KUALITAS PROFESIONALIS
M.Ikhsan Nawawi.1 Aditia Armadan2
1
Institut Agama Islam Agus Salim Metro, ²STIT Al-Mubarok Lampung Tengah
Coresspondense Adress:
m.ikhsannnawawie@gmail.com , Aditia192025@gmail.com
ABSTRAK
Secara terbuka oleh seseorang untuk (menyatakan, menjabat) mengabdikan dirinya
kepada suatu jabatan melekat dalam suatu pekerjaan tidak lepas dari kualifikasi seperti
komoetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, memahami perkembangan dan
pertumbuhan seorang anak dalam mendukung proses dan tercapaianya tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Sejalan dengan pengartian tersebut, pendidikan yang berkualitas dapat
dipahami bahwa ketika pendidikan dijalankan sesuai fungsinya didalamnya terdapat suatu nilai
yang menjadi harapan yang dihasilkan. Keberhasilan pembelajaran dalam pendidikan yang
semakin kompetitif sebagai eksistensi yang menuntut setiap manusia dalam kehidupannya
melalui peran strategis diera globalisasi sekarang untuk menghasilkan pendidikan yang
berkualitas. Kualitas (quality) sebagai mutu memiliki makna sebagai taraf atau tingkatan
terhadap kebaikan; nilai sesuatu. Sehingga, mutu atau kualitas dapat dimaknai sebagai nilai
kebaikan suatu hal.
Menggunakan jenis penelitian kepustakaan yang berupa jurnal, buku, dokumen, dan
catatan sebagai suatu gagasan yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dalam
hal ini penulis mengdentifikasi unsur-unsur profesionalisme yang harus terpenuhi, terlebih
ditingkatkan, selain penguasaan terhadap berbagai pendekatan yang digunakan seperti reflectif
learning (sebagai pendekatan) dalam meningkatkan kualitas hasil pembelajaran .
Melalui pendekatan reflective learning pemenuhan faktor kualitas kompetensi
profesionalnya guru PAI dalam pendidikan formal, sebagai harapan yang mampu memenuhi
aspek kualitas hasil pembelajaran yang berpotensi ditingkatkan dari aspek religiusitasnya, baik
dilihat dari segi efektivitas, efisiensi, maupun daya tarik peserta didik melalui lima dimensi
religiusitas, yaitu: keimanan, pengetahuan, peribadatan, penghayatan, dan pengamalan,
sedangkan pelaksanaan pembelajarannya terbagi menjadi empat tahap, yaitu: (a) Pendahuluan,
(b) Diskusi, (c) Refleksi, dan (d) Penutup tahap lima sub tahapan: analisis, pemaknaan,
konsolidasi, evaluasi diri, dan tindak lanjut.
14
A. PENDAHULUAN
Mutu hasil pendidikan sejalan dan sejalan dengan meningkatnya profesionalisme
seorang guru dalam mengolah, mengorganisasikan, dan menyampaikan materi pelajaran
kepada siswanya. Guru adalah kompetensi profesional yang tertanam dalam diri guru yang
dirancang dan dikembangkan melalui berbagai sistem, seperti sistem pendidikan,
penjaminan mutu, manajemen sebagai penunjang profesional seorang guru. Menguraikan
perbedaan makna kalimat akibat “belajar” dengan alasan bahwa hasil belajar merupakan
salah satu aspek hasil belajar, sedangkan hasil belajar menekankan pada belajar.3
Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa hasil belajar merupakan pengertian yang
lebih sempit jika dibandingkan dengan hasil belajar, hal ini dikarenakan hasil belajar
merupakan bagian dari hasil belajar. Sebanyak sembilan (9) kriteria yang ditetapkan dalam
menerapkan profesi sebagaimana diatur dalam karya School Society and the Professional
Education oleh Frank Horton Blackington dan Robert S. Patterson dan dikutip oleh
Abdullah Idi4 Profesi dituntut untuk: 1. Memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat
dibutuhkan dan berdasarkan isu-isu yang mapan (well positioned) dan prinsip-prinsip
ilmiah yang diterima masyarakat. 2. Menuntut pelatihan profesional yang memadai dan
beradab. 3. Menuntut kumpulan pengetahuan yang sistematis dan khusus. 4. Memberikan
informasi tentang keterampilan yang dibutuhkan masyarakat umum yang tidak dimiliki,
yaitu sebagai keterampilan yang sebagian murni dan sebagian diperoleh. 5. Telah
mengembangkan metode ilmiah yang merupakan hasil dari pengalaman yang terbukti. 6.
Memerlukan pelaksanaan kebijaksanaan dan keputusan mengenai kapan dan bagaimana
tugas dilakukan. 7. Merupakan jenis pekerjaan yang bermanfaat, dan merupakan hasil
standarisasi yang berupa tampilan satuan dan unsur waktu. 8. Memiliki kesadaran akan
ikatan kelompok (corps/groups) yang diciptakan untuk memperluas ikatan keilmuan dalam
bahasa yang lebih mudah. Profesi harus memiliki kekuatan pendorong yang cukup secara
sistematis untuk memelihara anggotanya sepanjang hidup. Profesi tidak boleh dijadikan
batu loncatan untuk pekerjaan lain. 9. Mengakui kewajibannya kepada masyarakat dengan
secara eksplisit meminta agar para anggotanya hidup sesuai dengan Kode Etik yang
diterima dan ditetapkan.
Berbagai fungsi guru profesional dalam proses pembelajaran diharapkan mampu
mengembangkan kreativitas, penemuan ilmu pengetahuan, dan teknologi yang inovatif di
segala bidang sehingga siswa menjadi lulusan (out-put) yang mampu bersaing di era global,
di Dalam hal ini guru profesional tidak hanya menjalankan fungsinya. sebagai pengajar
(teacher), tetapi juga sebagai manajer, mentor (konselor), pelatih, fasilitator.
Adanya pengembangan yang dirancang sebagai suatu profesi sekaligus menjadi
salah satu kompetensi yang melekat pada dirinya dengan harapan mampu membentuk,
membangun, atau mengelola martabat yang tinggi (berharga) oleh masyarakat, termasuk
sistem yang dikembangkan seperti guru. kesejahteraan, kualitas pembelajaran dalam
menciptakan lulusan. yang memiliki standar dalam mencapai visi, misi, dan tujuan
3
Charles M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design, Theories and Models: An Overview of Their Current
Status (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1983), p. 20
4
Abdullah Idi, UU No. 14/2005 Tentang Guru/ Dosen: Antara Cita dan Fakta , Intizar: Jurnal Kajian
Agama Islam dan Masyarakat (Vol. 12/No.2/Desember 2006), p. 133-148
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan berupa jurnal, buku,
dokumen, dan catatan sebagai ide yang dihasilkan. sejumlah referensi dalam pengumpulan
data bersumber dari jurnal, buku, dan hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan
profesionalisme guru dalam meningkatkan kualitas hasil belajar melalui pembelajaran
reflektif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini penulis mengidentifikasi
unsur profesionalisme sebagai salah satu faktor kompetensi yang harus dipenuhi, terutama
ditingkatkan, selain dituntut menguasai pendekatan yang digunakan seperti pembelajaran
reflektif (sebagai pendekatan) dalam pembelajaran. meningkatkan kualitas hasil belajar.
16
profesional, menuntut pengembangan beberapa hal seperti kompetensi pribadi, sosial, dan
profesional.5
Perubahan orientasi tugas guru dari berbasis pengetahuan menjadi berbasis
kompetensi, sebagai tuntutan kualitas pendidikan nasional. Konsekuensinya, seorang guru
harus mulai meninggalkan teknik komunikasi satu arah (one-way communication) menuju
komunikasi multi arah (two-way communication), sebagai upaya menggali potensi dan
kreativitas siswa. Guru profesional yang diharapkan adalah guru yang memiliki sejumlah
persyaratan minimal, antara lain memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang
ditekuni,6 memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai,7 memiliki etos kerja dan
komitmen yang tinggi terhadap profesinya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik
dengan mahasiswa, memiliki jiwa kreatif dan produktif, serta selalu melakukan
pengembangan diri melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar dan sejenisnya.
Profesi seorang guru, termasuk guru agama di sekolah dan madrasah (MI, MTs,
MA/MAK), wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi pada program sarjana
(S1) dan empat program diploma (D-IV). Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.8
10
Metro, I. A. S. Thinking Of Islamic Study In Universities As Inspiration.
11
Nawawi, M. I. (2017). Transformasi Pendidikan Karakter Sebagai Kesalehan Sosial Perspektif Imam
Al-Ghazali.
12
Nyayu Khodijah, “Peningkatan Keberhasilan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah
Menengah Atas (SMA) dengan Pendekatan Reflective Learning” (Jakarta: Disertasi Program Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta, 2008), p. 202
13
Nyayu Khodijah, Reflective Learning Sebagai Pendekatan Alternatif ........, p. 188.
14
Kurniawan, M. A., & Adebisi, A. (2022). Ulumul Qur'an: Classification Of Makkiyah Madaniah
Verses In The Qur'an. Az ziqri Islamic Studies And education (AISE) International, 1(1), 1-10.
18
(aqidah), norma-norma kehidupan manusia (Syariah/Fiqh), sikap dan perilaku antar
sesama. manusia (moral) dan realitas masa lalu.15
3. Makna pembelajaran reflektif sebagai sebuah pendekatan
Reflective learning as a learning approach is based on the view that reflection is an
important process to improve learning outcomes, even reflection occupies an important
position as a key part of learning from experience.16 Reflektif sebagai pendekatan
pembelajaran didasarkan pada pandangan bahwa refleksi merupakan proses penting untuk
meningkatkan hasil belajar, bahkan refleksi menempati posisi penting sebagai bagian
penting dari belajar dari pengalaman.17
Margot Brown et.al,18 menyatakan bahwa refleksi merupakan bagian sentral yang
berperan dalam mentransformasikan dan mengintegrasikan pengalaman dan pemahaman
baru dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki. Proses refleksi mengungkapkan
apa yang sebenarnya dipikirkan dan dipelajari siswa, bukan mengungkapkan materi apa
yang diajarkan kepada mereka. seperti dikutip oleh Jarvis, Holford, dan Griffin 19, reflective
learning as a type of learning that involves a critical process from the learner to the
situation in which the learning occurs. That is, the learner thinks about the situation
(and/or what is presented) and then decides to accept or attempt to change the situation.
Reflective learning as an approach in learning that involves a process of reflection about
what is learned, what is understood, what is thought, and so on, including what will be
done later by students. Gagnon dan Collay mendefinisikan refleksi sebagai tindakan
menggambarkan diri sendiri apa yang telah dirasakan, dilihat, dan diketahui, bagaimana
membentuk pemahaman baru, menambah pemahaman baru, atau menambah pengetahuan
dalam pembelajaran, serta apa yang akan dilakukan atau dipikirkan selanjutnya.20 Jennifer
Moon, mendefinisikan refleksi sebagai proses mental yang memiliki tujuan dan/atau hasil
yang diterapkan pada pandangan yang relatif kompleks atau tidak terstruktur di mana tidak
ada solusi yang jelas.21
Refleksi merupakan unsur penting yang erat kaitannya dengan kegiatan
pembelajaran. (umumnya dilakukan dalam proses belajar di dalam kelas) terjadi selama
seseorang belajar. Seorang guru berusaha membangun situasi bagi siswa di mana mereka
diminta untuk berefleksi melalui strategi seperti mengajukan pertanyaan, mendorong
penilaian diri, dan mendorong mereka untuk melakukan tugas.22 Selain dapat menggunakan
analisis kritis atas peristiwa, dan meminta mereka untuk menganalisis dan mengkritik
pandangan dengan cara yang praktis. Pendekatan pembelajaran reflektif melalui paradigma
15
Eva Latipah. Effective Teaching in Psychological Perspective: PAI Teacher Knowledge and Skills.
Jurnal Pendidikan Agama Islam: Vol. 18, No. 2, 2021, p. 221
16
Kolb, David A., Experiential Learning, Experience as The Source of Learning and Development (New
Jersey: Englewood Cliffs, Prentice-Hall, Inc., 1984), p. 21.
17
Nawawi, M. I., & Putera, R. P. (2019). Stratifikasi Sosial Dalam Tinjauan Pendidikan Islam. Jurnal
PGMI IAI Metro Lampung, 1(28).
18
Heather Fry, Steve Katteridge, and Stephanie Marshall, A Handbook for Teaching and Learning in
Higher Education Enhancing Academic Practice (London: Kogan Page Limited, 1999), p. 207
19
Jarvis, Peter, John Holford, and Colin Griffin, The Theory and Practice of Learning (London: Kogan
Page Limited, 1998), p. 61
20
George W. Gagnon, Jr. and Michelle Collay, Designing for Learning Six Elements In Constructivist
Classrooms (Thousand Oaks, California: Corwi Press, Inc., 2001), p. 104
21
Jennifer Moon, Reflection in Learning and Professional Development Theory and Practice (USA:
Kogan Page Limited, 1999), p. 152.
22
Heather Fry, Steve Katteridge, and Stephanie Marshall, A Handbook for Teaching and Learning in
Higher Education..., p. 207
D. KESIMPULAN
Pembelajaran mrelalui pendekatan reflektif dapat diterapkan dalam rangka
meningkatkan keberhasilan pembelajaran pada setiap mata pelajaran dan jenjang
pendidikan, walaupun dengan cara penerapan yang berbeda tergantung pada karakteristik
materi dan siswa, selama ini sebenarnya guru di sekolah telah menggunakan pembelajaran
reflektif. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengarahkan siswa untuk
melakukan proses refleksi ketika di akhir pelajaran guru bertanya kepada siswa tentang
23
Jonassen, David. H. “Objectivism versus Constructivism: Do We Need a New Philosophical
Paradigm?”, Educational Technology Research and Development (Vol. 39, No.3 1991).
24
Badrova & Leong in Eva Latipah Eva Latipah. Effective Teaching in Psychological Perspective....., p.
220
25
Nyayu Khodijah, “Increasing the Success of Islamic Religious Education Learning (PAI) ....., p. 259-
298
20
pemahamannya terhadap pelajaran yang diberikan atau dengan meminta siswa untuk
menanyakan hal-hal yang belum dipahaminya. Namun sayangnya, tindakan guru tersebut
seringkali terkesan dilakukan dengan seenaknya saja sehingga tidak maksimal dalam
mendorong siswa untuk melakukan proses refleksi yang diharapkan. 26
Pendekatan pembelajaran reflektif dalam pembelajaran dalam hal ini pendidikan
Agama Islam (PAI) merupakan pendekatan pembelajaran inovatif yang dirancang untuk
membantu siswa meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan nilai-nilai Islam yang
dipelajari melalui kegiatan pembelajaran yang melibatkan proses refleksi. Secara empiris
pendekatan pembelajaran reflektif dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam (PAI)
dinilai cukup sesuai, relevan dengan karakteristik materi pendidikan Agama Islam (PAI) itu
sendiri. 27Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak dituntut oleh nilai-
nilai agama Islam. Proses internalisasi membutuhkan pembentukan kesadaran siswa itu
sendiri sehingga mereka dapat melakukan apresiasi yang mendalam. Pembelajaran reflektif
merupakan pendekatan alternatif yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam rangka
membantu pemenuhan (kualitas) kompetensi profesional menuju peningkatan kualitas
pembelajaran, dengan harapan dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dan
kesadaran akan nilai-nilai Islam yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran dengan
keterlibatan proses refleksi, Selain pembelajaran reflektif terbukti dapat membantu
meningkatkan kualitas keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah
(khususnya formal) yang ditandai dengan peningkatan aspek religiusitas, baik dari segi
efektivitas, efisiensi, dan daya tarik siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi, UU No. 14/2005 Tentang Guru/ Dosen: Antara Cita dan Fakta , Intizar: Jurnal
Kajian Agama Islam dan Masyarakat (Vol. 12/No.2/Desember 2006), p. 133-148
Academic qualifications and competence as learning agents, physically and mentally healthy,
and have the ability to realize national education goals, the minimum level of education
that must be met by an educator as evidenced by a diploma/or certificate of relevant
expertise in accordance with the provisions of the applicable legislation.
Badrova & Leong in Eva Latipah Eva Latipah. Effective Teaching in Psychological
Perspective....., p. 220
Charles M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design, Theories and Models: An Overview of Their
Current Status (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1983), p. 20
Charles M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design, Theories and Models...., p. 18-20
Eva Latipah. Effective Teaching in Psychological Perspective: PAI Teacher Knowledge and
Skills. Jurnal Pendidikan Agama Islam: Vol. 18, No. 2, 2021, p. 221
George W. Gagnon, Jr. and Michelle Collay, Designing for Learning Six Elements In
Constructivist Classrooms (Thousand Oaks, California: Corwi Press, Inc., 2001), p. 104
Heather Fry, Steve Katteridge, and Stephanie Marshall, A Handbook for Teaching and
Learning in Higher Education Enhancing Academic Practice (London: Kogan Page
Limited, 1999), p. 207
26
Kurniawan, M. A. (2019). Kehidupan Guru Dan Murid Dengan Beberapa Aspek Dan Karakteristiknya
Pada Periode Klasik (571-750 M). Jurnal Ilmiah Az-Ziqri: Kajian Keislaman dan Kependidikan, 15(1), 65-76.
27
Khoiri, K., Purwanto, p., & Mukhlizar, M. (2018). Studi Komparatif Kitab al-Khil’ah al-Fikriyyah Bi
Syarh al-Minhah al-Khairiyyah dan Kitab al-Arba ‘ūna al-Buldāniyyah Arba ‘ūna Hadītsan ‘an Arba ‘īna
Syaikhan Min Arba’īna Baladan. Tapis: Jurnal Penelitian Ilmiah, 2, 235-252.
22