Anda di halaman 1dari 10

PEMBELAJARAN REFLEKTIF ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN

KUALITAS PROFESIONALIS
M.Ikhsan Nawawi.1 Aditia Armadan2
1
Institut Agama Islam Agus Salim Metro, ²STIT Al-Mubarok Lampung Tengah
Coresspondense Adress:
m.ikhsannnawawie@gmail.com , Aditia192025@gmail.com

ABSTRAK
Secara terbuka oleh seseorang untuk (menyatakan, menjabat) mengabdikan dirinya
kepada suatu jabatan melekat dalam suatu pekerjaan tidak lepas dari kualifikasi seperti
komoetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, memahami perkembangan dan
pertumbuhan seorang anak dalam mendukung proses dan tercapaianya tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Sejalan dengan pengartian tersebut, pendidikan yang berkualitas dapat
dipahami bahwa ketika pendidikan dijalankan sesuai fungsinya didalamnya terdapat suatu nilai
yang menjadi harapan yang dihasilkan. Keberhasilan pembelajaran dalam pendidikan yang
semakin kompetitif sebagai eksistensi yang menuntut setiap manusia dalam kehidupannya
melalui peran strategis diera globalisasi sekarang untuk menghasilkan pendidikan yang
berkualitas. Kualitas (quality) sebagai mutu memiliki makna sebagai taraf atau tingkatan
terhadap kebaikan; nilai sesuatu. Sehingga, mutu atau kualitas dapat dimaknai sebagai nilai
kebaikan suatu hal.
Menggunakan jenis penelitian kepustakaan yang berupa jurnal, buku, dokumen, dan
catatan sebagai suatu gagasan yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dalam
hal ini penulis mengdentifikasi unsur-unsur profesionalisme yang harus terpenuhi, terlebih
ditingkatkan, selain penguasaan terhadap berbagai pendekatan yang digunakan seperti reflectif
learning (sebagai pendekatan) dalam meningkatkan kualitas hasil pembelajaran .
Melalui pendekatan reflective learning pemenuhan faktor kualitas kompetensi
profesionalnya guru PAI dalam pendidikan formal, sebagai harapan yang mampu memenuhi
aspek kualitas hasil pembelajaran yang berpotensi ditingkatkan dari aspek religiusitasnya, baik
dilihat dari segi efektivitas, efisiensi, maupun daya tarik peserta didik melalui lima dimensi
religiusitas, yaitu: keimanan, pengetahuan, peribadatan, penghayatan, dan pengamalan,
sedangkan pelaksanaan pembelajarannya terbagi menjadi empat tahap, yaitu: (a) Pendahuluan,
(b) Diskusi, (c) Refleksi, dan (d) Penutup tahap lima sub tahapan: analisis, pemaknaan,
konsolidasi, evaluasi diri, dan tindak lanjut.

Kata Kunci: Reflective learning, Profesionalis, Kualitas hasil


.

RJIE: Religious Journal Islamic Education 13


Available Online at http://journal.iai-agussalimmetro.ac.id/index.php/RELIGIUS
ABSTRACT
Openly by someone to (declare, serve) to devote himself to a position inherent in a job
cannot be separated from qualifications such as competence in carrying out duties as an
educator, understanding the development and growth of a child in supporting the process and
achieving the expected learning goals. In line with this definition, quality education can be
understood that when education is carried out according to its function, there is a value that
becomes the resulting expectation. The success of learning in an increasingly competitive
education as an existence that demands every human being in his life through a strategic role in
the current era of globalization to produce quality education. Quality (quality) as quality has a
meaning as a level or level of goodness; value something. So, quality or quality can be
interpreted as the value of the goodness of a thing. Using the type of library research in the
form of journals, books, documents, and notes as an idea generated. Based on the research
conducted, in this case the authors identify the elements of professionalism that must be met,
especially improved, in addition to mastery of various approaches used such as reflective
learning (as an approach) in improving the quality of learning outcomes. Through a reflective
learning approach, the fulfillment of the quality factor of the professional competence of PAI
teachers in formal education, as an expectation that is able to meet the quality aspects of
learning outcomes that have the potential to be improved from the aspect of religiosity, both in
terms of effectiveness, efficiency, and attractiveness of students through five dimensions of
religiosity, namely : faith, knowledge, worship, appreciation, and practice, while the
implementation of the learning is divided into four stages, namely: (a) Introduction, (b)
Discussion, (c) Reflection, and (d) Closing of the five sub-stages: analysis, meaning ,
consolidation, self-evaluation, and follow-up.

Keywords: Reflective learning, Professionalism, Quality of results.

14
A. PENDAHULUAN
Mutu hasil pendidikan sejalan dan sejalan dengan meningkatnya profesionalisme
seorang guru dalam mengolah, mengorganisasikan, dan menyampaikan materi pelajaran
kepada siswanya. Guru adalah kompetensi profesional yang tertanam dalam diri guru yang
dirancang dan dikembangkan melalui berbagai sistem, seperti sistem pendidikan,
penjaminan mutu, manajemen sebagai penunjang profesional seorang guru. Menguraikan
perbedaan makna kalimat akibat “belajar” dengan alasan bahwa hasil belajar merupakan
salah satu aspek hasil belajar, sedangkan hasil belajar menekankan pada belajar.3
Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa hasil belajar merupakan pengertian yang
lebih sempit jika dibandingkan dengan hasil belajar, hal ini dikarenakan hasil belajar
merupakan bagian dari hasil belajar. Sebanyak sembilan (9) kriteria yang ditetapkan dalam
menerapkan profesi sebagaimana diatur dalam karya School Society and the Professional
Education oleh Frank Horton Blackington dan Robert S. Patterson dan dikutip oleh
Abdullah Idi4 Profesi dituntut untuk: 1. Memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat
dibutuhkan dan berdasarkan isu-isu yang mapan (well positioned) dan prinsip-prinsip
ilmiah yang diterima masyarakat. 2. Menuntut pelatihan profesional yang memadai dan
beradab. 3. Menuntut kumpulan pengetahuan yang sistematis dan khusus. 4. Memberikan
informasi tentang keterampilan yang dibutuhkan masyarakat umum yang tidak dimiliki,
yaitu sebagai keterampilan yang sebagian murni dan sebagian diperoleh. 5. Telah
mengembangkan metode ilmiah yang merupakan hasil dari pengalaman yang terbukti. 6.
Memerlukan pelaksanaan kebijaksanaan dan keputusan mengenai kapan dan bagaimana
tugas dilakukan. 7. Merupakan jenis pekerjaan yang bermanfaat, dan merupakan hasil
standarisasi yang berupa tampilan satuan dan unsur waktu. 8. Memiliki kesadaran akan
ikatan kelompok (corps/groups) yang diciptakan untuk memperluas ikatan keilmuan dalam
bahasa yang lebih mudah. Profesi harus memiliki kekuatan pendorong yang cukup secara
sistematis untuk memelihara anggotanya sepanjang hidup. Profesi tidak boleh dijadikan
batu loncatan untuk pekerjaan lain. 9. Mengakui kewajibannya kepada masyarakat dengan
secara eksplisit meminta agar para anggotanya hidup sesuai dengan Kode Etik yang
diterima dan ditetapkan.
Berbagai fungsi guru profesional dalam proses pembelajaran diharapkan mampu
mengembangkan kreativitas, penemuan ilmu pengetahuan, dan teknologi yang inovatif di
segala bidang sehingga siswa menjadi lulusan (out-put) yang mampu bersaing di era global,
di Dalam hal ini guru profesional tidak hanya menjalankan fungsinya. sebagai pengajar
(teacher), tetapi juga sebagai manajer, mentor (konselor), pelatih, fasilitator.
Adanya pengembangan yang dirancang sebagai suatu profesi sekaligus menjadi
salah satu kompetensi yang melekat pada dirinya dengan harapan mampu membentuk,
membangun, atau mengelola martabat yang tinggi (berharga) oleh masyarakat, termasuk
sistem yang dikembangkan seperti guru. kesejahteraan, kualitas pembelajaran dalam
menciptakan lulusan. yang memiliki standar dalam mencapai visi, misi, dan tujuan
3
Charles M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design, Theories and Models: An Overview of Their Current
Status (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1983), p. 20
4
Abdullah Idi, UU No. 14/2005 Tentang Guru/ Dosen: Antara Cita dan Fakta , Intizar: Jurnal Kajian
Agama Islam dan Masyarakat (Vol. 12/No.2/Desember 2006), p. 133-148

RJIE: Religious Journal Islamic Education 15


Available Online at http://journal.iai-agussalimmetro.ac.id/index.php/RELIGIUS
pendidikan nasional. Selain kompetensi profesional, harapan seorang guru juga bertujuan
untuk menjadi lebih cerdas, berbudaya, bermartabat, sejahtera, unggul, dan profesional
lebih konsisten dalam mengedepankan nilai-nilai budaya menuju kualitas yang di dalamnya
terdapat nilai keterbukaan (transparansi), demokratis, dan akuntabilitas dalam menjalankan
tugasnya. dan fungsinya sebagai pendidik atau pengajar. Sementara itu, salah satu standar
kompetensi guru adalah kompetensi menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode,
dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang
diajarkan. Dengan demikian, setiap guru jika ingin disebut sebagai guru profesional
dituntut memiliki kompetensi/kemampuan menerapkan berbagai pendekatan, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menawarkan suatu pendekatan yang dapat
diterapkan atau digunakan oleh guru sebagai alternatif dalam memenuhi faktor-faktor
dalam meningkatkan kualitas kompetensi profesionalnya, khususnya guru PAI pada
pendidikan formal, melalui pendekatan pembelajaran reflektif, sebagai harapan bahwa
mereka mampu memenuhi aspek kualitas hasil belajar yang potensial untuk ditingkatkan.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan berupa jurnal, buku,
dokumen, dan catatan sebagai ide yang dihasilkan. sejumlah referensi dalam pengumpulan
data bersumber dari jurnal, buku, dan hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan
profesionalisme guru dalam meningkatkan kualitas hasil belajar melalui pembelajaran
reflektif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini penulis mengidentifikasi
unsur profesionalisme sebagai salah satu faktor kompetensi yang harus dipenuhi, terutama
ditingkatkan, selain dituntut menguasai pendekatan yang digunakan seperti pembelajaran
reflektif (sebagai pendekatan) dalam pembelajaran. meningkatkan kualitas hasil belajar.

C. HASIL DAN DISKUSI


1. Profesionalisme Guru
Suatu pernyataan yang dibuat secara terbuka oleh seseorang untuk (menyatakan,
mengabdi) untuk mengabdikan dirinya pada suatu jabatan yang melekat pada suatu
pekerjaan, dalam pengertian biasa dapat dikatakan bahwa seseorang merasa terpanggil.
Pengabdian dalam jabatan yang melekat memerlukan kondisi tertentu seperti kompetensi
profesional sesuai dengan fungsinya, pengetahuan dan keterampilan dalam
pelaksanaannya, didukung oleh alat atau metode dalam memverifikasi tuntutan
pengetahuan khusus. Profesi guru dapat dipahami sebagai suatu profesi yang tidak lepas
dari kualifikasi seperti kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, memahami
tumbuh kembang anak dalam menunjang proses dan mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan, sejalan dengan Zakiyah Daradjat yang menyatakan bahwa guru adalah
pendidik profesional yang secara implisit ia telah merelakan diri untuk menerima sebagian
tanggung jawab orang tua siswa, yang tentunya mengharapkan rasa aman yang
disampaikan melalui guru sekolah, mampu dan mampu mengembangkan segala
sesuatunya. potensi intelektual mereka (bakat, minat). Oleh karena itu, tidak semua orang
memiliki kompetensi profesional yang selalu mengutamakan aspek sosial selain aspek

16
profesional, menuntut pengembangan beberapa hal seperti kompetensi pribadi, sosial, dan
profesional.5
Perubahan orientasi tugas guru dari berbasis pengetahuan menjadi berbasis
kompetensi, sebagai tuntutan kualitas pendidikan nasional. Konsekuensinya, seorang guru
harus mulai meninggalkan teknik komunikasi satu arah (one-way communication) menuju
komunikasi multi arah (two-way communication), sebagai upaya menggali potensi dan
kreativitas siswa. Guru profesional yang diharapkan adalah guru yang memiliki sejumlah
persyaratan minimal, antara lain memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang
ditekuni,6 memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai,7 memiliki etos kerja dan
komitmen yang tinggi terhadap profesinya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik
dengan mahasiswa, memiliki jiwa kreatif dan produktif, serta selalu melakukan
pengembangan diri melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar dan sejenisnya.
Profesi seorang guru, termasuk guru agama di sekolah dan madrasah (MI, MTs,
MA/MAK), wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi pada program sarjana
(S1) dan empat program diploma (D-IV). Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.8

2. Kualitas Hasil Belajar Pendidikan Islam


Bagian terpenting dalam mencapai pendidikan yang berkualitas (dalam pendidikan
formal) terletak pada pembelajarannya, hal ini sejalan dengan konsep mutu yang digunakan
oleh Reigeluth, terdapat berbagai jenis hasil belajar tergantung dari model atau teori yang
digunakan. Dalam sumber yang sama disebutkan bahwa hasil belajar dapat dikategorikan
menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) efektivitas, 2) efisiensi, dan 3) daya tarik.9
Efektivitas diukur melalui tingkat pencapaian atau hasil yang diperoleh seperti
pengetahuan generik untuk pemecahan masalah, menemukan hubungan, dan berpikir logis,
sedangkan pengetahuan khusus seperti mampu mengingat fakta tertentu, menerapkan
5
Zakiyah Daradjat, et al., Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara Bekerjasama dengan Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, 1996), in Nyayu Khodijah, Reflective
Learning Sebagai Pendekatan Alternatif Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, ISLAMICA, Vol. 6, No.
1, September 2011, p. 182
6
Academic qualifications and competence as learning agents, physically and mentally healthy, and have
the ability to realize national education goals, the minimum level of education that must be met by an educator as
evidenced by a diploma/or certificate of relevant expertise in accordance with the provisions of the applicable
legislation.
7
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional (Pasal 28 ayat 3) Competencies
as learning agents at primary and secondary education and early childhood education include (a) pedagogic
competence; (b) personality competence; (c) professional competence; (d) social competence; (4) (Pasal 29 ayat
2) Educators at SD/MI have: (a) academic qualifications of minimum education diploma four (D-IV) or bachelor
(S1); (b) higher education background in SD/MI education, other education, or psychology; and (c) teacher
professional certification for SD/MI; (5) (Pasal 29 ayat 3) Educators at SMP/MTs have: (a) academic
qualifications of minimum education diploma four (D-IV) or bachelor's degree; (b) higher education background
with educational programs in accordance with the subjects being taught; and (c) teacher professional certification
for SMP/MTs, (Pasal 29 ayat 4) Educators at high school or equivalent have: (a) academic qualifications of
minimum education diploma four (D-IV) or bachelor (S1); (b) higher education background with educational
programs in accordance with the subjects being taught; and (c) teacher professional certification for SMA/MA
8
Nawawi, M. I. Islamic intellectual movement patterns.
9
Charles M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design, Theories and Models...., p. 18-20

RJIE: Religious Journal Islamic Education 17


Available Online at http://journal.iai-agussalimmetro.ac.id/index.php/RELIGIUS
contoh ke dalam konsep tertentu, dan mengikuti prosedur tertentu. Sedangkan efisiensi
pembelajaran dapat diukur melalui efektivitas waktu yang digunakan, termasuk waktu yang
digunakan, anggaran yang direalisasikan.10 Seperti waktu yang digunakan dan biaya yang
digunakan untuk merancang dan mengembangkan pembelajaran, dan sebagainya. Daya
tarik dalam belajar identik atau lebih mungkin diukur melalui kecenderungan siswa dalam
kegiatan belajar yang terus menerus dilakukan.11
Menurut Nyayu Khadijah,12 Kualitas pembelajaran dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu dari guru, siswa, sarana dan prasarana pendukung, walaupun faktor guru
merupakan faktor yang paling urgen dalam menentukan selain sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang kemudian menjadi
ujung tombak dalam mencapai hasil. pembelajaran yang berkualitas, hal ini kemudian
bermuara pada kesimpulan bahwa seorang guru harus mampu menerjemahkan apa yang
telah diinginkan dan tertuang dalam kurikulum.
Kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi pelajaran (proses pembelajaran)
kepada siswa, sehingga tanggung jawab seorang guru tidak hanya sebagai penyampai
materi dari materi yang diajarkan, tetapi harus mampu menjadikan siswa menjadi orang
yang berguna di masyarakatnya selain mereka telah menerima kelayakan, dan
menyelesaikan kurikulum. di bidang pendidikan, dalam upaya meningkatkan keberhasilan
pembelajaran pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA dengan pendekatan pembelajaran
reflektif13 Hal ini dilakukan melalui desain pembelajaran. Kompetensi dasar dan indikator
pembelajaran yang disusun meliputi lima dimensi religiusitas, yaitu: iman, ilmu, ibadah,
penghayatan, dan amalan. Meskipun materi PAI terdiri dari lima aspek materi dengan
tujuan pembelajaran yang berbeda, idealnya kompetensi dasar dan indikator keberhasilan
semua materi adalah kelima dimensi tersebut merupakan satu kesatuan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran pendidikan Agama Islam (PAI). Pelaksanaan pembelajaran
dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (a) Pendahuluan, (b) Diskusi, (c) Refleksi, dan (d)
Penutup. Pada setiap tahapan dijelaskan kegiatan guru dan siswa, serta waktu
pelaksanaannya. Pada tahap pendahuluan, dilakukan apersepsi, menghubungkan
pengetahuan awal siswa dengan pelajaran, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada
tahap penutup, ditarik kesimpulan dan evaluasi. diskusi yang dilakukan meliputi diskusi
kelompok dan presentasi kelompok dalam diskusi kelas.14
Pengetahuan materi pelajaran tidak hanya tentang fakta, istilah, dan konsep umum,
tetapi juga tentang susunan gagasan, hubungan antar gagasan, cara berpikir dan
berargumentasi, pola perubahan suatu bidang ilmu, keyakinan tentang suatu bidang ilmu. ,
dan kemampuan untuk mencari ide. dari satu bidang ilmu ke bidang ilmu lainnya. Ilmu
pendidikan Agama Islam (PAI) yang harus dikuasai oleh guru pendidikan Agama Islam
(PAI) meliputi materi normatif (al-Qur'an), keyakinan atau keyakinan akan adanya Tuhan

10
Metro, I. A. S. Thinking Of Islamic Study In Universities As Inspiration.
11
Nawawi, M. I. (2017). Transformasi Pendidikan Karakter Sebagai Kesalehan Sosial Perspektif Imam
Al-Ghazali.
12
Nyayu Khodijah, “Peningkatan Keberhasilan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah
Menengah Atas (SMA) dengan Pendekatan Reflective Learning” (Jakarta: Disertasi Program Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta, 2008), p. 202
13
Nyayu Khodijah, Reflective Learning Sebagai Pendekatan Alternatif ........, p. 188.
14
Kurniawan, M. A., & Adebisi, A. (2022). Ulumul Qur'an: Classification Of Makkiyah Madaniah
Verses In The Qur'an. Az ziqri Islamic Studies And education (AISE) International, 1(1), 1-10.

18
(aqidah), norma-norma kehidupan manusia (Syariah/Fiqh), sikap dan perilaku antar
sesama. manusia (moral) dan realitas masa lalu.15
3. Makna pembelajaran reflektif sebagai sebuah pendekatan
Reflective learning as a learning approach is based on the view that reflection is an
important process to improve learning outcomes, even reflection occupies an important
position as a key part of learning from experience.16 Reflektif sebagai pendekatan
pembelajaran didasarkan pada pandangan bahwa refleksi merupakan proses penting untuk
meningkatkan hasil belajar, bahkan refleksi menempati posisi penting sebagai bagian
penting dari belajar dari pengalaman.17
Margot Brown et.al,18 menyatakan bahwa refleksi merupakan bagian sentral yang
berperan dalam mentransformasikan dan mengintegrasikan pengalaman dan pemahaman
baru dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki. Proses refleksi mengungkapkan
apa yang sebenarnya dipikirkan dan dipelajari siswa, bukan mengungkapkan materi apa
yang diajarkan kepada mereka. seperti dikutip oleh Jarvis, Holford, dan Griffin 19, reflective
learning as a type of learning that involves a critical process from the learner to the
situation in which the learning occurs. That is, the learner thinks about the situation
(and/or what is presented) and then decides to accept or attempt to change the situation.
Reflective learning as an approach in learning that involves a process of reflection about
what is learned, what is understood, what is thought, and so on, including what will be
done later by students. Gagnon dan Collay mendefinisikan refleksi sebagai tindakan
menggambarkan diri sendiri apa yang telah dirasakan, dilihat, dan diketahui, bagaimana
membentuk pemahaman baru, menambah pemahaman baru, atau menambah pengetahuan
dalam pembelajaran, serta apa yang akan dilakukan atau dipikirkan selanjutnya.20 Jennifer
Moon, mendefinisikan refleksi sebagai proses mental yang memiliki tujuan dan/atau hasil
yang diterapkan pada pandangan yang relatif kompleks atau tidak terstruktur di mana tidak
ada solusi yang jelas.21
Refleksi merupakan unsur penting yang erat kaitannya dengan kegiatan
pembelajaran. (umumnya dilakukan dalam proses belajar di dalam kelas) terjadi selama
seseorang belajar. Seorang guru berusaha membangun situasi bagi siswa di mana mereka
diminta untuk berefleksi melalui strategi seperti mengajukan pertanyaan, mendorong
penilaian diri, dan mendorong mereka untuk melakukan tugas.22 Selain dapat menggunakan
analisis kritis atas peristiwa, dan meminta mereka untuk menganalisis dan mengkritik
pandangan dengan cara yang praktis. Pendekatan pembelajaran reflektif melalui paradigma

15
Eva Latipah. Effective Teaching in Psychological Perspective: PAI Teacher Knowledge and Skills.
Jurnal Pendidikan Agama Islam: Vol. 18, No. 2, 2021, p. 221
16
Kolb, David A., Experiential Learning, Experience as The Source of Learning and Development (New
Jersey: Englewood Cliffs, Prentice-Hall, Inc., 1984), p. 21.
17
Nawawi, M. I., & Putera, R. P. (2019). Stratifikasi Sosial Dalam Tinjauan Pendidikan Islam. Jurnal
PGMI IAI Metro Lampung, 1(28).
18
Heather Fry, Steve Katteridge, and Stephanie Marshall, A Handbook for Teaching and Learning in
Higher Education Enhancing Academic Practice (London: Kogan Page Limited, 1999), p. 207
19
Jarvis, Peter, John Holford, and Colin Griffin, The Theory and Practice of Learning (London: Kogan
Page Limited, 1998), p. 61
20
George W. Gagnon, Jr. and Michelle Collay, Designing for Learning Six Elements In Constructivist
Classrooms (Thousand Oaks, California: Corwi Press, Inc., 2001), p. 104
21
Jennifer Moon, Reflection in Learning and Professional Development Theory and Practice (USA:
Kogan Page Limited, 1999), p. 152.
22
Heather Fry, Steve Katteridge, and Stephanie Marshall, A Handbook for Teaching and Learning in
Higher Education..., p. 207

RJIE: Religious Journal Islamic Education 19


Available Online at http://journal.iai-agussalimmetro.ac.id/index.php/RELIGIUS
pembelajaran konstruktivis, sebagai paradigma yang menekankan dimana pembelajaran
merupakan proses konstruksi, pengetahuan oleh individu yang belajar (peserta didik),
sehingga proses pembelajaran bukanlah upaya transfer pengetahuan oleh guru, melainkan
pada bagaimana cara menciptakan lingkungan yang kondusif agar siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara tepat. Hal ini sejalan dengan pendapat
Jonassen yang menyatakan bahwa konstruktivisme memandang realitas sebagai yang
dikonstruksi oleh siswa berdasarkan aktivitas mental.23 Menurut Badrova & Leong, dalam
perkembangannya konstruktivisme menekankan pembelajaran kolaboratif sebagai upaya
untuk mengetahui dan memahami pengetahuan.24
Ruang lingkup refleksi dalam pembelajaran terdiri dari lima subtahapan: analisis,
pemaknaan, konsolidasi, evaluasi diri, dan tindak lanjut. Pada tahap analisis, siswa diminta
untuk merinci kembali materi yang telah dipelajari dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Pada tahap pemaknaan, siswa diminta untuk menjelaskan penerapan materi dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap
konsolidasi, guru membagikan handout materi, siswa diminta untuk membaca dan
membandingkannya dengan pendapatnya. Pada tahap evaluasi diri, siswa diminta untuk
menjelaskan sejauh mana mereka telah menerapkan nilai-nilai agama yang terkandung
dalam materi ke dalam perilaku sehari-hari. Pada tahap tindak lanjut, siswa diminta untuk
menjelaskan apa yang akan mereka lakukan untuk memperbaiki perilakunya agar sesuai
dengan nilai-nilai agama yang terkandung dalam materi yang dipelajari.25
Berpikir sebagai dasar persepsi pengalaman fisik dan sosial yang hanya dapat
dipahami oleh akal (mind). Apa yang dihasilkan pikiran adalah model mental yang
menjelaskan kepada pelajar apa yang dia rasakan. mengkonseptualisasikan realitas internal
secara berbeda, berdasarkan serangkaian pengalaman unik dengan keyakinan tentang suatu
hal. Manusia bukanlah penerima dan penafsir realitas, tetapi mengkonstruksi realitas
mereka sendiri melalui keterlibatan dalam aktivitas mental. Hasil belajar lebih
menitikberatkan pada pembelajaran, sedangkan hasil belajar merupakan salah satu aspek
hasil belajar. Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan keberhasilan belajar
sebagai dampak penerapan pendekatan pembelajaran reflektif dalam pembelajaran telah
diteliti dan terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang ditandai dengan
peningkatan religiusitas siswa, baik dari segi efektivitas, efisiensi, maupun daya tarik
belajar.

D. KESIMPULAN
Pembelajaran mrelalui pendekatan reflektif dapat diterapkan dalam rangka
meningkatkan keberhasilan pembelajaran pada setiap mata pelajaran dan jenjang
pendidikan, walaupun dengan cara penerapan yang berbeda tergantung pada karakteristik
materi dan siswa, selama ini sebenarnya guru di sekolah telah menggunakan pembelajaran
reflektif. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengarahkan siswa untuk
melakukan proses refleksi ketika di akhir pelajaran guru bertanya kepada siswa tentang

23
Jonassen, David. H. “Objectivism versus Constructivism: Do We Need a New Philosophical
Paradigm?”, Educational Technology Research and Development (Vol. 39, No.3 1991).
24
Badrova & Leong in Eva Latipah Eva Latipah. Effective Teaching in Psychological Perspective....., p.
220
25
Nyayu Khodijah, “Increasing the Success of Islamic Religious Education Learning (PAI) ....., p. 259-
298

20
pemahamannya terhadap pelajaran yang diberikan atau dengan meminta siswa untuk
menanyakan hal-hal yang belum dipahaminya. Namun sayangnya, tindakan guru tersebut
seringkali terkesan dilakukan dengan seenaknya saja sehingga tidak maksimal dalam
mendorong siswa untuk melakukan proses refleksi yang diharapkan. 26
Pendekatan pembelajaran reflektif dalam pembelajaran dalam hal ini pendidikan
Agama Islam (PAI) merupakan pendekatan pembelajaran inovatif yang dirancang untuk
membantu siswa meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan nilai-nilai Islam yang
dipelajari melalui kegiatan pembelajaran yang melibatkan proses refleksi. Secara empiris
pendekatan pembelajaran reflektif dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam (PAI)
dinilai cukup sesuai, relevan dengan karakteristik materi pendidikan Agama Islam (PAI) itu
sendiri. 27Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak dituntut oleh nilai-
nilai agama Islam. Proses internalisasi membutuhkan pembentukan kesadaran siswa itu
sendiri sehingga mereka dapat melakukan apresiasi yang mendalam. Pembelajaran reflektif
merupakan pendekatan alternatif yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam rangka
membantu pemenuhan (kualitas) kompetensi profesional menuju peningkatan kualitas
pembelajaran, dengan harapan dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dan
kesadaran akan nilai-nilai Islam yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran dengan
keterlibatan proses refleksi, Selain pembelajaran reflektif terbukti dapat membantu
meningkatkan kualitas keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah
(khususnya formal) yang ditandai dengan peningkatan aspek religiusitas, baik dari segi
efektivitas, efisiensi, dan daya tarik siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi, UU No. 14/2005 Tentang Guru/ Dosen: Antara Cita dan Fakta , Intizar: Jurnal
Kajian Agama Islam dan Masyarakat (Vol. 12/No.2/Desember 2006), p. 133-148
Academic qualifications and competence as learning agents, physically and mentally healthy,
and have the ability to realize national education goals, the minimum level of education
that must be met by an educator as evidenced by a diploma/or certificate of relevant
expertise in accordance with the provisions of the applicable legislation.
Badrova & Leong in Eva Latipah Eva Latipah. Effective Teaching in Psychological
Perspective....., p. 220
Charles M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design, Theories and Models: An Overview of Their
Current Status (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1983), p. 20
Charles M. Reigeluth (Ed.), Instructional Design, Theories and Models...., p. 18-20
Eva Latipah. Effective Teaching in Psychological Perspective: PAI Teacher Knowledge and
Skills. Jurnal Pendidikan Agama Islam: Vol. 18, No. 2, 2021, p. 221
George W. Gagnon, Jr. and Michelle Collay, Designing for Learning Six Elements In
Constructivist Classrooms (Thousand Oaks, California: Corwi Press, Inc., 2001), p. 104
Heather Fry, Steve Katteridge, and Stephanie Marshall, A Handbook for Teaching and
Learning in Higher Education Enhancing Academic Practice (London: Kogan Page
Limited, 1999), p. 207

26
Kurniawan, M. A. (2019). Kehidupan Guru Dan Murid Dengan Beberapa Aspek Dan Karakteristiknya
Pada Periode Klasik (571-750 M). Jurnal Ilmiah Az-Ziqri: Kajian Keislaman dan Kependidikan, 15(1), 65-76.
27
Khoiri, K., Purwanto, p., & Mukhlizar, M. (2018). Studi Komparatif Kitab al-Khil’ah al-Fikriyyah Bi
Syarh al-Minhah al-Khairiyyah dan Kitab al-Arba ‘ūna al-Buldāniyyah Arba ‘ūna Hadītsan ‘an Arba ‘īna
Syaikhan Min Arba’īna Baladan. Tapis: Jurnal Penelitian Ilmiah, 2, 235-252.

RJIE: Religious Journal Islamic Education 21


Available Online at http://journal.iai-agussalimmetro.ac.id/index.php/RELIGIUS
Heather Fry, Steve Katteridge, and Stephanie Marshall, A Handbook for Teaching and
Learning in Higher Education..., p. 207
Jarvis, Peter, John Holford, and Colin Griffin, The Theory and Practice of Learning (London:
Kogan Page Limited, 1998), p. 61
Jennifer Moon, Reflection in Learning and Professional Development Theory and Practice
(USA: Kogan Page Limited, 1999), p. 152.
Jonassen, David. H. “Objectivism versus Constructivism: Do We Need a New Philosophical
Paradigm?”, Educational Technology Research and Development (Vol. 39, No.3 1991).
Khoiri, K., Purwanto, p., & Mukhlizar, M. (2018). Studi Komparatif Kitab al-Khil’ah al-
Fikriyyah Bi Syarh al-Minhah al-Khairiyyah dan Kitab al-Arba ‘ūna al-Buldāniyyah Arba
‘ūna Hadītsan ‘an Arba ‘īna Syaikhan Min Arba’īna Baladan. Tapis: Jurnal Penelitian
Ilmiah, 2, 235-252.
Kolb, David A., Experiential Learning, Experience as The Source of Learning and
Development (New Jersey: Englewood Cliffs, Prentice-Hall, Inc., 1984), p. 21.
Kurniawan, M. A. (2019). Kehidupan Guru Dan Murid Dengan Beberapa Aspek Dan
Karakteristiknya Pada Periode Klasik (571-750 M). Jurnal Ilmiah Az-Ziqri: Kajian
Keislaman dan Kependidikan, 15(1), 65-76.
Kurniawan, M. A., & Adebisi, A. (2022). Ulumul Qur'an: Classification Of Makkiyah
Madaniah Verses In The Qur'an. Az ziqri Islamic Studies And education (AISE)
International, 1(1), 1-10.
Metro, I. A. S. Thinking Of Islamic Study In Universities As Inspiration.
Nawawi, M. I. (2017). Transformasi Pendidikan Karakter Sebagai Kesalehan Sosial Perspektif
Imam Al-Ghazali.
Nawawi, M. I. Islamic intellectual movement patterns.
Nawawi, M. I., & Putera, R. P. (2019). Stratifikasi Sosial Dalam Tinjauan Pendidikan Islam.
Jurnal PGMI IAI Metro Lampung, 1(28).
Nyayu Khodijah, “Increasing the Success of Islamic Religious Education Learning (PAI) .....,
p. 259-298
Nyayu Khodijah, “Peningkatan Keberhasilan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan Pendekatan Reflective Learning” (Jakarta:
Disertasi Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2008), p. 202
Nyayu Khodijah, Reflective Learning Sebagai Pendekatan Alternatif ........, p. 188.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional (Pasal 28 ayat 3)
Zakiyah Daradjat, et al., Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara Bekerjasama dengan
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, 1996),
in Nyayu Khodijah, Reflective Learning Sebagai Pendekatan Alternatif Dalam
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, ISLAMICA, Vol. 6, No. 1, September 2011, p. 182

22

Anda mungkin juga menyukai