Anda di halaman 1dari 88

Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau Rumah Susun

Bersubsidi di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

OLEH :

REDIKSON FIDELIUS NADEAK

NPM : 161010193

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2020
ABSTRAK
Papan atau tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus
terpenuhi. Dewasa ini harga rumah semakin hari semakin meningkat atau mahal
sehingga membuat orang yang ingin memiliki rumah kesulitan untuk membelinya
secara kontan atau langsung membayar lunas. Banyak orang yang lebih memilih
mengambil kredit di bank-bank sebagai alternatif untuk memiliki rumah. PT. Bank
Tabungan Negara adalah salah satu bank di Indonesia yang memiliki fasilitas
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi sebagai salah satu program dari
pemerintah. Program Kredit Pemilikan Rumah bersubsidi ini ditargetkan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar mereka yang memiliki penghasilan
rendah juga dapat memiliki rumah dengan cara menyicil dengan bunga kecil karena
mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dalam dunia perkreditan di bank, kredit
macet merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Begitu pula dalam
pelaksanaan KPR bersubsidi di Bank Tabungan Negara cabang Pekanbaru, masih
sering terjadi adanya debitur yang mengalami kredit macet.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses
pelaksanaan perjanjian kredit kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi di PT. Bank
Tabungan Negara Cabang Pekanbaru dan apa saja langkah-langkah yang dilakukan
PT. Bank Tabungan Negara Pekanbaru untuk menangani permasalahan kredit
macet.
Penelitian ini dapat digolongkan dalam penelitian observasional research
dengan melakukan survey ke lapangan secara langsung. Sifat penelitian ini adalah
deskriptif yang menjelaskan bagaimana fakta yang terjadi dilapangan.
Hasil pembahasan dari penelitian ini adalah perjanjian KPR bersubsidi yang
dilakukan pihak PT. Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru selaku kreditur
dengan debitur masih belum berjalan begitu baik atau bisa dikatakan kurang lancar.
Masih banyaknya debitur yang mengalami kredit macet dengan berbagai alasan.
Langkah-langkah yang diambil oleh pihak PT. Bank Tabungan Negara Cabang
Pekanbaru sudah terbilang cukup efektif dalam meyelesaikan permasalahan kredit
macet.

Kata Kunci: Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah Bersubsidi, Rumah Susun,


Kredit Kepemilikan Rumah, Bank Tabungan Negara Pekanbaru.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmatnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pelaksanaan

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau Rumah SusuN Bersubsidi di PT.

Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru” dengan tepat waktu.

Penulis sadar betul bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat

terselesaikan hanya karena kerja keras penulis sendiri, melainkan juga adanya

bantuan dari pihak lain dalam bentuk moril maupun materil. Oleh karena hal itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan motivasi

kepada penulis baik dalam bentuk moril maupun materil, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.C.L. selaku rektor Universitas Islam

Riau yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk meimba ilmu di

Fakultas Hukum Universitas Islam Riau.

2. Bapak Dr. Admiral , S.H., M.H. selaku dekan Fakultas Hukum Universitas

Islam Riau yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba

ilmu selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Islam Riau.

3. Bapak Dr. Surizki Febrianto, S.H., M.H. selaku pembantu dekan I Fakultas

Hukum Universitas Islam Riau dan sebagai pembimbing skripsi yang telah

membantu dan membimbing penulis hingga skripsi ini selesai.

4. Bapak Dr. Rosyidi Hamzah, S.H., M.H. selaku pembantu dekan II Fakultas

Hukum Universitas Islam Riau.

ii
5. Bapak S. Parman, S.H., M.H. selaku pembantu dekan III Fakultas Hukum

Universitas Islam Riau.

6. Ibu Dr. Desi Apriani, S.H., M.H. sebagai ketua bagian jurusan perdata Fakultas

Hukum Universitas Islam Riau yang telah menyetujui serta memberikan

masukan kepada penulis terkait tema skripsi yang penulis bahas.

7. Bapak dan ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau yang telah

memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan.

8. Bapak dan ibu karyawan staf tata usaha Fakultas Hukum Universitas Islam Riau

yang telah memberikan pelayanan kepada penulis sebagai mahasiswa.

9. Bapak Bobby Dari pihak Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru yang telah

bersedia di wawancarai oleh penulis untuk keperluan data dalam penulisan

skripsi ini.

10. Kepada keluarga penulis terutama bapak dan mamak yang telah berusaha keras

memberikan yang terbaik bagi penulis selama ini serta memberikan dukungan

untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada kakak dan adik penulis yang selalu memberikan semangat untuk

penulis dalam penulisan skripsi ini.

12. Kepada Vellycia Tiana yang selalu membantu dan memberikan dukungan

dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga selalu memberikan perhatian dan

kasih sayang yang tidak terhingga kepada penulis.

13. Kepada teman-teman angkatan 2016, himpunan mahasiswa perdata dan teman-

teman lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah

memberikan dukungan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

iii
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada para pembaca sekalian

dan penulis sangat mengharapkan saran serta masukan guna penyempurnaan skripsi

ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi

pembaca di masa mendatang.

Pekanbaru, 26 Juli 2020

Penulis

Redikson Fidelius Nadeak

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

BERITA ACARA PERSETUJUAN SKRIPSI

SURAT KEPUTUSAN PENUNJUKAN PEMBIMBING

SURAT KEPUTUSAN PENETAPAN DOSEN PENGUJI

BERITA ACARA MEJA HIJAU

ABSTRAK .............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...................................................................1

B. Rumusan Masalah ............................................................................7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................7

D. Tinjauan Pustaka ..............................................................................8

E. Konsep Operasional .......................................................................12

F. Metode Penelitian ..........................................................................13

BAB II TINJAUAN UMUM ..........................................................................16

A. Tinjauan Umum Tentang Kota Pekanbaru ...................................16

v
B. Tinjauan Umum Tentang Bank Tabungan Negara .......................16

C. Tinjauan Umum Tentang Bank .....................................................18

D. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian .............................................24

E. Tinjauan Umum Tentang Kredit ...................................................33

F. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit ..................................40

G. Tinjauan Umum Tentang Kredit Macet ........................................41

H. Tinjauan Umum Tentang Kredit Pemilikan Rumah .....................43

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................44

A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi

di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru .......................44

B. Langkah-Langkah Yang Dilakukan Oleh PT. Bank Tabungan

Negara Cabang Pekanbaru Untuk Menangani Permasalahan Kredit

Macet .............................................................................................56

BAB IV PENUTUP ..........................................................................................74

A. Kesimpulan ...................................................................................74

B. Saran .............................................................................................75

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................76

LAMPIRAN .........................................................................................................79

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada berbagai macam kebutuhan hidup manusia jika digolongkan

berdasarkan tingkat apakah kebutuhan itu sangat dibutuhkan atau tidak.

Kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan primer yang merupakan kebutuhan pokok

yang harus terpenuhi, kebutuhan sekunder yang merupakan kebutuhan kedua

yang harus terpenuhi setelah kebutuhan primer, dan yang terakhir adalah

kebutuhan tersier yang merupakan kebutuhan yang bisa dipenuhi jika kedua

kebutuhan sebelumnya sudah terpenuhi. Salah satu kebutuhan primer yang

harus terpenuhi adalah papan atau tempat tinggal. Dalam “Pasal 1 ayat (7)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman

dikatakan bahwa yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan gedung yang

berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,

cerminan harkat dan martabat pemiliknya, serta aset bagi pemiliknya (Pasal 1

angka 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman).”

“Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,

baik perkotaan maupun pedesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,

dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni

(Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman).”

1
Dalam “Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan perumahan dan kawasan

permukiman diselenggarakan untuk:

1. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman;

2. Memberi dukungan terhadap penataan dan pengembangan wilayah serta

penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan

hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk

mewujudkan keseimbangan kepentingan terutama bagi MBR (Masyarakat

Berpenghasilan Rendah);

3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi

pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi

lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan;

4. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan

perumahan dan kawasan permukiman;

5. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

6. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam

lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan

berkelanjutan.”

Punyai sebuah tempat tinggal atau rumah sendiri merupakan impian semua

orang apalagi yang sudah berkeluarga. Tetapi semakin hari semakin susah bagi

seseorang untuk membeli rumah secara tunai apalagi untuk masyarakat

2
berpenghasilan rendah dikarenakan harga tanah dan harga rumah yang kian

lama kian mahal terlebih di kota besar seperti Pekanbaru.

Pada masa sekarang sudah banyak cara yang dapat ditempuh oleh

seseorang yang ingin membeli rumah tetapi belum memiliki cukup uang untuk

membayarnya secara langsung. Bank-bank banyak yang sudah bisa

memberikan fasilitas kredit kepemilikan rumah dengan bunga yang rendah dan

terjangkau bagi orang yang ingin membeli rumah secara kredit. Fungsi utama

dari bisnis perbankan salah satunya adalah pemberian kredit. Fungsi dari itu

adalah fungsi memberikan dana untuk pihak yang membutuhkan. Dana yang

dikumpulkan bank dari pihak yang menyimpan uangnya di bank nantinya akan

digunakan untuk dipinjamkan kepada pihak yang membutuhkan. Pemberian

kredit ini merupakan return atau penghasil keuntungan yang jumlahnya besar

dan hal tersebut sebanding pada risiko (Suhardi, 2003: 75). “Bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Pasal 1 angka

2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).” Modal dari sebuah bank

paling besarnya berasal dari nasabah dan perputaran uang itu sendiri. Dana yang

didapat dari nasabah merupakan sumber kehidupan bagi sebuah bank. Dana

yang didapat bank sebagai modal dari nasabah bisa mencapai hingga 90%

sedangkan modal yang berasal dari bank itu sendiri hanya sebesar 10%-20%

saja.

3
Dana dari masyarakat yang menjadi nasabah bank biasanya disimpan

dalam bentuk tabungan, deposit, dan giro. Dana yang telah dikumpulkan dari

nasabah akan diberikan kepada nasabah lain dalam bentuk kredit. “Kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Pasal 1 angka 11

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).” Dana dari satu nasabah

diputar dengan memberikan kredit untuk nasabah lain karena kegiatan utama

dari perbankan adalah kredit.

Fasilitas perkreditan yang disediakan oleh pihak bank salah satunya

ialah perkeditan pemilikan rumah. Pembuatan perjanjian antara kreditur dan

debitur merupakan hal paling penting dalam pelaksanaan KPR (Kredit

Pemilikan Rumah). Perjanjian adalah suatu kejadian yang melibatkan dua belah

pihak untuk melakukan sesuatu hal. (Subekti, 2002:1) hubungan yang terjadi

pada kedua belah pihak tersebut dapat dikatakan sebagai perikatan. Suatu

perjanjian bisa dibuat dalam bentuk lisan maupun tertulis.

“Syarat sahnya suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang terdiri dari:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

4
d. Kausa yang halal.”

Persyaratan tersebut harus terpenuhi seluruhanya barulah bisa suatu perjanjian

dikatakan sah. Unsur-unsur juga merupakan suatu hal penting dalam suatu

perjanjian, unsur-unsur itu meliputi (P.N.H. Simanjuntak, 2017:332):

1. Pihak yang bersangkutan;

2. Kesepakatan dari pihak yang bersangkutan;

3. Prestasi yang menjadi tujuan;

4. Prestasi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan;

5. Berbentuk tertulis maupun lisan;

6. Syarat-syarat tertentu.

Terdapat dua pihak dalam transaksi jual beli rumah yang terdiri dari

perusahaan yang bertugas untuk melakukan pembangunan terhadap perumahan

yang lebih dikenal dengan developer dan si pembeli rumah. Didalam KPR bank

bertindak sebagai pihak yang bekerja sama dengan developer untuk

memudahkan konsumen selaku pembeli dalam pemberian KPR. KPR

merupakan salah satu bentuk kredit konsumsi. Kredit konsumsi adalah kredit

yang diberikan pihak bank yang tujuannya untuk pembelian konsumtif seperti

rumah.

Terdapat dua jenis KPR di Indonesia yang terdiri dari KPR subsidi dan

KPR non-subsidi. Dalam rangka memberikan fasilitas pemilikan rumah atau

sebuah rumah sederhana dan sehat yang dibeli oleh masyarakat yang

berpenghasilan rendah sesuai kelompoknya dengan tepat pada sasaran, bank

5
menyediakan suatu KPR sebagai program dari pemerintah atau jamsostek yang

disebut KPR subsidi. Pemerintahan melalui kementrian PUPR telah

merencanakan suatu program KPR bersubsidi. Suku bunga kredit dan uang

muka merupakan hal yang akan dikenakan dalam KPR subsidi.

(https://www.rumah123.com/panduan-rumah123/membeliproperti-1610-

mengenalkpr-dan-jenis-jenis-kpr-id. html#ZXlYgC0DS7fwI3ix.99, diakses 5

desember 2019). KPR non subsidi merupakan produk KPR yang tujuannya

diberikan kepada seluruh masyarakat dengan penentuan biaya kredit serta

bunganya ditentukan dari kebijakan bank yang bersangkutan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. KPR non-subsidi diberikan

kepada konsumen berdasarkan harga jual rumah yang ditentukan oleh

developer.

Salah satu bank yang menyediakan program KPR adalah PT. Bank

Tabungan Negara (BTN). Ada banyak jenis KPR yang ditawarkan oleh Bank

BTN tetapi yang akan dibahas lebih jauh adalah mengenai KPR bersubsidi.

KPR BTN subsidi merupakan program untuk pemilikan rumah dari kementrian

PUPR yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan suku

bunga rendah dan cicilan ringan untuk pembelian rumah sejahtera tapak dan

rumah sejahtera susun.

Sering kali adanya kasus kredit bermasalah setelah berjalannya KPR di

bank BTN. Kredit bermasalah yang biasanya ditimbulkan oleh debitur selaku

pembeli adalah dalam bentuk macetnya pembayaran kredit setiap bulannya.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya kredit bermasalah

6
tersebut salah satunya adalah faktor ekonomi seperti pemutusan hubungan kerja

yang dialami debitur atau bangkrutnya debitur dan lainnya.

Penulis memilih PT. Bank Tabungan Negara (BTN ) di kota Pekanbaru

sebagai obyek penelitian berdasarkan dari uraian diatas. Penulis mengambil

judul penelitian: “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau

Rumah Susun Bersubsidi di PT. Bank Tabungan Negara Pekanbaru”.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR)

bersubsidi di PT. Bank Tabungan Negara cabanekanbaru?

2. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan oleh PT. Bank Tabungan Negara

cabang Pekanbaru untuk menangani permasalahan kredit macet?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis lebih dalam proses

pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi di PT.

Bank Tabungan Negara cabang Pekanbaru.

2. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis lebih dalam bagaimana

langkah-langkah yang dilakukan oleh PT. Bank Tabungan Negara cabang

Pekanbaru untuk menangani permasalahan kredit macet.

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

7
1. Manfaat Praktisi

Manfaat praktisi yang ingin dicapai oleh penulis ialah untuk memperluas

wawasan dan dapat diperolehnya pengetahuan dari tahapan penelitian serta

dari hasil penelitian tentang pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah

subsidi di Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru.

2. Manfaat Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan referensi untuk

mahasiswa lain yang juga melakukan kajian tentang bagaimana

penyelesaian masalah kredit macet KPR bersubsidi khususnya di Bank

Tabungan Negara Cabang Pekanbaru.

D. Tinjauan Pustaka

1. Perjanjian

Perjanjian adalah peristiwa yang terjadi karena adanya seseorang

yang berjanji dengan orang lain untuk melaksanakan hal tertentu dimana

peristiwa tersebut akan menimbulkan perikatan (Subekti, 2009: 1). “Dalam

Pasal 1313 KUHP Perdata dijabarkan perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih.” Abdul Kadir Muhammad menyempurnakan

pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata dimana ia

menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah persetujuan yang terjadi karena

adanya dua orang atau lebih yang mengikatkan diri dengan tujuan

melakukan suatu hal tertentu (Abdul, 1992: 78).

8
2. Kredit

“credete” yang artinya percaya atau “to believe” atau “to trust”

merupakan bahasa latin yang berarti kredit (Fahmi, 2010:18). Landasan

dari pemberian kredit ini adalah kepercayaan. Kredit merupakan suatu

penundaan pembayaran jika dilihat dari sudut pandan ekonomi. “Kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jatuh waktu tertentu dengan pemberian bunga. Hal tersebut

dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Pasal 1 angka 11.”

3. Perjanjian Kredit

Pengaturan tentang kredit di Indonesia masih mengacu pada

ketentuan hukum perbankan. Perjanjian kredit dalam lapangan hukum

perdata diatur dalam Pasal 1754-1769 KUHPerdata yang termasuk dalam

perjanjian pinjam meminjam. “Menurut KUHPerdata dalam Pasal 1754

pinjam meminjam adalah suatu persetujuan dengan nama pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang

yang menghabisi karena pemakaiannya, dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula.”

9
Kehidupan ekonomi modern masa kini adalah berupa prestasi uang,

maka transaksi kredit yang menggunakan uang sebagai alat kredit menjadi

pembahasan. Kredit berfungsi sebagai alat kerjasama antara pemberi kredit

dan penerima kredit yang lebih dikenal dengan nama kreditur dan debitur.

Secara singkatnya dalam arti luas kredit didasarkan atas komponen

kepercayaan serta risiko dan pertukaran ekonomi di masa depan (Rahman,

1995: 106).

4. Kredit Macet

Likuiditas suatu bank dapat terganggu jika banyaknya kredit

bermasalah atau kredit macet atau yang lebih sering disebut sebagai non

performing loan (NPL) pada bank tersebut. Dengan adanya kredit macet

yang terjadi di suatu bank, bank tersebut sedang mengalami resiko akibat

adanya ketidakmampuan seorang debitur untuk memenuhi prestasi yang

sudah diterimanya dari bank sesuai dengan apa yang sudah diperjanjikan.

Namun dalam praktiknya, permasalahan kredit macet ini tidak dapat

dihindari dan selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank.

Risiko tersebut diatas bisa berasal dari internal bank pemberi kredit

itu sendiri maupun dari pihak eksternal yaitu para debitur. Karena sulit

untuk benar-benar menghilangkan kredit macet, resiko terjadinya kredit

macet ini biasanya diminimalisir oleh pihak bank dengan cara menerapkan

prinsip kehati-hatian dengan mentaati ketentuan perbankan yang berlaku.

Dalam menghadapi kredit macet, umumnya pihak bank akan

berusaha menyelamatkan kredit macet tersebut. Penyelamatan kredit macet

10
oleh bank akan terlebih dahulu melihat masing-masing kondisi kredit yang

bermasalah tersebut. Penyelamatan kredit tersebut akan bergantung kepada

kategori golongan kredit sebagaimana telah dijelaskan diatas.

Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah apabila likuiditas

kredit masuk kedalam kategori kredit kurang lancar, kredit diragukan, atau

kredit macet. Pada umumnya untuk mengatasi kredit bermasalah yang tidak

struktural, dilakukan beberapa langkah seperti restrukturisasi yang

merupakan penurunan suku bunga kredit, diberikannya perpanjangan

waktu, adanya pengurangan bunga kredit yang masih menunggak,

pengurangan pada kredit pokok yang masih menunggak, penambahan

fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi pernyataan sementara. Jika

terdapat kredit bermasalah yang struktural, pada umumnya masalah tersebut

tidak dapat diselesaikan dengan langkah-langkah yang digunakan dalam

menyelesaikan kredit bermasalah yang tidak struktural. Penyelesaian kredit

bermasalah yang bersifat struktural ini biasanya diselesaikan dengan

diberikannya pengurangan pokok kredit yang telah ditentukan oleh

peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 agar usahanya dapat berjalan

kembali serta pemasukannya dapat digunakan untuk memenuhi

kewajibannya (Suyatno, 2016:42).

5. Kredit Pemilikan Rumah

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan kredit yang disediakan

untuk membeli rumah dan jaminan yang digunakan adalah berupa rumah

itu sendiri. KPR ini sering dianggap sama dengan kredit konstruksi dan

11
renovasi padahal berbeda. KPR menggunakan rumah yang akan dibeli

sebagai jaminannya sedangkan KPR multiguna menggunakan rumah yang

sudah ada sebagai jaminannya.

E. Konsep Operasional

Penulis memberikan batasan terhadap judul penelitian ini untuk

memperjelas dan menghindari adanya kesalahpahaman dari pengertian judul

skripsi ini. Batasan tersebut terdiri dari, yaitu:

1. Pengaturan tentang kredit di Indonesia masih mengacu pada ketentuan

hukum perbankan. “Menurut KUHPerdata dalam Pasal 1754 pinjam

meminjam adalah suatu persetujuan dengan nama pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang

yang menghabisi karena pemakaiannya, dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula.”

2. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

merupakan kredit yang disediakan untuk membeli rumah dan jaminan yang

digunakan adalah berupa rumah itu sendiri. KPR ini sering dianggap sama

dengan kredit konstruksi dan renovasi padahal berbeda. KPR

menggunakan rumah yang akan dibeli sebagai jaminannya sedangkan KPR

multiguna menggunakan rumah yang sudah ada sebagai jaminannya.

3. Salah satu bank yang memiliki fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

bersubsidi adalah Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru.

12
F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian hukum empiris

(observational research) atau dengan cara survey langsung dan

memgambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan wawancara

sebagai alat pengumpulan data.

b. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

melukiskan suatu hal tertentu pada masa tertentu. Pada penelitian ini

biasanya sudah adanya gambaran yang berupa data awal tentang

permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, deskriptif itu

adalah masalah yang diteliti yang berkaitan dengan Kredit

Pemilikan Rumah Bersubsidi di Bank Tabungan Negara cabang

Pekanbaru.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bank BTN yang terletak di Kota Pekanbaru.

Penelitian ini secara spesifiknya mengambil lokasi Bank Tabungan Negara

cabang Pekanbaru yang berada di Jalan Sudirman Pekanbaru. Alasan saya

memilih PT. Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru sebagai lokasi

13
penelitian adalah saya ingin mengetahui bagaimana proses kredit

pemilikan rumah (KPR) bersubsidi yang ada di Bank Tabungan Negara

Cabang Pekanbaru. Alasan lainnya mengapa saya memilih lokasi

penelitian saya ini juga dikarenakan lokasi Bank Tabungan Negara Cabang

Pekanbaru yang mudah dijangkau.

3. Populasi, Sampel, dan Responden

Dalam penelitian ini saya mengambil populasi berjumlah 15 orang

nasabah di Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru yang mengikuti

program KPR bersubsidi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

berjumlah 5 orang yang mengikuti program KPR bersubsidi di Bank

Tabungan Negara Cabang Pekanbaru. Penarikan sampel dalam penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu dimana pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri

tertentu yang dipandang mempunyai kaitan erat dengan ciri-ciri populasi

yang sudah diketahui sebelumnya.

4. Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yaitu:

a. Data primer adalah data yang sumber data utamanya didapatkan

langsung dari responden dan narasumber.

b. Data sekunder adalah data yang berasal dari bahan hukum primer serta

bahan hukum sekunder,

14
1) Bahan hukum primer yang digunakan adalah Peraturan

Perundang-Undangan yang berkaitan dengan Kredit Pemilikan

Rumah

2) Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang

memberikan penjelasan pada bahan hukum primer.

5. Alat pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara dengan para responden dan narasumber.

6. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Data

penelitian yang dinyatakan oleh responden secara lisan maupun tulisan lalu

dijelaskan kembali dengan memberi gambaran hasil penelitian yang telah

diperoleh dan kemudian dibandingkan dengan peraturan yang ada dan

pemikiran para ahli hukum.

7. Metode Penarikan Kesimpulan

Berdasarkan data yang didapatkan metode penarikan kesimpulan yang

akan digunakan adalah cara berpikir induktif dimana kesimpulan diambil

berdasarkan kesimpulan secara umum yang didasarkan pada fakta yang

bersifat hukum.

15
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum tentang Kota Pekanbaru

Tinjauan umum tentang Kota Pekanbaru ini menjelaskan tentang letak

Kota Pekanbaru serta keadaan di Kota Pekanbaru.

Kota Pekanbaru memiliki luas 632,26 km2 yang terletak pada koordinat

101°14' - 101°34' Bujur Timur dan 0°25' - 0°45' Lintang Utara. Batas-batas

Kota Pekanbaru yaitu:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan

3. Sebelah Timur : Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan

4. Sebelah Barat : Kabupaten Kampar

Jumlah penduduk di Kota Pekanbaru pada tahun 2018 mencapai

1.117.359 jiwa, dimana laju pertumbuhan penduduk Kota Pekanbaru dari

Tahun 2010-2018 adalah sekitar 2,7% per tahun. Kota Pekanbaru terdiri dari 12

kecamatan yang meliputi 83 kelurahan.

B. Tinjauan Umum tentang Bank Tabungan Negara

1. Sejarah Bank Tabungan Negara

Bank Tabungan Negara didirikan pada masa penjajahan Belanda yaitu

sekitar tahun 1897 dan dulunya masih bernama postpaarbank yang

berkedudukan di Batavia. Bank Tabungan Negara berulang kali mengganti

namanya mulai dari postpaarbank, kemudian berganti menjadi tyokin kyoku

16
yang dipegang oleh pemerintahan Jepang, kemudian berganti nama lagi

menjadi kantor tabungan pos dan tidak lama kemudian berganti nama lagi

menjadi kantor tabungan pos republik Indonesia. Akhirnya pada 9 februari

1950, bank tabungan pos dibekukan dan dibentuklah Bank Tabungan

Negara.

Bank Tabungan Negara merupakan salah satu bank yang memiliki

fokus pada pembiayaan perumahan yang disediakan berupa fasilitas kredit

pemilikan rumah untuk semua kalangan baik itu kalangan masyarakat

berpenghasilan rendah (MBR) dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah

bersubsidi maupun untuk masyarakat menengah keatas dengan fasilitas

KPR komersial.

Bank Tabungan Negara didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor

9 Tahun 1950 dengan nama Bank Tabungan pos yang kemudian diganti

menjadi Bank Tabungan Negara pada tahun 1963 melalui Perpu Nomor 4

Tahun 1963 dan Undang-Undang Tahun 1964. Seiring dengan dimulainya

rencana pembangunan perumahan yang direncanakan pemerintah, Bank

Tabungan Negara ditunjuk sebagai Bank penyedia pembiayaan perumahan

dengan realisasi KPR pertama pada tanggal 10 Desember 1976.

2. Visi dan Misi Bank Tabungan Negara

a. Visi Bank Tabungan Negara

Menjadi bank yang terdepan serta terpercaya dalam hal memfasilitasi

sektor perumahan serta memberikan jasa layanan keuangan keluarga.

b.Misi Bank Tabungan Negara

17
1) Memberikan pelayanan yang unggul dalam bidang pembiayaan

sektor perumahan dan kebutuhan keuangan keluarga.

2) Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi

pengembangan produk, jasa dan jaringan strategis berbasis digital.

3) Menyiapkan dan mengembangkan human capital yang berkualitas,

profesional, dan memiliki integritas tinggi.

4) Berfokus pada peningkatan pertumbuhan profitabilitas sesuai

dengan prinsip kehati-hatian dan good corporate governance untuk

meningkatkan shareholder value.

5) Berperan aktif dalam pembangunan sektor perumahan dari berbagai

sisi yang terintegrasi dalam sektor perumahan di Indonesia.

6) Mementingkan kepentingan masyarakat dan lingkungannya.

C. Tinjauan Umum tentang Bank

Tinjauan umum tentang bank ini dalam sub babnya berisi pengertian bank,

fungsi bank, tujuan bank dan jenis bank.

1. Pengertian Bank

“Pengaturan tentang perbankan terdapat dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan menjelaskan bank adalah badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

18
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Bank juga merupakan suatu lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi

orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik

swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga negara

menyimpan dana-dana yang dimiliki (Hermansyah, 2013:7). Dalam

pengertian lain bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai

usaha pokok untuk dana tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat

dalam bentuk angsuran dan memberikan jasa pada suatu lalu lintas

peredaran uang dan pembayarannya (Kuncoro, 2002:68). Bank juga

merupakan anggota lembaga keuangan yang paling dominan, mampu

memobilisasi dana, mengumpulkan dan mengalokasikan dana dalam

jumlah besar dibandingkan anggota lembaga keuangan lainnya (Silvanita:

2009).

Berdasarkan pengertian tentang bank yang telah dipaparkan, telah

ditarik kesimpulan yang mana bank adalah lembaga yang mempunyai usaha

pokok menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dan bank juga

lembaga keuangan yang paling dominan, mampu memobilisasi dana,

mengumpulkan dan mengalokasikan dana dalam jumlah besar.

2. Fungsi Bank

“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan

penyalur dana masyarakat. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 3 Undang-

19
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.” Fungsi utama bank juga sebagai

lembaga yang mana dalam bentuk simpanan menghimpun dana masyarakat,

memberikan kredit bentuk penyaluran dana masyarakat, dan bank juga

memperlancar transaksi perdagangan dan peredaran uang sebagai suatu

lembaga. (Kuncoro, 2002: 66). Misi dan visi lembaga perbankan di

Indonesia adalah sebagai suatu agen pembangunan (agent of development)

(Imaniyati, 2010:13-14). Bank juga berfungsi sebagai suatu instansi

perantara masyarakat yang memiliki dana lebih dengan masyarakat yang

memiliki dana yang kurang (Kasmir, 2015:4). Lebih spesifiknya bank

berfungsi sebagai: (Totok dan Sigit, 2006:9)

a. Agent of trust

Dalam hal menghimpun atau menyalurkan dana, bank berlandaskan

pada trust atau kepercayaan.

b. Agent of development

Kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat dibantu dengan

adanya kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi.

c. Agent of service

Bank menyediakan jasa-jasa perbankan seperti pengiriman uang,

penitipan barang berharga, dll.

Berdasarkan beberapa penjelasan tentang fungsi bank tersebut dapat

diberi kesimpulan bank berfungsi sebagai salah satu instansi yang telah

berperan sebagai agen pembangunan dengan cara menghimpun dana dari

20
masyarakat yang memiliki dana lebih dan menyalurkannya ke masyarakat

yang membutuhkan dana dalam bentuk kredit.

3. Tujuan Bank

“Tujuan perbankan Indonesia adalah menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,

pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak, hal tersebut terdapat dalam Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.” Tujuan dari perbankan Indonesia

juga bukan hanya semata-mata berorientasi ekonomis. Stabilitas politik dan

stabilitas nasional merupakan hal yang tercakup dalam stabilitas nasional.

Stabilitas nasional tersebut termasuk dalam hal-hal non ekonomis yang juga

menjadi tujuan strategis perbankan Indonesia (Hermansyah, 2013:7).

4. Jenis Bank

pembagian jenis bank dibagi berdasarkan beberapa segi yang terdiri

dari:

a. Dari segi bidang usaha

Bank terbagi menjadi 2 jenis menurut “Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu:

1) Bank Umum

2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)”

21
“Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan dijelaskan bahwa bank umum adalah bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan

prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran.” “Sedangkan dalam Pasal 1 angka 4 dijelaskan

bahwa bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan

kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah

yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.”

b. Dari segi pemilikannya

Bank dari segi pemilikannya dapat dibagi menjadi beberapa

kelompok, yaitu:

1) Bank pemerintah

Bank pemerintah adalah bank yang dimana akta pendiriannya dan

juga modal yang dimiliknya dikuasai oleh pemerintahan (Kasmir,

2015:21).

2) Bank swasta nasional

Bank swasta adalah bank yang sebagian atau seluruhnya dikuasai

pihak swasta.

22
3) Bank asing

Bank di luar negri biasanya memiliki cabang baik itu milik swasta

maupun pemerintah asing, bank tersebut biasanya memiliki modal

yang dikuasai warga negara asing atau badan hukum asing.

c. Dari segi statusnya

Arti dari segi pembagian bank didasarkan pada suatu kedudukan

atau status bank tersebut. Dalam melayani masyarakat dengan baik dari

jumlah produk, kualitas maupun modal dari pelayanannya, hal tersebut

dapat menunjukkan kedudukan bank untuk mengukur kemampuan

suatu bank. Beberapa jenis bank dapat dilihat dari segi statusnya yaitu:

1) Bank devisi

Tidak semua bank yang bisa melakukan transaksi ke luar negri dan

berhubungan langsung pada mata uang asing secara keseluruhan,

bank yang bisa melakukan hal tersebut disebut bank devisa. Ada

syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi bank devisa dan

syarat-syarat tersebut ditentukan oleh Bank Indonesia.

2) Bank Non Devisa

Bank yang hanya bisa melakukan transaksi dalam batas-batas

negara dan belum memiliki izin melakukan transaksi ke luar negri

seperti bank devisa.

23
D. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

Tinjauan umum tentang perjanjian ini dalam sub babnya berisi pengertian

perjanjian, asas-asas perjanjian, unsur perjanjian, syarat sah suatu perjanjian,

pelaksanaan perjanjian, berakhirnya perjanjian.

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah peristiwa yang terjadi karena adanya seseorang yang

berjanji dengan orang lain untuk melaksanakan hal tertentu dimana

peristiwa tersebut akan menimbulkan perikatan (Subekti, 2009: 1). Dalam

“Pasal 1313 KUHP Perdata dijabarkan perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

lain atau lebih.” Abdul Kadir Muhammad menyempurnakan pengertian

perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata dimana ia menyatakan bahwa

suatu perjanjian adalah dua atau lebih orang yang setuju mengikatkan diri

untuk melakukan hal tertentu (Abdul, 1992: 78).

Kesepakatan yang terjadi antara para pihak adalah unsur mutlak yang

menjadikan adanya suatu kontrak. Hal paling mendasar terjadinya suatu

kesepakatan adalah adanya penawaran yang diterima oleh para pihak lain

dimana dapat terjadi secara tertulis maupun tidak tertulis (Amirah, Miru dan

Said, Jurnal Unhas, 5).

2. Asas-Asas Perjanjian

Asas-asas yang terdapat dalam perjanjian terdiri dari:

a. Asas itikad baik dan kepatutan

24
Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik dimana hal

tersebut terdapat didalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata. “Pasal 1339

KUH Perdata tidak hanya mengikat hal yang ada di dalamnya saja tetapi

juga segala hal yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan, atau Undang-Undang. Itikad baik yang dimaksud adalah kita

harus menafsirkan perjanjian dengan didasarkan pada keadilan dan

kepatutan. Menafsirkan disini kita harus bisa menetapkan akibat yang

akan terjadi dari perjanjian tersebut. “

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang berhak membuat kontrak. Hal tersebut didasarkan

pada asas kebebasan berkontrak. Disini artinya adanya suatu kebebasan

yang luas yang diberikan Undang-Undang kepada setiap orang untuk

mengadakan perjanjian apapun sepanjang perjanjian tersebut tidak

bertengangan dengan peraturan yang berlaku, ketertiban umum, dan

kesusilaan (Patrik, 1994: 67).

c. Asas konsensualisme

Suatu perjanjian sudah bisa dikatakan sebagai sebuah perjanjian

yang sah apabila sudah adanya kata sepakat dari para pihak dan juga jika

perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan syarat sahnya suatu

perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam

perjanjian formal asas konsensualitas ini tidak berlaku. Perjanjian

formal ini akan mengikat para pihak jika syarat-syarat tindakan

formalnya telah terpenuhi (Maru, 2013: 49).

25
Adanya asas konsensualitas ini berkaitan dengan asas kebebasan

berkontrak dimana jika tidak ada kata sepakat dari para pihak, maka

perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Salah satu pihak dalam perjanjian

juga tidak dapat dipaksa untuk memberikan kata sepakat jika kata sepakat

diberikan dengan paksaan maka hal tersebut merupakan contradiction

interminis (Maru, 2013: 49).

d. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini juga dikenal dengan asas kepastian hukum karena asas ini

berhubungan dengan adanya akibat dari suatu perjanjian. Asas ini terdapat

dalam “Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang.” Para pihak dalam

perjanjian serta para pihak ketiga tidak dapat melakukan intervensi

terhadap substansi yang ada didalam perjanjian karena perjanjian tersebut

berlaku sama seperti Undang-Undang (Abdulah, 2007: 2-3).

Semua perjanjian yang telah dibuat harus dilaksanakan dan dapat

dipaksakan. Hal tersebut disebabkan karena adanya asas pacta sunt

servanda ini. Asas ini juga membuat suatu perjanjian memiliki suatu

kewajiban hukum bagi para pihak untuk melaksanakannya, dianggap

sudah terberi dan tidak pernah dipernyatakan kembali (Budiono, 2012:

91).

e. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan ini memiliki arti bahwa para pihak yang

membuat perjanjian ini memiliki kedudukan yang sama. Asas

26
keseimbangan ini harus memunculkan pengalihan kekayaan yang absah

sebagai suatu akibat dari adanya asas keseimbangan ini. Jika keseimbangan

tidak tercapai, kekuatan yuridis dalam perjanjian tersebut pun akan ikut

terganggu. Dalam terbentuknya perjanjian bisa munculnya

ketidakseimbangan dikarenakan adanya perilaku dari para pihak sebagai

konsekuensi dari substansi perjanjian atau pelakasanaan perjanjian.

Pencapaian keseimbangan merupakan upaya pencegahan terhadap

terjadinya kerugian kepada salah satu pihak dalam perjanjian (Budiono,

2012: 97). Ada pula faktor-faktor yang dapat mengganggu keseimbangan

adalah cara terbentuknya suatu perjanjian yang kedua pihak pembuatnya

berkedudukan tidak setara dan atau adanya ketidaksetaraan dalam prestasi

yang dijanjikan timbal balik (Budiono, 2012: 318-319).

3. Unsur Perjanjian

Dalam suatu perjanjian dikenal adanya 3 unsur yang terdiri dari

(Miru, 2014: 31-32):

a. Unsur essentialia

Unsur ini merupakan unsur mutlak dalam suatu perjanjian dimana jika

unsur ini tidak ada maka perjanjian dianggap tidak pernah ada. Unsur

ini merupakan unsur yang memiliki sifat essensial yang menyebabkan

suatu perjanjian terbentuk. Unsur ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320

KUH Perdata.

27
b. Unsur naturalia

Unsur ini merupakan unsur yang biasa melekat pada perjanjian

meskipun unsur ini tidak dimasukkan kedalam perjanjian tetapi unsur

ini sudah secara natural ada didalam perjanjian tersebut karena unsur ini

sudah diatur di dalam Undang-Undang.

c. Unsur accidentalia

Unsur ini secara tegas dan jelas disebutkan di dalam perjanjian dan

mengikat para pihak dimana unsur ini merupakan isi dari perjanjian itu

sendiri.

4. Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1320

KUHPerdata yang dijabarkan sebagai berikut:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Suatu kesepakatan memiliki 2 unsur yaitu penawaran dan penerimaan.

Kesepakatan merupakan hal paling penting yang mendasar dan

merupakan awal dari suatu perjanjian.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Subjek hukum yang dikatakan memiliki kecakapan dalam bertindak

yaitu:

1) Orang dewasa menurut KUH Perdata yang sudah berumur 21 tahun

atau sudah menikah (adanya perbedaan dari berbagai peraturan).

2) Tidak sakit jiwa dan jasmaninya (tidak berada dibawah

pengampuan)

28
3) Tidak adanya larangan dari Undang-Undang

c. Suatu hal tertentu

Hal tertentu yang dimaksud disini merupakan objek yang diperjanjikan

oleh para pihak. Hal ini ada di dalam Pasal 1332 sampai 1334 KUH

Perdata.

d. Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal yang dimaksud disini merupakan isi dari perjanjian itu

sendiri atau apa tujuan dari pembuatan perjanjian dari para pihak ini.

Hal ini diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Halal yang dimaksud

disini adalah perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan Undang-

Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

5. Jenis-Jenis Perjanjian

Jenis-jenis perjanjian yang ada di Indonesia terdiri dari (Saija dan

Roger, 2016: 139-140):

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perbedaan dari kedua perjanjian itu dapat dilihat dari segi pihak mana

saja yang wajib melakukan prestasi. Dalam perjanjian timbal balik,

kedua belah pihak diwajibkan untuk melakukan prestasi seperti jual beli.

Sedangkan dalam perjanjian sepihak, hanya satu pihak saja yang

diwajibkan melakukan prestasi seperti hibah.

b. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama tersendiri

serta dikelompokkan dalam perjanjian khusus dan terbatas jumlahnya

29
contohnya perjanjian jual beli. Sedangkan perjanjian tidak bernama

adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata

tetapi ada dan berkembang karena adanya asas kebebasan berkontrak

yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata (Syaifuddin, 2012: 150).

c. Perjanjian obligator dan perjanjian kebendaan

Perjanjian obligator merupakan suatu perjanjian dimana perjanjian ini

sudah menimbulkan hak dan kewajiban tetapi belum adanya

penyerahan. Sedangkan perjanjian kebendaan merupakan pemindahan

hak atas suatu benda tertentu dimana sudah adanya penguasaan atas

benda tersebut (bezit).

d. Perjanjian riil dan perjanjian konsensual

Perjanjian riil adalah perjanjian yang ketika terjadi langsung ada

pemindahan hak. Sedangkan perjanjian konsensual adalah perjanjian

yang baru terjadi dalam hal menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi

para pihak.

6. Pelaksanaan Perjanjian

Merealisasikan suatu kewajiban yang telah disepakati para pihak dalam

suatu perjanjian dilakukan dengan cara pelaksanaan perjanjian. Pelaksanaan

perjanjian ini harus dilaksanakan dengan itikad baik sesuai dengan

persetujuan yang telah dilakukan oleh para pihak (Muhammad, 1992: 307).

a. Prestasi

Prestasi merupakan hal penting yang mengikuti terjadinya pelaksanaan

perjanjian. Prestasi merupakan suatu hal yang menjadi kewajiban yang

30
harus dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian. Prestasi dapat

berwujud seperti (Miru, 2014: 68):

1) Benda

2) Jasa

3) Tidak berbuat sesuatu

“Menurut Pasal 1234 KUH Perdata prestasi terdiri dari:

1) Memberikan sesuatu

2) Berbuat sesuatu

3) Tidak berbuat sesuatu”

Pada pelaksanaannya prestasi biasanya sudah secara tegas dijabarkan

di dalam perjanjian yang dibuat. Prestasi juga dapat timbul karena

adanya kebiasaan, kepatutan, atau Undang-Undang. Prestasi yang tidak

dipenuhi oleh para pihak disebut sebagai wanprestasi atau ingkar janji

(Miru, 2014: 70).

b. Wanprestasi

Ada beberapa bentuk dari prestasi yang terdiri dari (Patrik, 1994: 11):

1) Tidak terpenuhinya seluruh prestasi oleh debitur

2) Adanya keterlambatan dalam pemenuhan prestasi oleh debitur

3) Pemenuhan prestasi yang dilakukan oleh debitur tidak sesuai dengan

apa yang sudah diperjanjikan sebelumnya.

Sering timbul multitafsir mengenai bagaimana seorang debitur dapat

dikatakan melakukan wanprestasi. Apakah debitur dikatakan

31
melakukan wanprestasi ketika tidak memenuhi prestasinya sama sekali

atau debitur dapat dikatakan melakukan wanprestasi apabila debitur ini

terlambat dalam memenuhi prestasinya. Apabila debitur masih memiliki

kemampuan dalam memenuhi prestasi tetapi dia tidak memenuhi

prestasinya, maka debitur itu dianggap terlambat memenuhi prestasi.

Tetapi apabila debitur tidak lagi memiliki kemampuan untuk memenuhi

prestasinya maka ia dianggap tidak memenuhi prestasi (Patrik, 1994:

11).

c. Keadaan Memaksa (Overmacht)

Seorang debitur yang tidak memenuhi prestasi biasanya dianggap

sebagai wanprestasi namun bila debitur tidak memenuhi prestasinya

karena suatu keadaan yang diluar kemampuannya hal itu disebut sebagai

keadaan memaksa atau overmacht (Busro, 2011:34). Keadaan memaksa

ini diatur dalam Pasal 1244-1245 KUH Perdata. Kedua Pasal ini

menegaskan bahwa keadaan memaksa adalah keadaan dimana debitur

terhalang dalam pemenuhan prestasinya karena suatu keadaan yang

tidak terduga terlebih dahulu dan tidak dapat dipertanggung jawabkan

kepadanya dengan adanya hal ini maka debitur dibebaskan untuk

mengganti biaya, rugi, dan bunga. 3 unsur yang harus terpenuhi untuk

menyatakan bahwa suatu keadaan adalah keadaan memaksa adalah

(Busro, 2014: 34):

1) Harus ada halangan untuk memenuhi prestasi.

2) Halangan itu terjadi tidak karena kesalahan debitur.

32
3) Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi risiko dari debitur.

7. Berakhirnya Perjanjian

Berakhirnya perjanjian menandakan bahwa sebuah perjanjian telah

berakhir. Dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyatakan hapusnya suatu

perjanjian apabila (Salim, 2011: 163):

a. Pembayaran.

b. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan dan

penitipan.

c. Pembaharuan hutang atau novasi.

d. Perjumpaan hutang atau kompensasi.

e. Pencampuran hutang.

f. Pembebasan hutang.

g. Musnahnya barang yang terhutang.

h. Pembatalan atau dibatalkan.

i. Berlakunya suatu syarat batal.

j. Lewatnya waktu atau daluwarsa.

E. Tinjauan Umum tentang Kredit

Tinjauan umum tentang kredit ini dalam sub babnya berisi pengertian

kredit, tujuan kredit, fungsi kredit, prinsip-prinsip dalam kredit, macam-macam

kredit.

1. Pengertian Kredit

“credete” yang artinya percaya atau “to believe” atau “to trust”

merupakan bahasa latin yang berarti kredit (Fahmi, 2010:18). Landasan dari

33
pemberian kredit ini adalah kepercayaan. Jika dilihat dari sudut pandang

ekonomi, kredit diartikan sebagai suatu penundaan pembayaran. Menurut

“Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam Pasal 1 angka 11

dijelaskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga.”

2. Tujuan Kredit

Kredit dapat dibagi menjadi beberapa bagian apabila dilihat dari

tujuannya, yaitu:

a. Kredit Konsumtif

Kredit konsumtif adalah kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada

debitur untuk memenuhi kebutuhan konsumtif si debitur.

b. Kredit Komersil

Bank memberikan kredit yang digunakan untuk memperlancar jalannya

usaha yang dijalankan oleh debitur. Biasanya kredit ini meliputi kredit

untuk usaha pertokoan, kredit ekspor dan sebagainya. Kredit ini disebut

sebagai kredit komersil.

c. Kredit Produktif

34
Kredit produktif adalah kredit yang diberikan kepada seorang debitur

sebagai modal kerja debitur agar produksi yang dilakukan oleh debitur

dapat berjalan dengan lancar.

3. Fungsi Kredit

Dalam mencapai kesejahteraan, pemerintah dibantu oleh peran serta

perkreditan. Fungsi dari kredit yaitu:

a. Arus pertukaran barang dan jasa dapat dibantu oleh kredit.

b. Alat pembayaran yang tidak lancar dapat diaktifkan kembali oleh kredit.

c. Manfaat/ kegunaan potensi ekonomi yang ada dapat diaktifkan dan

ditingkatkan dengan adanya kredit.

4. Prinsip-Prinsip Dalam Kredit

Penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank membutuhkan suatu

upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya kredit macet.

Upaya yang dapat dilakukan oleh suatu bank adalah dengan melakukan

analisis risiko dengan cara menggunakan prinsip-prinsip pemberian kredit

yang salah satunya adalah prinsip 5C. Prinsip 5C terdiri dari:

a. Character

Analisis pada karakter para calon debitur ini dilakukan untuk

mengetahui apakah calon debitur ini memiliki keinginan untuk

melunasi pinjamannya pada bank hingga selesai. Bank juga ingin tahu

apakah calon debitur memiliki sifat yang baik, jujur, dan mempunyai

komitmen terhadap pelunasan kredit (Ismail, 2011: 112).

35
b. Capacity

Analisis terhadap capacity si calon debitur dilakukan untuk mengetahui

apakah si calon debitur ini dapat melunasi kewajibannya sesuai dengan

kurun waktu yang telah ditentukan oleh bank. Sumber yang utama

dalam pelunasan kredit yang diberikan oleh bank adalah kemampuan

keuangan si calon debitur (Ismail, 2011: 112).

c. Capital

Capital merupakan modal yang dimiliki si calon debitur. Prinsip ini

biasanya diterapkan untuk menganalisis calon debitur yang akan

meminjam uang untuk keperluan usaha. Modal yang semakin besar akan

lebih meyakinkan pihak bank bahwa calon debitur serius dalam

mengajukan kredit (Ismail. 2011:112).

d. Collateral

Collateral atau jaminan merupakan alat pembayaran yang dapat

digunakan apabila nantinya si calon debitur tidak dapat membayar

kewajibannya kepada pihak bank atau terjadi kredit macet. Ada beberapa

syarat yang harus dipenuhi agar harta benda dapat dijadikan jaminan

dalam suatu perkreditan, syarat tersebut terdapat dalam asas MAST

priciple yang dijabarkan menjadi (Rachmat dan Maya, 2009: 87):

1) Marketability

Adanya suatu pasar yang nantinya mau membeli jaminan yang

diberikan oleh si calon debitur tanpa harus merugi terlalu banyak.

2) Ascertainability of Value

36
Barang yang menjadi jaminan kepada bank harus memiliki suatu

kriteria harga tertentu dan pasti (Siswato, 2005:81).

3) Stability of Value

Harga benda yang menjadi jaminan harus memiliki nilai jual yang

stabil agar jika suatu saat si calon debitur tidak dapat memenuhi

kewajibannya dalam membayar pinjamannya maka bank tidak

mengalami kesusahan dalam mengeksekusi barang jaminan yang

diberikan oleh si debitur.

4) Transferability

Benda yang dijadikan jaminan oleh si calon debitur nantinya harus

mudah dipindahtangankan secara fisik maupun secara yuridis, disni

anggota masyarakat yang mampu diizinkan untuk membeli dan

memiliki benda tersebut (Rachmat dan Maya, 2009: 87-88).

5) Condition of Economy

kondisi ekonomi si calon debitur merupakan hal penting bank untuk

mempertimbangkan pemberian kredit kepada si calon debitur.

e. Condition

Condition merupakan prinsip dalam kredit yang dipengaruhi oleh pihak

luar bank maupun debitur. Kondisi perekonomian merupakan salah

satunya dimana usaha yang dijalankan oleh si debitur sangat tergantung

pada kondisi perekonomian baik mikro maupun makro begitu pun yang

dialami oleh pihak bank.

37
5. Macam Macam Kredit

Macam kredit dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Kredit menurut sumbernya

Kredit yang dilihat dari sumbernya ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

1) Kredit primer adalah kredit yang diberikan melebihi jumlah

tabungan yang ada pada bank guna menimbulkan daya beli baru.

2) Kredit sekunder adalah kredit yang diberikan kepada penerima

kredit guna memindahkan daya beli yang awalnya ada pada si

penabung kepada ke si penerima kredit. Kredit ini berasal dari

tabungan-tabungan yang sudah ada di bank.

b. Kredit menurut asalnya

Kredit yang dilihat dari asalnya ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

1) Domestic loan adalah kredit yang didapat dari badan/perseorangan

yang ada didalam negri.

2) Foreign loan adalah kredit yang didapat dari pihak

swasta/pemerintah asing kepada swasta/pemerintahan dalam negri.

c. Kredit menurut tujuannya

Kredit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu:

1) Kredit produktif adalah kredit yang digunakan untuk membeli

barang-barang atau bahan-bahan yang bisa digunakan untuk proses

produksi agar menghasilkan lebih banyak. Kredit ini terdiri dari:

38
a) Kredit umum (eksploitasi komersial) adalah kredit yang

diberikan guna untuk memutar aktiva dalam produksi yang

terdiri dari bahan dasar, bahan baku, dll.

b) Kredit investasi adalah kredit yang digunakan untuk membeli

barang-barang yang digunakan sebagai modal yang bisa

bertahan lama seperti mesin produksi.

c) Kredit ekspor adalah kredit yang digunakan untuk mengekspor

barang milik penerima kredit.

d) Kredit impor adalah kredit yang digunakan untuk mengimpor

barang penerima kredit sampai barang itu tiba.

2) Kredit konsumtif adalah kredit yang digunakan untuk membeli

barang-barang kebutuhan seperti pakaian, makanan, tempat tinggal,

dsb.

d. Kredit menurut jangka waktunya

Kredit yang dilihat dari jangka waktunya dapat dibagi menjadi 3 jenis,

yaitu:

1) Kredit jangka pendek adalah kredit yang jangka waktunya kurang

dari satu tahun.

2) Kredit jangka waktu sedang/menengah adalah kredit yang jangka

waktunya antara satu sampai lima tahun.

3) Kredit jangka panjang adalah kredit yang jangka waktunya lebih

dari lima tahun.

39
e. Kredit menurut pengembaliannya

Kredit menurut pengembaliannya ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

1) Aflopend crediet adalah kredit dimana kita menerima uangnya

secara langsung diawal dan pelunasannya secara cicilan dengan

angsuran tertentu sampai lunas.

2) Kredit rekening koran adalah kredit yang diambil sewaktu-waktu

ketika butuh dan jika sudah tidak membutuhkannya bisa

dikembalikan atau disetor kembali.

F. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

Pengaturan tentang kredit di Indonesia masih mengacu pada ketentuan

hukum perbankan. Pengaturan mengenai perjanjian kredit ini diatur dalam Pasal

1754-1769 yang termasuk dalam perjanjian pinjam meminjam. “Menurut

KUHPerdata dalam Pasal 1754 pinjam meminjam adalah suatu persetujuan

dengan nama pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah

tertentu barang-barang yang menghabisi karena pemakaiannya, dengan syarat

bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama

dari macam dan keadaan yang sama pula.”

Perjanjian kredit seringkali berbentuk perjanjian baku. Perjanjian baku

adalah perjanjian yang hampir seluruh klausulnya sudah dibakukan oleh

pemakaiannya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk

merundingkannya. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja misalkan

menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat dan beberapa hal lain yang

spesifikasi dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibekukan

40
bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klaus-klausulnya (Sembiring,

2000:85).

Kredit adalah pemberian prestasi berupa uang atau barang dengan balas

prestasi akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi

modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai

alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi koperatif antara si

pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dengan debitur. Maka

menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya kredit dalam

arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan risiko dan

pertukaran ekonomi di masa mendatang (Rahman, 1995: 106).

G. Tinjauan Umum tentang Kredit Macet

Likuiditas suatu bank dapat terganggu jika banyaknya kredit bermasalah

atau kredit macet atau yang lebih sering disebut sebagai non performing loan

(NPL) pada bank tersebut. Dengan adanya kredit macet yang terjadi di suatu

bank, menandakan bahwa bank tersebut sedang mengalami resiko akibat

adanya ketidakmampuan seorang debitur untuk memenuhi prestasi yang sudah

diterimanya dari bank beserta dengan bunganya sesuai dengan apa yang sudah

diperjanjikan. Namun dalam praktiknya, permasalahan kredit macet ini tidak

dapat dihindari dan selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank.

Risiko tersebut diatas bisa berasal dari internal bank pemberi kredit itu

sendiri maupun dari pihak eksternal yaitu para debitur. Karena sulit untuk

benar-benar menghilangkan kredit macet, pihak bank hanya bisa menekan

41
risiko terjadinya kredit macet hingga sekecil mungkin dengan menerapkan

prinsip kehati-hatian dan dengan menataati ketentuan perbankan yang berlaku.

Dalam menghadapi kredit macet, umumnya pihak bank akan berusaha

menyelamatkan kredit macet tersebut. Penyelamatan kredit macet oleh bank

akan terlebih dahulu melihat masing-masing kondisi kredit yang bermasalah

tersebut. Penyelamatan kredit tersebut akan bergantung kepada kategori

golongan kredit sebagaimana telah dijelaskan diatas.

Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah apabila likuiditas kredit

masuk kedalam kategori kredit kurang lancar, kredit diragukan, atau kredit

macet. Pada umumnya untuk mengatasi kredit bermasalah yang tidak struktural,

dilakukan beberapa langkah seperti restrukturisasi yang merupakan penurunan

suku bunga kredit, diberikannya perpanjangan waktu, adanya pengurangan

bunga kredit yang masih menunggak, pengurangan pada kredit pokok yang

masih menunggak, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi

pernyataan sementara. Jika terdapat kredit bermasalah yang struktural, pada

umumnya masalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan langkah-langkah

yang digunakan dalam menyelesaikan kredit bermasalah yang tidak struktural.

Penyelesaian kredit bermasalah yang bersifat struktural ini biasanya

diselesaikan dengan diberikannya pengurangan pokok kredit yang telah

ditentukan oleh peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 agar usahanya

dapat berjalan kembali serta pemasukannya dapat digunakan untuk memenuhi

kewajibannya (Suyatno, 2016:42).

42
H. Tinjauan Umum tentang Kredit Pemilikan Rumah

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang digunakan untuk

membeli rumah atau kebutuhan konsumtif lainnya dengan jaminan/agunan

berupa rumah. Walaupun penggunaannya mirip, KPR berbeda dengan kredit

konstruktif dan renovasi. Didalam KPR yang menjadi agunan adalah rumah

yang akan dibeli itu sendiri untuk KPR pembelian. Sedangkan agunan yang

menggunakan rumah yang sudah dimiliki adalah KPR multiguna atau KPR

refinancing.

Dikenal adanya 2 jenis KPR di Indonesia, yaitu:

a. KPR subsidi yaitu KPR yang bertujuan untuk membantu masyarakat

berpenghasilan menengah kebawah dalam rangka memenuhi kebutuhan

perumahan atau perbaikan rumah yang telah dimiliki. Dalam hal ini

subsidi yang diberikan adalah berupa subsidi untuk meringankan kredit

dan subsidi menambah dana pembangunan tau perbaikan rumah. KPR

bersubsidi ini sendiri merupakan produk pemerintah dan pengaturannya

dilakukan oleh pemerintah sehingga tidak semua orang bisa mendapatkan

KPR bersubsidi ini.

b. KPR Non Subsidi yaitu KPR yang diperuntukan bagi seluruh masyarakat.

Dalam KPR ini pengaturan untuk KPRnya, kredit dan bunganya

ditentukan oleh bank.

43
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi di PT.

Bank Tabungan Negara cabang Pekanbaru

Didalam hidupnya, manusia memiliki berbagai macam kebutuhan untuk

bertahan hidup mulai dari kebutuhan primer sebagai kebutuhan pokok hingga

kebutuhan tersier yang tidak terlalu pokok. Salah satu kebutuhan primer yang

harus terpenuhi adalah papan atau tempat tinggal. “Dalam Pasal 1 ayat (7)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman

dikatakan bahwa yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan gedung yang

berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,

cerminan harkat dan martabat pemiliknya, serta aset bagi pemiliknya (Pasal 1

angka 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman).”

Mempunyai sebuah tempat tinggal atau rumah sendiri merupakan impian

semua orang apalagi yang sudah berkeluarga. Tetapi semakin hari semakin

susah bagi seseorang untuk membeli rumah secara tunai apalagi untuk

masyarakat berpenghasilan rendah dikarenakan harga tanah dan harga rumah

yang kian lama kian mahal terlebih di kota besar seperti Pekanbaru.

Tidak semua orang dapat membeli rumah dengan membayar tunai secara

langsung karena kendala ekonomi yang dihadapinya. Mengajukan kredit ke

bank yang menyediakan program kredit pemilikan rumah merupakan salah satu

44
cara untuk mendapatkan rumah tanpa harus membayarnya secara tunai

melainkan dengan cara mencicil setiap bulannya. “Dalam Pasal 1 angka 2

Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjabarkan tentang arti bank yaitu

bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka

meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.”

Kegiatan menyalurkan dana yang terlebih dahulu sudah dihimpun dari

nasabah merupakan suatu hal yang sangat berkaitan erat dengan kepentingan

umum. Dengan demikian, dana yang sudah dititipkan masyarakat kepada bank

harus dijaga dengan baik. Bank harus dengan cermat mengolah dana tersebut

salah satunya dengan cara menyalurkannya ke bidang produktif seperti

pembangunan (Badrulzaman, 1994: 105-106).

“Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang

Perumahan dan Pemukiman dijabarkan pengertian rumah sebagai berikut

rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan

hunian bagi pembinaan keluarga.”

“Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan perumahan dan kawasan

permukiman diselenggarakan untuk:

1. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman;

45
2. Memberi dukungan terhadap penataan dan pengembangan wilayah serta

penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan

hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk

mewujudkan keseimbangan kepentingan terutama bagi MBR (Masyarakat

Berpenghasilan Rendah);

3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi

pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi

lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan;

4. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan

perumahan dan kawasan permukiman;

5. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

6. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam

lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan

berkelanjutan.”

Kebutuhan akan rumah pada masa ini merupakan suatu permasalahan

nasional yang harus dicari solusinya oleh pemerintah maupun masyarakat. Salah

satu solusi yang bisa dijadikan jalan keluar adalah dengan memperbanyak

produk-produk perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat

berpenghasilan rendah (MBR). Sudah ada bank tertentu yang ditunjuk oleh

pemerintah untuk melakukan kerjasama dalam menyediakan fasilitas kredit

pemilikan rumah (KPR) yang disubsidi oleh pemerintah. Bank Tabungan Negara

Pekanbaru merupakan salah satu bank yang menjalin kerjasama dengan

46
pemerintah dalam menyediakan program kredit pemilikan rumah (KPR) yang

disubsidi oleh pemerintah.

“Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam Pasal 1 angka

11 dijelaskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga.”

“Sesuai dengan isi Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, yang berbunyi: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Bank juga merupakan suatu agen pembangunan yang memiliki tujuan

untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional untuk meningkatkan

pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak (Muhamad Djumhana, 2000:3)

Keberadaan Bank Tabungan Negara telah dibuktikan dengan pencapaian

dan kemampuan yang dihubungkan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia

untuk menabung. Dengan usahanya Bank Tabungan Negara telah mengambil

peranan penting dalam usaha pembangunan dari segala bidang termasuk di Kota

47
Pekanbaru ini. Misi yang harus diemban adalah sebagai bank yang menjadi

penyedia dana untuk menumbuhkan pembangunan perumahan nasional yang

diwujudkan dengan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) telah membawa PT.

Bank BTN. Tbk sebagai bank yang dekat dengan masyarakat. Kredit Pemilikan

Rumah atau lebih dikenal dengan KPR bersubsidi yang diselenggarakan oleh

Bank Tabungan Negara cabang Pekanbaru.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Bank Tabungan

Negara Cabang Pekanbaru diketahui BTN cabang Pekanbaru ini menyediakan

KPR bersubsidi tetapi tidak selalu ada karena yang memberikan KPR bersubsidi

ini adalah pemerintah jadi harus menunggu kebijakan dari pemerintah itu

sendiri baru bisa dijalankan.Dari hasil wawancara tersebut dapat kita simpulkan

bahwa BTN cabang Pekanbaru ini memang menyediakan fasilitas KPR

bersubsidi tetapi menunggu kebijakan dari pemerintah jadi fasilitas KPR

bersubsidi ini akan berjalan jika sudah adanya keputusan dari pemerintah.Dari

hasil wawancara dengan debitur selaku responden, 5 orang mengaku memiliki

rumah dengan fasilitas KPR bersubsidi ini.

Program KPR bersubsidi ini masih sangat diminati oleh masyarakat

terutama masyarakat yang memiliki penghasilan rendah atau biasa disebut

dengan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Meskipun target sejuta

rumah yang dibuat oleh Presiden Joko Widodo sudah mencapai target pada

tahun 2019 lalu, pemerintah masih meneruskan program sejuta rumah dengan

mayoritas membangun rumah bersubsidi di tahun 2020 ini. Menurut Presiden

Jokowi “program ini akan terus berlanjut. Yang jelas targetnya pada tahun 2019

48
terpenuhi. Tetap, ini akan diteruskan dengan target yang sedikit lebih banyak”

(https://nasional.kompas.com/read/2020/01/24/19355181/lanjutkan-program-

sejuta-rumah-jokowi-naikkan-kuota-flpp, diakses 11 Juni 2020).

Dari hasil wawancara penulis dengan pihak Bank Tabungan Negara

cabang Pekanbaru, diketahui dalam pengajuan KPR bersubsidi, pihak BTN

sebelum memberikan kredit kepada debitur terlebih dahulu melihat watak

(character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral), dan

keadaan (condition) yang lebih dikenal dengan prinsip 5c dalam dunia

perkreditan. Hal tersebut dilihat melalui prosedur yang akan dilakukan secara

bertahap dan berkesinambungan dan pastinya sejalan dengan asas dalam hukum

perjanjian terutama asas kepercayaan yang terdapat dalam “Pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata dimana dalam Pasal ini dikatakan bahwa persetujuan harus

dilaksanakan dengan itikad baik.” Tahap pertama yang dilakukan oleh pihak

bank BTN adalah mengumpulkan keterangan untuk pengawasan pencegahan

yang dilakukan dengan cara pengumpulan keterangan dari surat permohonan

yang diajukan calon debitur. Setelah tahap pertama tadi, pihak BTN akan

mengambil keputusan apakah permohonan kredit calon debitur akan

dikabulkan atau ditolak. Jika dirasa kriteria debitur tidak memenuhi syarat,

maka pihak BTN akan langsung ditolak. Apabila kriteria debitur memenuhi

syarat maka pihak BTN akan mengabulkan dan mulai dilaksanakannya kredit.

Pada tahap selanjutnya, pembinaan akan diberikan kepada debitur dengan cara

memberikan penyuluhan serta pengarahan dari pihak BTN guna memberikan

pengertian kepada debitur agar nantinya debitur melakukan kewajibannya

49
secara tertib dan teratur. Tahap terakhir merupakan tahap penyelamatan kredit

oleh pihak BTN. Hal ini dilakukan pihak BTN agar:

1. Kredit yang sudah bermasalah malah menjadi kredit macet.

2. Kredit yang sudah masuk kedalam golongan kredit macet agar bisa menjadi

kredit lancar kembali.

Sebelum melakukan perjanjian kredit di Bank Tabungan Negara, ada

beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon debitur antara lain:

1. WNI berusia 21 tahun atau sudah menikah.

2. Usia pemohon tidak melebihi 65 tahun pada saat kredit jatuh tempo. Khusus

peserta ASABRI yang mendapat rekomendasi dari YKPP, usia pemohon

s.d. 80 tahun pada saat kredit jatuh tempo.

3. Pemohon maupun pasangan (suami/isteri) tidak memiliki rumah dan belum

pernah menerima subsidi pemerintah untuk memiliki rumah. Dikecualikan

2 kali untuk TNI/Polri/PNS yang pindah tugas.

4. Gaji/penghasilan pokok tidak melebihi 4 juta untuk rumah sejahtera tapak

dan tidak melebihi 7 juta untuk rumah sejahtera susun.

5. Memiliki -KTP dan terdaftar di dukcapil.

6. Memiliki NPWP dan SPT tahunan PPh orang pribadi sesuai perundang-

undangan yang berlaku.

7. Pengembang wajib terdaftar di kementrian PUPR.

8. Spesifikasi rumah sesuai dengan peraturan pemerintah.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Bank Tabungan

Negara cabang Pekanbaru, diketahui bahwa penjelasan akan diberikan lebih

50
detail lagi kepada debitur yang akan mengambil fasilitas KPR bersubsidi ini

ketimbang yang mengambil KPR non subsidi. Hal ini disebabkan ada ketentuan

dari pemerintah selaku pemberi subsidi dan ada juga peraturan dari BTN

sendiri. Hal tersebut juga sudah di rincikan dalam perjanjian kredit dan

diterangkan satu per satu dan di tanda tangani di depan notaris.

Persyaratan dalam Pasal 1320 KUHPerdata harus terpenuhi seluruhnya

barulah bisa suatu perjanjian dikatakan sah. Unsur-unsur juga merupakan suatu

hal penting dalam suatu perjanjian.

Berdasarkan Wawancara penulis dengan pihak PT. Bank Tabungan

Negara, calon debitur harus terlebih dahulu bertemu dengan developer

perumahan yang membangun rumah yang ingin dibelinya untuk memilih unit

yang akan dibelinya dan juga memilih bank mana yang akan digunakannya

sebagai kreditur. Adapun proses pemberian kredit yang ada di Bank Tabungan

Negara Pekanbaru adalah:

1. Permohonan kredit pemilikan rumah (KPR) diajukan oleh calon debitur

kepada Bank Tabungan Negara Pekanbaru.

2. Formulir permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) harus diisi oleh

calon debitur dengan sebenarnya dan lengkap.

3. Formulir permohonan yang diisi oleh calon debitur harus dilampiri

dengan:

a. Foto copy sertifikat dan ijin IMB (dari Developer)

b. Foto copy buku tabungan BTN (jika tidak ada harus membuka

rekening BTN)

51
c. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (suami istri bagi yang telah

menikah)

d. Foto copy Kartu Keluarga

e. Foto copy surat nikah (bagi yang telah menikah)

f. Foto copy SPPT (besaran Pajak Bumi dan Bangunan yang wajib

dibayar) dan Surat Tanda Terima Setoran terakhir

g. Asli slip gaji atau keterangan penghasilan,

h. Foto copy SK pertama dan terakhir (bagi pegawai)

i. Fotocopy Kartu Pegawai (bagi Pegawai)

j. Foto copy rekening bank lain lima bulan terakhir,

k. Foto copy bukti-bukti transaksi.

4. Menandatangani .

Dalam melakukan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR),

menjelaskan satu per satu poin yang terdapat di dalam perjanjian kredit

merupakan kewajiban setiap kreditur yang dalam hal ini adalah pihak Bank

Tabungan Negara cabang Pekanbaru. Pihak bank wajib menjelaskan secara

rinci setiap poin yang ada di dalam perjanjian kredit. Dalam hal ini, debitur yang

mengambil fasilitas KPR juga wajib membaca setiap poin yang ada di dalam

perjanjian kredit.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan debitur selaku responden, 5

orang responden mengaku sebelum penandatanganan kesepakatan pemilikan

rumah dengan fasilitas KPR bersubsidi dari Bank Tabungan Negara Cabang

Pekanbaru, mereka sudah membaca dan mendapatkan penjelasan yang sangat

52
jelas terkait setiap poin yang terdapat dalam perjanjian KPR bersubsidi dari

Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru.

Salah satu hal yang termasuk dalam kredit bermasalah adalah kredit macet

tetapi tidak semua kredit yang bermasalah merupakan kredit macet. Berkenaan

dengan kredit bermasalah tersebut dihubungkan dengan perbuatan wanprestasi,

ada 3 jenis perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, yaitu

(Suparmono, 1997: 92):

1. Angsuran kredit beserta bunganya tidak dapat dibayarkan oleh debitur;

2. Angsuran kredit beserta bunganya hanya dibayarkan sebagian oleh debitur.

Angsuran yang telah dibayarkan sebagian tersebut tidak dipermasalahkan.

Meskipun demikian, kredit tersebut tetap dianggap kredit macet meskipun

tinggal satu kali pembayaran lagi yang belum diselesaikan oleh debitur;

3. Angsuran beserta bunganya dibayarkan oleh debitur setelah waktu yang

diperpanjang berakhir. Debitur yang membayar lunas setelah adanya

perpanjangan waktu tidak termasuk kedalam hal tersebut karena telah

terjadi perubahan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Bank Tabungan

Negara Cabang Pekanbaru, diketahui bahwa BTN cabang Pekanbaru selaku

kreditur pasti akan selalu menyampaikan apa saja hak dan kewajiban debitur

dan kreditur kepada debitur yang akan mengambil fasilitas KPR bersubsidi ini.

Disamping itu mereka juga pastinya akan menjelaskan terkait wanprestasi

secara rinci yang bentuknya dalam perjanjian kredit yang sudah mencakup

53
semua hal-hal penting. Debitur juga diwajibkan membaca semua halam serta

memparafnya. Nantinya bagian-bagian penting akan dijelaskan kembali kepada

pihak debitur oleh kami sewaktu akad kredit. Apabila terdapat debitur yang

merasa keberatan dengan segala persyaratan yang tercantum dalam perjanjian,

maka debitur tersebut bisa saja membatalkan permohonan kredit yang sudah

diajukannya dan pihak BTN tidak akan memaksa untuk menandatangani

perjanjian tersebut. Disini meskipun syarat-syarat dalam perjanjian ditetapkan

oleh pihak BTN, debitur masih mempunyai suatu kebebasan untuk menentukan

kehendaknya.Hal ini sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat

sahnya perjanjian dimana suatu perjanjian dianggap sah apabila kedua belah

pihak mereka yang mengikatkan dirinya.Dari wawancara yang dilakukan

dengan debitur selaku responden, 5 orang mengaku telah mengetahui apa saja

resiko yang akan terjadi jika terjadi kredit macet.

Dapat dilihat meskipun debitur yang menjadi responden mengaku bahwa

mereka sudah mengerti tentang apa saja resiko yang terjadi jika terjadinya

kredit macet, hal seperti kredit macet ini memang akan tetap terjadi.

Wanprestasi dalam perjanjian KPR bisa terjadi karena berbagai hal apalagi

dalam perjanjian KPR bersubsidi ini. Hal tersebut karena kebanyakan debitur

yang mengambil KPR bersubsidi ini termasuk dalam masyarakat

berpenghasilan rendah dimana mereka tidak dulu harus memiliki penghasilan

tetap untuk mengambil KPR bersubsidi ini.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Bank Tabungan

Negara Cabang Pekanbaru, diketahui bahwa kredit macet pasti pernah terjadi

54
apalagi yang mengambil KPR bersubsidi ini kita ketahui orang-orang yang

merupakan masyarakat berpenghasilan rendah jadi pasti peghasilan yang

mereka dapatkan setiap bulannya tidak menentu jadi pasti ada saja debitur yang

mengalami tunggak bayar atau bahkan gagal bayar.

Dalam Pasal 12 perjanjian KPR bersubsidi bank BTN, seorang debitur

dinyatakan melakukan wanprestasi apabila:

1. Angsuran tidak dibayarkan oleh debitur dan/atau angsuran yang dibayarkan

kurang dari jumlah yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dan/ atau bila

tidak melunasi kewajiban angsuran menurut batas waktu yang ditetapkan

dalam Pasal 6 syarat dan ketentuan perjanjian kredit ini dan/ atau melakukan

secara berulang-ulang pembayaran angsuran secara tidak teratur.

2. Adanya penunggakan kewajiban yang dilakukan debitur.

3. Kewajiban yang sudah diperjanjikan tidak dipenuhi oleh debitur atau

debitur melanggar perjanjian kredit.

4. Debitur membuat atau menyebabkan atau menyetujui dilakukan atau

membiarkan dilakukan suatu tindakan yang membahayakan atau dapat

membahayakan, mengurangi nilai atau meniadakan agunan atas kredit yang

telah diterima.

5. Tanah yang diagunkan kepada bank tidak diperpanjang hak atas tanahnya

oleh debitur terhitung satu tahun sebelum berakhirnya hak tersebut.

6. Keterangan yang diberikan atau hal-hal yang disampaikan atau agunan yang

dibuat oleh debitur kepada bank terbukti palsu atau menyesatkan atau tidak

55
lengkap dalam segala segi atau debitur lalai atau gagal untuk memberikan

keterangan yang sesungguhnya dan menyeluruh kepada bank.

7. Debitur gagal dalam memenuhi atau debitur bertindak bertentangan dengan

suatu peraturan perundangan yang berlaku yang mempunyai akibat penting

terhadap atau mempengaruhi hubungan kerjanya dengan kantor tempat

kerjanya.

8. Debitur melanggar ketentuan-ketentuan dan atau tidak melaksanakan janji

dan kesanggupannya di dalam perjanjian kredit dan syarat&ketentuan

perjanjian kredit.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan debitur selaku responden,

sebanyak 2 orang dari 5 responden pernah melakukan wanprestasi dalam

perjanjian KPR bersubsidi yang ia ambil dengan berbagai alasan.

B. Langkah-Langkah Yang Dilakukan Oleh PT. Bank Tabungan Pekanbaru

Cabang Pekanbaru Untuk Menangani Permasalahan Kredit Macet

“Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Bank merupakan badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit guna

meningkatkan taraf hidup masyarakat.”

Melihat definisi bank diatas, membantu kelancaran pembangunan

ekonomi di suatu negara merupakan tujuan suatu bank sebagai lembaga

keuangan. Sebagian besar masyarakat yang berada di negara ini, pada realitanya

masih hidup dalam golongan ekonomi menengah bawah. Hal itu menyebabkan

modal yang dibutuhkan untuk menata perekonomian mereka agar bisa

56
berkembang juga cukup besar. Pemberian kredit merupakan salah satu produk

yang ditawarkan oleh bank agar kebutuhan modal untuk membantu

perkembangan perekonomian masyarakat menengah bawah bisa terpenuhi.

Perbankan memiliki peranan yang penting dalam 3 aspek pembangunan

(pemerintah, bank, dan masyarakat) karena perbankan adalah suatu wadah yang

memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Untuk mencapai tujuan memenuhi fungsi utama bank yang disebut diatas, suatu

bank tentu harus memiliki perangkat hukum yang menunjangnya. Perangkat

hukum yang menunjang ini terdiri dari dasar hukumnya ataupun juga perangkat

hukum operasionalnya.

Dalam prakteknya sehari-hari, kegiatan di perbankan tidak dapat

menghindari suatu masalah. Masalah yang kerap kali terjadi dalam dunia

perbankan adalah adanya debitur yang melakukan wanprestasi. Dalam hal

kredit pemilikan rumah atau KPR di suatu bank yang akan dibahasa ini adalah

debitur yang melakukan wanprestasi.

Wanprestasi adalah keadaan ketika debitur tidak dapat memenuhi

kewajiban kreditnya dan karena hal tersebut dia dapat dipersalahkan. Prestasi

merupakan hak dari kreditur dan merupakan kewajiban dari debitur yang sudah

diperjanjikan. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu prestasi yaitu:

1. Prestasi tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan ketertiban

umum.

2. Prestasi harus dapat ditentukan.

57
3. Prestasi harus merupakan suatu hal yang dapat dilakukan menurut

kemampuan manusia.

Bank memberikan suatu pinjaman atau kredit kepada debitur dengan

harapan bahwa debitur akan melakukan pengembalian dengan tepat waktu.

Namun keterlambatan pembayaran terhadap kredit yang diberikan ini sering

terjadi dengan berbagai faktor penyebabnya.

Kesalahan debitur dalam hal keterlambatan pembayaran suatu kredit bisa

terjadi karena:

1. Kesalahan debitur yang disengaja atau karena kelalaiannya;

2. Keadaan memaksa atau diluar kemampuan debitur.

Sebagai akibat tejadinya wanprestasi maka debitur harus:

1. Mengganti kerugian;

2. Benda yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat itu dipenuhinya

kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;

3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat

meminta pembatalan (pemutusan) perjanjian.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh kreditur untuk menangani

debitur yang melakukan wanprestasi seperti:

1. Menuntut adanya pembatalan/pemutusan perjanjian;

2. Menuntut pemenuhan perjanjian;

3. Menuntut ganti kerugian;

4. Menuntut pembatalan dan ganti kerugian;

5. Menuntut pemenuhan prestasi dan ganti kerugian.

58
Dalam memberikan suatu kredit pasti bank sudah tau bahwa akan

ada resiko terhadap kredit yang diberikannya kepada debitur. Hal tersebut

membuat bank harus memperhatikan apa saja yang menjadi asas

perkreditan yang baik. Salah satu asas perkreditan yang baik adalah bank

tidak diperbolehkan memberikan suatu kredit kepada debitur tanpa adanya

surat perjanjian yang dibuat secara tertulis. Sebelum memberikan kredit pun

bank harus memperhatikan watak, kemampuan, modal, agunan, dan

prospek usaha debitur dimana hal tersebut sering disebut sebagai penerapan

prinsip 5C dalam dunia perkreditan. Likuiditas suatu bank dapat terganggu

jika banyaknya kredit bermasalah atau kredit macet atau yang lebih sering

disebut sebagai non performing loan (NPL) pada bank tersebut. Dengan

adanya kredit macet, menandakan bahwa suatu bank sedang mengalami

risiko usaha bank yang termasuk dalam risiko kredit. Risiko kredit ini

merupakan risiko yang timbul akibat adanya debitur yang tidak mampu

membayar pinjaman yang sudah diterimanya dari suatu bank sesuai dengan

jangka waktu yang sudah diperjanjikan. Dalam prakteknya, masalah kredit

macet ini tidak dapat dihindari dan selalu ada dalam kegiatan perkreditan

bank.

Dengan adanya KPR ada 3 peristiwa hukum yang terjadi yaitu

penandatanganan perjanjian jual beli, penandatanganan perjanjian kredit

pemilikan rumah dan penandatanganan surat kuasa hipotik sebagai jaminan.

Dalam Undang-Undang Perbankan yang menjadi hal paling penting adalah

tetap adanya jaminan terhadap kredit yang diberikan. Jaminan kredit yang

59
ditetapkan merupakan jaminan pokok berupa hak kebendaan atas rumah dan

tanah yang dibeli oleh debitur serta jaminan tambahan yang dapat berupa uang

atau benda tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bank BTN. Pada dasarnya,

perjanjian jaminan bukan merupakan suatu kewajiban dalam perjanjian utang

piutang. Perjanjian jaminan hanya merupakan perjanjian tambahan yang

tergantung pada perjanjian pokoknya. “Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disebut UUPA

pada Pasal 51 menjelaskan bahwa hak milik, hak guna usaha dan hak guna

bangunan dapat dijadikan sebagai jaminan utang dengan dibebani dengan hak

tanggungan.” “Dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan

dengan Tanah, pemberian hak tanggungan diawali dengan diberikannya hak

tanggungan sebagai jaminan pelunasan suatu utang yang terdapat dalam

perjanjian pokok dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian

pokoknya.” Semenjak berlakunya Undang-Undang tersebut diatas, hak

tanggungan merupakan satu-satunya hak jaminan atas tanah yang diakui.

Dengan adanya penandatanganan perjanjian KPR bersubsidi, maka saat itu juga

telah terjadi suatu kesepakatan dimana terikatnya para pihak yang mengadakan

perjanjian dimana disini ada debitur dan pihak BTN selaku kreditur. Dengan

demikian, kesepakatan tersebut akan mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat secara hukum dan menimbulkan hak dan kewajiban para pihak.

Adanya hak dan kewajiban yang timbul dari pihak debitur akan membuat

debitur dengan sendirinya harus melaksanakan tanggung jawab atas pelunasan

60
kredit pemilikan rumah setiap bulannya secara rutin sampai batas waktu yang

telah ditentukan dalam perjanjian dan pihak debitur juga harus menjamin

kelancaran pembayaran angsuran tersebut. Sebagai jaminan debitur

menyerahkan sertifikat dan surat-surat mengenai rumah kepada pihak BTN.

Debitur masih tetap bisa menempati rumah tersebut tetapi dia berkewajiban

untuk melunasi angsuran KPR yang telah diambilnya agar sertifikat yang

dijaminkannya ini bisa menjadi miliknya.

“Menurut KUHPerdata dalam Pasal 1313 menjelaskan bahwa suatu

perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan

diri terhadap satu orang lain atau lebih.” Setelah orang telah memutuskan untuk

membuat perikatan dengan orang lainnya, maka akan timbul hubungan hukum

yang disebut perikatan berupa hak dan kewajiban antar para pihak yang

bersepakat. Perjanjian inilah yang membuat adanya sebuah perikatan.

Suatu perjanjian kredit dikatakan bermasalah apabila debitur ingkar janji

dalam melakukan pembayaran kredit yang sudah jatuh tempo. Pengingkaran

janji ini bisa berupa keterlambatan pembayaran atau bahkan tidak adanya

pembayaran sama sekali. Hal tersebut dapat membuat mutu kredit pada bank

menjadi merosot. Biasanya bank akan menempuh cara damai utuk

menyelesaikan permasalahan kredit ini tetapi jika tidak bisa akan ditempuhnya

jalur hukum.

“Dalam Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum menjelaskan kualitas

suatu kredit ditetapkan menjadi:

61
1. Lancar

Suatu kredit dapat dikatakan sebagai kredit yang lancar apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut:

a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga kredit tepat waktu;

b. Memiliki mutasi rekening yang aktif;

c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai.

2. Dalam perhatian khusus

Suatu kredit dapat dikatakan sebagai kredit yang berada dalam perhatian

khusus apabila memiliki ke kriteria sebagai berikut:

a. Adanya tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga kredit yang belum

melampaui 90 hari;

b. Terkadang adanya cerukan;

c. Mutasi rekening relatif aktif;

d. Didukung oleh pinjaman baru.

3. Kurang lancar

Suatu kredit dikatakan kurang lancar apabila memiliki ke kriteria sebagai

berikut:

a. Adanya tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga kredit

yang sudah melampaui 90 hari;

b. Sering terjadinya cerukan;

c. Frekuensi aktifnya rekening cenderung rendah;

d. Terdapat indikasi masalah keuangan debitur;

e. Dokumentasi pinjaman lemah.

62
4. Diragukan

Suatu kredit dikatakan sebagai kredit yang diragukan apabila memiliki

kriteria sebagai berikut:

a. Adanya angsuran pokok dan/atau bunga kredit yang telah melampaui

180 hari;

b. Adanya cerukan yang bersifat permanen;

c. Terjadinya kapitalisasi bunga kredit;

d. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun

pengikatan jaminan.

5. Macet

Suatu kredit dikatakan sebagai kredit macet apabila memiliki kriteria

sebagai berikut:

a. Adanya tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga kredit yang telah

melampaui 270 hari;

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru;

c. Dari segi hukum ataupun segi pasar, jaminan yang diberikan tidak dapat

dicairkan dengan nilai yang wajar.”

Kredit macet memang termasuk kedalam kategori kredit bermasalah tetapi

tidak semua kredit bermasalah dapat kita katakan sebagai kredit macet.

Suatu kredit bermasalah dapat dikatakan macet apabila (Sutojo, 1997:12):

1. Terjadi keterlambatan pembayaran bunga dan/atau kredit induk lebih dari

90 hari semenjak tanggal jatuh temponya;

2. Tidak dilunasi sama sekali;

63
3. Diperlukannya negosiasi kembali atas syarat pembayaran kredit dan bunga

yang tercantum dalam pemberian kredit.

Kredit macet dapat tejadi karena beberapa hal, yaitu (Suparmono, 1997: 14):

1. Itikad tidak baik dari debitur;

2. Kesalahan debitur sendiri;

3. Perubahan peraturan perundang-undangan;

4. Kondisi dan situasi ekonomi secara umum;

5. Force majure;

6. Kekurang hati-hatian bank.

Likuiditas suatu bank dapat terganggu jika banyaknya kredit bermasalah

atau kredit macet atau yang lebih sering disebut sebagai non performing loan

(NPL) pada bank tersebut. Dengan adanya kredit macet tengah menghadapi

risiko usaha bank jenis risiko kredit dimana risiko ini adalah risiko akibat

ketidakmampuan debitur mengembalikan pinjaman yang diterimanya dari suatu

bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

Namun dalam praktiknya, permasalahan kredit macet ini tidak dapat dihindari

dan selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank.

Risiko tersebut diatas bisa berasal dari internal bank pemberi kredit itu

sendiri maupun dari pihak eksternal yaitu para debitur. Karena sulit untuk benar-

benar menghilangkan kredit macet, pihak bank hanya bisa menekan risiko

terjadinya kredit macet hingga sekecil mungkin dengan menerapkan prinsip

kehati-hatian dan dengan mentaati ketentuan perbankan yang berlaku.

64
Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit merupakan suatu hal

mutlak yang diperlukan. Hal tersebut membuat para pihak dalam perjanjian

kredit ini diwajibkan memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan

kepada debitur tepat pada waktunya seperti yang sudah diperjanjikan. Dengan

begitu, pihak kreditur pun akan merasa terlindungi hak-haknya untuk

mendapatkan kembali kredit yang dia berikan kepada debitur.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Bank Tabungan

Cabang Pekanbaru, diketahui bahwa suatu wanprestasi yang dilakukan oleh

debitur dapat terjadi karena dasar awal dari perjanjian kredit ini sendiri adalah

keyakinan atau kepercayaan pihak bank terhadap debitur bahwa debitur akan

melunasi kreditnya pada kemudian hari sesuai dengan apa yang sudah

diperjanjikan sebelumnya. Tetapi pada kenyataannya banyak sekali debitur

yang melakukan wanprestasi dengan berbagai alasan. Seorang debitur sudah

bisa dikatakan wanprestasi apabila ia tidak membayar kredit sebulan saja.

Dalam pelaksanaan suatu perjanjian kredit, jika seorang debitur sudah

menunjukkan tanda-tanda adanya wanprestasi, maka pihak BTN akan

mengirimkan surat bahwa kredit si debitur sudah jatuh tempo dan debitur harus

segera menyediakan saldo di dalam rekeningnya untuk pembayaran angsuran

kredit. Hal itu karena BTN menggunakan sistem potongan langsung dari

tabungan debitur untuk pembayaran angsuran kredit.

65
Langkah-langkah penyelesaian kredit macet yang biasa dilakukan oleh

bank jika terdapat debitur yang masih mempunyai itikad baik untuk

menyelesaikan kewajibannya, antara lain:

1. Penagihan intensif oleh bank

Terhadap debitur yang masih dianggap mempunyai itikad baik tetapi

menunjukkan gejala akan terjadinya kredit macet maka pihak bank akan

melakukan penagihan secara intensif kepada si debitur sampai ia

menyelesaikan prestasinya.

2. Rescheduling

Merupakan perubahan syarat kredit yang berkaitan dengan jadwal

pembayaran atau jangka waktu yang di dalamnya termasuk masa tenggang

dan perubaha besarnya angsuran kredit. Rescheduling ini tidak dapat

diberikan kepada seluruh debitur yang mengalami kredit macet.

Rescheduling ini hanya dapat diberikan kepada debitur yang masih

memiliki itikad baik serta memiliki karakter yang jujur dan masih memiliki

kemauan untuk membayar kreditnya.

3. Reconditioning

Merupakan upaya untuk menyelamatkan kredit macet dimana dilakukannya

perubahan terhadap sebagian atau seluruh syarat dalam perjanjian yang

meliputi perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu pembayaran, tingkat

suku bunga kredit, penundaan sebagian atau seluruhnya kredit serta

persyaratan lainnya.

4. Restructuring

66
Merupakan perubahan syarat kredit yang menyangkut penambahan dana

bank, konversi sebagian atau seluruhnya bunga kredit, konversi sebagian

atau seluruh kredit menjadi penyertaan bank dalam bentuk kredit baru atau

mengambil partner lain untuk menambah penyertaannya.

5. Liquidasi

Merupakan penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan oleh debitur

untuk melunasi utang si debitur. Liquidasi ini dilakukan apabila pihak bank

tidak lagi melihat peluang bahwa si debitur dapat melunasi kreditnya.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Bank Tabungan

Negara Pekanbaru, diketahui ada beberapa langkah yang diambil oleh pihak

Bank Tabungan Negara cabang Pekanbaru untuk menyelesaikan persoalan

kredit macet yaitu:

1. Musyawarah untuk mencapai mufakat

Dalam tahap ini pihak BTN memberikan surat kepada debitur yang

mengalami kredit macet untuk diselesaikan dengan cara musyawarah untuk

mufakat. Dengan cara musyawarah ini diharapkan para pihak dapat hadir

yaitu pihak debitur yang wanprestasi dan pihak bank sebagai kreditur.

2. Cessie

Cara lain yang akan ditempuh oleh BTN jika ada debitur yang mengalami

kredit macet adalah cessie. Cessie ini merupakan penyerahan piutang atas

nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya yang dilakukan dengan cara

membuat sebuah akta otentik atau akta dibawah tangan dimana hak-hak atas

kebendaan tersebut diserahkan kepada orang lain. Dengan kata lain cessie

67
ini merupakan pengalihan utang kepada orang lain dan cessi juga hanya

dapat dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

3. Novasi

Novasi merupakan pembaruan utang. Dalam hal penyelesaian kredit macet

ini dilakukan penggantian terhadap debitur.

4. Restrukturisasi

Cara ini adalah upaya perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan

terhadap debitur yang berpotensi mengalami kesulitan untuk memenuhi

kewajibannya untuk membayar kredit setiap bulan tetapi masih memiliki

itikad baik dan kemampuan untuk membayar. Restrukturisasi kredit yang

dilakukan antara lain dengan cara:

a. Penurunan suku bunga kredit;

b. Perpanjangan waktu kredit;

c. Pengurangan tunggakan bunga kredit;

d. Pengurangan tunggakan pokok kredit.

5. Melalui BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara)

a. Penyerahan pengurusan piutang

Tingkat pertama pengurusan piutang negara yang sudah jatuh tempo

tetapi belum dinyatakan sebagai kredit macet diselesaikan oleh baik

sampai piutang tersebut dinyatakan sebagai piutang macet. Jika piutang

sudah dinyatakan sebagai piutang macet dalam 21 bulan sejak piutang

dikategorikan oleh pihak bank, maka pihak bank wajib menyerahkan

pengurusan piutang ini kepada PUPN.

68
b. Surat penerimaan pengurusan piutang negara (SP3N)

Hasil dari penelitian PUPN terkait penyerahan piutang apabila telah

memenuhi persyaratan, maka ketua PUPN menerbitkan surat

penerimaan piutang negara (SP3N) dan dengan demikian pengurusan

piutang negara beralih kepada PUPN dan penyelenggaraannya

dilakukan oleh BUPLN.

c. Pernyataan bersama

Surat pengakuan barang dibuat dan ditandatangani oleh ketua PUPN

dan penanggung jawab hutang menyatakan berapa jumlah hutang yang

wajib dibayarkan kepada negara paling lama 12 (dua belas) bulan.

d. Surat paksa

Apabila penanggung jawab tidak memenuhi kewajiban sebagaimana

ditetapkan dalam pernyataan bersama, maka diterbitkan surat paksa

untuk penagihan sekaligus.

e. Penyitaan barang jaminan

Apabila surat paksa tidak dipenuhi oleh penanggung jawab hutang,

maka akan dilakukan penyitaan atas barang jaminan/agunan kredit.

Penyitaan akan dilakukan oleh juru sita berdasarkan surat perintah

penyitaan ketua PUPN.

f. Surat perintah penjualan barang sitaan

Ketua PUPN menerbitkan surat perintah penjualan barang sitaan dan

atas dasar surat perintah ini BUPLN melalui kantor lelang negara

mengumumkan rencana pelelangan dalam surat kabar harian.

69
g. Pelelangan barang sitaan

Pelelangan barang sitaan akan dilaksanankan apabila penanggung jawab

hutang tidak lagi dapat menyelesaikan sisa hutangnya.

6. Melalui pengadilan

Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain dapat mengajukan

tuntutan ganti kerugian melalui pengadilan. Jika hal ini terjadi, pihak bank

dapat mengajukan ke pengadilan dengan melampirkan akta hipotik dan sita

jaminan di dalam bekas perkara dan tentu saja proses ini akan memakan

waktu yang panjang dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Sebagai langkah pertama pihak BTN akan menghubung debitur yang

mengalami kredit macet melalui alamat yang tercantum pada saat memohon

kredit ataupun melalui alamat rumah KPR yang wajib ditempati oleh debitur.

Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan kredit bermasalah ini

dengan cara musyawarah. Dengan cara musyawarah ini diharapkan

permasalahan kredit macet ini bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Jika

masih tidak adanya itikad baik dari pihak debitur untuk melunasi kreditnya,

maka pihak BTN akan mengambil langkah-langkah lain tersebut diatas sebagai

cara penyelesaian kredit macet yang terjadi.

Pihak Bank Tabungan Negara juga akan mengenakan denda kepada

debitur yang mengalami telat bayar sebesar 1,5% per bulan. Jika debitur tidak

membayar dalam jangka waktu satu bulan setelah jatuh tempo, maka pihak

BTN akan mengirimkan surat pemberitahuan (SP) kepada debitur yang

bersangkutan untuk memberitahukan bahwa kreditnya sudah jatuh tempo.

70
Setelah dikeluarkannya pemberitahuan tersebut tapi tetap saja tidak ada itikad

baik dari debitur untuk melunasinya kreditnya tersebut, maka stiker

pemberitahuan bahwa rumah tersebut sedang dalam pengawasan Bank

Tabungan Negara akan ditempelkan pada rumah tersebut. Apabila masih belum

juga ada itikad baik dari debitur, maka peringatan akan ditingkatkan menjadi

cat pada dinding rumah debitur dengan tulisan bahwa rumah tersebut sedang

dalam pengawasan BTN. Dan langkah terakhir jika tetap tidak ada itikad baik

dari debitur maka rumah akan disita oleh pihak BTN dan akan dilelang. Debitur

yang ingin melunasi kredit tetapi rumahnya sudah masuk ke daftar lelang maka

debitur dapat menyelesaikannya dibagian hukum BTN dan jika tidak terjadi

kesepakatan maka nama debitur akan di blacklist dan tidak dapat lagi

mengajukan kredit di BTN.

Berdasrkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak Bank

Tabungan Negara Pekanbaru, diketahui bahwa ada berbagai kendala yang terjadi

ketika melakukan penagihan terhadap debitur yang mengalami kredit macet.

Menurut sumber yang diwawancarai oleh penulis, beberapa kendala tersebut

antara lain rumah yang diambil dengan fasilitas KPR bersubsidi ini terkadang

tidak ditempati langsung oleh pihak yang mengambil KPR, rumah malah

diberikan kepada pihak keluarga lain untuk ditempati ataupun dikontrakkan.

Permasalahan ini sering menjadi penyebab konflik antara bank dengan pihak lain

yang menguasai objek kredit. Padahal sudah jelas dalam perjanjian KPR

bersubsidi BTN bahwa rumah harus ditempati langsung oleh orang yang

mengambil KPR ini. Jika terbukti bahwa bahwa rumah tidak ditempati langsung

71
oleh yang mengambil KPR, biasanya pihak bank akan mengambil langkah

rumah tersebut akan dicabut KPR bersubsidinya menjadi KPR non subsidi atau

bahkan bisa sampai rumah tersebut ditarik kembali oleh pihak bank.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak Bank

Tabungan Negara, diketahui terdapat kendala yang sering terjadi dalam

penyelesaian permasalahan kredit macet, debitur sering kali mengalihkan atau

menjual objek kredit tanpa sepengetahuan kreditur yang dimana adalah PT. Bank

Tabungan Negara. Padahal di dalam perjanjian telah jelas dinyatakan bahwa

rumah selama dalam objek kredit tidak dibenarkan untuk dialihkan kepihak lain

dalam bentuk sewa, ataupun mengalihkan dalam bentuk jual beli tanpa

memberitahukan kepada bank atau tanpa seizin dari pihak perbankan.

Berdasarkan asas hukum pacta sunt servanda, kesepakatan/perjanjian yang telah

dibuat secara sah oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang telah membuatnya. Sebagaimana pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUHPerdata) yaitu: semua persetujuan yang dibuat yang dibuat sesuai

Undang-undang, berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuat.

Sehingga para pihak yang membuat perjanjian tersebut harus memiliki itikad

baik untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal yang telah diatur dalam

perjanjian tersebut, karena dalam perjanjiann tersebut terdapat, hak dan

kewajiban para pihak, sehingga tidak merugikan salah satu pihak.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia (UUJF) Pasal 23 angka 2 menyatakan, Pemberi Fidusia (debitur)

dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain

72
Benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda

persedian, kecuali dengan persetujuan tertulis dahulu oleh Penerima Fidusia

(kreditur).

73
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian setelah mengumpulkan data, mengolah, dan

membahasnya pada bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan

memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan proses perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi di

Bank Tabungan Negara cabang Pekanbaru sudah sangat baik dan

berdasarkan pada prosedur yang ada. Mulai dari debitur mengajukan kredit

sampai dengan kredit berjalan semua sudah sangat jelas alurnya bagaimana.

Tetapi masih terjadi kendala seperti kredit macet yang sering terjadi pada

fasilitas KPR bersubsidi di Bank Tabungan Negara cabang Pekanbaru ini

meskipun para debitur sudah mengetahui apa saja risiko yang akan

ditanggungnya jika mengalami kredit macet tetapi masih saja banyak

debitur yang mengalami masalah kredit macet ini.

2. Langkah-langkah yang diambil oleh Bank Tabungan Negara cabang

Pekanbaru juga dianggap sudah sangat tegas dalam menangani masalah

kredit macet. Awalnya Bank Tabungan cabang Pekanbaru ini akan

melakukan musyawarah terlebih dahulu untuk menyelesaikan

permasalahan kredit macet ini dengan cara kekeluargaan tetapi jika masih

tidak adanya itikad baik dari si debitur, maka pihak Bank Tabungan Negara

cabang Pekanbaru akan mengambil langkah lain seperti cessie,

74
restrukturisasi bahkan bisa sampai pada pelelangan pada rumah yang

diambil melalui fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi tersebut.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ada beberapa saran yang akan

penulis berikan yaitu:

1. Sebaiknya debitur melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya

yaitu membayar kredit tepat waktu seperti apa yang sudah diperjanjikan

dalam perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi dengan Bank

Tabungan Negara cabang Pekanbaru.

2. Hendaknya pihak PT. Bank Tabungan Negara cabang Pekanbaru lebih

menekankan apa saja risiko jika debitur mengalami kredit macet pada saat

sebelum adanya akad kredit agar debitur pun akan lebih mawas diri dalam

melaksanakan perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi tersebut.

75
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.

Achmad Busro, Hukum Perikatan Berdasar Buku III KUH Perdata, Percetakan
Pohon Cahaya, Yogyakarta, 2011.

Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2014.

Gatot Suparmono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Rineka
Cipta, Jakarta, 1997

Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Penerbit Kanisius,


Yogyakarta, 2003.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media


Group, Jakarta, 2013.

H.R.M. Anton Suyatno, Kepastian Hukum Penyelesaian Kredit Macet Melalui


Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan,
Prenada Media Group, Jakarta, 2016.

Irfan Fahmi, Manajemen Risiko: Teori, Kasus, dan Solusi, Alfabeta, Bandung,
2010.

Ismail, Manajemen Perbankan: dari Teori Menuju Aplikasi, Kencana, Jakarta,


2013.

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Raja Grafindo, Jakarta, 2015.

Ktut Silvanita Magani, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Erlangga, Jakarta,
2009.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.

Mudrajad Kuncoro, Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, BPFE,


Yogyakarta, 2002.

Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak Memahami Kontrak Dalam Perspektf


Filsafat Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum, Mandar Maju, Bandung,
2012.

76
Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2010.

P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2017.

Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum,


Alfabeta, Bandung, 2009.

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Maju Mundur, Bandung, 1994.

Rahman Hasanuddin, Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra


Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Ronal Saija dan Roger F.X., Buku Ajar Hukum Perdata, Deepublish, Yogyakarta,
2016.

Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011.

Salim, Abdullah, dan wiwiek, Perancangan Kontrak & Memorandum Of


Understanding, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000.

Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah: Konsep, Teknik, dan Kasus,


Binaraman Press, Jakarta, 2005.

Sophar Maru Hutagalung, Pengaruh Sistem Hukum Common law dan Civil Law,
Sinar Grafika, Jakarta, 2013.

Subekti, Hukum Perjanjia, Intermasa, Jakarta, 2002.

Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
Edisi 2, Salemba 4, Jakarta, 2006.

B. PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria

C. WEBSITE
https://www.rumah123.com/ panduan-rumah123/membeliproperti-1610-
mengenalkpr-dan-jenis-jenis-kpr-id. html#ZXlYgC0DS7fwI3ix.99

77
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/24/19355181/lanjutkan-program-
sejuta-rumah-jokowi-naikkan-kuota-flpp
https://www.btn.co.id/id/Tentang-Kami

78
LAMPIRAN I
DAFTAR WAWANCARA DENGAN PIHAK PT. BANK TABUNGAN
NEGARA CABANG PEKANBARU

1. Apakah pihak Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru menyediakan

fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi dari pemerintah?

2. Apa saja tahap-tahap yang dilalui jika ingin mengambil fasilitas kredit

pemilikan rumah (KPR) bersubsidi tersebut? Dan apa saja syarat-syaratnya?

3. Apakah pihak Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru akan menjelaskan

setiap point penting dalam perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi

dan apa saja peraturan yang harus ditaati kepada calon debitur?

4. Apakah pihak Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru menjelaskan apa saja

risiko yang akan terjadi jika pada pelaksanaan kredit pemilikan rumah (KPR)

bersubsidi ini terjadi wanprestasi seperti kredit macet?

5. Apakah pernah terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan kredit pemilikan rumah

(KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru ini?

6. Apa saja alasan terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kredit

pemilikan rumah (KPR) bersubsidi ini?

7. Apa saja langkah yang diambil oleh pihak Bank Tabungan Negara Cabang

Pekanbaru jika terjadi wanprestasi terutama kredit macet?

8. Apa saja kendala yang dialami pihak Bank Tabungan Negara Cabang

Pekanbaru ketika melakukan penagihan terhadap debitur yang mengalami

kredit macet?

79
LAMPIRAN II
DAFTAR WAWANCARA DENGAN DEBITUR YANG MENGAMBIL
KPR BERSUBSIDI DI PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG
PEKANBARU

1. Apakah bapak/ibu mengambil rumah dengan fasilitas kredit pemilikan rumah

(KPR) bersubsidi di Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru?

2. Apakah bapak/ibu mendapatkna penjelasan secara detail terkait setiap poin

penting dalam perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi ini dan apa

saja peraturan yang harus ditaati?

3. Apakah pihak Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru kepada bapak/ibu

terkait apa saja risiko yang akan terjadi jika nantinya bapak/ibu melakukan

wanprestasi?

4. Apakah bapak/ibu pernah mengalami permasalahan wanprestasi selama

pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi ini?

80
LAMPIRAN III

DOKUMENTASI

81

Anda mungkin juga menyukai