(KAB) Ervita Riliana 6662220129
(KAB) Ervita Riliana 6662220129
Disusun Oleh :
Ervita Riliana
Kelas :
3D
Fokus penelitian adalah benang merah dari suatu penelitian sehingga penelitian dan
observasi yang dilakukan lebih terarah dan Menyusun susunan permasalahan yang
lebih jelas. Fokus permasalahan dalam penelitian ini dibatasi dengan studi kualitatif
dengan menggunakan data yang relevan dan mana yang relevan untuk penelitian ini.
Penelitian ini berfokus pada tayangan channel YouTube “BayTak Jerman”. Tayangan
yang dipilih dalam penelitian ini adalah tayangan yang berfokus pada bagaimana Shinta
berinteraksi dan menceritakan bagaimana kehidupannya hidup berdampingan langsung
bersama warga negara Jerman. Dalam dalam penelitian ini dibatasi berdasarkan tingkat
priotitas penelitian.
Fokus penelitian yang akan diambil untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang
terjadi antara warga negara Indonesia dengan warga negara Indonesia adalah Shinta
dalam channel YouTube “Baytak Jerman sebagai Warga Negara Indonesia berinteraksi
secara langsung dengan warga negara Jerman yang dan menjelaskan bagaimana
culture, budaya dan kebiasaan orang jerman dengan masyarakat Indonesia serta apakah
Shinta dapat beradaptasi dengan lingkungan dan masyarakat Jerman. Sehingga
penelitian ini terfokuskan pada penelitian ini terfokuskan pada “ Komunikasi Antar
Budaya WNI dengan WNA Jerman dalam Channel YouTube ‘BayTak Jerman’ “.
C. KAJIAN TEORI
Teori Interaksionisme Simbolik
Interaksionisme simbolik adalah cara berpikir seseorang mengenai pikiran, diri
sendiri, serta pola pikir yang ada pada masyarakat. Teori yang digagas oleh George
Herbert Mead pada tahun (1863-1931) ini merupakan kajian teori yang bersifat
subjektif akan suatu individu dalam kehidupan sosial (Kuswarno:2013) .Teori
interaksionisme simbolik merupakan teori yang pada dasarnya adalah ide mengenai
suatu individu dengan masyarakat. Suatu individu bergerak untuk melakukan suatu
perilaku karena adanya makna yang tercipta berdasarkan apa yang ia berikan kepada
suatu benda, peristiwa maupun orang disekitarnya. Interaksi simbolik memiliki
tanggapan bahwa seorang individu memahami suatu hal baru melalui pengalaman yang
ia alami (Sari et al., n.d.)
Teori Interaksionisme simbolik sebagai suatu perspektif melalui empat ide dasar.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain,
demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol,
maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara
membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
menggunakan metode interaksionisme. Deskriptif kualitatif, yakni suatu teknik yang
menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan
memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada
saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang
keadaan sebenarnya (Kriyantono, 2007) Menurut (Moleong, 2010)dengan
menggunakan metode deskriptif berarti peneliti menganalisa data yang dikumpulkan
dapat berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut mungkin
berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi,
catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya
Gambar 1.
Budaya Orang Jerman yang Tertutup dan Kurang Ramah
Shinta dalam video juga ini menjelaskan bahwa etika dalam berinteraksi
dengan mereka melalui vlognya juga dinilai kurang baik. Sehingga, Shinta memilih
untuk tidak merekam kesehariannya bersama keluarga angkatnya dan teman-temannya
di karenakan tidak semua orang Jerman memperizinkan mereka untuk masuk ke vlog
seseorang. Shinta juga mengatakan dalam video tersebut tentang bagaimana tidak
acuhnya warga Jerman terhadap urusan orang lain. Dalam kasusnya, Shinta bercerita
bahwa dirinya pernah mengalami kecelakaan yaitu “Jatuh” dihadapan banyak orang
Jerman. Namun, saat itu Shinta mengatakan tidak ada satupun yang membantunya.
Dalam kasus lain, dalam video tersebut Shinta bercerita bahwa temannya yang sesama
menjalani program “AuPair” memiliki nasib yang berbeda dengannya, teman Shinta
yang tidak disebutkan namanya dalam video tersebut juga mengalami insiden yang
kurang mengenakkan ketika dirinya lupa membawa kunci rumah keluarga angkatnya.
Pada saat itu, temannya Shinta masih belum memiliki akses internet yang hanya dapat
diakses di Jerman sehingga ia tidak dapat menghubungi keluarganya. Berbeda dengan
Shinta, tetangga dari temannya Shinta justru berinisiatif untuk membantunya ketika ia
merasa kesulitan. Shinta mengatakan bahwa temannya memang tinggal di Jerman yang
bukan dekat pusat kota. Berbeda dengannya yang saat itu berada di pusat kota yaitu
Frankfurt.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa orang Jerman tidak menyukai
berinteraksi dengan orang yang tidak ia kenal meskipun orang tersebut meminta
bantuan itu bergantung dimana individu itu tinggal. Dalam kasus tadi, Shinta
mengatakan bahwa perbedaan interaksi dalam kasus diatas di karenakan Frankfurt
merupakan salah satu kota terbesar di Jerman yang mayoritas adalah campuran warga
negara jerman dengan warga negara asing yang terkenal dengan ke “Metropolitan” nya.
Sehingga perbedaan budaya dan interaksi antara kota besar dan kota kecil di jerman
sangat terlihat.
Gambar 2.
Budaya Orang Jerman yang Dingin ketika Bergaul dengan Orang Baru
Dalam video diatas, kini Shinta memulai karirnya sebagai “Ausbildung” di
Jerman. Selama menjalani program Ausbildung ini, ia banyak mulai berinteraksi
dengan orang asli Jerman yang turut melakukan program Ausbildung. Anehnya,
Shinta merasa bahwa meski ia sudah berkenalan dan sering berinteraksi dengan
orang-orang jerman tersebut, ia merasa ia tetap sulit memiliki hubungan yang dekat.
Salah satu “Bule” Jerman yang disebutkan dalam video Shinta mengatakan bahwa
orang jerman cenderung sulit untuk berteman. Negara yang jauh lebih fokus dengan
kinerja mereka (efektif dan efisien). Jadi memang budaya di Jerman bisa dibilang
lebih "dingin".. mereka jarang berinteraksi dengan orang lain, lebih jarang bergaul
dengan orang lain, karena orang Jerman cenderung memiliki sifat yang harus serba
cepat. Sehingga, orang Jerman lebih memandang orang yang memiliki output
untuk berkembang sebagai temannya dan kebanyakan orang Jerman sangat
professional baik ketika pendidikan hingga pekerjaan, sehingga sulit untuk
menjalin hubungan dengan mereka di luar aktivitas mereka. Shinta mengatakan
bahwa orang Jerman memang sulit untuk diajak dekat karena memamg sifat orang
Jerman yang “Dingin”. Namun, ketika orang Jerman sudah menemukan orang yang
pas, cocok dan dapat dipercaya olehnya, orang Jerman akan menjaga hubungan
tersebut baik itu hubungan pertemanan maupun pasangan. Oleh karena itu, Shinta
cenderung memiliki circle yang kecil dengan WNA Jerman di karenakan
budayanya seperti itu.
Gambar 5.
F. Kesimpulan
Seorang individu yang memiliki banyak perbedaan tempat tinggal khususnya antar
negara akan melihat banyak perbedaan budaya, bahasa kebiasaan serta perilaku yang
harus ia lalui selama berada di negara yang asing tersebut. Namun, kini dalam channel
Youtube “Baytak Jerman” terlihat bahwa Shinta yang merupakan hostnya dapat
menerima dan dapat beradapatasi dengan budaya serta perilaku orang Jerman yang
sangat berbeda dengan saat ia tinggal di Indonesia. Perbedaan bahasa dan budaya
membuat mereka dapat bsaling berkesinambungan serta saling menerima antara satu
sama lain yang hingga kini dapat dibuktikan bahwa perjalanan Shinta dalam channel
Youtubenya terus berlanjut hingga kini dengan berbagai peristiwa menarik yang ia
pelajari dari budaya warga negara Jerman.
DAFTAR PUSTAKA
Kriyantono. (2007). Teknis Praktis Riset Komunikasi (1st ed.). Kencana, 2007.
Sari, G. G., Salam, E., & Awza, R. (n.d.). POLA KOMUNIKASI NARAPIDANA PEREMPUAN
WARGA NEGARA ASING DALAM BERINTERAKSI DENGAN NARAPIDANA WARGA
NEGARA INDONESIA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II b KOTA
PEKANBARU. http://www.tarif.depkeu.