر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َع ْن َأِبى َذ ٍّر َقاَل َأَم َرِنى َخ ِليِلى‬
‫ِإَلى َم ْن ُهَو َفْو ِقى َو َأَم َر ِنى َأْن َأِص َل الَّر ِح َم َوِإْن َأْد َبَر ْت َو َأَم َرِنى َأْن َال َأْس َأَل َأَح دًا َشْيئًا َو َأَم َرِنى َأْن َأُقوَل ِباْلَح ِّق َوِإْن َك اَن ُم ًّر ا َو َأَم َر ِنى َأْن َال‬
‫َأَخ اَف ِفى ِهَّللا َلْو َم َة َالِئٍم َو َأَم َر ِنى َأْن ُأْك ِثَر ِم ْن َقْو ِل َال َح ْو َل َو َال ُقَّو َة ِإَّال ِباِهَّلل َفِإَّنُهَّن ِم ْن َك ْنٍز َتْح َت اْلَع ْر ِش‬

Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan tujuh hal
padaku: (1) mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintah agar melihat pada
orang di bawahku (dalam hal harta) dan janganlah lihat pada orang yang berada di atasku, (3) beliau
memerintahkan padaku untuk menyambung tali silaturahim (hubungan kerabat) walau kerabat tersebut
bersikap kasar, (4) beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada seorang pun, (5)
beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit, (6) beliau memerintahkan padaku
agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwa di jalan Allah, (7) beliau memerintahkan agar
memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa billah” (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan
pertolongan Allah), karena kalimat tersebut termasuk simpanan di bawah ‘Arsy.” (HR. Ahmad 5: 159.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih, namun sanad hadits ini hasan karena
adanya Salaam Abul Mundzir)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin memberikan contoh mengenai hadits “Berkata yang benar
walaupun pahit”

Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan
kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih
jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta,
karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke
Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh
sebagai pendusta (pembohong).’”

Referensi : https://almanhaj.or.id/12601-berkata-benar-jujur-dan-jangan-dusta-bohong-2.html

Keutamaan orang yang memiliki sifat jujur

Orang yang memiliki sifat jujur akan mendapatkan banyak keutamaan, di antaranya adalah sebagai
berikut:
Dia akan mendapatkan ketenangan di dalam hatinya

Orang yang selalu jujur akan mendapatkan ketenangan di dalam hatinya. Dia akan merasa nyaman
dengan kejujuran yang telah dia lakukan. Berbeda halnya dengan orang yang suka berdusta. Hidup
mereka tidak akan tenang dan penuh dengan kebimbangan.

Orang yang sudah terbiasa berbohong, maka untuk membenarkan kebohongannya dia akan selalu
berbohong, sehingga hidupnya dipenuhi dengan kebohongan. Orang yang seperti ini tidak akan bahagia
di dunia dan di akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ َوِإَّن الَك ِذَب ِريَبٌة‬، ‫ َفِإَّن الِّص ْد َق ُطَم ْأِنيَنٌة‬،‫َد ْع َم ا َيِريُبَك ِإَلى َم ا َال َيِريُبَك‬.

“Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu dengan mengerjakan apa-apa yang tidak meragukanmu.
Sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan sesungguhnya kedustaan (akan mengantarkan kepada)
keragu-raguan atau kebingungan.”[3]

Dia akan mendapatkan keberkahan dalam jual belinya

Seorang yang jujur di dalam kesehariannya dengan orang lain, maka akan mendapatkan keberkahan di
dalam hidupnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:

‫اْلَبِّيَع اِن ِباْلِخ َياِر َم ا َلْم َيَتَفَّر َقا َفِإْن َصَد َقا َو َبَّيَنا ُبوِرَك َلُهَم ا ِفى َبْيِع ِهَم ا َوِإْن َك َذ َبا َو َكَتَم ا ُمِح َقْت َبَر َك ُة َبْيِع ِهَم ا‬

“Penjual dan pembeli memiliki hak khiyaar (pilih) selama mereka belum berpisah. Apabila keduanya
jujur dan saling menjelaskan, maka mereka akan diberkahi di dalam jual beli mereka. Apabila mereka
berdusta dan saling menyembunyikan (cacat) maka akan dilenyapkan keberkahan jual beli mereka.”[4]

Hadits ini menunjukkan bahwa keberkahan di dalam jual beli bisa didapatkan dengan kejujuran.

Dia akan mendapatkan kesyahidan jika dia memintanya dengan jujur


Menjadi orang yang mati dalam keadaan syahid adalah cita-cita setiap mukmin yang sempurna
keimanannya. Keutamaan orang yang mati dalam keadaan syahid sangat banyak dan sangat besar. Dalil-
dalil yang membahas tentang keutamaan mati dalam keadaan syahid disebutkan di dalam Al-Qur’an dan
hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada saat sekarang ini, sangat susah untuk bisa menjadi orang yang mati dalam keadaan syahid di
medan pertempuran, karena syarat untuk berhijad sangatlah banyak dan tidak sembarangan. Akan
tetapi, Allah subhanahu wa ta’ala tetap memberikan keutamaan jihad untuk orang-orang yang
menginginkan mati dalam keadaan syahid, jika orang tersebut memiliki niat yang ikhlas dan jujur dari
hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َم ْن َس َأَل َهَّللا الَّش َهاَد َة ِبِص ْد ٍق َبَّلَغُه ُهَّللا َم َناِزَل الُّش َهَداِء َوِإْن َم اَت َع َلى ِفَر اِشِه‬

“Barang siapa yang meminta kepada Allah untuk dimatikan dalam keadaan syahid dengan jujur, maka
Allah akan menjadikannya berkedudukan seperti orang-orang yang mati syahid walaupun dia mati di
atas kasurnya.”[5]

Surga dan orang-orang yang jujur

Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan surga atas kejujuran

© 2022 muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/26155-sudah-jujurkah-kita.html

Sumber https://rumaysho.com/3657-katakanlah-kebenaran-walau-itu-pahit.html
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu
ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya
engkau tidaklah shalat.” Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, “Ulangilah shalatmu karena
sesungguhnya engkau tidaklah shalat.” Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek shalatnya
tersebut berkata, “Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat
sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengajarinya dan
bersabda, “Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Alquran yang mudah
bagimu. Lalu rukuklah dan sertai thumakninah ketika rukuk. Lalu bangkitlah dan beriktidallah sambil
berdiri. Kemudian sujudlah sertai thumakninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua
sujud sambil thumakninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thumakninah ketika sujud. Lakukan
seperti itu dalam setiap shalatmu.” (HR. Bukhari, no. 793 dan Muslim, no. 397).

Keterangan hadits

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh sampai mengulangi shalat hingga tiga kali untuk
mengingatkannya barangkali ia lupa, atau memantapkan ilmunya jika ia tidak tahu. Seperti ini akan
mudah diterima, ini bukan karena ingin mentakzir yaitu mengingatkan keras orang yang salah. Namun
ini dalam rangka meluruskan.

Dalam riwayat ada tambahan untuk isbaaghul wudhu’ yaitu menyempurnakan wudhu.

“Kemudian membaca Alquran yang mudah bagimu” dalam riwayat Abu Hurairah tidak ada perbedaan.
Namun dalam hadits dari Rifa’ah ada perbedaan sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar
dalam Bulughul Maram.

Thumakninah yang dimaksud adalah as-sukuun (tenang) walaupun hanya sebentar. Sedangkan yang
dimaksud secara istilah adalah diamnya anggota tubuh beberapa saat.

Sumber https://rumaysho.com/22926-hadits-al-musii-fii-shalatihi-orang-yang-jelek-shalatnya-dasar-
dari-rukun-shalat.html
Sumber https://rumaysho.com/22926-hadits-al-musii-fii-shalatihi-orang-yang-jelek-shalatnya-dasar-
dari-rukun-shalat.html

Muslim.or.id

MUBK Des 2022

Perintah Untuk Birrul Walidain

Yulian Purnama, S.Kom. oleh Yulian Purnama, S.Kom. 12 Oktober 2022Waktu Baca: 8 menit

birrul walidain artinya

3.7k

SHARES

Daftar Isi sembunyikan

1. Kedudukan Berbakti Kepada Orang Tua

2. Kedudukan Ibu Lebih Utama

3. Durhaka Pada Orang Tua Adalah Dosa Besar

4. Durhaka kepada ibu, lebih besar lagi dosanya

Salah satu perintah Allah Ta’ala untuk hamba-Nya adalah perintah untuk birrul walidain. Birrul walidain
artinya berbakti kepada orang tua. Birrul walidain adalah hal yang diperintahkan dalam agama. Oleh
karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan sekedar memenuhi
tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka menaati
perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman:

‫َو اْع ُبُدوا َهَّللا َو اَل ُتْش ِرُك وا ِبِه َشْيًئا َو ِباْلَو اِلَد ْيِن ِإْح َس اًنا‬

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah
kepada kedua orang tua” (QS. An Nisa: 36).
Perhatikanlah, dalam ayat ini Allah Ta’ala menggunakan bentuk kalimat perintah. Allah Ta’ala juga
berfirman:

‫ُقْل َتَع اَلْو ا َاْتُل َم ا َح َّر َم َر ُّبُك ْم َع َلْيُك ْم َااَّل ُتْش ُك ْو ا ِبٖه َش ْئًـا َّو ِباْلَو اِلَد ْيِن ِاْح َس اًنۚا‬
‫ِر‬

“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua..” (QS. Al An’am:
151).

Dalam ayat ini juga digunakan bentuk kalimat perintah. Allah juga berfirman:

‫َو َقَض ى َر ُّبَك َأاَّل َتْعُبُدوا ِإاَّل ِإَّياُه َو ِباْلَو اِلَد ْيِن ِإْح َس اًنا‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Isra: 23).

Di sini juga digunakan bentuk kalimat perintah. Birrul walidain juga diperintahkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau ditanya oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

، ‫ حَّد َثني بِهَّن‬: ‫ الِج هاُد في َس بيِل ِهَّللا قاَل‬: ‫ ُثَّم أٌّي ؟ قاَل‬: ‫ ُثَّم بُّر الواِلَد ْيِن قاَل‬: ‫ ُثَّم أٌّي ؟ قاَل‬: ‫ قاَل‬،‫ الَّصالُة عَلى وْقِتها‬: ‫أُّي الَع َمِل أَح ُّب إلى ِهَّللا؟ قاَل‬
‫وَلِو اْسَتَز ْدُتُه َلزاَد ِني‬

“Amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla?”. Nabi bersabda: “Shalat pada waktunya”. Ibnu
Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”.Nabi menjawab: “Lalu birrul walidain”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi:
“Lalu apa lagi?”. Nabi menjawab: “Jihad fi sabilillah”. Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya
lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian kita ketahui bahwa dalam Islam, birrul walidain bukan sekedar anjuran, namun
perintah dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga wajib hukumnya. Sebagaimana kaidah ushul fiqh, bahwa
hukum asal dari perintah adalah wajib.
Baca Juga: Beberapa Bentuk Bakti Kepada Orang Tua

Kedudukan Berbakti Kepada Orang Tua

Sebagaimana telah kami sampaikan, berbakti kepada orang tua dalam agama kita yang mulia ini,
memiliki kedudukan yang tinggi. Sehingga berbakti kepada orang tua bukanlah sekedar balas jasa, bukan
pula sekedar kepantasan dan kesopanan. Poin-poin berikut dapat menggambarkan seberapa pentingnya
birrul walidain bagi seorang muslim.

[1] Perintah birrul walidain setelah perintah tauhid

Kita tahu bersama inti dari Islam adalah tauhid, yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya
kepada Allah semata. Tauhid adalah yang pertama dan utama bagi seorang muslim. Dan dalam banyak
ayat di dalam Al Qur’an, perintah untuk berbakti kepada orang tua disebutkan setelah perintah untuk
bertauhid. Sebagaimana pada ayat-ayat yang telah disebutkan. Ini menunjukkan bahwa masalah birrul
walidain adalah masalah yang sangat urgen, mendekati pentingnya tauhid bagi seorang muslim.

[2] Lebih utama dari jihad fi sabililah

Sebagaimana hadits Abdullah bin Mas’ud yang telah disebutkan. Juga hadits tentang seorang lelaki yang
meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi berjihad, beliau bersabda:

‫ َفِفيِهما َفَج اِهْد‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َنَعْم‬: ‫ َقاَل‬،‫أَح ٌّي واِلَداَك ؟‬

“Apakah orang tuamu masih hidup?”. Lelaki tadi menjawab: “Iya”. Nabi bersabda: “Kalau begitu
datangilah kedunya dan berjihadlah dengan berbakti kepada mereka” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun para ulama memberi catatan, ini berlaku bagi jihad yang hukumnya fardhu kifayah. Demikian
juga birrul walidain lebih utama dari semua amalan yang keutamaannya di bawah jihad fi sabiilillah.
Birrul walidain juga lebih utama dari thalabul ilmi selama bukan menuntut ilmu yang wajib ‘ain, birrul
walidain juga lebih utama dari safar selama bukan safar yang wajib seperti pergi haji yang wajib. Adapun
safar dalam rangka mencari pendapatan maka tentu lebih utama birrul walidain dibandingkan safar yang
demikian.

[3] Pintu surga

Surga memiliki beberapa pintu, dan salah satunya adalah pintu birrul walidain. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ فإَّن شئَت فأِض ع ذلك الباَب أو احَفْظه‬،‫الواِلُد أوسُط أبواِب الجَّنِة‬

“Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah
orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia
berkata: “hadits ini shahih”, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.914).

[4] Birrul Walidayn adalah salah satu cara ber-tawassul kepada Allah

Tawassul artinya mengambil perantara untuk menuju kepada ridha Allah dan pertolongan Allah. Salah
satu cara bertawassul yang disyariatkan adalah tawassul dengan amalan shalih. Dan diantara amalan
shalih yang paling ampuh untuk bertawassul adalah birrul walidain. Sebagaimana hadits dalam
Shahihain mengenai kisah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai tiga
orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah
dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata: “Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orang tua
yang sudah tua renta, dan saya juga memiliki istri dan anak perempuan yang aku beri mereka makan
dari mengembala ternak. Ketika selesai menggembala, aku perahkan susu untuk mereka. Aku selalu
dahulukan orang tuaku sebelum keluargaku. Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku
tidak pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orang tuaku sudah tidur. Lalu aku perahkan
untuk mereka susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu itu kepada mereka. Aku
berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan untuk membangunkan mereka. Dan aku pun enggan memberi
susu pada anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah meronta-ronta di kakiku
karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau tahu aku
melakukan hal itu demi mengharap wajahMu, maka bukalah celah bagi kami yang kami bisa melihat
langit dari situ. Maka Allah pun membukakan sedikit celah yang membuat mereka bisa melihat langit
darinya“(HR. Bukhari-Muslim).
© 2022 muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/47127-perintah-untuk-birrul-walidain.html

Larangan Marah

‫ َال َتْغ َض ْب‬: ‫ َقاَل‬،‫ َفَر َّد َد ِمَر اًرا‬، ‫ َال َتْغ َض ْب‬: ‫ َقاَل‬،‫ َأْو ِص ِني‬: ‫ َأَّن َر ُج اًل َقاَل ِللَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬،‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه‬

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang yang datang kepada Rasulullah ‫ﷺ‬
dan berkata, “Berilah wasiat kepadaku.” Rasulullah ‫ ﷺ‬menjawab, “Jangan marah!” orang ini
mengulangi lagi, Rasulullah kembali menjawab, “Jangan kau marah!” ([1])

Makna Larangan Marah

Ibnu Rajab berharap menjelaskan apa yang dimaksud dengan kalimat ‫( َال َتْغ َض ْب‬Jangan kau marah!).
Beliau menjelaskan bahwa bukan berarti sifat marah tersebut kita hilangkan dari hati kita, karena setiap
manusia diciptakan dengan membawa potensi untuk marah. Sifat marah bisa timbul sewaktu-waktu
sebagaimana manusia tidak mungkin menghilangkan rasa lapar, lelaki tidak mungkin meninggalkan
syahwat terhadap wanita. Akan tetapi beliau menafsirkan perintah jangan marah dengan dua tafsiran,
yaitu:
Pertama, hiasilah dirimu dengan akhlak-akhlak yang mulia yang bisa menjauhkan engkau dari sifat
marah, dengan melakukan tindakan preventif (pencegahan) supaya tidak cepat marah dan tercegah dari
marah. Di antaranya dengan,

Mudah memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain

Wajah yang selalu dipenuhi senyum

Latihlah diri agar selalu tersenyum kepada istri, orang tua, mertua, dan kepada sahabat-sahabat kita.
Dampak senyum terhadap kebaikan hati sangat signifikan. Demikian juga, usahakan bersikap ramah
ketika bertemu degan orang lain. Berilah salam dan berjabat tanganlah dengannya. Menyalami dengan
menjabat tangannya mempunyai pengaruh, seakan-akan timbul perasaan sayang kepada dia, berbaik
sangka kepadanya.

Jauhi rasa pelit

Latihlah diri untuk selalu dermawan karena orang yang pelit biasanya suka marah-marah. Sehingga salah
satu usaha untuk menekan kemarahan adalah dengan sifat dermawan.

Kedua, jika timbul kemarahan dalam dirimu maka lakukanlah sebab-sebab yang bisa memadamkan
kemarahan tersebut. Usahakan jangan sampai Anda melampiaskan kemarahan tersebut. Pembahasan
ini pernah disinggung pada penjelasan hadis kedua.([7])

Tips Menahan Amarah

Di antara kiat-kiat yang seyogianya dilakukan oleh orang yang sedang marah agar kemarahannya
mereda yaitu:

Bertaawuz

Ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬melihat seseorang yang sedang marah sampai urat lehernya mengembang
karena saking marahnya, Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan,

‫ َذ َهَب َع ْنُه َم ا َيجُد‬، ‫ َأُع ْو ُذ ِباِهلل ِم َن الَّش ْيطاِن الَّرجيِم‬: ‫ َلْو َقاَل‬،‫ِإِّنْي َأَلْعَلُم َك ِلَم ًة َلْو قاَلَها َلَذ َهَب َع ْنُه َم ا َيِج ُد‬
“Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang jika orang itu mengucapkannya, akan hilang
kemarahannya, (yaitu) dia mengucapkan, ‘Aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang
terkutuk,’ akan hilang apa yang dia rasakan.” ([8])

Berwudu

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ِإَّن اْلَغ َضَب ِم ْن الَّش ْيَطاِن َوِإَّن الَّش ْيَطاَن ُخ ِلَق ِم ْن الَّنا َوِإَّنَم ا ُتْطَفُأ الَّناُر ِباْلَم اِء َفِإَذ ا َغ ِضَب َأَح ُد ُك ْم َفْلَيَتَو َّض ْأ‬
‫ِر‬

“Sesungguhnya kemarahan itu dari setan dan setan tercipta dari api. Jika salah seorang dari kalian
marah, padamkanlah api tersebut dengan berwudu.” ([10])

Yaitu dengan wudu seperti yang dilakukan ketika ingin melaksanakan salat. Amalan tersebut diharapkan
bisa mengurangi kemarahannya.

Duduk

Orang yang sedang marah hendaknya duduk. Orang yang marah dalam keadaan berdiri akan mudah
melampiaskan kemarahannya. Tangannya mudah memukul, kakinya mudah menendang. Apabila dia
duduk maka itu akan membuatnya lebih tenteram. Jika belum juga hilang, hendaknya dia berbaring.
Sehingg dengan berbaringa lebih teberharapalang untuk berbuat hal-hal yang melampaui batas. Jika dia
bisa tidur maka hal itu lebih baik.

Diam

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ِإَذ ا َغ ِضَب َأَح ُد ُك ْم َفْلَيْس ُكْت‬

“Jika salah seorang dari kalian sedang marah, hendaknya dia diam!“ ([14])

Hal ini karena pada saat seseorang marah imannya akan melemah sehingga setan hadir yang
membuatnya tidak bisa mengendalikan dirinya. Bahkan para ulama mengatakan bahwa hakim/kadi tidak
boleh memberikan putusan hukum ketika sedang marah lantaran berpotensi memberikan putusan
hukum yang tidak adil. Dia dibolehkan memberikan hukuman ketika dia sudah tenang sehingga dia
memutuskan hukum berdasarkan ilmu yang dia miliki bukan karena sedang emosi.

Hadits Al-Arbain An-Nawawiyah #35

‫ َو َال َيِبْع َبْعُض ُك ْم َع َلى‬،‫ َو َال َتَداَبُروا‬،‫ َو َال َتَباَغُضوا‬،‫ َو َالَتَناَج ُش وا‬،‫ «َال َتَح اَس ُدوا‬:‫ َقاَل َر ُسوُل ِهللا ﷺ‬: ‫ َقاَل‬،‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهللا َع ْنُه‬
‫َو ُيِش ْيُر ِإَلى َص ْد ِرِه َثَالَث‬- ‫ الَّتْقَو ى َهاُهَنا‬.‫ َو اَل َيْح ِقُر ُه‬،‫ َو اَل َيْك ِذ ُبُه‬،‫ َو َال َيخُذُلُه‬،‫ َال َيْظِلُم ُه‬، ‫ الُم ْس ِلُم َأُخ و الُم ْس ِلِم‬.‫ َو ُك ْو ُنوا ِع َباَد ِهللا ِإخَو انًا‬،‫َبْيِع َبْع ٍض‬
‫ َد ُم ُه َوَم اُلُه َوِع ْر ُضُه» َر َو اُه ُم ْس ِلٌم‬: ‫ ُك ُّل الُم ْس ِلِم َع َلى الُم ْس ِلِم َح َر اٌم‬. ‫ ِبَح ْس ِب اْم ِرىٍء ِم َن الَّش ِّر َأْن َيْح ِقَر َأَخاُه الُم ْس ِلَم‬- ‫َم َّراٍت‬.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah
saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan
saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim
lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain.
Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia
menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya,
dan kehormatannya.’” (HR. Muslim) [HR. Muslim no. 2564]

Faedah hadits

Islam mengajarkan untuk menjalin ukhuwah (persaudaraan).

Islam melarang hasad (walaupun hanya dari satu pihak saja), najsy (menaikkan harga barang lalu
memudaratkan penjual atau memberikan manfaat pada pembeli), saling benci, saling membelakangi
(mendiamkan), menjual di atas jualan saudaranya, menzalimi, enggan menolong (menelantarkan),
merendahkan, mengabarkan berita bohong, merampas harta, darah, hingga kehormatan orang lain.

Hadits ini menganjurkan kaum muslimin untuk saling mencintai. Hadits menyebutkan larangan saling
membenci, itulah mantuqnya (tekstualnya). Sebaliknya (secara mafhum), kita dianjurkan untuk saling
mencintai.

Larangan menjual di atas jualan saudaranya berlaku saat khiyar dan bakda khiyar. Khiyar adalah memilih
untuk melanjutkan atau membatalkan jual beli.

Wajib mewujudkan persaudaraan seiman. Bentuk mewujudkan persaudaraan adalah dengan saling
memberi hadiah, berkumpul dalam ibadah secara berjemaah seperti dalam shalat lima waktu, shalat
Jumat, dan shalat id.

Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sesama muslim itu bersaudara, beliau
menjelaskan pula bagaimana seharusnya seorang muslim pada saudaranya.

Ajaran Islam datang untuk menjaga atau menyelamatkan darah, harta, dan kehormatan.
Tidak boleh menjatuhkan kehormatan seorang muslim. Kita tidak boleh mengghibah yang lainnya. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan tentang ghibah dengan membicarakan aib suadara kita di saat
ia gaib. Bila ia hadir, membicarakan kejelekannya disebut dengan mencela, bukan lagi ghibah.

Tidak boleh menelantarkan sesama muslim, berarti kita diperintahkan untuk menolong mereka. Bahkan
kita diperintahkan menolong orang yang dizalimi dan juga menolong orang yang berbuat zalim. Dalam
hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ أْو‬،‫ َتْح ُج ُز ُه‬: ‫ أَفَر َأْيَت إذا كاَن ظاِلًم ا كيَف أْنُصُر ُه؟ قاَل‬،‫ أْنُصُر ُه إذا كاَن َم ْظُلوًم ا‬،‫ يا َر سوَل ِهَّللا‬:‫اْنُصْر أخاَك ظاِلًم ا أْو َم ْظُلوًم ا فقاَل َر ُجٌل‬
‫ ِم َن الُّظْلِم فإَّن ذلَك َنْص ُر ُه‬،‫َتْم َنُعُه‬.

“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi.” Ada seseorang yang berkata, “Wahai
Rasulullah, aku tolong menolongnya jika ia dizalimi. Terus pendapatmu jika ia adalah orang zalim,
bagaimana aku bisa menolongnya?” Beliau bersabda, “Engkau mencegah atau menghalanginya dari
tindakan zalim, berarti engkau telah menolongnya.” (HR. Bukhari, no. 2444, 6952)

Kita wajib bersikap jujur, tidak boleh berdusta. Berdusta itu haram walaupun pada orang kafir.

Tidak boleh merendahkan muslim yang lain walau dia itu fakir dan miskin. Kita harus memuliakan dan
menghormati muslim lainnya.

Sumber https://rumaysho.com/23991-hadits-arbain-35-kita-itu-bersaudara.html

Sumber https://rumaysho.com/23991-hadits-arbain-35-kita-itu-bersaudara.html

Sumber https://rumaysho.com/23991-hadits-arbain-35-kita-itu-bersaudara.html
Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak
manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ِإَّنَم ا ُبِع ْثُت ُأِلَتِّم َم َص اِلَح اَأْلْخ اَل ِق‬

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih)

Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al
Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak
yang tercela. Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan
bagi pemilik akhlak yang buruk. Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah
sikap sombong.

Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang
lain. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain.
(Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim al Hilali, cet. Daar Ibnu Jauzi)

Mengganti Sikap Sombong dengan Tawadhu’

Kebalikan dari sikap sombong adalah sikap tawadhu’ (rendah hati). Sikap inilah yang merupakan sikap
terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,

‫َوِع َباُد الَّرْح َمِن اَّلِذ يَن َيْم ُش وَن َع َلى اَأْلْر ِض َهْو ًنا َوِإَذ ا َخ اَطَبُهُم اْلَج اِهُلوَن َقاُلوا َس اَل ًم ا‬

“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi
dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-
kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)

Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda,
‫َوِإَّن َهَّللا َأْو َح ى ِإَلَّي َأْن َتَو اَض ُعوا َح َّتى اَل َيْفَخ َر َأَح ٌد َع َلى َأَحٍد َو اَل َيْبِغ َأَح ٌد َع َلى َأَحٍد‬

‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun
yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َم ا َنَقَص ْت َصَد َقٌة ِم ْن َم اٍل َوَم ا َز اَد ُهَّللا َعْبًدا ِبَع ْفٍو ِإَّال ِع ًّز ا َوَم ا َتَو اَض َع َأَح ٌد ِهَّلِل ِإَّال َر َفَع ُه ُهَّللا‬.

“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain,
melainkan Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak ada orang yang tawadhu’
(merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Sikap tawadhu’ inilah yang akan mengangkat derajat seorang hamba, sebagaimana Allah berfirman,

‫ُأ‬
‫َدَرَج اٍت اْلِع ْلَم وُتوا َو اَّلِذ يَن ِم نُك ْم آَم ُنوا اَّلِذ يَن ُهَّللا َيْر َفِع‬

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
berilmu beberapa derajat “ (QS. Al Mujadilah: 11).

Termasuk buah dari lmu yang paling agung adalah sikap tawadhu’. Tawadhu’ adalah ketundukan secara
total terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap perintah Allah dan rasul-Nya dengan melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan disertai sikap tawdahu’ terhadap manusia dengan bersikap
merenadahkan hati, memperhatikan mereka baik yang tua maupun muda, dan memuliakan mereka.
Kebalikannya adalah sikap sombong yaitu menolak kebenaran dan rendahkan manusia. (Bahjatu Qulubil
Abrar, hal 110)

Tidak Termasuk Kesombongan


Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan bahwa orang yang memiliki sikap sombong
tidak akan masuk surga, ada sahabat yang bertanya tentang orang yang suka memakai pakaian dan
sandal yang bagus. Dia khawatir hal itu termasuk kesombongan yang diancam dalam hadits. Maka
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwasanya hal itu tidak termasuk kesombongan
selama orang tersebut tunduk kepada kebenaran dan bersikap tawadhu’ kepada manusia. Bahkan hal
itu termasuk bentuk keindahan yang dicintai oleh Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Indah dalam
dzat-Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta perbuatan-Nya. Allah mencintai keindahan lahir dan
batin.( Bahjatu Qulubil Abrar , hal 195)

© 2022 muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/3536-jauhi-sikap-sombong.html

© 2022 muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/3536-jauhi-sikap-sombong.html

Anda mungkin juga menyukai