By: Wahyudi1
Abstrak
Kata Kunci: Manajemen Pendidikan Islam, Era Globalisasi, dan Profesionalisme Guru
Dalam rangka penguatan manajemen pendidikan Islam, penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan mengkarakterisasi manajemen pendidikan Islam dalam kajian
profesionalisme guru di era perubahan. Untuk memperkuat manajemen pendidikan Islam,
metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan sumber data dari buku dan jurnal
tentang standar pendidikan Islam dan profesionalisme guru di era globalisasi. Temuan
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan dalam pengelolaan pendidikan Islam
di era globalisasi dalam rangka pencapaian pendidikan yang bermutu sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan (SNP). Salah satu elemen kunci yang mempengaruhi kualitas
pendidikan adalah profesionalisme guru. Guru yang profesional harus mampu: (1) menguasai
bahan dan bahan ajar; (2) menguasai dan menerapkan filsafat, metode, teknik, dan praktik;
(3) memanfaatkan pengembangan TIK untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; (4)
mengembangkan diri dan meningkatkan kinerja profesional; dan (5) meningkatkan
komitmennya untuk melayani dirinya sendiri di masyarakat. Guru merupakan faktor utama
yang menjadi subjek pendidikan, dengan demikian terdapat hubungan yang sangat erat antara
profesionalisme guru dengan upaya pembenahan administrasi pendidikan di era perubahan.
Oleh karena itu, penulis dapat merekomendasikan bahwa jika Anda ingin meningkatkan
manajemen pendidikan Islam, Anda juga perlu meningkatkan profesionalisme guru di zaman
sekarang ini.
PENDAHULUAN
1
Mahasiswa Pascasarjana (S2) Kelas E IAI An Nur Lampung.
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan suatu bangsa tergantung pada tingkat pendidikannya, yang secara
langsung terkait dengan seberapa kompetitif suatu negara di panggung global.
Aksesibilitas guru adalah komponen penting dari pendidikan. Profesionalisme peran guru
dalam proses pembelajaran, sebagai bagian dari komponen esensial dalam bidang
pendidikan, memiliki kaitan dengan peningkatan standar pendidikan. Banyak inisiatif
telah dibuat untuk meningkatkan sistem pendidikan Indonesia dan sumber dayanya
dalam menanggapi keadaan ini. Akibatnya, sejumlah undang-undang pendidikan telah
dikembangkan untuk melengkapi dan memperbaiki undang-undang yang tidak lagi
diperlukan mengingat kebutuhan waktu. Termasuk disahkannya Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2014 tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Guru adalah pendidik berlisensi dengan tanggung jawab, fungsi, dan peran
penting dalam kehidupan intelektual negara. Untuk mewujudkan manusia Indonesia yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berhasil dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi, berjiwa, beretika, berakhlak mulia, dan berkepribadian, diharapkan guru yang
profesional dapat berkontribusi aktif dalam pembangunan nasional. Tidaklah hiperbola
jika dikatakan bahwa guru memainkan peran penting dalam membentuk nasib
masyarakat, negara, dan negara. Akibatnya, dalam masa perubahan, profesi guru perlu
berkembang secara terus menerus dan proporsional dengan tuntutan.
Selain itu, guru di era perubahan harus lebih kreatif dan profesional dalam
menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar madrasah dapat berfungsi di
era kontemporer. Manajemen pendidikan Islam merupakan salah satu cara untuk
membekali peserta didik dengan keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu umum.
C. Metode Pendekatan/Penulisan
Untuk memperkuat manajemen pendidikan Islam, metode yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif dan sumber data dari buku dan jurnal tentang standar pendidikan
Islam dan profesionalisme guru di era globalisasi. Temuan penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat kesenjangan dalam pengelolaan pendidikan Islam di era globalisasi
dalam rangka pencapaian pendidikan yang bermutu sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Salah satu elemen kunci yang mempengaruhi kualitas pendidikan
adalah profesionalisme guru.
PEMBAHASAN
Dedikasi dari anggota suatu profesi untuk senantiasa mengakui dan meningkatkan
kompetensi profesionalnya disebut sebagai profesionalisme. Pada dasarnya
profesionalisme adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan kegiatan secara tepat
dan efektif.
Keterampilan yang diperoleh guru sebagai pendidik tidak diragukan lagi relevan
ketika membahas profesionalisme guru. Untuk menjadi pendidik profesional, guru harus
memiliki keterampilan pedagogik, emosional, dan sosial. Guru dituntut untuk
profesional, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 yang
mengatur tentang guru dan dosen yang menyatakan demikian, “guru merupakan bagian
dari sebuah profesi dan dituntut untuk dapat professional”. Kompetensi adalah kapasitas
atau bakat untuk melakukan suatu tindakan, yang dihubungkan dengan pola perilaku.
Menurut Sardiman yang dikutip Siti Roskina Mas, seorang guru yang profesional
harus mampu, (1) harus memiliki pengetahuan dan kompetensi yang diperlukan untuk
meningkatkan standar pengajaran dan mengubahnya sedemikian rupa sehingga
bermanfaat bagi guru dan muridnya. (2) innovator, yang menunjukkan seorang guru
yang terus mencari pendekatan baru untuk mengatasi tantangan siswa dalam proses
belajar mengajar. (3) pengembang, yang mengacu pada fakta bahwa pendidik yang
terampil terus bekerja untuk meningkatkan praktik mereka sendiri dan model yang
mereka gunakan untuk memotivasi siswa mereka.
Prinsip Kompetensi Profesional Guru Samana yang dikutip oleh Nur Hasanah
menyatakan bahwa untuk melaksanakan 11 kompetensi profesional guru diperlukan
prinsip/prinsip pembelajaran yang tepat, seperti berikut ini :
1. Gagasan tentang pembelajar yang terlibat
Anak-anak pada dasarnya adalah makhluk yang sibuk. Misi vilosovis,
biologis, psikologis, dan sosiologis yang terkait dengan kehidupan anak-anak dapat
digunakan untuk menjelaskan hal ini. Wajar jika guru dan siswa dipaksa untuk
terlibat dalam melaksanakan tugas mereka karena belajar pada dasarnya adalah
kegiatan kemanusiaan. Karena mengajar siswa sebenarnya hanya belajar.
2. Gagasan tentang insentif dalam pendidikan
Salah satu pendorong yang mendorong kegiatan belajar adalah motivasi. Baik
motivasi dari dalam maupun dari luar adalah mungkin. Guru harus mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Teori pusat minat
Guru harus berusaha untuk menyampaikan tujuan, arah, keindahan,
orisinalitas, dan nilai positif dari informasi yang harus dipelajari siswa untuk menarik
minat mereka. Untuk memastikan bahwa siswa mendapatkan sesuatu yang berharga
dari kontak mereka dengan guru, guru harus memiliki pemahaman yang menyeluruh
tentang materi pendidikan yang mereka gunakan.
4. Prinsip apersepsi, korelasi, dan integrase
Untuk membahas bahan ajar baru, konsep persepsi diterapkan dalam
pembelajaran dengan bergantung dan memanfaatkan pengetahuan yang sudah
dimiliki siswa. Prinsip korelasi digunakan dalam pendidikan untuk menghubungkan
fakta, teori, dan generalisasi sehingga tujuan pembelajaran secara keseluruhan
berbeda, komprehensif, dan terorganisir. Perolehan belajar siswa yang bercirikan
berikut ini diperlukan untuk penerapan prinsip keterpaduan dalam pembelajaran.
Siswa harus mencatat setiap konsep, aturan, dan generalisasi baru yang telah mereka pelajari
dalam metode berpikir yang lebih ringkas dan praktis (tips pemecahan masalah). Bakat
praktis mahasiswa mencerminkan pemahaman teoritisnya (teori dan praktik dikuasai
mahasiswa secara terpadu).
5. Prinsip individualisasi
Menurut teori ini, pengajaran harus disesuaikan dengan keadaan, potensi, sifat, minat, tahap
perkembangan, dan kebutuhan setiap siswa yang unik. Kelas harus diizinkan untuk didirikan
sesuai keinginan guru.
Pemaksimalan hasil belajar siswa sesuai dengan potensinya, pengembangan multi talenta
(semua aspek dan bakatnya berkembang secara wajar dan seimbang), integrasi diri, dan
keterpaparan siswa pada keluasan kehidupan merupakan ciri-ciri keberhasilan penerapan. dari
prinsip ini.
6. Pedoman ilustrasi
Tujuan dari demonstrasi adalah untuk membuat pelajaran lebih konkrit sehingga siswa dapat
memahaminya. Oleh karena itu, guru harus menguasai media dan teknologi pendidikan.
7. Ide kooperasi
Penataan kerja kelompok dan pengembangan kompetensi yang baik merupakan landasan
filosofi pembelajaran kooperatif. Guru harus menyelidiki berbagai teknik pengelompokan,
dinamika kelompok, keintiman antara peserta, kejelasan tujuan, dan hasil kerja kelompok
untuk mempromosikan pembelajaran siswa. Guru tetap harus membina persaingan yang sehat
antar siswa dalam kelompok, yang ditandai dengan sikap realistis, usaha yang gigih, tetap
terbuka untuk saling mendukung, dan keterbukaan terhadap kritik terkait proses dan hasil
kerja. Kerjasama dan kompetensi tidak boleh dianggap sebagai dua kutub yang berlawanan,
tetapi guru harus bekerja untuk menjadikan kompetensi sebagai katalisator dinamika
kelompok dan landasan layanan bimbingan belajar satu lawan satu. Selain itu, perlu dicatat
bahwa metode kerja yang jelas, lingkungan yang demokratis, rasa tanggung jawab di antara
anggota, evaluasi berkala, dan pengembangan lebih lanjut merupakan komponen penting dari
kerja kelompok yang efektif.
8. Nilai mengajar dari berbagai sumber
Menurut prinsip ini, pendidik harus mampu menggunakan berbagai sumber belajar yang
semakin banyak tersedia di masyarakat untuk mencirikan dan menyusun bahan ajar secara
sistematis. Guru harus mampu menjelaskan dan menyusun materi pendidikan dengan studi
banding, kontekstual, di samping disiplin ilmu, penuh pilihan, dan sistematika terpadu,
dengan mempertimbangkan tingkat kematangan berpikir siswa.
9. Ide belajar sepanjang hayat
Pendekatan berkelanjutan ini dipraktikkan dengan:
Membantu siswa secara efektif dan efisien dalam belajar (mencapai tujuan pembelajaran
standar);
Ketersediaan kondisi (fasilitas) dan lingkungan belajar yang menguntungkan;
Adanya rangkaian sumber pendidikan atau kesempatan belajar yang berkaitan secara
sistematis, rasional, dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik;
Untuk tujuan pembelajaran, siswa harus menguasai instrumen pengetahuan seperti kemahiran
bahasa, kemahiran inkuiri, dan kemahiran sintesis-analisis logis.
10. Prinsip penilaian yang baik
Efektivitas kerja guru dan kualitas belajar siswa keduanya dapat dievaluasi melalui penilaian
dalam pembelajaran. Guru dan siswa dapat memanfaatkan hasil penilaian sebagai umpan
balik untuk mengembangkan diri dan mencari peluang baru.
Penting untuk mengakui adanya penilaian ketidakprofesionalan guru dan menanggapinya
secara cerdas dari pihak pengguna, lembaga penghasil guru pemerintah (LPTK), dan
instruktur itu sendiri. Evaluasi atau kritik seharusnya menjadi bahan renungan dan sebagai
ujian untuk memotivasi guru untuk menjunjung tinggi profesionalisme.
Pemenuhan tenaga pengajar yang profesional merupakan tantangan tanpa adanya
profesionalisme di kalangan guru, maka profesionalisme di kalangan guru sangat diperlukan.
Pendidik profesional adalah mereka yang beroperasi secara mandiri (bebas tetapi sesuai
keahlian dan mandiri). harus mendedikasikan diri untuk melayani konsumen jasa (negara dan
masyarakat) sambil mengambil kepemilikan kompetensi profesional mereka karena mereka
bekerja dalam suatu profesi. Karena itu, profesionalisasi—tindakan untuk meningkatkan
kredensial atau kemampuan karyawan sehingga mereka dapat memenuhi standar ideal yang
ditetapkan oleh profesi mereka—sangat diperlukan. Menurut Sudarwan Danim (2002:25–32),
ada tiga cara untuk menjadi seorang profesional, yaitu :
a. Pendekatan karakteristik, juga dikenal sebagai pendekatan memperlakukan, berfokus pada
profesi dan memiliki sejumlah komponen, seperti: kemampuan intelektual berbasis
pendidikan tinggi, pengetahuan khusus, pengetahuan yang dapat dikomunikasikan,
keterampilan teknis, kemandirian, kode etik, gaji struktur, dan budaya profesional.
b. Strategi institusional (pendekatan institusional). Pertimbangkan profesi dari perspektif
pertumbuhan asosiasi atau dinamika kelembagaan.
c. Pendekatan legalistik sangat menekankan suatu profesi yang diakui oleh negara atau
pemerintah. Registrasi, sertifikasi, dan perizinan merupakan langkah-langkah yang membuat
profesi tersebut diakui.
Profesionalisme dalam peran mengajar (religius) ditunjukkan dalam penerapannya oleh sikap
profesional dan kinerja tugas. Pendidik agama yang profesional harus memiliki kekayaan
pengetahuan, terampil dalam seni mengajar, menawarkan dukungan, arahan, dan menjadi
panutan bagi murid-muridnya sehingga mereka dapat memenuhi tujuan pendidikan Islam.
Menurut kutipan Jaka Siswanta dari Ahmad Tafsir (1991: 164), kualifikasi berikut diperlukan
untuk profesi pendidikan Islam, yaitu :
1. Profesi harus memiliki kemampuan khusus.
2. Pengejaran profesi harus dilihat sebagai realisasi dari panggilan seumur hidup atau
panggilan untuk pelayanan masyarakat.
3. Profesi telah menerima secara universal teori-teori yang berhubungan dengan bidang
spesialisasi yang disebutkan di atas.
4. Profesi harus dikejar untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk keuntungan pribadi
atau mengejar posisi atau status.
5. Profesi harus memiliki pengetahuan, kemampuan, dan kapabilitas yang diperlukan.
6. Pemegang profesional menjalankan tanggung jawab profesional mereka atas inisiatif
mereka sendiri.
7. Kode etik industri harus ada.
8. Harus ada klien yang ditetapkan untuk profesi tersebut (siswa sebagai pengguna jasa
profesi guru).
9. Organisasi profesi diperlukan untuk profesi tersebut.
10. Profesi harus menyadari hubungan antara bidangnya dan disiplin ilmu lainnya.
Kata manajemen berasal dari bahasa latin manus yang berarti tangan dan agree yang berarti
melakukan. Kemudian istilah tersebut membentuk kata kerja managere, yang berarti
menangani. Kata manajer diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai kata kerja yang
berarti mengelola, sebagai kata benda yang berarti mengelola, dan sebagai manajer bagi
mereka yang melakukan tugas-tugas manajemen. Pada akhirnya, manajemen
ditransliterasikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai manajemen dengan arti yang sama.
Sedangkan penggunaan sumber daya yang efisien untuk mencapai tujuan atau sasaran yang
direncanakan adalah definisi manajemen dalam istilah.
Pengertian manajemen dalam bahasa Indonesia adalah penggunaan sumber daya secara
efisien untuk mencapai tujuan. Ketika kata “pendidikan” dan “manajemen” digabungkan,
Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana mendefinisikan manajemen pendidikan sebagai suatu
tindakan atau rangkaian tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tergabung
dalam suatu organisasi pendidikan agar berhasil dan efektif mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. tujuan pendidikan.
Menurut Mujamil Qomar, penyelenggaraan lembaga pendidikan Islam secara Islami
mencakup pengelolaan sumber belajar dan isu-isu lain yang relevan untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Muhaimin kemudian menjelaskan lebih rinci
tentang pemahaman ini, dengan menyatakan bahwa setidaknya ada dua komponen kunci
untuk pendidikan Islam: kegiatan pendidikan yang dirancang untuk menunjukkan ajaran dan
nilai-nilai Islam dan kerangka pendidikan yang berasal dari, didukung oleh, atau diilhami
oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. . Menurut Abuddin Nata, ciri khas pendidikan Islam adalah
pengajaran yang memusatkan semua kegiatan akademik pada konsep tauhid.
Pendidikan Islam juga membantu mempersiapkan manusia menjadi khalifah di bumi yang
mewakili Tuhan. Orang-orang yang mengabdikan hidup mereka tidak hanya untuk
memperbaiki dunia tetapi juga untuk menemukan kehidupan yang lebih abadi, terutama
akhirat, secara transendental menghubungkan semua pengejaran duniawi.
Setiap individu harus menjalani transformasi mendasar untuk melihat arus globalisasi sebagai
suatu keharusan daripada bahaya. Sumber daya manusia yang handal dan persaingan yang
ketat dituntut untuk menjawab tantangan globalisasi. Di sinilah penyelenggaraan pendidikan
Islam harus dihadirkan sebagai salah satu kesulitan globalisasi untuk mewujudkannya.
Manajemen Pendidikan Islam menghadapi kesulitan dalam beradaptasi dengan serbuan
berbagai kemajuan dalam dinamika globalisasi dan menghasilkan lulusan yang berkualitas
tinggi daripada mandul.
Di satu sisi, manajemen pendidikan Islam berada pada posisi yang sulit. Di satu sisi, ia harus
segera beradaptasi dengan kekuatan pasar, dan di sisi lain, ia harus menjunjung tinggi tujuan
awal sebagai media kreativitas. masyarakat/pasar Islam dengan mempertahankan prinsip-
prinsip Islam yang terkodifikasi dan terlembagakan secara formal. Pendidikan Islam bisa
kehilangan karakternya jika membelok terlalu jauh ke arah kekuatan pasar dan selera yang
beragam. Pendidikan Islam berisiko kehilangan pasar potensialnya jika menyimpang terlalu
jauh ke arah idealisme, karena kesenjangan antara tujuan dan preferensi konsumen semakin
besar.