Anda di halaman 1dari 129

PETUNJUK PRAKTIKUM

FARMASI III

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayahNya petunjuk praktikum ini dapat diselesaikan. Petunjuk
praktikum Farmasi III ini disusun dengan harapan dapat membantu para
mahasiswa (praktikan) untuk lebih mudah mempelajari secara praktis tentang
Praktikum Farmasi III, Materi-materi praktikum di dalam petunjuk praktikum ini
disusun dengan memperhatikan kebutuhan minimal yang perlu dikuasai oleh
mahasiswa (praktikan). Praktikum ini meliputi 4 Bagian yaitu Bagian Teknologi
Farmasi, Bagian Kimia Farmasi, Bagian Biologi Farmasi dan Bagian Farmakologi,
Farmasi Klinis dan Komunitas. Penyusun menyadari bahwa petunjuk praktikum ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga saran dan perbaikan
sangat diharapkan untuk penyempurnaan petunjuk praktikum ini.

Tim Penyusun

ii
AGENDA PRAKTIKUM

Agenda I Waktu Agenda 2 Waktu


Pretest 15 menit
Diskusi 180 menit
Persiapan 15 menit
Pelaksanaan Praktikum 120 menit
Postest 30 menit
Penyusunan Laporan 60 menit
TOTAL 210 menit TOTAL 210 menit

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

A. Pretest
1. Sebelum praktikum
2. Soal sesuai dengan bidang praktikum
3. Pretest melalui SPADA
4. Nilai minimal 60
5. Inhal pretest dilaksanakan bagi mahasiswa yang mendapatkan nilai <60
dengan mengikuti pretest ulang.

B. Pelaksanaan Praktikum
1. Kehadiran
a. Praktikan hadir tepat waktu sesuai dengan jadwal praktikum
b. Keterlambatan lebih dari 15 menit, maka praktikan tidak dapat
mengikuti kegiatan praktikum.
c. Kehadiran praktikum 100%, Jika praktikan berhalangan hadir, harus
membuat surat ijin atau surat keterangan sakit dan harus menghubungi
dosen pengampu untuk penyusunan jadwal praktikum susulan.
d. Sebelum melakukan praktikum, praktikan diwajibkan mengisi daftar
hadir.
e. Praktikan dilarang meninggalkan laboratorium tanpa seizin dosen
pengampu atau asisten praktikum.

2. Pelaksanaan Praktikum
a. Selama praktikum, praktikan harus mentaati aturan berupa:
1) Tidak merokok.
2) Tidak makan dan minum selama praktikum berlangsung.
3) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
b. Menjaga kerapian
1) Jas lab selalu digunakan dan dikancing rapi
2) Tidak menggunakan sepatu sandal atau sandal
3) Bagi yang berambut panjang untuk selalu diikat rapi
c. Praktikan hanya diperbolehkan membawa peralatan yang
digunakan selama praktikum
d. Tas dan barang-barang yang tidak diperlukan selama praktikum
diletakkan di tempat yang telah ditentukan.

iv
e. Berbicaralah seperlunya selama praktikum dan tidak
diperkenankan mengganggu ketenangan pekerjaan orang lain.
f. Sebelum dan setelah praktikum, praktikan diwajibkan untuk
memeriksa dan meneliti keutuhan serta keberadaan alat.

3. Alat Dan Bahan


a. Semua alat yang dipergunakan selama praktikum menjadi tanggung
jawab sepenuhnya dari praktikan dan dikembalikan dalam keadaan
bersih dan baik.
b. Penggantian alat yang pecah atau rusak merupakan tanggung jawab
bersama dari seluruh anggota kelompok sesuai dengan aturan dari
laboratorium.
c. Sebelum memakai zat pereaksi, praktikan diwajibkan membaca etiket
pada botol.
d. Botol-botol pereaksi harus ditempatkan pada tempat yang telah
ditentukan dan pengambilan pereaksi harus dilakukan dengan pipet
yang khusus untuk tiap pereaksi.
e. Botol-botol pereaksi yang kosong harus cepat diberitahukan kepada
asisten atau laboran untuk diisi kembali.
f. Sebelum dan sesudah penggunaan alat, praktikan wajib mengisi log
book yang telah disediakan oleh laboran

4. Kebersihan Laboratorium
a. Praktikan wajib membuang sampah pada tempat yang sdah
disediakan:
1) Sampah kertas dibuang di tempat sampah
2) Sampah cair (limbah) dibuang di tempat yang disediakan laboran
b. Jika ada zat-zat kimia yang tumpah, harus cepat dibersihkan,
karena zat-zat tersebut dapat merusak meja praktikum jika tidak
segera dibersihkan. Jika terjadi kecelakaan cepat diberitahukan
kepada asisten yang bertugas.
c. Praktikan wajib menjaga kebersihan kegiatan selama praktikum
berlangsung.
d. Dilarang membuang zat yang tidak larut, asam-basa pekat, atau zat
yang berbahaya ke wastafel.

v
C. Laporan Praktikum
1. Laporan disusun per kelompok atau individu sesuai bidang praktikum.
2. Laporan sementara dikumpulkan pada saat persiapan praktikum.
3. Laporan sementara diisi dengan format: Judul Percobaan, Tujuan, Dasar
Teori, Alat dan Bahan (jika ada), Prosedur (skematis).
4. Laporan hasil praktikum merupakan lanjutan dari laporan sementara
yang berisi Hasil Pengamatan, Pengolahan data (jika ada),
Pembahasan, Kesimpulan dan Daftar Pustaka.
5. Laporan hasil praktikum dikumpulkan sesuai dengan jadwal yang telah
disusun pada tabel berikut.
No Bagian Acara praktikum Jenis Waktu
Laporan Pengumpulan
1 Kimia Semua acara kelompok Praktikum
Farmasi praktikum (tulis berikutnya
tangan)
2 Biologi Pembuatan simplisia Kelompok H-1 Praktikum
Farmasi (tulis berikutnya di
tangan) kumpulkan ke
asisten
Pemeriksaan Kelompok H-1 Praktikum
makroskopis, (tulis berikutnya di
mikroskopis, dan tangan) kumpulkan ke
histokimia simplisia asisten
3 Teknologi Pulveres, Pulvis, Individu 1 minggu setelah
Farmasi Kapsul, potio, Emulsi (tulis praktikum
minyak ikan, Krim, tangan)
lotio, salep
4 Farmakologi anatomi fisiologi kelompok H-1 Praktikum
sistem integumen, (tulis berikutnya
muskuler, saraf, tangan)
indra
5 Farmasi Telaah resep Kelompok 1 minggu setelah
Klinis sediaan padat, (diketik) praktikum
semipadat dan cair
6 Komunitas Promosi Kesehatan Kelompok Di akhir
(tulis praktikum
tangan)

6. Jika praktikan tidak mengumpulkan laporan hasil praktikum sesuai pada


poin 5, maka praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum
selanjutnya.

vi
D. Penilaian Praktikum
Penilaian praktikum ditentukan oleh hasil-hasil berikut:
No. Komponen Persentase
1 Pretest 10 %
2 Praktikum 40 %
3 Laporan Praktikum 15 %
4 Diskusi 10 %
5 Responsi 25 %
TOTAL 100 %

E. Responsi
Responsi dilaksanakan dengan sistem OSCE.

F. Peringatan Keselamatan Di Laboratorium


Sebagian besar zat di labolatorium kimia analitik mudah terbakar dan
beracun. Ikuti petunjuk berikut untuk menjaga keselamatan :
1. Perlakukan semua zat sebagai racun. Jika zat kimia mengenai kulit, cuci
segera dengan air yang banyak. Gunakan sabun dan air menghilangkan
zat padat berbau atau cairan kental. Jangan pernah mencicipi zat kimia
kecuali ada petunjuk khusus. Jika harus membaui zat kimia lakukan
dengan mengibas gas dan menempatkan wadahnya 15 sampai 25 cm
dari hidung dan hisap sesedikit mungkin. Jika ada zat yang tertumpah,
segera bersihkan, hal ini termasuk untuk tumpahan terhadap
permukaan meja, lantai, alat pemanas, timbangan, dll.
2. Zat yang bertitik didih rendah yang mudah terbakar harus didestilasi
atau dievaporasi dengan menggunakan heating mantle atau dalam
penangas oil, jangan dipanaskan. Jangan dipanaskan dengan
pembakar bunsen. Senyawa seperti : metanol, etanol, benzen,
petroleum eter, aseton, dll.
3. Pelarut yang mudah terbakar disimpan dalam botol bermulut kecil dan
disimpan agak jauh dengan tempat anda bekerja
4. Jangan mengembalikan zat yang sudah dikeluarkan ke dalam botol
asalnya. Hitung dengan seksama keperluan anda terhadap suatu zat
dan ambil sesuai dengan keperluan. Bawa tempat zat yang akan

vii
ditimbang ke dekat neraca, dan tutup kembali segera setelah
penimbangan.
5. Gunakan zat sesuai dengan keperluan praktikum, hal ini untuk
mengurangi limbah dan mencegah kecelakaan
6. Ketika melarutkan asam kuat dengan air, selalu tambahkan asam ke
dalam air sambil terus diaduk.
7. Jangan membuang pelarut organik ke dalam tempat sampah, karena
dapat menyebabkan kebakaran.
8. Jangan membuang campuran air-pelarut tak larut air (eter, petroleum
eter, benzene,dll) dan campuran yang mengandung senyawa yang tak
larut air ke dalam bak cuci. Gunakan kaleng atau tempat khusus untuk
menampung limbah ini. Jika masuk ke dalam bak cuci maka harus
diguyur dengan air yang banyak

viii
FORMAT LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

JUDUL PRAKTIKUM

A. Tujuan
B. Dasar Teori
C. Alat dan Bahan Praktikum
1. Alat Praktikum
2. Bahan Praktikum
D. Prosedur Kerja
E. Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data
1. Hasil Pengamatan
2. Pengolahan Data
F. Pembahasan
G. Kesimpulan
H. Daftar Pustaka

ix
JADWAL PELAKSANAAN PRAKTIKUM FARMASI III
Acara praktikum kelas A Acara praktikum kelas B
Senin jam ke Rabu jam ke 7-10 Kamis jam ke 1- Senin jam ke Selasa jam ke Jumat jam ke 1-4
Minggu Pertemuan 1-4 (12.50-16.10) 4 7-10 7-10 (07.00-10.20)
Dosen
ke- ke- (07.00-10.20) Biologi dan Klinis (07.00-10.20)(12.50-16.10) (12.50-16.10) Biologi dan Klinis
Teknologi Komunitas Kimia dan Kimia dan Teknologi Komunitas
Farmakologi Farmakologi
0 Asistensi (Senin, 14/08/23) jam 07.00-10.20 WITA Asistensi (Senin, 14/08/23) jam 12.50-16.10 WITA All Team
1 Teknologi Biologi
1 Biologi (16/08/23)
(15/08/23) (18/08/23)
PEMBATAS MINGGU
Teknologi Farmakologi Farmakologi
1
(21/08/23) (24/08/22) (21/08/23)
2
Teknologi Biologi
2 Biologi (22/08/23)
(22/08/23) (25/08/23)
PEMBATAS MINGGU
Teknologi Farmakologi Farmakologi
2
(28/08/23) (31/08/23) (28/08/23)
3
Teknologi Biologi
3 Biologi (29/08/23)
(29/08/23) (01/09/23)
PEMBATAS MINGGU
Teknologi Farmakologi Farmakologi
3
(04/09/23) (07/09/23) (04/09/23)
4
Teknologi Biologi
4 Biologi (05/09/23)
(05/09/23) (08/09/23)
PEMBATAS MINGGU
Teknologi Responsi Responsi
5 4
(11/09/23) Farmakologi Farmakologi

x
Acara praktikum kelas A Acara praktikum kelas B
Senin jam ke Rabu jam ke 7-10 Kamis jam ke 1- Senin jam ke Selasa jam ke Jumat jam ke 1-4
Minggu Pertemuan 1-4 (12.50-16.10) 4 7-10 7-10 (07.00-10.20)
Dosen
ke- ke- (07.00-10.20) Biologi dan Klinis (07.00-10.20) (12.50-16.10) (12.50-16.10) Biologi dan Klinis
Teknologi Komunitas Kimia dan Kimia dan Teknologi Komunitas
Farmakologi Farmakologi
(14/09/23) (11/09/23)
Teknologi Biologi
5 Biologi (12/09/23)
(12/09/23) (15/09/23)
PEMBATAS MINGGU
Kimia Kimia
1
(21/09/23) (18/09/23)
Teknologi
5
6 (18/09/23)
Responsi
Responsi Biologi Teknologi
6 Biologi
(20/09/23) (19/09/23)
(22/09/23)
PEMBATAS MINGGU
Klinis-Komunitas Klinis-Komunitas
1
(27/09/23) (29/09/23)
Kimia
2
(25/09/23)
7
Teknologi
6
(25/09/23)
Teknologi
7
(26/09/23)
UTS (02-13 Oktober 2023)

xi
Acara praktikum kelas A Acara praktikum kelas B
Senin jam ke Rabu jam ke 7-10 Kamis jam ke 1- Senin jam ke Selasa jam ke Jumat jam ke 1-4
Minggu Pertemuan 1-4 (12.50-16.10) 4 7-10 7-10 (07.00-10.20)
Dosen
ke- ke- (07.00-10.20) Biologi dan Klinis (07.00-10.20) (12.50-16.10) (12.50-16.10) Biologi dan Klinis
Teknologi Komunitas Kimia dan Kimia dan Teknologi Komunitas
Farmakologi Farmakologi
Klinis-Komunitas Kimia Klinis-Komunitas
2
(18/10/23) (19/10/23) (20/10/23)
Kimia
3
(16/10/23)
8
Teknologi
7
(16/10/23)
Teknologi
8
(17/10/23)
PEMBATAS MINGGU
Klinis-Komunitas Kimia Klinis-Komunitas
3
(25/10/23) (26/10/23) (27/10/23)
Kimia
4
(23/10/23)
9
Teknologi
8
(23/10/23)
Teknologi
9
(24/10/23)
PEMBATAS MINGGU
Klinis-Komunitas Kimia Klinis-Komunitas
4
(01/11/23) (02/11/23) (03/11/23)
10
Kimia
5
(30/11/23)

xii
Acara praktikum kelas A Acara praktikum kelas B
Senin jam ke Rabu jam ke 7-10 Kamis jam ke 1- Senin jam ke Selasa jam ke Jumat jam ke 1-4
Minggu Pertemuan 1-4 (12.50-16.10) 4 7-10 7-10 (07.00-10.20)
Dosen
ke- ke- (07.00-10.20) Biologi dan Klinis (07.00-10.20) (12.50-16.10) (12.50-16.10) Biologi dan Klinis
Teknologi Komunitas Kimia dan Kimia dan Teknologi Komunitas
Farmakologi Farmakologi
Teknologi
9
(30/10/23)
Teknologi
10
(31/10/23)
PEMBATAS MINGGU
Klinis-Komunitas Kimia Klinis-Komunitas
5
(08/11/23) (09/11/23) (10/11/23)
Kimia
6
(06/11/23)
11
Teknologi
10
(06/11/23)
Teknologi
11
(07/11/23)
PEMBATAS MINGGU
Klinis -Komunitas Kimia Klinis-Komunitas
6
(15/11/23) (16/11/23) (17/11/23)
Kimia
7
(13/11/23)
12
Teknologi
11
(13/11/23)
Teknologi
12
(14/11/23)

xiii
Acara praktikum kelas A Acara praktikum kelas B
Senin jam ke Rabu jam ke 7-10 Kamis jam ke 1- Senin jam ke Selasa jam ke Jumat jam ke 1-4
Minggu Pertemuan 1-4 (12.50-16.10) 4 7-10 7-10 (07.00-10.20)
Dosen
ke- ke- (07.00-10.20) Biologi dan Klinis (07.00-10.20) (12.50-16.10) (12.50-16.10) Biologi dan Klinis
Teknologi Komunitas Kimia dan Kimia dan Teknologi Komunitas
Farmakologi Farmakologi
PEMBATAS MINGGU
Klinis -Komunitas Kimia Klinis-Komunitas
7
(22/11/23) (23/11/23) (24/11/23)
Kimia
8
(20/11/23)
13
Teknologi
12
(20/11/23)
Teknologi
13
(21/11/23)
PEMBATAS MINGGU
Responsi Klinis - Responsi Klinis -
Kimia
8 Komunitas Komunitas
(30/11/23)
14 (29/11/23) (01/12/23)
Teknologi
13
(27/11/23)
UAS (04-15 Desember 2023)
Responsi Teknologi Responsi Kimia

xiv
Keterangan:

Koordinator Praktikum Farmasi III: apt. Neneng Rachmalia Izzatul Mukhlishah, M.Farm.

Warna Bagian Dosen pengampu


Kimia Farmasi Handa Muliasari, S.Si.,M.Si ; apt. Rizqa Fersiyana Deccati, S.Farm., M.Farm; Dr. apt. Lina Permatasari, S.Farm.
Biologi Farmasi apt. Nisa Isneni Hanifa, S.Farm., M.Sc.; apt. Neneng Rachmalia Izzatul Mukhlishah, M.Farm.
apt. Windah Anugrah Subaidah, S.Si., M.Si.; apt. Eskarani Tri Pratiwi, S.Farm., M.S.Farm.; apt. Sucilawaty
Teknologi farmasi
Ridwan, S.Farm., M.Si.; apt. Wahida Hajrin, S.Farm., M.Pharm.Sci.
Farmakologi, apt. Raisya Hasina, S.Farm., M.Sc
Farmasi Klinis dan
apt. Yoga Dwi Saputra, S.Farm., M.Pharm.Sci.; apt. Mahacita Andanalusia, S.Farm., M.Farm.
Komunitas
Bold → Koordinator Bagian

xv
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASI III
BAGIAN TEKNOLOGI FARMASI

DISUSUN OLEH:

1. apt. Windah Anugrah Subaidah, S.Si., M.Si. (Koordinator)


2. apt. Eskarani Tri Pratiwi, S.Farm., M.S.Farm.
3. apt. Sucilawaty Ridwan, S.Farm., M.Si.
4. apt. Wahida Hajrin, S.Farm., M.Pharm.Sci.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

27
ACARA PRAKTIKUM
No. Acara
1. Pulveres
2. Pulvis
3. Kapsul
4. Potio
5. Emulsi
6. Lotio
7. Krim
8. Salep

28
PENGENALAN RESEP

A. Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter
hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang– undangan yang
berlaku kepada apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan atau
membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. Menurut permenkes
RI Nomor 35 Tahun 2014 dan Nomor 58 Tahun 2014, Resep adalah permintaan
tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper
maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku. Resep elektronik adalah metode yang kuat untuk
mencegah medication error yang disebabkan oleh kesalahan interpertasi seperti
pada resep yang ditulis tangan. Resep elektronik dapat memastikan bahwa
dosis, bentuk sediaan, waktu pemberian yang tertulis adalah benar dan dapat
juga mengetahui adanya interaksi obat, adanya alergi terhadap obat tertentu dan
kesesuaiannya dengan kondisi pasien misal pada pasien gangguan fungsi ginjal.
Resep asli tidak boleh diberikan kembali setelah obatnya diambil oleh pasien,
hanya dapat diberikan copy resep atau salinan resepnya. Resep asli tersebut
harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali
diminta oleh :
1. Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya.
2. Pasien yang bersangkutan.
3. Pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk
memeriksa.
4. Yayasan dan lembaga lain yang menanggung biaya pasien.

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe = ambillah. Di


belakang tanda ini biasanya baru tertera nama dan jumlah obat.

B. Kelengkapan Resep

Resep yang lengkap terdiri dari :

1. Inscriptio : memuat identitas dokter penulis resep, Nomor SIK, alamat, kota,
tanggal, dan tanda R/

29
2. Praescriptio (inti resep) : nama obat, bentuk sediaan obat (BSO), dosis dan
jumlah obat.

3. Signatura : aturan pakai contoh : (S t dd p1, tandai tiga kali sehari 1 bungkus
) dan keterangan nama pasien yang harus dituliskan pada etiket. Contoh :
Pro : Nia, 4 Tahun, 17 Kg, Alamat : Jl Majapahit No 21. Bila pasien dewasa
idealnya akan dituliskan Nyonya/Tuan. Bila resep tersebut untuk hewan
setelah kata pro ditulkan jenis hewan, serta nama pemilik dan alamat
pemiliknya.

4. Subscriptio merupakan bagian penutup pada resep ditandai dengan tanda


tangan atau paraf dokter yang menjadikan resep tersebut asli atau otentik. Untuk
resep yang mengandung injeksi golongan narkotika harus ditandatangani
oleh dokter pemberi resep tidak cukup hanya dengan paraf dokter.
Resep – resep yang diterima apotek harus disusun berdasarkan nomor urut
resep, tanggal penerimaan dan disimpan selama 5 (lima) tahun. Pergantian obat
paten ke generik dalam resep harus dikonsultasikan kepada dokter. Begitupula jika
dosis yang tercantum dalam resep kurang atau berlebih maka harus
dikonsultasikan dengan dokter.

C. Resep yang Mengandung Obat Narkotika


Resep yang mengandung narkotik tidak boleh ada tulisan atau tanda iter (
iterasi) yang berarti dapat diulang, m.i ( mihiipsi ) yang berarti untuk dipakai
sendiri, atau u.c ( usus congnitus ) yang berarti pemakainnya diketahui.Bila ada
obat golongan narkotika yang belum ditebus/diambil seluruhnya,maka sisa
obat dalam copy resepnya, hanya dapat ditebus pada apotek yang sama.
Resep yang mengandung narkotik ini tidak boleh diulang, tetapi harus
dengan resep baru. Resep-resep yang mengandung narkotik harus disimpan
terpisah dari resep lainnya. Contoh obat-obat narkotika yang biasa terdapat
dalam resep yakni codein, dionin dan doveri.

D. Resep Yang Memerlukan Penanganan Segera


Dokter dapat memberi tanda di bagian kanan atas resepnya dengan kata-
kata : Cito (segera), Statim (penting), Urgent (sangat penting), P.I.M(periculum
in mora) artinya berbahaya jika ditunda. Urutan yang didahulukan adalah PIM,
Urgent, Statim, Cito. Resep obat yang memiliki tanda tersebut maka

30
pengerjaannya atau penyiapannya didahulukan atau segera disiapkan karena
resep tersebut dibutuhkan segera oleh pasien. Seperti resep yang
mengandung antidotum, obat luka bakar dan lain-lain

E. Resep yang dapat atau tidak dapat diulang

Jika dokter menghendaki agar resepnya dapat diulang, maka dalam resep
ditulis kata “iter/iteratie” dan beberapa kali resep boleh diulang. Misalnya
tertulis iter 3x artinya resep dapat dilayani sebanyak 1 + 3 kali = 4 kali. Jika
dokter menghendaki agar resepnya tidak boleh diulang tanpa
sepengetahuannya, maka dapat dituliskan pada resep tersebut dengan kata
“n.i” = ne iterator (tidak dapat diulang).Resep yang tidak boleh diulang resep
yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik

F. Look Alike Sound Alike (LASA)

Ketika mengerjakan resep kita biasanya menjumpai obat yang memiliki


nama hampir mirip. Jika kita tidak berhati-hati membacanya maka akan terjadi
kesalahan dalam pengambilan obat. Kesalahan dalam pengambilan
disebabkan karena kebingungan terhadap nama obat, kemasan dan
etiket/labeling sering disebut dengan LASA.

Penyebab terjadinya LASA terjadi yaitu karena order tidak jelas, tulisan
dokter yang buruk, ada order lisan yang tidak tepat, kurangnya
pemeriksaan/verifikasi kembali, banyaknya jumlah jenis obat, lingkungan kerja
yang buruk.

CONTOH LASA
Golongan Nama Dagang Nama Dagang Golongan
Antiucler LOSE (omeprazole) LASIX(furosemid) Diuretik
Analgetik MEFINTER METIFER Nootropic-
(As.mefenamat) (mecobalamin) neurotonic
Antikolestrol LESCHO LESICHOL Fosfolipid
(fluvastatin) (lecithin,vitamin) esensial

31
Antiemetik, CHLORPROMAZIN CHLORPROPAMID Antidiabetes
Antivertigo,
Antipsikosis

Pencegahannya melalui lettering/taliman letters penulisan nama obat


dalam kemasan, etiket obat, kemasan/wadah obat di IFRS, rekaman data obat
pasien, mesin pendispensing otomatis, dengan besar huruf yang berbeda.

G. Salinan Resep (Copy Resep)(Apograph, exemplum, atau afschrift)

Salinan resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek, bukan hasil
fotokopi. Salinan resep selain memuat semua keterangan yang termuat dalam
resep asli harus memuat pula :

1. Nama dan alamat apotek

2. Nama dan nomor S.I.K Apoteker Pengelola Apotek.

3. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek.

4. Tanda “det” = “detur” untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda “nedet”
= “ne detur” untuk obat yang belum diserahkan.

5. Nomor resep dan tanggal pembuatan.

Salinan resep atau resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain
yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

H. Pengelolaan Resep yang Telah Dikerjakan

Resep yang telah dibuat, disimpan menurut urutan tanggal dan nomor
penerimaan /pembuatan resep. Resep yang mengandung narkotik harus
dipisahkan dari resep lainnya, tandai dengan garis merah dibawah nama
obatnya. Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan
dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai. Pemusnahan resep
dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) bersama dengan sekurang-
kurangnya seorang petugas apotek.

32
CONTOH SALINAN RESEP

I. Etiket Obat

Etiket berisi aturan pakai, cara pemakian dan waktu pemakaian. Pada
etiket harus terdapat tanggal pembuatan obat atau pemberian etiket pada
kemasan obat, nama apotek, alamat, SIA, Apoteker Pengelola Apotek (APA),
tanda tangan pembuat etiket.
Terdapat 2 jenis etiket :
1. Etiket untuk pemakaian sistemik berwarna putih. Contoh : obat-obat oral
seperti puyer, capsul, potio (obat minum).
2. Etiket untuk pemakaian kegiatan praktikumal warna biru. Contoh : injeksi,
salep, cream, lotio, suppositoria , tetes telinga, tetes mata.

33
Pada etiket harus tercantum :
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor SIK Apoteker Pengelola Apotek
3. Nomor dan tanggal pembuatan
4. Nama pasien
5. Aturan pemakaian

Tanda lain yang diperlukan misalnya : kocok dahulu, tidak boleh diulang tanpa
resep baru dari dokter.

Contoh Etiket :

Apotek Unram Farma


Jl. Majapahit No 11
APA :
No.SIK :

No. Tgl...................

Oleskan pada bagian yang sakit 2-3 kali sehari

OBAT LUAR

Apotek Unram Farma


Jl.Majapahit No 11
APA :
No.SIK :

No. Tgl...................

Diminum satu tablet sehari

setiap 24 jam, pagi hari, siang hari, malam hari

Sesudah atau Sebelum makan

34
DOSIS

Kecuali dinyatakan lain, yang di maksud dosis adalah dosis maksimum dewasa
untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan, dan rektal. Selain dosis maksimum
dikenal juga dosis lazim. Dalam FI ed. III tercantum dosis lazim untuk dewasa dan
bayi atau anak yang merupakan takaran petunjuk yang tidak mengikat. Dosis atau
takaran suatu obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau
dinerikan kepada seseorang penderita untuk obat dalam maupun obat luar.

Ketentuan Umum FI III tetang Dosis

1. Dosis maksimum

Berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari. Penyerahan obat dengan dosis
dengan dosis melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan:

a. Membubuhkan tanda seru dan paraf dokter penulis resep

b. Diberi garis bawah nama obat tersebut

c. Banyak obat hendaknya ditulis dengan huruf lengkap.

2. Dosis lazim

Merupakan petunjuk yang tidak mengikat, tetapi digunakan sebagai


pedoman umum. Misalnya, obat CTM (4 mg per tablet) disebutkan dosis
lazimnya 6-16 mg/hari dan dosis maksimumnya 40 mg/hari. Jika seseorang
minum 3x sehari 2 tablet, dosis maksimumnya belum dilampaui,tetapi hal ini
tidak lazim, karena dengan 3x sehari 1 tablet saja sudah dapat dicapai efek
terapi yang optimum.
3. Macam-Macam Dosis
a. Dosis terapi : suatu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan
dapat menyembuhkan penderita.
b. Dosis minimum : suatu takaran obat terkecil yang diberikan yang masih
dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita.
c. Dosis maksimum (DM) : suatu takaran obat terbesar yang diberikan yang
masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada
penderita.
d. Dosis letal : takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat menyebakan

35
kematian pada penderita.
1) L.D 50 : takaran yang menyebabkan kematian pada 50% hewan
percobaan
2) L.D 100 : takaran yang menyebabkan kematian pada 100% hewan
percobaan.
e. Dosis toksis : suatu takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat
menyebabkan keracunan pada penderita.
f. Loading dose/initial dose/dosis awal adalah takaran obat untuk memulai
terapi, sehingga dapat mencapai konsentrasi obat dalam darah dan
mempunyai efek terapi.
g. Dosis pemeliharaan : takaran obat yang diperlukan untuk mempertahankan
konsentrasi terapeutik (= konsentrasi obat dalam darah yang mempunyai
efek terapi).
h. Dosis regimen : pengatura n dosis serta jarak waktu antar dosis untuk
mempertahankan konsentrasi obat dalam darah sehingga memberikan efek
terapi.

4. Dosis Maksimum dan Perhitungannya :


a. Daftar dosis maksimum menurut FI ed. III digunakan untuk orang dewasa
yang berusia 20-60 tahun dengan bobot badan 58-60 kg.
b. Untuk orang lanjut usia dan keadaan fisiknya sudah mulai menurun,
pemberiaan dosis harus lebih kecil dari dosis maksimum.
1) 60-70 tahun 4/5 dosis dewasa
2) 70-80 tahun 3/4 dosis dewasa
3) 80-90 tahun 2/3 dosis dewasa
4) 90 tahun ke atas 1/2 dosis dewasa

c. Untuk wanita hamil yang peka terhadap obat-obatan, sebaiknya dosis


diberikan dalam jumlah yang lebih kecil. Bahkan untuk beberapa obat yang
dapat mengakibatkan abortus dan kelainan janin obat ini dilarang untuk
wanita hamil juga wanita menyusui karena obat dapat diserap oleh bayinya
melalui ASI.
d. Untuk anak-anak di bawah 20 tahun diperlukan perhitungan khusus, karena
respons tubuh anak atau bayi terhadap obat tidak dapat disamakan dengan

36
orang dewasa.
e. Memilih dan menetapkan dosis memang tidak mudah karena harus
memperhatiakan beberapa faktor, yaitu :
1) Penderita: usia, bobot badan, jenis kelamin, luas permukaan tubuh,
toleransi, habituasi, adiksi dan sensitivitas, kondisi penderita.
2) Obat: sifat kimia/fisika obat, sifat farmakokinetiknya (ADME), jenis obat.
3) Penyakit: sifat dan jenis penyakit, kasus penyakit.
f. Perhitungan dosis berdasarkan usia:
𝑛
1) Rumus Young = 𝑛+12
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎

Ket: n= dalam tahun untuk anak usia dibawah 8 tahun


𝑛
2) Rumus Fried = 150
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎

Ket: n= dalam bulan


𝑛
3) Rumus Dilling = 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
20

Ket: n= dalam tahun untuk anak usia diatas 8 tahun


𝑛
4) Rumus Cowling = 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
24

Ket: n= usia dalam satuan tahun yang digenapkan ke atas

g. Perhitungan dosis berdasarkan bobot badan:

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑜𝑛


Rumus Clark (Amerika): 150
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑔


Rumus Thremich-Fier (Jerman): 70
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑔


Rumus Black (Belanda): 62
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎

37
PENGENCERAN OBAT

Satuan yang biasa dicantumkan dalam resep pada bahan obat adalah sebagai
berikut :

1. Gram yang biasa tidak dituliskan satuannya misalnya Lactosum 2 artinya


lactosum beratnya 2 gram, atau ada juga yang menuliskan lengkap misalnya
Lactosum 2 gram/2 g tetapi tidak boleh dituliskan 2 gr, karena 1 grain =
0.06479891 gram atau 64,79891 miligram.

2. Milligram, berbeda dengan satuan gram, satuan miligram harus ditulis dengan
jelas. Contoh Chlorpheniramini maleas 8 mg.

3. SI (Satuan Internasional) atau UI (Unit International), obat dengan satuan ini


biasanya digunakan untuk bahan obat yang tidak dapat diperoleh dalam
keadaan murni. Satuan ini merupakan konsentrasi zat aktif didalam
campurannya. Contoh : sediaan Vitamin A 1000 UI, Bacitracin 4.000.000 UI,
Insulin 100 UI, Asparaginase 5000 UI, dll.

4. Microgram (mcg/ ) contoh vitamin B12 20 mcg

5. Satuan volume : mililiter (mL), centimeter cubic (cc),microgram (μg), microliter


(μL), 1 cc = 1 mL = 1000 μL.

Pada saat perhitungan bahan kita sering menjumpai bahan obat yang
beratnya kurang dari 50 mg. Untuk kasus seperti ini maka bahan obat tersebut harus
diencerkan karena berat bahan obat yang boleh ditimbang minimal 50 mg.
Pengenceran juga berlaku untuk sediaan tablet/capsul yang jumlahnya dalam
bentuk pecahan misalnya 0,6 tablet, 1/4 tablet/capsul juga harus dibuat
pengenceran.

Macam-macam bentuk pengenceran yakni:


1. Pengenceran bahan baku obat dalam bentuk sedian padat/puyer.
Sebagai contoh : Jika dalam resep dibutuhkan Chlorpheniramini maleas
30 mg, karena kadarnya kurang dari 50 mg maka harus dibuat pengenceran.
Caranya adalah dengan menimbang : Chlorpheniramini maleas 50 mg +
pewarna qs + Lactosum sampai diperoleh berat 500 mg. Ketiga bahan dicampur
dan gerus halus aduk hingga homogen.

38
30 𝑚𝑔
Dari campuran itu kita ambil sebanyak = 𝑥 500 𝑚𝑔 = 300 𝑚𝑔
50 𝑚𝑔

Batasan jumlah pengenceran yang akan dibuat harus berpegang pada


jumlah pengenceran yang akan diambil. Prinsipnya adalah jumlah pengenceran
yang akan diambil harus merupakan bilangan bulat dan dapat ditimbang karena
nilai hasil pengenceran, bilangannya tidak boleh dibulatkan lagi.

2. Pengenceran sediaan obat jadi


Dalam suatu resep dibutuhkan 23 mg Chlorpheniramini maleas, bila
diambil tabletnya misalnya tablet yang mengandung 4 mg chlorpheniramini
maleas sebanyak = 23 mg/4 mg x 1 tablet = 5 ¾ tablet. Tablet CTM yang diambil
5 tablet + 1 tablet untuk pengenceran.
Pengenceran: 1 tablet CTM digerus halus ditambahkan Saccharum lactis
sampai 400 mg. Jumlah pengenceran yang diambil = ¾ tablet x 400 mg = 300
mg. Sisanya dibungkus dalam perkamen dan diberi identitas/keterangan = yang
menyatakan kadar tablet dalam pengenceran. Bila tabletnya sudah berwarna
pada pengenceran tidak perlu ditambahkan pewarna. Sisa pengenceran dapat
dituliskan sebagai berikut: pengeceran mengandung CTM dengan kadar 1 tablet
CTM dalam 400 mg pengenceran atau 4 mg CTM/ chlorpheniramini maleas
dalam 400 mg pengenceran.

3. Pengenceran bahan obat padat dalam cairan.

Dalam pembuatan sediaan obat cair yang didalam komposisinya


terdapat bahan obat padat yang jumlahnya kecil (kurang dari 50 mg), maka obat
ini harus diencerkan dengan menggunakan pembawa/ pelarut yang terdapat
dalam komposisi dalam resep tersebut.

Contoh:
R/ Paraffin liq. 5 0 mL
Gummi Arabicum 12,5 mg
Sirup simplex 10 mL
Vanillinum 25 mg
Aethanolum 90% 6mL
Aqua dest ad 100 mL
Dalam komposisi resep diatas terdapat Vanillin sebagai corringent odoris

39
yang beratnya kurang dari 50 mg, sehingga harus dibuat pengenceran dengan
pelarutnya yang terdapat dalam komposisi resep tersebut yaitu etanol 90%.
Jumlah volume pengenceran harus disesuaikan dengan jumlah pelarut yang
tersedia. Perhitungan pengenceran :

Vanillin ditimbang 50 mg, dilarutkan dalam etanol 90% hingga volume 12 mL.
Hasil pengenceran diambil sebanyak :

25 𝑚𝑔
𝑥 12 𝑚𝑙 = 6 𝑚𝑙
50 𝑚𝑔

Hasil pengenceran 6 mL sudah termasuk etanol 90% yang berasal dari resep
standar. Pengenceran bertingkat ( dalam puyer )
Pengenceran bertingkat dilakukan bila jumlah bahan obatnya sangat
kecil, dan akan dicampur dengan bahan obat lain dan bahan tambahan lainnya.
Agar bahan obat tersebut dapat terbagi rata dalam campurannya, maka perlu
dilakukan pengenceran bertingkat. Saat ini pengenceran bertingkat banyak
dilakukan di industri farmasi yang memproduksi tablet dengan kadar zat aktif
yang sangat kecil. Contoh Digoxin tablet yang mengandung Digoxin 0,25 mg.
Pengenceran bertingkat harus dilakukan agar kadar zat aktif yang jumlahnya
sangat kecil dapat terbagi rata dalam masa tablet yang jumlahnya besar.
Sehingga pasien yang menggunakan obat tersebut dapat memperoleh dosis
obat yang tepat.
Contoh perhitungan pengenceran bertingkat : misalnya dibutuhkan
Atropin Sulfat 0,5 mg.
Pengenceran I :
timbang atropin sulfat 50 mg + pewarna qs + Lactosum ad 500 mg Pengenceran
I diambil 50 mg.

50 𝑚𝑔
Mengandung atropine sulfat = 500 𝑚𝑔 𝑥 50 𝑚𝑔 = 5 𝑚𝑔

Dan dilanjutkan ke pengenceran II :


50 mg pada pengenceran I (mengandung atropin sulfat 5 mg) dicampur dengan
laktosum hingga diperoleh berat 1000 mg dicampur dan diaduk hingga homogen

0.5 𝑚𝑔
Hasil pengenceran II diambil sebanyak = 5 𝑚𝑔
𝑥 500 𝑚𝑔 = 50 𝑚𝑔

40
ACARA 1
PULVERES

A. Tujuan :
Pada akhir percobaan mahasiswa dapat membaca dan meracik resep pulvis dan
pulveres
B. Pendahuluan :
Berdasarkan farmakope Indonesia edisi III, serbuk adalah campuran kering
bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau
untuk pemakaian luar. Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang
kurang lebih sama dengan yang dibungkus kertas perkamen atau bahan
pengemas yang cocok .

Proses pencampuran serbuk hendaklah dilakukan secara cermat dan di jaga


agar bahan obat tidak menempel pada dinding mortar. Terutama untuk serbuk
yang berkhasiat keras dan jumlahnya kecil. Hal-hal yang diperlu diperhatikan
dalam membuat serbuk :
1. Obat yang berbentuk kristal/ bongkahan besar hendaknya digerus halus dulu.
2. Obat yang berkhasiat keras dan jumlahnya sedikit dicampur dengan zat
penambah (konstituen) dalam mortir.
3. Obat yang berlainan warna diaduk bersamaan agar tampak bahwa serbuk
sudah merata.
4. Obat yang jumlahnya sedikit dimasukkan terlebih dahulu.
5. Obat yang volumenya kecil dimasukkan terlebih dahulu.

Pengerjaan bahan-bahan padat dalam serbuk.


1. Serbuk halus sekali
a. Belerang : Belerang tidak dapat diayak dengan ayakan dari sutera
maupun logam karena menimbulkan butiran bermuatan listrik akibat
gesekan, karena itu dalam pembuatan bedak tabur tidak ikut diayak.
b. Iodoform : Karena baunya yang sukar dihilangkan maka dalam bedak tabur
diayak terpisah (gunakan ayakan khusus).
c. Serbuk sangat halus dan berwarna : Misalnya : rifampisin, Stibii Penta
Sulfidum. Serbuk dapat masuk kedalam pori-pori mortir dan warnanya sulit
hilang, maka pada waktu menggerus mortir dilapisi zat tambahan (konstituen).

41
2. Serbuk halus berkhasiat keras dalam jumlah banyak : digerus dalam mortar
dengan dilapisi zat tambahan sedangkan dalam jumlah sedikit (kurang dari 50 mg),
dibuat pengenceran.
3. Serbuk berbentuk hablur dan Kristal
a. Champora : sangat mudah menggumpal lagi, untuk mencegahnya dikerjakan
dengan mencampur dulu dengan eter atau etanol 95 % (untuk obat
dikeringkan dengan zat tambahan). Cara inipun harus hati-hati karena terlalu
lama menggerus atau dengan sedikit ditekan waktu menggerus akan
mengumpulkan kembali campuran tersebut
b. Asam salisilat: Serbuk sangat ringan dan mudah terbang yang akan
menyebabkan rangsangan terhadap selaput lendir hidung dan mata hingga
akan bersin. Dalam hal ini asam salisilat kita basahi dengan eter dan segera
dikeringkan dengan zat tambahan.
c. |Asam benzoat, naftol, mentol, thymol : Dikerjakan seperti diatas. Untuk obat
dalam dipakai etanol 95 % sedangkan untuk obat luar digunakan eter.
d. Garam-garam yang mengandung kristal. Dapat dikerjakan dalam lumpang
panas, misalnya KI dan garam- garam bromida. Garam-garam yang
mempunyai garam exiccatusnya, lebih baik kita ganti dengan exiccatusnya.

Penggantiannya adalah sebagai berikut :


Natrii Carbonas 50% atau ½ bagian
Ferrosi Sulfas 67 % atau 2/3 bagian
Aluminii et Kalii Sulfas 67% atau 2/3 bagian
Magnesii Sulfas 67% atau 2/3 bagian
Natrii Sulfas 50% atau ½ bagian

RESEP:

Buatlah sediaan berdasarkan resep yang diberikan jika diketahui Dosis maksimum CTM
= 40 mg/hari, Dosis Maksimum Salbutamol = 8 mg/tunggal. Sediaan yang tersedia
adalah paracetamol = 500 mg, CTM = 4 mg dan Salbutamol = 2 mg. Sebelum
mengerjakan resep tersebut cek Kembali dosis yang diberikan.

42
dr. Andi Alamsyah
Praktek : Jl. Majapahit No. 62, Mataram
SIP: 123/SIP/2015
Praktek: Jl Majapahit No.62

No. 001 Mataram, 15 September 2023

R/ Paracetamol 250 mg
Chloropheniramini maleat 4 mg
Salbutamol 3 mg
Laktosa q.s
m.f.pulv.dtd.no.X
S.tdd Pulv I.

Nama : Lalisa
Umur : 35 kg
Alamat : Jl Pemuda No 4C

43
ACARA 2
PULVIS

A. Tujuan :
Pada akhir percobaan mahasiswa dapat membaca dan meracik resep pulvis
dan pulveres

B. Pendahuluan :
Pulvis merupakan serbuk yang tidak terbagi-bagi. Pulvis dapat digolongkan
menjadi beberapa jenis, antara lain :
1. Pulvis adspersorius adalah serbuk ringan, bebas dari butiran kasar dan
dimaksudkan untuk obat luar. Umumnya dikemas dalam wadah yang bagian
atasnya berlubang halus untuk memudahkan penggunaan pada kulit.
a. Bahan-bahan serbuk seperti talk, kaolin dan bahan mineral lainnya yang
digunakan untuk serbuk tabur harus memenuhi syarat bebas bakteri
ClostridiumTetani, Clostridium Welchii, dan Bacillus Anthracis.
b. Serbuk tabur tidak boleh digunakan untuk luka terbuka
c. Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat halus 100
mesh agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka.
2. Pulvis Dentifricius adalah serbuk gigi , biasanya menggunakan carmin sebagai
pewarna yang dilarutkan terlebih dulu dalam chloroform / etanol 90 %.
3. Pulvis Stemutatorius adalah serbuk bersin yang penggunaannya dihisap melalui
hidung, sehingga serbuk tersebut harus halus sekali.
4. Pulvis Effervescent adalah serbuk campuran senyawa asam dan senyawa basa
dilarutkan terlebih dahulu dalam air yang akan mengeluarkan gas CO2 . Senyawa
asam yang digunakan adalah asam sitrat atau asam tartrat dan senyawa basa
yang biasa digunakan natrium carbonat atau natrium bicarbonate.

Cara Pengerjaan serbuk :


Serbuk dengan bahan setengah padat Biasanya terdapat dalam bedak tabur. Yang
termasuk bahan setengah padat adalah adeps lanae, cera flava, cera alba, parafin padat,
vaselin kuning dan vaselin putih. Dalam jumlah besar sebaiknya dilebur dulu diatas
tangas air, baru dicampur dengan zat tambahan. Dalam jumlah sedikit digerus dengan
penambahan aceton atau eter, baru ditambah zat tambahan atau dicairkan dalam
lumpang panas..

44
Serbuk dengan bahan cair :

a. Serbuk dengan minyak atsiri Minyak atsiri dapat diteteskan terakhir atau dapat juga
dibuat oleo sacchara, yakni campuran 2 gram gula dengan 1 tetes minyak. Bila
hendak dibuat 4 g oleosacchara anisi, kita campur 4 g saccharum dengan 2 tetes
minyak anisi.
b. Serbuk dengan tinctura Contohnya serbuk dengan Opii Tinctura, Digitalis Tinctura,
Aconiti Tinctura, Belladonnae Tinctura, Digitalis Tinctura, Ratanhiae Tinctura.
Tinctur dalam jumlah kecil dikerjakan dengan lumpang panas kemudian dikeringkan
dengan zat tambahan sampai kering. Sedangkan dalam jumlah besar dikerjakan
dengan menguapkan diatas tangas air sampai kering dengan pertolongan zat
penambah agar tidak lengket kemudian diangkat. Tinctura yang diuapkan ini
beratnya 0, untuk serbuk terbagi kehilangan berat tidak perlu diganti, sedangkan
untuk serbuk tak terbagi harus diganti seberat tinctura yang menguap dengan zat
tambahan.
Zat berkhasiat dari tinctur menguap, pada umumnya terbagi menjadi 2 :

a. Tinctur yang dapat diambil bagian-bagiannya.Spiritus sebagai pelarutnya diganti


dengan zat tambahan. Contohnya Iodii tinc. Camphor Spiritus, Tinc. Opii Benzoica
b. Tinctur yang tidak dapat diambil bagian-bagiannya. Kalau jumlahnya banyak
dilakukan pengeringan pada suhu serendah mungkin, tapi kalau jumlahnya sedikit
dapat ditambah langsung kedalam campuran serbuk. Kita batasi maksimal 2 tetes
dalam 1 gram serbuk. Contohnya Valerianae Tinc. Aromatic Tinc. Atau dibuat
persediaan keringnya 1=3

45
RESEP:

Buatlah sediaan berdasarkan resep berikut. Perhitakan etiket yang akan digunakan

dr. Andi Alamsyah


SIP : 123/SIP/2015
Praktek : Jl. Majapahit No. 62, Mataram

Mataram, 30 Juli 2023


No. 002

R/ Acid Salisylic 1
Bals. Peruv 1
Adipis Lanae 2
Magnesii Oxydi 5
Zinci Oxydi 5
Iter 1x Talc. 36
m.f. Pulv adsper da in pot No. I
S.u.c.o.v bedak purol
R/ Paracetamol tab 500 mg No X
S.3.d.d tab. I. P.c. P.r.n Ne det

Nama : Vernon
Umur : 20 tahun
Alamat : Jl Pendidikan No 14 C

46
ACARA 3

KAPSUL

A. Tujuan :
Pada akhir percobaan mahasiswa dapat membaca dan meracik resep kapsul
B. Pendahuluan :
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau
lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga
terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai.
Penggolongan kapsul :
1. Kapsul keras
2. Kapsul lunak
3. Kapsul tepung
4. Kapsul salut enteric
Ukuran kapsul menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan dikenal 8 macam
ukuran yang dinyatakan dalam nomor. Kode 000 ialah ukuran terbesar dan 5 ukuran
terkecil.
Tabel 1. Ukuran kapsul untuk masing-masing zat aktif tertentu

47
Tabel 2. Ukuran kapsul berdasarkan volumenya (mL)

Tabel 3. Kandungan maksimum yang dapat diisi pada no. kapsul ukuran tertentu

Pengisian Bahan Obat Cair ke Dalam Cangkang Kapsul Keras :


1. Zat-zat setengah cair/cairan kental Misalnya ekstrak-ekstrak kental dalam jumlah
kecil dapat dikapsul sebagai serbuk sesudah dikeringkan dengan bahan-bahan
inert, tetapi kalau jumlahnya banyak yang jika dikeringkan membutuhkan terlalu
banyak bahan inert, maka dapat dibuat seperti masa pil dan dipotong-potong
sebanyak yang diperlukan, baru dimasukkan kedalam cangkang kapsul keras dan
direkat.
2. Cairan-cairan Untuk cairan-cairan seperti minyak-minyak lemak dan cairan lain
yang tidak melarutkan gelatinnya (bahan pembuat cangkang kapsul) dapat
langsung dimasukkan dengan pipet yang telah ditara.Sesudah itu tutup kapsul
harus ditutup (di seal) supaya cairan yang ada didalamnya tidak bocor atau keluar.
3. Untuk cairan-cairan seperti minyak menguap , kreosot atau alkohol yang akan
bereaksi dengan gelatinnya hingga rusak/meleleh , harus diencerkan terlebih
dahulu dengan minyak lemak sampai kadarnya dibawah 40 %.Sebelum

48
dimasukkan kedalam kapsul. Kapsul diletakkan dalam posisi berdiri pada sebuah
kotak, kemudian cairan kita teteskan dengan pipet yang sudah ditara dengan tegak
lurus, setetah itu tutup.
4. Cairan yang kurang beratnya dari 1 gram, dapat diteteskan langsung kedalam
cangkang kapsul memakai pipet, jika tidak sampai terjadi kesalahan yang lebih
besar dari 5%. Kalau sekiranya jumlah tetesannya tidak diketahui (yang umumnya
tidak diketahui karena meupakan suatu campuran), dapat dicoba untuk sebuah
cangkang kapsul yang seharusnya berisi sejumlah gram, berapa tetesannya, untuk
selanjutnya diteteskan dengan jumlah yang sama dengan pipet dan cara yang
sama pada tiap-tiap cangkang lainnya. Untuk mencegah kekurangan, bahan-
bahan cair ini biasanya dilebihkan 10-20% atau perhitungan bahan obat untuk
capsulnya dilebihkan satu atau dua capsul.
Faktor – Faktor yang Merusak Cangkang Kapsul :
1. Mengandung zat-zat yang mudah mencair ( higroskopis). Zat ini tidak hanya
menghisap lembab udara tetapi juga akan menyerap air dari kapsulnya sendiri
hingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Penambahan lactosa atau amylum
(bahan inert netral) akan menghambat proses ini. Contohnya kapsul yang
mengandung KI, NaI, NaNO2 dan sebagainya.
2. Mengandung campuran eutecticum. Zat yang dicampur akan memiliki titik lebur
lebih rendah daripada titik lebur semula, sehingga menyebabkan kapsul
rusak/lembek. Contohnya kapsul yang mengandung Asetosal dengan Hexamin
atau Camphor dengan menthol. Hal ini dapat dihambat dengan mencampur
masing- masing dengan bahan inert baru keduanya dicampur.
3. Mengandung minyak menguap, kreosot dan alkohol. (pemecahan sudah dibahas
diatas )
4. Penyimpanan yang salah di tempat lembab, cangkang menjadi lunak dan lengket
serta sukar dibuka karena kapsul tersebut menghisap air dari udara yang lembab
tersebut. Di tempat terlalu kering, kapsul akan kehilangan air sehingga menjadi
rapuh dan mudah pecah.

49
RESEP:

Buatlah sediaan berdasarkan resep berikut. Perhatikan cara pemakaian, perhitungan bahan
jika sediaan yang tersedia diapotek dalam bentuk tablet, pengerjaan resep, nomor cangkang
kapsul yang digunakan, etiket yang digunakan.

50
ACARA 4
POTIO

A. Tujuan :

Pada akhir percobaan mahasiswa dapat membaca dan meracik resep potio

B. Pendahuluan :

Potio berasal dari bahasa latin yakni potions. Potio adalah sediaan larutan yang
dimaksudkan untuk pemakaian dalam (peroral), potio juga bisa berbentuk suspensi
dan emulsi. Menurut Fornas Potio adalah sediaan berupa cairan yang dimaksudkan
untuk diminum, diramu dan diracik sedemikian rupa hingga dimungkinkan untuk
diberikan dalam volume dosis tunggal dalam jumlah banyak, umumnya 50 mL. Contoh
potio yakni potio alba contra Tussim (obat batuk putih/OBP) dan potio nigra contra
Tussim (Obat batuk hitam/OBH).

Cara pembuatan sediaan secara umum :

1. Zat – zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.


2. Zat – zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan. Masukkan zat
padat yang akan dilarutkan dalam Erlenmeyer, setelah itu masukkan zat
pelarutnya, dipanasi diatas tangas air atau api bebas dengan digoyang –
goyangkan sampai larut.
3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat , maka air dimasukkan dulu dalam
erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya
4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam dasar
erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang – goyangkan atau
dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
5. Zat – zat yang mudah terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan
pemanasan atau dilarutkan secara dingin.
6. Zat – zat yang mudah menguap dipanasi, dilarutkan dalam botol tertutup dan
dipanaskan serendah – rendahnya sambil digoyang – goyangkan.
7. Obat – obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah larut
semua. Dapat dilakukan dalam tabung reaksi lalu dibilas.

51
RESEP:
Buatlah sediaan berdasarkan resep berikut. Carilah resep standar sebelum
mengerjakan, perhatikan cara pemakaian, perhitungan bahan, pengerjaan resep dan
etiket yang digunakan.
Resep Potio

dr. Sabar Nugroho


No. Hp : 08764332188
Praktek : Jl. Bahagia no. 78
No. 011 Mataram, 3 Agustus 2023

Potio Nigra Contra Tussim 100

Sec FOI

Nama : Indah (No. Hp. 08572458888)

Umur : 21 tahun (BB = 50 kg)

Alamat : Jl. Pendidikan no. 04

52
ACARA 5
EMULSI

A. Tujuan
Pada akhir percobaan mahasiswa dapat membaca dan meracik resep emulsi

B. Pendahuluan
Pengertian emulsi berdasarkan Farmakopee Indonesia adalah sistem dua
fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan
kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil in water (O/W) atau minyak dalam air (M/A), dan
water in oil (W/O) atau air dalam minyak (A/M). Emulsi dapat di stabilkan dengan
penambahan bahan pengemulsi yang di sebut EMULGATOR atau SURFAKTAN
yang dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan
besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Pembuatan emulsi
dikenal tiga metode yakni :
1. Metode gom kering atau metode kontinental. Dalam metode ini zat pengemulsi
(biasanya gom arab) dicampur dengan minyak terlebih dahulu, kemudian
ditambahkan air untuk pembentukan corpus emulsi, baru diencerkan dengan sisa
air yang tersedia.
2. Metode gom basah atau metode Inggris. Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam
air (zat pengemulsi umumnya larut) agar membentuk suatu mucilago, kemudian
perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk mem-bentuk emulsi, setelah itu baru
diencerkan dengan sisa air.
3. Metode botol atau metode botol forbes. Digunakan untuk minyak menguap dan
zat –zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental).
Serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering, kemudian ditambahkan 2 bagian
air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan
sisa air sedikit demi sedikit sambil dikocok.

53
RESEP :
Buatlah sediaan berdasarkan resep berikut. Beberapa problem yang terdapat dalam
resep yang harus diperiksa sebelum mengerjakan seperti kelengkapan resep, resep
standar, cara penggunaan obat oleh pasien. Kemudian tentukanlah etiket yang
digunakan. Apa beda emulsi dan suspensi

dr. Andika Syahreza


SIP : 12345/SIP/2022
Praktek : Jl. Majapahit No. 62 Mataram

No. 01

R/ Emulsi minyak ikan 60 mL


m. f. emuls.
S.o.8.h. Cth II

Pro : Nia
Umur : 6 tahun
Alamat : Kekalik

54
ACARA 6
LOTIO

A. Tujuan :
Pada akhir percobaan mahasiswa dapat membaca dan meracik resep lotio

B. Pendahuluan :
Pengertian lotio menurut Formularium Nasional Edisi II lotio adalah sediaan
yang berupa larutan, suspensi, emulsi dimaksudkan untuk penggunaan pada kulit.
Penambahan etanol 90% dalam losio akan mempercepat efek pendinginan,
sedangkan penambahan gliserol akan menyebabkab kulit lembab dalam waktu
tertentu. Digunakan dengan cara mengoleskan pada kulit tanpa pijitan. Pembuatan
losio dengan teknik aseptic, yaitu sedapat yaitu sedapat mungkin harus dihindarkan
dari cemaran jasad renik ke dalam losio terutama jika losio tidak mengandung
pengawet. Pada etiket tertera “hanya untuk pemakaian luar” dan “kocok dahulu”
Pengerjaan reseo dengan menggunakan gom. Gom dapat larut atau mengembang
atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir.
Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan
akan menambah stabilitas sediaan. Bahan-bahan yang termasuk golongan gom
adalah :
1. Acasia ( pulvis gummi arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp, dapat larut dalam air, tidak larut
dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari mucilagonya antara pH 5
– 9. Dengan penambahan suatu zat yang menyebabkan pH tersebut menjadi
diluar 5 – 9 akan menyebabkan penurunan viskositas yang nyata. Mucilago gom
arab dengan kadar35 % kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini
mudah dirusak olehbakteri sehingga dalam sediaan harus ditambahkan zat
pengawet ( preservative).
2. Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau gigartina mamilosa, dapat larut
dalam air, tidak larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus disebut
caragen, yang banyak dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan
derivate dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh bakteri, jadi perlu penambahan
bahan pengawet untuk suspensi tersebut.

55
3. Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth sangat
lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan
pemanasan, Mucilago tragacanth lebih kental dari mucilago dari gom arab.
Mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi bukan sebagai
emulgator.
4. Alginat
Diperoleh dari beberapa species ganggang laut. Dalam perdagangan terdapat
dalam bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan senyawa
organik yang mudah mengalami fermentasi bakteri sehingga suspensi dengan
algin memerlukan bahan pengawet. Kadar yang dipakai sebagai dalam sediaan
umumnya 1-2 %.

RESEP:
Buatlah sediaan berdasarkan resep berikut. Beberapa problem yang terdapat dalam
resep yang harus diperiksa sebelum mengerjakan yang harus diperiksa adalah
kelengkapan resep. Tentukan juga etiket yang akan digunakan

dr. I Komang Suare

SIP : 1553/SIP/2020

Mataram, 20 Agustus 2022

R/ Sulf. Praec 10

Champora 1,5

Mucilago gum Arabici 5

Aqua calcis 67

Aqua rosae 66,5

m.f. lot.

56
ACARA 7
KRIM

A. Tujuan :

Pada akhir percobaan mahasiswa dapat membaca dan meracik resep krim

B. Pendahuluan :

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara
tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relative cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak
dalam air. Ada dua tipe krim yakni tipe minyak air (m/a) dan krim tipe air minyak (a/m).
Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Untuk krim type a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae,
koleterol dan cera. Sedangkan untuk krim type m/a digunakan sabun monovalen
seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain
itu dapat juga dipakai tween, natrium laurylsulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum,
CMC dan emulgidum.

Pembuatan Krim

Secara umum pembuatan krim dapat dilakukan menggunakan 2 metode, yaitu:


1. Triturasi
a. Zat yang tidak larut didistribusikan dengan sedikit (sejumlahsama) basis atau
dengan salah satu zat pembantu, tambahkan sisa basis. Dapat juga digunakan
pelarut organik untuk melarutkan terlebih dulu zat aktif kemudian dicampurkan
dengan basis yang akan digunakan.
b. Penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak tahan panas sesuai
kebutuhan, jika bahan tersebut perlu dihaluskan maka dilakukan penimbangan
berlebih 10% sebelum dihaluskan dan dilakukan penimbangan ulang sesuai
kebutuhan setelah dihaluskan.
c. Bahan basis dan bahan tambahan yang tahan panas ditimbang berlebih 10-
20%.
d. Bahan basis krim dan bahan tambahan yang larut lemak serta tahan terhadap
pemanasan, dipanaskan di atas penangas air hingga melebur dimulai dari
bahan dengan titik leleh paling tinggi.

57
e. Bahan-bahan yang larut air dan tahan panas, serta air yang diperlukan
dipanaskan sampai 70oC di atas penangas air.
f. Fasa air dan fasa minyak yang telah dipanaskan hingga suhu 70oC
dicampurkan dalam mortir hangat (dengan cara membakar alkohol di dalam
mortir), kemudian diaduk menggunakan “ultrathurax“ sampai terbentuk massa
basis krim yang homogen. (Catatan : bahan yang mudah menguap
ditambahkan setelah basis dingin + 40oC).
g. Basis krim didinginkan hingga suhu kamar. Sejumlah basis krim ditimbang
sesuai dengan yang diperlukan.
h. Zat aktif dan bahan tambahan yang tidak tahan panas dicampur hingga
homogen di dalam mortir (jumlahnya tidak dilebihkan, yang dilebihkan adalah
jumlah sediaan yang akan dibuat (10%)) kemudian basis ditambahkan secara
geometris dan digerus hingga homogen.
i. Krim ditimbang di atas kertas perkamen sejumlah yang diperlukan, lalu kertas
perkamen digulung menutupi sediaan krim.
j. Krim yang digulung dalam gulungan perkamen dimasukkan ke dalam tube
dalam kondisi ujung tube keluar dalam keadaan tertutup. Kemudian tube ditutup
dengan melipat bagian belakang yang terbuka.
k. Etiket ditempelkan pada tube basis krim, diberi brosur, dan dimasukkan ke
dalam kemasan sekunder.
2. Metode pelelehan (fusion)
a. Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan
ukuran partikel yang dikehendaki.
b. Timbang basis semisolida yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas
air hingga di atas suhu leleh. Pemanasan fasa air dan minyak dilakukan terpisah
masing-masing dilakukan pada suhu 70oC.
c. Setelah dipanaskan masukkan ke dalam mortir hangat (dengan cara membakar
alkohol di dalam mortir), aduk homogen sampai dingin dan terbentuk masa
semisolida.

58
RESEP:
Buatlah sediaan berdasarkan resep berikut. Sebelum mengerjakan carilah perbedaan
sediaan krim, salep, pasta dan gel. Hitunglah jumlah bahan yang ditimbang dan cara
pengerjaan resep. Tentukan juga etiket yang akan digunakan.

Rumah sakit Husada


Praktek : Jl. Majapahit No. 62, Mataram

Rx

Gentamisin 0.1%

Asam stearat 25 %

Adeps lanae 5%

TEA 1.5 %

Gliserin 7%

Aquades ad 100 %

m.f cr 15 g

ds 3-4 dd ue

Nama : Erna
Umur : 10 tahun
Alamat : Jl Pejanggik no 24

59
ACARA 8
SALEP

A. Tujuan :
Pada akhir percobaan mahasiswa dapat membaca dan meracik resep lotio

B. Pendahuluan :

salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikalpada


kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Dasar salep yang digunakan
sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon,
dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam
air. Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep :
1. Peraturan Salep Pertama Zat-zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
2. Peraturan Salep Kedua Bahan-bahan yang mudah larut dalam air dan stabil , jika
tidak ada peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan air
yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang
dipakai dikurangi dari basis.
3. Peraturan Salep Ketiga. Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut
dalam lemak atau air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak dengan
pengayak B40 (No.100) lalu digerus dengan setengah – sama banyak (aa) dasar
salep.
4. Peraturan Salep Keempat Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan
(pemanasan), campurannya harus digerus sampai.

Basis Salep:
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin putih dan
salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampurkan ke dalamnya.
Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan
bertindak sebagai pembalut penutup (occlusive dressing). Dasar salep hidrokarbon
digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak
tampak berubah dalam waktu lama. Contohnya petrolatum, white petrolatum (memiliki

60
warna lebih cerah dari petrolatum, sehingga secara estetika lebih banyak digunakan),
white oinment, dan yellow oinment.

2. Dasar salep serap


Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas
dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak
(Parafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air
dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanoli).
Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai emolien.

3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air


Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain Salep hidrofilik dan lebih
tepat disebut “Krim” (lihat Cremores). Dasar ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci
dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah, sehingga lebih dapat
diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif
menggunakan dasar salep ini daripada Dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari
dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang
terjadi pada kelainan dermatologik. Contohnya, hydrophilic ointment

4. Dasar salep larut dalam air


Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut
air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang
dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti
parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel” (lihat
Gel). Contoh salep ini adalah salep PEG.

61
RESEP:
Buatlah sediaan berdasarkan resep berikut. Sebelum mengerjakan carilah resep
standar. Kemudian tentukan cara pemakaian, perhitungan bahan dan cara pengerjaan
resep. Tentukan juga etiket yang akan digunakan.

dr. Andi Alamsyah


Praktek : Jl. Majapahit No. 62, Mataram

Mataram, 10 Agustus 2023


Cito !
R/ Ung Iecoris Aselli 20
S.u.e (salep luka bakar)

Nama : Dita
Alamat : Jl Pejanggik no 1

62
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASI III
BAGIAN BIOLOGI FARMASI

DISUSUN OLEH :

1. apt. Neneng Rachmalia Izzatul Mukhlishah, M.Farm. (Koordinator)


2. apt. Nisa Isneni Hanifa, S.Farm., M.Sc.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

63
Acara 1-2
Pembuatan Simplisia

A. Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah mengikuti serangkaian kegiatan praktikum, mahasiswa dapat
mengaplikasikan dan melakukan dengan mandiri langkah-langkah pembuatan
simplisia
B. Tinjauan Pustaka
Dalam Materia Medika Indonesia (1995) dijelaskan bahwa simplisia adalah
bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Terdapat 3 jenis simplisia, yaitu:
1. Simplisia nabati, yaitu simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan
atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan
keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni.
2. Simplisia hewani, yaitu simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan (mineral), yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral)
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana, dan belum berupa
zat kimia murni.
Simplisia (untuk selanjutnya dalam buku ini berarti simplisia nabati) secara
umum merupakan produk hasil pertanian tumbuhan obat setelah melalui proses
pasca panen dan proses preparasi secara sederhana menjadi bentuk produk
kefarmasian yang siap dipakai atau siap diproses selanjutnya (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, 2000). Pengelolaan pasca panen tanaman obat
adalah proses membuat simplisia nabati yang siap dikonsumsi baik secara langsung
oleh masyarakat umum, bahan baku jamu, industri OT maupun untuk keperluan
eksport. Kegiatan pembuatan simplisia meliputi pengumpulan bahan, sortasi basah,
pencucian, penirisan, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan
penyimpanan (Badan Litbang Kesehatan, 2011; Wirasisya & Hanifa, 2018).

64
1. Pengumpulan Bahan Baku
Waktu atau masa panen merupakan hal yang harus diperhatikan pada tahap
ini. Waktu panen yang tepat adalah disaat bagian tanaman yang dipanen
mengandung kadar senyawa aktif pada jumlah besar. Waktu pengambilan
bagian tanaman yang akan dipanen biasanya mengikuti garis besar pedoman
panen.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan setelah masa panen pada saat tanaman masih dalam
keadaan segar. Tujuan dari sortasi basah adalah untuk memisahkan kotoran
dan bahan asing (tanah, rumput, bagian tanaman yang rusak serta kerikil) yang
dapat mempengaruhi mutu simplisia.
3. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan pengotor seperti tanah dan mikroba
yang menempel pada bagian tanaman. Pencucian dilakukan menggunakan
sumber air yang dinilai bersih misalnya saja mata air, sumur dan PAM.
Penelitian pada tahun 1978 oleh Frazier menyatakan bahwa pencucian sayur
sebanyak sekali akan mengurangi mikroba sebanyak 25% sedangkan
pencucian sebanyak 3 kali akan mengurangi mikroba sebanyak 58%.
4. Penirisan
Setelah bahan dicuci bersih segera ditiriskan pada rak-rak yang telah diatur
sedemikian rupa untuk mencegah pembusukan atau bertambahnya kandungan
air. Penirisan dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan
air di permukaan bahan dan dilakukan sesegera mung kin sehabis pencucian.
Selama penirisan bahan dibolak-balik untuk mempercepat penguapan,
dilakukan di tempat teduh dengan aliran udara cukup agar terhindar dari
fermentasi dan pembusukan. Setelah air yang menempel di permukaan bahan
menetes atau menguap, bahan simplisia dikeringkan dengan cara yang sesuai.
5. Perajangan
Tujuan utama perajangan adalah untuk memperluas permukaan simplisia
sehingga proses pengeringan akan lebih cepat dan efektif selain itu akan
mempermudah dalam proses pengepakan ataupun penggilingan/penyerbukan.
Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan bantuan mesin.
6. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air pada simplisia biasanya

65
sampai kurang dari 10%. Pengurangan kadar air ini dilakukan untuk
menghalangi terjadinya reaksi enzimatik yang dapat mengkatabolisme zat-zat
aktif pada simplisia. Pengeringan juga menghalangi proses pembusukan yang
dapat disebabkan oleh jamur, kapang dan bakteri. Pengeringan dapat dilakukan
dengan cara alami (sinar matahari atau diangin-anginkan) dan menggunakan
alat (oven atau RINSALI “Pengering suhu terkendali”).

Gambar 1. RINSALI (Pengering suhu terkendali)


7. Sortasi kering
Sortasi kering pada simplisia kering dengan tujuan untuk memisahkan bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lainnya yang masih
tertinggal.
8. Pengemasan dan penyimpanan
Setelah kering simplisia harus ditempatkan pada wadah tertentu dan diberi
tanda sehingga tidak terjadi pencampuran dan kesalahan dalam identifikasi.
Wadah yang digunakan harus inert (tidak mudah bereaksi dengan bahan lain
ataupun dengan simplisia), tidak beracun serta mampu melindungi simplisia dari
serangga, mikroba, pengaruh cahaya langsung, oksigen dan uap air.

66
C. Alat dan Bahan
Alat: Bahan:
• Baskom pencucian • Simplisia segar (beberapa pilihan bahan
• Wadah peniris bahan setelah yang dapat dipilih mahasiswa)
mencuci a. Apii graveolentis Folium (Daun sledri)
• Pisau/gunting b. Cinnamomi Cortex (Kulit Kayu Manis),
• Talenan Sesbaniae Cortex (Kulit turi), Syzygii

• Wadah pengeringan simplisia / aqueui Cortex (kulit jambu air)


tampah c. Zingiberis Rhizoma (Rimpang Jahe)

• Kain penutup (hitam) d. Foeniculi Fructus (Buah Adas), buah

• Blender cabe, buah cabe rawit

• Timbangan simplisia e. Myristicae Semen (Biji Pala), Lansii


Semen (biji duku), Squamosae Semen
• Ayakan mesh 70 atau mesh 80
(biji srikaya), Cucurbitae Semen (biji labu
• Wadah penyimpanan simplisia +
merah)
tutup
f. Jasmini Flos (Bunga Melati), nicolaiae
flos (bunga kecombrang), Sesbaniae flos
(bunga turi)

• Kain lap
• Tisu
• Silica gel
• Air untuk mencuci

D. Cara Kerja
1. Pengumpulan bahan segar yang akan dijadikan sebagai bahan baku simplisia.
Timbang berat sampel.
2. Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran dari sampel
3. Sampel dicuci bersih dengan air mengalir dan tiriskan beberapa saat
4. Lakukan perajangan (pengecilan) ± 1mm pada sampel dengan menggunakan
pisau atau alat lainnya
5. Keringkan sampel yang telah dirajang menggunakan panas matahari (dengan
memberikan kain hitam pada atas sampel pada saat dijemur) atau dikering
anginkan.
6. Simplisia yang telah dibuat dipastikan kering, dipastikan dengan hasil rajangan
mudah diremah dan mudah patah.

67
7. Simplisia yang telah kering lalu disortasi kering untuk menghilangkan kotoran
yang masih ada atau bagian tanaman yang rusak pada sampel yang telah
kering.
8. Simplisia ditimbang.
9. Simplisia kemudian dibuat menjadi serbuk menggunakan alat penyerbukan
hingga halus.
10. Serbuk yang telah halus diayak kemudian ditimbang dan dimasukkan dalam
wadah, diberi label.
Catatan:
a. Setiap praktikan menyiapkan bahan simplisia dan alat yang akan digunakan.
b. Harus melakukan pengecekan terhadap simplisia selama proses pengeringan.
c. Sebelum penyerbukan, sebagian simplisia rajangan disimpan untuk uji
makroskopis.
E. Daftar Pustaka

Badan Litbang Kesehatan. (2011). Pedoman Umum Panen dan Pascapanen


Tanaman Obat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (2000). Parameter standar


umum ekstrak tumbuhan obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI


(Jilid VI). Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Wirasisya, D. G., & Hanifa, N. I. (2018). Petunjuk Praktikum Farmakognosi. In


Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Universitas
Mataram.

68
Acara 3-4
Pemeriksaan Makroskopis, Mikroskopis, dan Histokimia Simplisia

A. Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah mengikuti serangkaian kegiatan praktikum, mahasiswa dapat:
1. Melakukan pemeriksaan makroskopis dan mengidentifikasi ciri-ciri spesifik
simplisia rajangan
2. Melakukan analisis mikroskopis dan mengidentifikasi fragmen-fragmen spesifik
pada simplisia serbuk
3. Melakukan analisis histokimia dan mengidentifikasi serbuk simplisia dengan
penambahan reagen kimia
4. Mengidentifikasi dan menganalisis campuran simplisia
B. Tinjauan Pustaka
Penggunaan bahan alam (tanaman, hewan dan mineral) sebagai bahan
baku dalam kehidupan sehari-hari tidak terbatas hanya pada pengobatan namun
juga digunakan dalam pembuatan minuman, makanan serta produk kosmetik oleh
sebab itu perlu adanya standar mutu dari bahan baku tersebut. Penggunaan bahan
alam sebagai bahan baku pada produk obat harus memenui standar mutu yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia. Agar bahan baku yang digunakan memiliki mutu sesuai dengan
standar maka diperlukan pedoman atau guideline bagi para petani (Wirasisya &
Hanifa, 2018).
Pemastian mutu pada bahan baku dilakukan dari awal yaitu pada proses
pemastian kebenaran atas spesies bahan baku yang digunakan sampai dengan
cara pengumpulan dan pemanenan diatur dalam Good Agricultural and Collecting
Practice (GACP) for medicinal plants. Berdasarkan trilogi kefarmasian, Quality-
Safety-Efficacy (Bermutu-Aman-Berkhasiat), simplisia sebagai bahan baku dan juga
produk siap konsumsi harus distandardisasi. Standardisasi simplisia mempunyai
pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku
harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi
Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia). Sedangkan sebagai produk
yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dan lain sebagainya) masih harus
memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).

69
C. Alat dan Bahan
Alat: Bahan:
1. Gelas arloji 1. Simplisia rajangan dan serbuk dari acara
2. Pipet tetes Pembuatan Simplisia
3. Mikroskop 2. Kloralhidrat
4. Gelas beaker 3. Object glass/ gelas benda
5. Bunsen 4. Cover glass/ gelas penutup
6. Plat tetes 5. Aquadest
7. Pemantik api 6. Reagen untuk uji histokimia
7. Tisu

D. Cara Kerja
1. Lengkapi identitas simplisia dan amati ciri-ciri organoleptis serta ciri-ciri spesifik
makroskopis dari masing-masing simplisia rajangan!
2. Amati ciri-ciri organoleptis dari masing-masing simplisia serbuk!
3. Buatlah sediaan dalam media air dari masing-masing simplisia serbuk, amati di
bawah mikroskop lalu gambar!
4. Buatlah sediaan dalam media kloralhidrat dari masing-masing simplisia serbuk
dengan cara:
a. Ambil sedikit simplisia serbuk, letakkan pada gelas obyek.
b. Tambahkan beberapa tetes larutan kloralhidrat, hangatkan di atas nyala
spiritus (jangan sampai mendidih!).
c. Tutup dengan gelas penutup.
d. Tambahkan kloralhidrat kembali, jika diperlukan.
e. Setelah dingin amati di bawah mikroskop
5. Amati dan gambarkan simplisia dalam kloralhidrat!
6. Warnai sediaan no. 4 dengan pereaksi floroglusin-HCl, amati dan gambarkan
fragmen yang berwarna merah seperti : sklereida dan sklerenkim!
7. Pada analisis histokimia, amati perubahan warna ± 2 mg serbuk simplisia yang
ditambah dengan 5 tetes reagen berikut: (sesuaikan reagen yang digunakan
pada masing-masing tanaman dengan melihat pada buku MMI)
a. Asam sulfat P
b. Asam sulfat 10N
c. Asam klorida pekat P

70
d. Asam klorida encer
e. Natrium hidroksida 5 %
f. Kalium hidroksida 5 %
g. Amonia 25 %
h. Kalium iodida 6 %
i. Feri (III) klorida P 5 %
j. Asam asetat encer P
k. Timbal (II) asetat P 5%

E. Daftar Pustaka

Badan Litbang Kesehatan. (2011). Pedoman Umum Panen dan Pascapanen


Tanaman Obat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (2000). Parameter standar


umum ekstrak tumbuhan obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI


(Jilid VI). Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Wirasisya, D. G., & Hanifa, N. I. (2018). Petunjuk Praktikum Farmakognosi. In


Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Universitas
Mataram.

71
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASI III
BAGIAN KIMIA FARMASI

DISUSUN OLEH :

1. Handa Muliasari, S.Si.,M.Si. (Koordinator)


2. Apt. Rizqa Fersiyana Deccati, S.Farm., M.Farm.
3. Dr. apt. Lina Permatasari, S.Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

72
PERCOBAAN I
SINTESIS ASPIRIN

A. TUJUAN:
Memperkenalkan teknik sintesis sederhana pada pembuatan aspirin (asam
asetil salisilat).

B. DASAR TEORI:
Pada abad ke 18, orang-orang mengekstrak asam asetil salisilat yang dikenal
dengan nama aspirin dari kulit kayu pohon “Willow”. Mereka mencatat bahwa zat
ini dapat dipergunakan sebagai obat analgesik, antipiretik, dan antirheumatic,
tetapi mempunyai efek yang tidak baik pada lambung dan saluran cerna. Saat ini
aspirin masih merupakan agen utama untuk mengobati dan meredakan penyakit
demam dan menghilangkan rasa sakit dan dapat dibeli di apotik tanpa resep
dokter.
Saat ini zat ini tidak lagi diekstrak dari bahan alam atau tumbuhan karena
dianggap tidak efisien, tapi telah dapat disintesis di laboratorium dengan teknik
yang sangat sederhana melalui reaksi katalis antara asam salisilat dengan asetat
anhidrida.

Polimerissasi mungkin terjadi selama reaksi dan untuk memisahkan


polimer ini maka dapat direaksikan dengan Natrium bikarbonat untuk membentuk
garam yang larut dalam air. Polimer kemudian kemudian dipisahkan dari aspirin
melalui filtrasi. Aspirin kemudian direcovery dengan penambahan asam dan
akhirnya direkristalisasi dengan pelarut ethyl asetat atau aseton.

73
C. ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Erlenmeyer 5. Batang pengaduk
2. Pipet tetes 6. Corong Buchner
3. Pemanas listrik (hot plate) 7. Gelas Beaker
4. Termometer

Bahan
1. Asam salisilat 5. Etil asetat
2. Anhidrida asetat 6. Aseton
3. H3po4 7. Es
4. Etanol 96% 8. Etil eter anhidrus

D. CARA KERJA
1. Masukkan 5 g asam salisilat dan 7,5 g (7 mL) anhidrida asetat ke dalam labu
Erlenmeyer kecil, tambahkan 3 tetes asam sulfat pekat kemudian panaskan labu
sambil diputar-putar di atas penangas air pada temperatur 50-60℃, sambil
diaduk-aduk dengan thermometer, selama 15 menit. Test dengan larutan FeCl3
sampai tidak berwarna hitam-biru, bila masih berwarna dipanaskan kembali,
kemudian ditest lagi. Biarkan campuran itu menjadi dingin dan putar-putar labu
itu. Tambahkan 75 mL air, aduk-aduk kemudian saringlah dengan corong
Buchner.
2. Murnikan dengan mengkristalkan kembali aspirin dengan cara berikut :
Larutkan padatan dalam 15 mL etanol panas dan tuangkan larutannya ke dalam
37,5 mL air hangat. Bila terjadi endapan, hangatkan larutan ini sampai pelarutan
sempurna dan kemudian biarkan dingin, perlahan-lahan sampai timbul kristal
berbentuk jarum. Hasilnya keringkan di oven. Tentukan titik leburnya

E. PERTANYAAN
Tuliskan mekanisme pembentukan aspirin!

74
PERCOBAAN II
MENENTUKAN KADAR VITAMIN C MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

A. TUJUAN
Menentukan kadar vitamin C pada tablet vitamin C melalui metode
spektrofotometri.

B. DASAR TEORI
Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air yang termasuk
dalam golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas.
Vitamin C dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya adalah asam askorbat.
Struktur kimia vitamin C adalah C6H8O6. Dengan metode spektrofotometri kita
dapat mengetahui kadar zat atau kemurnian senyawa dalam suatu sampel. Salah
satunya penentuan kadar vitamin C dalam tablet vitamin C. kadar vitamin C yang
terkandung dalam tablet vitamin C yang beredar di masyarakat berbeda-beda.

Gambar 3.1 Struktur kimia vitamin C

Gugus kromofor pada vitamin C inilah yang bisa dijadikan salah satu acuan
dalam penggunaan metode spektrofotometri UV-visibel. Spektrofotometri (UV-Vis)
adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang
tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara
200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750
nm.
Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang
melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,

1
sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara
kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).
Spektra absorbsi paling sering diplotkan sebagai % T lawan panjang
gelombang(λ), A atau Ɛ lawan λ. Pada umumnya ahli kimia analisis menyukai
absorbansi (A) daripada % T sebagai ordinat. Spektrum absorpsi suatu senyawa
ditetapkan dengan spektrofotometer dapat dianggap sebagai identifikasi yang lebih
obyektif dan handal. Spektrum ini dapat digunakan untuk karakterisasi. Spektrum
absorbsi tergantung tidak hanya pada sifat dasar kimia dari senyawa tersebut,
melainkan juga faktor-faktor lain.
Perubahan pelarut sering menghasilkan geseran pita serapan. Bentuk pita
dan munculnya struktur dapat saja bergantung pada karakteristik alat seperti alat
daya pisah monokromator, perolehan penguat (amplifier gain), dan laju perekam.
Telah banyak spektra ribuan senyawa dan bahan yang dapat direkam, namun
mencari spektra yang sesuai untuk pembanding sangatlah sulit. Sejumlah besar
data empiris dalam literatur yang menunjukkan efek subtituen terhadap panjang
gelombang pita serapan dalam spektra molekul induk juga telah ditemukan.
Koreksi spektra struktur baik dalam daerah UV-Vis sangat berguna dalam
identifikasi senyawa yang belum diketahui.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat yang dibutuhkan, antara lain:
- Spektrofotometer UV/Vis
- Labu ukur
- Botol semprot aquades
- Beaker glass
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Corong kaca
- Batang pengaduk

2
- Timbangan analitik
- Cawan petri
Bahan yang dibutuhkan, antara lain:
- Tablet IPI vitamin C
- Aquades
- Larutan standar 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm

E. CARA KERJA
1. Pembuatan larutan baku vitamin C 100 ppm atau 100 µg/mL
a. Timbang seksama 10 mg baku vitamin C dengan timbangan analit.
b. Tuang bubuk vitamin C ke dalam beaker glass, tambahkan kurang lebih 50 ml
aquadest.
c. Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tambahkan aquades sampai tanda dan
homogenkan dengan bantuan sonikator.

2. Menghitung panjang gelombang maksimum


a. Pipet 0,4 mL larutan baku vitamin C dan masukkan ke dalam labu takar 5 mL.
Tambahkan akuades hingga tanda batas
b. Masukkan larutan tersebut ke dalam kuvet.
c. scan Panjang gelombang pada lamda 200-800 nm
d. Catat Panjang gelombang maksimal yang diperoleh

3. Membuat kurva baku vitamin C


a. Ambil larutan baku vitamin C yang sudah dibuat. Siapkan 5 labu takar 5 mL
b. Pipet 0,1 mL; 0,2 mL; 0,3 mL; 0,4 mL dan 0,5 mL larutan baku vitamin C dan
masing-masing masukkan ke dalam labu takar 5 mL. Tambahkan akuades
sampai tanda
b. ukur absorbansi masing-masing larutan diatas pada Panjang gelombang
maksimum yang diperoleh sebelumnya

4. Cara penetapan sampel vitamin C (vitamin C IPI)


a. Gerus 3 tablet vitamin C sampai halus dengan mortir.

3
b. Timbang dengan seksama 10,0 mg hasil gerusan di timbangan analit
c. Masukkan ke dalam beaker glass, kemudian tambahkan aquades 50 mL.
d. Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, lalu tambahkan akuades hingga tanda.
Homogenkan. Kemudian disaring jika tidak bisa terlarut sempurna.
e. Ambil sebanyak 1 ml larutan sampel, masukkan ke dalam labu takar 5 mL,
encerkan dengan aquades hingga 5 mL
f. Lalu ukur absorbansi sampel menggunakan Panjang gelombang maksimal yang
diperoleh pada poin 2.
g. Lakukan poin b-f duplo.
h. Hitunglah kadar vitamin C dalam tablet vitamin C IPI.

HASIL PENGAMATAN
1. Tabel
Volume larutan baku vit C Konsentrasi larutan absorbansi
yang diambil (mL) baku vit C ( µg/mL)

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

2. Grafik kurva standar antara seri konsentrasi larutan standar (sumbu x) dan
absorbansi (sumbu y)

4
3. Hitung dengan regresi linier sehingga diperoleh persamaan
a. Y= bx + a
b. Koefisien korelasi r2
4. Hitung kadar vitamin C pada tablet vitamin C IPI dengan grafik kurva standar
diatas.
5. Perhitungan konsentrasi regresi vitamin C pada tablet vitamin C IPI dilakukan
dengan memasukkan absorbansi sampel ke persamaan 3a. Absorbansi sampel
dimasukkan pada sumbu Y, kemudian X dicari nilainya sebagai konsentrasi regresi
dengan satuan ppm.

𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝑏 𝑋 + 𝑎
Sampel 1
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……… µg/mL
Sampel 2
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……….. µg/mL
Sampel 3
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……….. µg/mL

6. Perhitungan Kadar vitamin C dalam tablet vitamin C IPI


% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖 (µ𝑔/𝑚𝐿) 𝑥 𝑣𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑚𝐿)
= 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)𝑥1000
Sampel 1

…………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 = 𝑥 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑥 100%
…………………….

Sampel 2

5
…………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 = 𝑥 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑥 100%
…………………….

Sampel 3

…………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 = 𝑥 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑥 100%
…………………….

Rata -rata % kadar vitamin C= ………………….


SD=………………
%RSD= sd/rata rata x 100 %= ………….

6
PERCOBAAN III
ANALISIS GUGUS FUNGSI PARASETAMOL DENGAN
SPEKTROFOTOMETRI FT-IR

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa memahami prinsip identifikasi senyawa organik melaui
teknik analisa FTIR.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi gugus fungsional senyawa
organik dari hasil analisa FTIR.

B. DASAR TEORI
Spektroskopi inframerah (infrared spectroscopy/IR) merupakan
metode yang umum digunakan dalam identifkasi obat dan senyawa
pembawa (eksipien). Metode ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu
memiliki sensitivitas yang baik terhadap struktur dan konformasi
senyawa organik sehingga dapat digunakan sebagai dalam karakterisasi
bentuk kristal sediaan farmasi. Prinsip kerja spektroskopi IR adalah
konversi radiasi inframerah menjadi vibrasi molekul.
Hampir semua senyawa baik senyawa organik maupun anorganik
memiliki ikatan kovalen dan menyerap radiasai elektromagnetik pada
berbagai frekuensi di daerah inframerah. Daerah inframerah berada
daerah panjang gelombang (λ) 2,5 – 25 µm, lebih panjang dibanding
daerah sinar tampak (visible, λ: 400 – 800 nm), tetapi lebih pendek
dibanding panjang gelombang microwave (λ: > 1 mm). Gambar 4.1
menunjukkan spektrum elektromagnetik pada berbagai panjang
gelombang dan frekuensi. Umumnya radiasi pada daerah inframerah
dinyatakan dalam unit bilangan gelombang (ν), dibanding panjang
gelombang. Bilangan gelombang menunjukkan lever energi secara
proporsional atau dengan kata lain bilangan gelombang yang lebih tinggi
menunjukkan energi yang lebih tinggi. Vibrasi pada daerah inframerah
terjadi pada bilangan gelombang 4000 – 400 cm-1. Cara mengubah

7
panjang gelombang menjadi bilangan gelombang dapat dilihat pada
rumus di bawah ini:

Gambar 4.1 Spektrum elektromagnetik (Pavia et al., 2015)

Instrumen yang digunakan dalam menentukan spektrum


absorbansi senyawa disebut spektrometer inframerah atau lebih
tepatnya spektrofotometer inframerah. Ada dua tipe spektrometer
inframerah yang biasa digunakan, yaitu spektrometer inframerah
dispersif dan spektrometer Fourier transform (FT). Skema instrumen
spektrometer dispersif dan Fourier transform ditunjukkan pada gambar
4.2.

8
Gambar 4.2 Skema instrumen spektrometer inframerah (a) dispersif dan
(b) Fourier transform

Pada spektrometer inframerah dispersif radiasi inframerah


dihasilkan dari kawat panas dan dibagi ke dua beam dengan intensitas
radiasi yang sama, yaitu sampel dan baku pembanding. Selanjutnya,
cahaya melewati monokromator yang akan mendispersikan menjadi
spektrum kontinyu dari cahaya inframerah. Monokromator terdiri dari
beam chopper yang akan meneruskan cahaya inframerah ke grating.
Setelah itu, sinar akan keluar mencapai detektor yang akan membaca
perbedaan intensitas dari senyawa pembanding dan sampel. Detektor
akan menentukan frekuensi yang diabsorbsi oleh sampel dan frekuensi
yang tidak terpengaruh oleh cahaya yang melewati sampel. Sinyal dari
detektor kemudian diperkuat oleh amplifier dan diinterpretasikan dalam
bentuk spektrum inframerah oleh recorder. Spektrum yang terbaca
merupakan hubungan antara frekuensi (bilangan gelombang, cm-1)
dengan cahaya yang ditransmisikan, bukan cahaya yang diabsorbsi.
Detektor akan membaca persen transmitan (%T), yaitu perbandingan

9
rasio intensitas beam sampel (Is) dan intensitas beam pembanding (Ir),
seperti pada rumus di bawah ini:
Is
%𝑇 = 𝑥 100
Ir
Prinsip kerja spektrometer inframerah Fourier transform (FT-IR)
adalah berdasarkan interferensi radiasi antara dua sinar untuk
menghasilkan interferogram yaitu suatu sinyal kompleks. Interferogram
menunjukkan plot antara intensitas terhadap waktu. Pada
interferometer, sumber energi melewati beam splitter, cermin diletakkan
pada sudut 45o terhadap radiasi yang datang sehingga radiasi dapat
melewatinya dan terbagi ke dua sinar yang saling tegak lurus, yang satu
merupakan sinar yang tak terlindungi dan yang satu lagi berada pada
sudut 90o. Sinar yang berada pada posisi 90o menuju cermin yang
diam/tak bergerak dan kembali ke beam splitter, sedangkan sinar satu
lagi menuju cermin bergerak dan kembali ke beam splitter. Ketika dua
sinar bertemu pada beam splitter, selanjutnya menyatu tetapi memiliki
panjang jalur dan panjang gelombang yang berbeda. Kombinasi sinar ini
yang disebut interferogram. Interferogram terdiri dari energi radiasi dari
sumber dan memiliki panjang gelombang yang lebar.
Radiasi yang berasal dari sumber melewati interferometer dan
sampel sebelum mencapai detektor, sinyal selanjutnya mengalami
amplifikasi dan dikonversi ke dalam bentuk digital dengan converter
analog-digital dan ditransfer ke komputer. Komponen FT-IR dapat dilihat
pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Komponen pada spektromeret FTIR (Staurt, 2004)

Interferometer yang umum digunakan pada spektrometer FT-IR


adalah interferometer Michelson (gambar 4.4) yang terdiri dari dua
cermin yang saling tegak lurus, yaitu cermin yang diam dan cermin yang
bergerak.

10
Gambar 4.4 Diagram optik interferometer Michelson (Smith, 2011)

Kelebihan instrumen FT-IR adalah kemampuan mengumpulkan


interferogram dalam waktu kurang dari satu detik sehingga dapat
mengumpulkan ribuan interferogram dari sampel yang sama dan
menyimpannya dalam memori komputer sehingga spektrum rasio sinyal
terhadap noise atau signal-to-noise ratio (SNR) dapat digambarkan. Oleh
karena itu, instrumen FT-IR memiliki waktu operasi yang lebih singkat
dan lebih sensitif dibanding instrumen dispersif, serta hasil bilangan
gelombang yang presisi.
Preparasi sampelTerdapat beberapa teknik sampling, yaitu pellet,
mull, dan diffuse reflectance. Tidak ada pelarut yang sama sekali
transparan terhadap sinar IR, maka cuplikan dapat diukur sebagai
padatan atau cairan murninya. Cuplikan padat digerus pada muortar
kecil bersama Kristal KBr kering Dalam jumlah sedikit (0,5-2 mg cuplikan
sampai 100 mg KBr kering) campuran tersebut dipres diantara 2 sekrup
memakai kunci kemudian kedua sekrupnya dan baut berisi tablet
cuplikan tipis diletakkan di tempat sel spektrofotometer infrared dengan
lubang mengarah ke sumber radiasi.

Spektrofotometer inframerah sangat penting dalam analisa kimia


modern (meskipun bukan satu satunya) dalam bidang organik. Alat ini
biasanya digunakan untuk mendeteksi gugus fungsional,
mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran. Prinsip dari

11
analisa didasarkan pada besarnya frekuensi sinar inframerah yang
diabsorbsi dengan tingkat energi tertentu. Apabila frekuensi tertentu
diabsorbsi ketika melewati sebuah senyawa tersebut diselidiki, maka
energi dari frekuensi tersebut akan ditransfer ke senyawa tersebut.
Energi pada radiasi inframerah sebanding dengan energi yang timbul
pada getaran-getaran ikatan (energi vibrasi,translasi dan rotasi molekul).
Karena setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi
vibrasi yang berbeda, dan karena tipe ikatan yang sama dalam dua
senyawa berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka
tidak ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai
bentuk serapan inframerah (IR) atau spektrum inframerah (IR) yang
tepat sama. Dengan membandingkan spektra IR dari dua senyawa yang
diperkirakan identik, maka seseorang dapat menyatakan apakah kedua
senyawa tersebut identik atau tidak. Pelacakan tersebut lazim dikenal
dengan bentuk “sidik jari” dari dua spektrum inframerah (IR). Jika puncak
spektrum IR dari kedua senyawa tepat sama maka dalam banyak hal dua
senyawa tersebut adalah identik.
Kebanyakan gugus seperti CH, OH, C=O, dan C=N, mempunyai
serapan IR yang hanya bergeser sedikit dari satu molekul ke molekul lain.
Berikut ini tabulasi (tabel 4.1) beberapa gugus fungsi yang khas memiliki
serapan tertentu pada daerah inframerah (IR).

12
Tabel 4.1 Beberapa gugus fungsi yang khas memiliki serapan tertentu pada
daerah inframerah (IR).

Dalam melakukan analisis spektrum inframerah dari senyawa


yang tidak diketahui, terlebih dahulu perhatikan adanya puncak dari
gugus-gugus fungsi seperti C=O, O–H, N–H, C–O, C=C, C≡C, C≡N, dan NO2
karena puncak-puncak dari gugus fungsi tersebut sangat mudah diamati.
Berikut ini beberapa langkah dalam membaca spektrum inframerah:
1. Periksa apakah terdapat gugus karbonil (C=O).
Gugus C=O memberikan serapan kuat pada daerah 1820–1660 cm-1.
2. Jika terdapat puncak serapan, periksalah hal di bawah ini (jika tidak,
lanjut ke langkah no. 3):
Asam : apakah terdapat puncak O–H (serapan lebar pada sekitar
3400–2400 cm-1, biasanya tumpang tindih dengan C–H).
Amida : apakah juga terdapat puncak N–H (serapan medium di
dekat 3400 cm-1, dapat berupa dua puncak)
Ester : apakah juga terdapat puncak C–O (serapan kuat di
sekitar 1300–1000 cm-1)
Anhidrida : dua serapan C=O di sekitar 1810 dan 1760 cm-1
Aldehid : apakah terdapat serapan aldehid C–H (dua serapan lemah
di sekitar 2850 dan 2750 cm-1)

13
Keton : tidak terdapat serapan dari asam, amida, ester, anhidrida,
aldehid.
3. Jika tidak terdapat serapan C=O
Alkohol, Fenol : periksa serapan O–H (serapan lebar di sekitar
3400–3300 cm-1, konfirmasi dengan melihat adanya
serapan C–O di sekitar 1300–1000 cm-1)
Amin : periksa serapan N–H (serapan medium di sekitar
3400 cm-1
Eter : periksa serapan C–O di sekitar 1300–1000 cm-1
4. Ikatan rangkap dua dan atau cincin aromatik
Serapan lemah C=C di sekitar 1650 cm-1
Serapan medium-kuat pada daerh 1600–1450 cm-1 (cincin aromatik)

C. ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Spektrofotometer
2. FTIR Spektrum One Perkin Elmer
3. Lumpang
4. agate dan alu
5. Sel
6. NaCl atau KBr, “Sealed Cell” 0,05 mm
7. Handy
8. Press
Bahan :
1. Serbuk
2. KBr kering
3. Paracetamol Tablet
4. Aseton

14
D. PROSEDUR KERJA
Preparasi Sampel dengan Teknik Cakram KBr
1. Gerus dan campur 0,5 – 1.0 mgram parasetamol dengan 100 – 200 mgram
serbuk KBr kering dengan lumpang agate atau “vibrating ball mill” hingga
benar-benar homogen
2. Masukkan campuran tersebut ke dalam pencetak khusus menggunakan
spatula mikro
3. Hubungkan pencetak dengan handy press.
4. Lepaskan tongkang handy press lalu keluarkan cakram KBr
5. Masukkan cakram ke dalam KBr disc holder kemudian rekam spektrum
dari parasetamol pada range frekuensi 4000 – 500 cm1
Identifikasi Gugus Fungsi
1. Dari spektrum IR yang dihasilkan, tentukan gugus fungsi yang terdapat
pada senyawa parasetamol dengan melihat pola serapan yang dihasilkan
dan membandingkan harga frekuensi yang diperoleh dengan data yang
ada di table.
2. Interpretasikan data tersebut secara hati-hati dan terintegrasi hingga
area sidik jari. (Jika perlu, pilih menu data interpertation yang ada di
dalam software untuk memudahkan interpretasi data).

15
DATA PENGAMATAN

No Bilangan gelombang (cm- Gugus fungsional


1)

16
PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR ION LOGAM DENGAN ATOMIC ABSORBTION
SPECTROPHOTOMETRY (AAS)

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa memahami prinsip-prinsip dasar analisa logam dengan Spektroskopi
Serapan Atom (AAS)
2. Mahasiswa mampu menentukan kadar ion Ca dalam sampel air minum.
3. Mahasiswa mampu menentukan kadar Fe dari sayuran dengan teknik destruksi
basah.

B. DASAR TEORI
Spektroskopi serapan atom dipergunakan untuk mengidentifikasi dan
menentukan keberadaan ion logam baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dalam semua jenis materi dan larutan. Pengukuran dalam spektroskopi serapan
atom berdasarkan radiasi yang diserap oleh atom yang tidak tereksitasi dalam
bentuk uap. Teknik serapan biasanya disertai pemasukan suatu larutan sampel
dalam bentuk aerosol dalam nyala. Evaporasi pelarut dan penguapan garam
terjadi terlebih dahulu untuk mendisosiasi garam ke dalam atom-atom gas yang
bebas. Pada suhu udara asetilen (kurang lebih 23000 C) atom dari sejumlah
banyak unsur berada dalam keadaan dasar. Jika seberkas energi radiasi yang
terdiri dari spektrum emisi untuk unsur tertentu yang akan ditentukan
dilewatkan melalui nyala ini, sejumlah atom dalam keadaan dasar akan menyerap
energi dari panjang gelombang yang karakteristik (garis resonansi) dan mencapai
keadaan energi yang lebih tinggi.
Sejumlah energi radiasi yang diserap sebagai fungsi konsentrasi unsur
dalam nyala merupakan dasar spektroskopi serapan atom. Untuk beberapa unsur
seperti logam alkali Na dan K, nyala udara asetilen cukup panas tidak hanya
menghasilkan atom-atom dalam keadaan dasar tetapi juga menaikkan jumlah
atom ke keadaan elektronik tereksitasi. Energi radiasi dipancarkan (diemisikan)
jika atom atom kembali ke keadaan dasar yang sebanding dengan konsentrasi dan
merupakan dasar spektroskopi emisi nyala. Suatu sampel pertama-tama harus

84
dilarutkan, proses pelarutan dikenal dengan istilah destruksi yang bertujuan
untuk membuat unsur logam menjadi ion logam yang bebas. Terdapat 2 cara
destruksi yaitu:
1) Destruksi basah : sample ditambahkan asam-asam oksidator, jika perlu
dilakukan dengan pemanasan.
2) Destruksi kering : sample langsung dipanaskan untuk diabukan.
Hasil destruksi baik secara basah maupun kering kemudian dilarutkan.
Larutan sampel dimasukkan ke dalam nyala dalam bentuk aerosol yang
selanjutnya akan membentuk atom-atomnya. Serapan akan terjadi dari radiasi
suatu sinar yang sesuai dengan atom yang ditentukan.
Pancaran atau emisi energi radiasi dan emisi nyala atau energi radiasi
lampu eksternal yang tidak bisa hilang oleh serapan atom akan didispersi oleh
monokromator dan dideteksi oleh foto multifier, dirumuskan oleh persamaan
Boltzman sebagai berikut :

K = tetapan Boltzman
T = suhu nyala dalam Kelvin
Ej = perbedaan energi dalam energi dari tingkat tereksitasi dasar
Nj = jumlah atom pada tingkat tereksitasi
No = jumlah atom dalam tingkat dasar
Pj dan Po = factor statistic yang ditentukan oleh jumlah tingkat yang
mempunyai energi yang sama dari atom yang tereksitasi dan pada
tingkat dasar.

Persamaan di atas memberikan informasi bahwa dengan atomisasi dan


suhu maka terdapat 2 kemungkinan yaitu keadaan tereksitasi dan keadaan dasar.
Pada analisis spektroskopi serapan atom ini banyak digunakan untuk analisis
atomatom dari golongan alkali dan alkali tanah hal ini karena kemudahan dari
atom-atom tersebut tereksitasi. Pada dasarnya jika diringkas, bila suatu larutan
yang mengandung senyawa yang cocok dari logam yang akan diselidiki itu
85
dihembus ke dalam nyala, terjadi peristiwa berikut secara berurutan dengan cepat
yaitu :
a) Pengisatan pelarut yang meninggalkan residu padat
b) Penguapan zat padat dengan disosiasi menjadi atom atom penyusunnya, yang
mulamula akan berada dalam keadaan dasar
c) Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi termal (dari) nyala ke tingkatan-
tingkatan energi yang lebih tinggi dan mencapai kondisi dimana mereka akan
memancarkan energi.
Maka spektrum yang dihasilkan terdiri dari garis-garis yang berasal dari atom ion
yang tereksitasi. Skema instrumen yang digunakan di dalam metode AAS seperti
pada gambar 6.1. Dua sumber radiasi yang umumnya digunakan pada instrumen
AAS adalah hollow cathode lamp (HCL) dan electrodeless discharge lamp (EDL).

Gambar 6.1 Skema instrumen AAS (Wobinson et al., 2014)

C. ALAT DAN BAHAN


Alat :
a Spektrofotometer Serapan Atom AAnalyst 700 Perkin Elmer
b Labu ukur 50 ml
c Erlenmeyer 100 ml
d Beaker glass
e Pipet ukur, pipet tetes dan pipet volume
f Batang pengaduk
g Pisau
h Neraca analitik
i Hot plate

Bahan :

86
1. Sampel air minum
2. Larutan baku dalam 250 ml ( Fe 1000 ppm dan Cu 1000 ppm )

D. PROSEDUR KERJA

Operasional AAS Analyst 700 Perkin Elmer dengan teknik flame

1. Nyalakan alat, tunggu hingga inisialisasi selesai


2. Nyalakan computer, masuk ke AA Winlab32
3. Pastikan memilih teknik flame, jika tidak maka pilih Toolbar, Technique lalu pilih
FLAME.
4. Buat method dengan cara :
a. Pada menu File klik New – Method
b. Tentukan
- Unsur yang akan dianalisa (Kolom Element)
- Kilik Recommended Value
- Buat nama pada kolom New Method Name, OK
c. Tentukan nilai-nilai parameter yang akan diperlukan untuk menganalisis
d. Simpan metode dengan cara klik File lalu Save As – Method lalu tekan OK
5. Membuat Sample Information File
a. Klik File lalu New – Sampel Information File atau pada Toolbar pilih Sampel
Information File
b. Masukkan data-data mengenai sample yang akan dianalisa
c. Simpan dengan cara klik File lalu Save As – Sampel Information File lalu klik OK
6. Pasang dan atur lampu
a. Pasang lampu pada tempatnya
b. Pada Toolbar pilih Lamp alat akan mengatur sendiri. Untuk lampu tak berkode
maka perlu dimasukkan unsur yang ada pada lampu, type dari lampunya HCL
atau EDL
c. Pada kolom Set Up tekan lampu yang mengandung unsur yang akan diperiksa
7. Optimasi burner
a. Pilih burner head yang diperlukan untuk analisis
b. Nyalakan vent
87
c. Siapkan larutan standar yang memerlukan api pengoksidasi (blue) dari nyala api
udara/Acetylen dan memilki serapan cahaya diatas 250 nm (Ag, Cu, Mn, Pb)
d. Siapkan larutan blank. Pergunakan pereaksi yang diperlukan untuk menyiapkan
larutan standar, biasanya aquadeat atau aquabidest atau 1% v/v HNO3 dalam
air
e. Nyalakan api dengan cara pada Toolbar klik Flame, tentukan nilai udara dan
Acetylen yang dibutuhkan sesuai Recommended Condition kemudian klik Flame
ON/OFF
f. Pada menu Tool, klik Continous Graphics dan Continous Graphics Window akan
muncul
g. Masukkan larutan blanko klik Autozero
h. Masukkan larutan standar
i. Optimasi burner. Jika menggunakan burner yang bermotor maka pergunakan
Window Atomizer Position, jika tidak maka menggunakan manual untuk
mendapatkan pembacaan absorbansi yang tertinggi.
j. Optimasi Nebulizer, dengan cara : Pada Nebulizer, longgarkan cincin
penguncinya secara perlahan lalu kembnalikan regulator searah jarum jam.
Pembacaan absorbansi akan meningkat secara maksimum lalu berkurang atur
regulator sampai pembacaan maksimum. Kencangkan kembali cincin pengunci
Nebulizer
k. Optimasi aliran gas, dengan menambahkan atau mengurangi aliran udara atau
Acetylen
l. Optimasi ulang posisi burner seperti pada langkah i.
8. Hitung Characteristic Concentration
a. Biarkan lampu menyala selama 10 menit untuk Warm Up
b. Buat atau buka method yang akan dipergunakan untuk analisis
c. Pada Method Editor, pada halaman CalibEquation, Unit, Replicate, pada kolom
Replicate pilih 5
d. Pada Toolbar, klik Manual/Auto dan Result
e. Pada Window Automated Analysis, pada halaman Setup di kolom Autosampler
Locations masukkan lokasi sample tray dari blank dan standar
f. Pada Window Manual Analysis klik Analyze Sample demikian pula jika
menggunakan autosampler pada Window Automated Analysis, pada halaman
88
Analyze, klik pada Analyze Sample
g. Setelah analisis selesai, pada menu Analyze, klik Characteristic Cone.,
h. Masukkan :
- Nilai konsentrasi larutan standar kemudian tekan Tab Nilai hasil
pembacaan blank dan standar yang ada pada Result

i. Tekan Tab, system akan menghitung secara otomatis Characteristic


Concentration
j. Jika akan dicetak hasilnya, maka klik Print Data. Hasil perhitungan harus
didalam rentang 20% jika tidak pastikan larutan yang dipergunakan tepat pada
persiapannya atau optimasi ulang burnernya
9. Menganalisa blank, standard an blanko Menganalisa seluruh
larutan dengan Autosampler Pada Window Automated Analysis
klik Analyze All Menganalisa standar kemudian sample
a. Pada Window Automated Analysis klik Calibrate
b. Jika telai sesuai, analisa sample dengan cara pada Window Automated Analysis
klik Analyze Sample
Menghentikan Analisis
a. Pada Window Automated Analysis atau Manual Analysis, klik tombol yang
dipergunakan untuk memulai analisis seperti Analyze Blank, Calibrate atau
Analyze Sample. Kemudian dialog Stopping an Analytical akan muncul
b. Pergunakan dialog ini untuk memberitahu system secara tepat larutan mana
yang akan dianalisa sebelum berhenti. Atau klik pada Cancel untuk melanjutkan
kembali analisis
10. Mematikan system
a. Dengan nyala yang masih ada, serap larutan pencuci yang benar kurang lebih 5
menit
b. Pada Window Flame Control, klik icon Flame ON/OFF. Tutup aliran gas ke
spectrometer, klik Bleed Gases dan tunggu sekitar 10 menit setelah mematikan
api
c. Keluar dari AAwinlab, dengan cara pada menu File klik Exit
d. Matikan spectrometer dan aksesorinya
e. Buang sisa analisa pada wadah pembuangan
89
Menggunakan Autosampler untuk mencuci system Flame
a. Pada Window Automated Analysis klik Load Tray
b. Tempatkan wadah dengan larutan pencuci yang pertama pada tempat
pencucian
c. Pada Window Automated Analysis klik Select Location klik Go to Wash lalu OK
d. Setelah 5 menit klik Probe Up/Down
e. Tempatkan wadah dengan pencuci yang berikutnya pada tempat pencucian
f. Klik Probe Up/Down
g. Ulangi langkah a – f untuk seluruh larutan pencuci
h. Matikan api dan bleed aliran gasnya.

DATA PENGAMATAN
Perhitungan kadar Ca
1. Tabel absorbansi kurva standar Ca
Larutan standar Ca (ppm) Absorbansi
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
2. Grafik kurva standar antara seri konsentrasi larutan standar (sumbu x) dan
absorbansi (sumbu y)

90
3. Hitung dengan regresi linier sehingga diperoleh persamaan
a. Y= aX + b
b. Koefisien korelasi r2
4. Hitung kadar Ca dalam sampel air dengan grafik kurva standar Ca
5. Perhitungan konsentrasi regresi sampel dilakukan dengan memasukkan
absorbansi sampel ke persamaan 3a. Absorbansi sampel dimasukkan pada sumbu
Y, kemudian X dicari nilainya sebagai konsentrasi regresi dengan satuan ppm.

𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝑎 𝑋 + 𝑏
Sampel 1
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……….. mg/mL
Sampel 2
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……….. mg/mL
Sampel 3
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……….. mg/mL

6. Perhitungan Kadar Ca dalam sampel air


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Sampel 1

………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
…………………
Sampel 2

………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
…………………
Sampel 3

………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
…………………
91
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 =

Perhitungan Kadar Fe
1. Tabel absorbansi kurva standar Fe

Larutan standar Fe (ppm) Absorbansi


0,50
1,00
2,00
4,00
5,00
2. Grafik kurva standar antara seri konsentrasi larutan standar (sumbu x) dan
absorbansi (sumbu y)

3. Hitung dengan regresi linier sehingga diperoleh persamaan


a. Y= aX + b
b. Koefisien korelasi r2
4. Hitung masing-masing kadar Fe dalam sampel menggunakan grafik kurva
standar Fe diatas.
5. Perhitungan konsentrasi regresi sampel dilakukan dengan memasukkan
absorbansi sampel ke persamaan 3a. Absorbansi sampel dimasukkan pada sumbu
Y, kemudian X dicari nilainya sebagai konsentrasi regresi dengan satuan ppm.

𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝑎 𝑋 + 𝑏

92
Sampel 1
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……….. mg/mL
Sampel 2
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……….. mg/mL
Sampel 3
……………….= ………….. X + ……………
X (konsentrasi regresi) = ……….. mg/mL

6. Perhitungan Kadar Fe dalam sampel air

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝑥 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Sampel 1

………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
…………………

Sampel 2

………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
…………………

Sampel 3

………………….
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
…………………

% Kadar Fe rata-rata=
93
DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Kimia farmasi: Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Ohannesian, L., dan Streeter, A. J. (Eds.)., 2002. Handbook of pharmaceutical analysis.
Marcel dekker, New York.
Pavia L. Donald, et al. 1995, Introduction to Organic Laboratory Techniques, Saunders
College, USA.
R.A. Day, JR and Underwood, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Robinson, J. W., Frame, E. S., & Frame II, G. M., 2014. Undergraduate instrumental
analysis. CRC press.
Skoog, D.A., 1996. Fundamental of Analytical Chemistry, &nd ed. Sauders College
Publishing.
Smith, B. C., 2011. Fundamentals of Fourier transform infrared spectroscopy. CRC press.
Staurt, B., 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John Wiley
and Sons, Ltd., West Sussex, England. DOI, 10, 0470011149.
Subhash K, Bhavesh B, Hemang V, 2017. Analytical Method Development and
Validation of Menthol and Methyl Salicylate Content in Topical Cream and Gel
by Gas Chromatography. J Chromatogr Sep Tech 8: 390. doi: 10.4172/2157-
7064.1000390
Willerd, H.H. et al., 1988. Instrumental Methods of Analysis, Wadsworth.

94
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASI III
BAGIAN FARMAKOLOGI, FARMASI KLINIS DAN KOMUNITAS
(Bidang Farmakologi)

DISUSUN OLEH :

1. apt. Raisya Hasina S.Farm., M.Sc (Koordinator)


2. apt. Iman Surya Pratama, S.Farm., M.Si.
3. apt. Siti Rahmatul Aini, S.F., M.Sc.;

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

95
MODUL 01a
SISTEM INTEGUMEN DAN HOMEOSTASIS TUBUH

A. Kompetensi Akhir
Setelah menyelesaikan modul ini, Anda mampu :
1. Mengidentifikasikan kondisi yang dibutuhkan pemeliharan tubuh dalam
keseimbangan.
2. Mendeskripsikan peran sistem organ (terutama sistem integumen) dapat
memelihara kondisi internal yang stabil dalam perubahan lingkungan
eksternal .
3. Melakukan keterampilan pemeriksaan suhu tubuh sebagai bagian
pemeriksaan tanda vital
4. Menginterpretasikan pemeriksaan suhu tubuh sebagai bagian
pemeriksaan tanda vital

B. Pendahuluan
Olahraga melibatkan banyak faktor homeostasis berperan dalam menjaga
kesetimbangan internal. Perubahan warna kulit di lengan dan wajah, tingkat perspirasi,
suhu tubuh eksternal, laju nafas dan denyut jantung menunjukkan kerjasama sistem
organ (integument-respirasi-dan kardiovaskular) untuk menjaga homeostasis tersebut.

C. Alat dan Bahan


Alat skiping, alat tulis, alkohol, kapas, lembar dokumentasi, termometer, tisu,
stopwatch.

D. Prosedur
1. Dengan bekerja secara berkelompok, pilih seorang mahasiswa yang mampu
berolahraga dengan baik (minimal dalam jangka waktu 8 menit dengan
melakukan skiping atau jumping jack- Gambar 1). Anggota kelompok yang
berolahraga selanjutnya akan berhenti pada waktu yang ditentukan
kemudian akan dilakukan pengukuran dan observasi.
2. Lakukan observasi sebelum olahraga pada anggota kelompok terpilih. Catat
hasil pengukuran untuk kelima parameter berikut :
a. Warna kulit pada tangan dan wajah (pucat, pink, kemerahan)
b. Tingkat perspirasi (tidak ada, ringan, sedang, tinggi)
c. Suhu tubuh eksternal (diukur dengan menggunakan termometer pada

96
ketiak langsung selama 1 menit; cara pengukuran terdapat pada
DAFTAR TILIK )
d. Laju nafas (jumlah nafas selama 1 menit ; cara pengukuran terdapat
pada DAFTAR TILIK)
e. Denyut jantung (jumlah detak jantung dalam 1 menit; cara pengukuran
terdapat pada DAFTAR TILIK)
3. Lakukan pengamatan dan pengukuran ketika praktikan yang menjadi
sukarelawan tengah duduk dan beristirahat. Catat data hasil pengamatan
dan pengukuran pada tabel 1.
4. Praktikan memulai untuk melompat atau skiping ketika praktikan lain yang
memegang stopwatch memberikan sinyal dan terus beraktivitas selama dua
menit . Setelah dua menit, dengan cepat lakukan pengamatan dan
pengukuran. Catat data yang diperoleh pada tabel 1.
5. Praktikan selanjutnya akan melompat setiap rentang waktu 2 menit hingga
total periode 8 menit selesai. Setiap selesai dua menit, dengan cepat lakukan
pengamatan dan pengukuran lalu catat data yang diperoleh pada tabel 1.
6. Ketika 8 menit berlalu, praktikan yang berolahraga akan beristirahat selama
1 menit. Sesudah 1 menit, lakukan pengamatan dan pengukuran untuk waktu akhir.
Catat perolehan data pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan dan Pengukuran Selama Berbagai Interval Olahraga


Interval Warna Tingkat Suhu Laju Denyut
Waktu Tubuh Perspirasi Tubuh Nafas Jantung
Istirahat
2 menit
4 menit
6 menit
8 menit
Istirahat
setelah
olahraga 1
menit

7. Bersihkan termometer dengan alkohol dan kembalikan beserta alat bahan


lainnya pada tempat yang telah disediakan.

97
8. Buat grafik pada Gambar 1 yang menunjukkan :
a. Suhu tubuh eksternal pada berbagai rentang waktu olahraga
b. Laju nafas pada berbagai rentang waktu olahraga
c. Denyut jantung pada berbagai rentang waktu olahraga

Gambar 1. Contoh bagan Cartesian


9. Jelaskan hasil yang diperoleh melalui petunjuk yang tertera dalam
pertanyaan !
E. Pertanyaan
1. Perubahan apa yang terjadi pada warna kulit dan tingkat perspirasi sebagai
respons terhadap homeostasis ?
2. Jelaskan bagaimana berbagai perubahan tersebut membantu penyesuaian
tubuh untuk memelihara homeostasis !
3. Berikan alasan kira kira mengapa terjadi perubahan suhu tubuh !
4. Jelaskan mekanisme untuk menjaga suhu tubuh konstan ?
5. Mengapa peningkatan laju nafas terjadi ketika olahraga ?
6. Mengapa peningkatan denyut jantung terjadi ketika olahraga ?
7. Simpulan apa yang dapat Anda tarik mengenai kemampuan tubuh untuk
menjaga homeostasis?

98
Daftar Pustaka

Hawley, J. A, Hargreaves, M., Joyner, M. J., dan Zierath, J. R. 2014.


Integrative Biology of Exercise Cell. 159 (6) : 738-749

Jones, R. 2015. Patient Assesment in Pharmacy Practice . Lippincott William


Wilkins : Philadelphia

99
DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN TANDA VITAL

A. PENDAHULUAN

Nilai
No Kriteria 0 1 2 3
1 Persilakan pasien untuk duduk dengan rileks
2 Perkenalkan diri Anda kepada pasien (termasuknama
dan peran Anda)
3 Konfirmasi nama dan tanggal lahir/usia pasien
4 Secara singkat jelaskan prosedur kepada pasien
dengan bahasa yang mudah bagi pasien
5 Peroleh persetujuan pasien untuk mencatat hasil
pengamatan
6 Cuci tangan dengan sabun
7 Tanyakan jika pasien mengalami nyeri sebelum
proses dilakukan
8 Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan

B. PENGUKURAN SUHU TUBUH (AKSILA)

Nilai
No Kriteria
0 1 2 3
1 Bersihkan termometer dengan tisu
ATAU
Cuci termometer dengan air dingin jika disimpan
dalam desinfektan dan bersihkan dengan tisu/lap
bersih
2 Ujung termometer yang tumpul dipegang dengan
ibu jari dan jari kedua
3 Kibaskan termometer hingga permukaan air raksa
berada di angka 350C
4 Buka lengan pasien dan bersihkan secara rotasi
keringat pasien dengan menggunakan tisu/lap
5 Tempatkan ujung termometer yang berisi air raksa
pada apeks fossa aksilaris kiri dengan sendi bahu
aduksi maksimal
6 Turunkan lengan dan silangkan lengan bawah
pasien ke atas dada
7 Tunggu 15 menit kemudian lakukan pembacaan
dengan posisi termometer tegak lurus, setinggi
pandangan mata, tanpa menyentuh sisi ujung air
Raksa
8 Angkat termometer dan bersihkan secara rotasi
daerah pengukuran dengan menggunakan tisu/lap

100
C. PENGUKURAN DENYUT NADI

Nilai
No Kriteria
0 1 2 3
1 Letakkan tangan pasien yang akan diperiksa dalam
keadaan rileks
2 Gunakan jari telunjuk dan tengah untuk meraba
arteri radialis
3 Hitung frekuensi denyut nadi selama 1 menit

D. PENGUKURAN LAJU NAFAS

Nilai
No Kriteria 0 1 2 3
1 Letakkan tangan pasien yang akan diperiksa dalam
keadaan rileks
2 Gunakan jari telunjuk dan tengah untuk meraba
arteri radialis (tanpa memberi tahu pasien kalua
frekuensi nafas sedang dihitung)
3 Hitung gerakan nafas selama 1 menit. Gerakan naik
dan turun pada perut (pasien laki-laki) atau dada
(pasien perempuan) dihitung satu frekuensi nafas

E. PENUTUP

Nilai
No Kriteria
0 1 2 3
1 Hasil observasi dicatat pada form yang sesuai
2 Jelaskan kepada pasien bahwa asesmen telahselesai

3 Cuci tangan
4 Hasil pemeriksaan disimpulkan

Keterangan skor :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tapi tidak benar2 =
dilakukan dengan benar
3 = dilakukan dengan benar dan sempurna

101
MODUL 01b FISIOLOGI KONTRAKSI OTOT

A. Kompetensi Akhir
Setelah menyelesaikan modul ini, Anda mampu :
1. Mengidentifikasi otot yang berperan dalam kontraksi isotonik dan isometrik.
2. Menguji resistensi terhadap kecepatan kontraksi.
3. Mendemonstrasikan rekruitmen unit motor.
4. Menentukan muscle fatigue.

B. Pendahuluan
Sistem muskular berperan dalam pergerakan bagian tubuh, menjaga postur,
membangkitkan panas, dan menstabilkan persendian. Berdasarkan karakteristik lokasi,
bentuk sel, komponen jaringan ikat dan kontraksi otot dapatdiklasifikasikan menjadi otot
rangka, jantung, dan polos. Pengetahuan mengenai struktur-fisiologi kontraksi otot
penting dalam terapi fisik dan kinesiologi.

C. Alat dan Bahan


Alat tulis, barbel

D. Prosedur
Identifikasi Kontraksi Isometrik dan Isotonik

1. Lakukan gerakan sebagaimana yang diperagakan pada pranala : .


https://www.youtube.com/watch?v=fYZw5xyeVuc
2. Lakukan gerakan sebagaimana yang diperagakan pada pranala :
https://www.youtube.com/watch?v=u8iEAGwYNQs
3. Identifikasi otot apa yang berperan dalam masing-masing gerakan tersebut
!
4. Dengan menyertakan alasan, tentukan mana yang termasuk dalam
kontraksi isometrik dan isotonik !

Efek Resistensi terhadap Kontraksi

1. Istirahatkan pergelangan tangan dengan meluruskan pergelangan searah


dengan telapak tangan menghadap ke atas
2. Dengan menggunakan tiga atau empat barbel yang berbeda bobot, ambil

102
barbel dengan bobot terkecil, angkat hingga posisi pergelangan dalam keadaan
menekuk. Posisi siku menempel pada permukaan meja tempat mengangkat barbel.
Jangan gunakan usaha maksimum.
3. Dengan posisi yang sama pada tahap sebelumya, angkat kembali barbel
dengan bobot yang berbeda secara bergantian.
4. Nyatakan hasil yang diperoleh dalam bentuk hubungan antara kecepatan
kontraksi dengan resistensi.

Rekrutmen Unit Motorik pada Kontraksi

1. Istirahatkan pergelangan tangan dengan meluruskan pergelangan searah


dengan telapak tangan menghadap ke atas
2. Dengan menggunakan barbel yang berbeda bobot, ambil barbel dengan
bobot 2.25 kg (atau benda dengan bobot lain yang setara). Tekukkan
lengan dengan usaha minimum yang dibutuhkan untuk mengangkat barbel
tersebut
3. Ulangi tahap kedua beberapa kali dengan meningkatkan gaya kontraksi
setiap mengangkat barbel. Pada ulangan terakhir, angkat barbel dengan
gaya maksimum.
4. Nyatakan hasil yang diperoleh dalam istilah rekrutmen unit motor.

Kelelahan Otot

1. Berdiri tegak dan pegang barbel dengan bobot 2.25 kg pada tangan yang
paling dominan digunakan
2. Lakukan abduksi pada bahu sehinnga bagian anggota pergelangan atas
sejajar dengan lantai. Catat waktu awal sebagai t0. Tahan posisi tersebut
semampu yang Anda bisa.
3. Ketika bagian pergelangan atas mulai menekuk dan Anda mulai merasa
kesulitan untuk menjaga posisi tetap paralel terhadap lantai, ubah posisi
Anda dengan memindahkan lengan secara anterior sehingga menghadap
ke depan namun dengan posisi yang paralel terhadap lantai. Catat waktu
ketika mengubah posisi.
4. Bahas mengapa sesudah dalam periode tertentu, Anda tidak mampu
menjaga posisi pergelangan atas tetap paralel terhadap lantai, namun

103
masih dapat memindahkan barbel ke posisi anterior ?
5. Ulangi prosedur di atas untuk tangan yang tidak dominan digunakan. Catat
hasil percobaan pada Tabel 1

Tabel 1. Hasil Perbandingan Dominansi Pergelangan Tangan Pasca Kelelahan

Waktu (Menit, Detik)


Pergelangan
Awal Perubahan Selesai
Tangan
Posisi
Sisi dominan
Sisi nondominan

E. Pertanyaan
1. Jelaskan mekanisme kontraksi otot !
2. Jelaskan mekanisme kelelahan otot dan mekanisme tubuh untuk
mengembalikan ke keadaan homeostasis !

Daftar Pustaka
Allen, C. dan V. Harper. 2011. Laboratory Manual For Anatomy and Physiology.
Fourth Edition. John Wiley & Sons : Florida. hal. 173-179

Sarikas, S. N. 2015. Visual Anatomy & Physiology Laboratory Manual.


Pearson : Boston. hal. 223-229

104
DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN TANDA VITAL

A. PENDAHULUAN

Nilai
No Kriteria 0 1 2 3
1 Persilakan pasien untuk duduk dengan rileks
2 Perkenalkan diri Anda kepada pasien (termasuk
nama dan peran Anda)
3 Konfirmasi nama dan tanggal lahir/usia pasien
4 Secara singkat jelaskan prosedur kepada pasien
dengan bahasa yang mudah bagi pasien
5 Peroleh persetujuan pasien untuk mencatat hasil
pengamatan
6 Cuci tangan dengan sabun
7 Tanyakan jika pasien mengalami nyeri sebelum
proses dilakukan
8 Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan

B. PENGUKURAN SUHU TUBUH (AKSILA)

Nilai
No Kriteria
0 1 2 3
1 Bersihkan termometer dengan tisu
ATAU
Cuci termometer dengan air dingin jika disimpan
dalam desinfektan dan bersihkan dengan tisu/lap
bersih
2 Ujung termometer yang tumpul dipegang dengan
ibu jari dan jari kedua
3 Kibaskan termometer hingga permukaan air raksa
berada di angka 350C
4 Buka lengan pasien dan bersihkan secara rotasi
keringat pasien dengan menggunakan tisu/lap
5 Tempatkan ujung termometer yang berisi air raksa
pada apeks fossa aksilaris kiri dengan sendi bahu
aduksi maksimal
6 Turunkan lengan dan silangkan lengan bawah
pasien ke atas dada
7 Tunggu 15 menit kemudian lakukan pembacaan
dengan posisi termometer tegak lurus, setinggi
pandangan mata, tanpa menyentuh sisi ujung air
raksa
8 Angkat termometer dan bersihkan secara rotasi
daerah pengukuran dengan menggunakan tisu/lap

105
C. PENGUKURAN DENYUT NADI

Nilai
No Kriteria
0 1 2 3
1 Letakkan tangan pasien yang akan diperiksa dalam
keadaan rileks
2 Gunakan jari telunjuk dan tengah untuk meraba
arteri radialis
3 Hitung frekuensi denyut nadi selama 1 menit

D. PENGUKURAN LAJU NAFAS

Nilai
No Kriteria 0 1 2 3
1 Letakkan tangan pasien yang akan diperiksa dalam
keadaan rileks
2 Gunakan jari telunjuk dan tengah untuk meraba
arteri radialis (tanpa memberi tahu pasien kalua
frekuensi nafas sedang dihitung)
3 Hitung gerakan nafas selama 1 menit. Gerakan naik
dan turun pada perut (pasien laki-laki) atau dada
(pasien perempuan) dihitung satu frekuensi nafas

E. PENUTUP

Nilai
No Kriteria
0 1 2 3
1 Hasil observasi dicatat pada form yang sesuai
2 Jelaskan kepada pasien bahwa asesmen telahselesai

3 Cuci tangan
4 Hasil pemeriksaan disimpulkan

Keterangan skor :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tapi tidak benar2 =
dilakukan dengan benar
3 = dilakukan dengan benar dan sempurna

106
MODUL 06
SISTEM SARAF DAN INDRA

A. Kompetensi Akhir

Setelah menyelesaikan modul ini, Anda mampu :


1. Mendemonstrasikan refleks yang bermakna secara klinis
2. Mengilustrasikan proses fisiologis indra dan saraf yang terlibat
3. Menentukan akuitas visual dan astigmatisma
4. Menentukan buta warna.
5. Menentukan tuli konduksi dan sensorineural.
6. Menentukan kesetimbangan melalui uji Gait.
7. Menentukan pengaruh tekstur, bau, dan temperatur terhadap rasa
8. Mendemonstrasikan adaptasi olfaktori

B. Pendahuluan
Sistem saraf berperan dalam homeostasis tubuh melalui sinyal elektrik, menyediakan
sensasi, fungsi luhur dan respons emosional serta aktivasi otot serta kelenjar. Panca
indra berfungsi sebagai respons terhadap berbagai jenis stimulus energetik yang
mencakup penglihatan, pendengaran, kesetimbangan, bau, dan rasa. Pemahaman
mengenai indria berguna dalam menentukan kondisi klinis pasien juga berperan dalam
aspek biofarmasi dan sistem penghantaran obat.

C. Alat dan Bahan


Cotton swab, diagram astigmatisma, diagram Snellen, es batu, kartu akuitas visual
Snellen, kapas, plat Ishihara, garpu tala, palu refleks, sampel makanan, sampel minyak
atsiri, stopwatch, tusuk gigi

D. Prosedur

Uji refleks
Anda diminta untuk menyaksikan tayangan mengenai pemeriksaan refleks fisiologis
pada tautan berikut : https://www.youtube.com/watch?v=VJ9PlPRXV5g. Selain itu,
melalui pustaka, Anda diminta membaca tentang refleks plantar, korneal dan siliospinal.
Setelah Anda menyaksikan tayangan atau membaca pustaka,
tuliskan prosedur pengujian. Selanjutnya, demonstrasikan prosedur tersebut dan
bahas hasilnya lebih lanjut.

107
Uji akuitas visual
1. Minta subjek berdiri dengan jarak 6 m dari diagram Snellen yang dipasang
di area dengan cahaya cukup. Tutup mata kiri dengan tangan.
2. Minta subjek membaca huruf dari baris terkecil tanpa mengintip . Jika
subjek secara tepat membaca sebagian besar huruf, minta subjek untuk
membaca huruf selanjutnya pada baris yang lebih kecil
3. Catat angka yang tertera pada baris dengan huruf terkecil yang bisa dibaca
dengan baik. Ulangi prosedur dengan mata kanan ditutup.

Uji astigmatisma
1. Tutup mata kanan, lihat bagian tengah diagram astigmatisma (Gambar 1)
2. Jika seluruh garis terlihat tajam dan gelap maka Anda tidak memiliki
astigmatisma. Jika beberapa garis terlihat lebih atau kurang terang
dibandingkan garis yang lain Anda memiliki astigmatisma
3. Tutupi mata kiri dan ulangi prosedur. Catat hasil yang diperoleh

Gambar 1. Diagram astigmatisma

108
Uji buta warna
1. Perhatikan Gambar 2 (a) dan (b) untuk menentukan apakah subjek
memiliki buta warna merah-hijau

Gambar 2. Plat Ishihara no. 7 (a) dan 16 (b)


2. Catat jumlah mahasiswa dalam kelompok Anda yang memiliki penglihatan
normal, buta warna hijau, buta warna merah, dan buta warna total.

Uji Weber
1. Minta subjek duduk dengan kepala tegak dan menghadap ke depan
2. Getarkan garpu tala dan letakkan di tengah kening subjek
3. Tanyakan subjek apakah suara yang terdengar sama di kedua telinga atau
lebih keras di satu bagian telinga. Tentukan tuli konduksi dan sensorineural
yang terjadi

Uji Rinne
1. Minta subjek duduk dengan kepala tegak dan menghadap ke depan
2. Getarkan garpu tala dan letakkan pada prosesus mastoid
3. Katakan pada subjek untuk memberitahu Anda apabila suara sudah tidak
dapat didengar kembali. Secara cepat getarkan garpu tala dengan telinga
subjek untuk menguji konduksi udara. Tentukan apakah terjadi tuli
konduksi

109
Uji kesetimbangan Gait
1. Dengan mata terbuka, berjalanlah perlahan dengan kaki menyilang ke
depan pada suatu lintasan lurus tanpa kehilangan keseimbangan. Minta
subjek lain untuk mencatat waktu yang dibutuhkan untuk berjalan sekitar 6
m.
2. Ulangi tahap 1 beberapa kali, berjalan lebih cepat setiap waktu. Catat
waktu yang dibutuhkan. Hentikan percobaan hingga Anda kehilangan
kesetimbangan
3. Ulangi tahap 1 dan 2 dengan mata tertutup. Catat hasil yang diperoleh.

Uji pengaruh olfaksi, tekstur dan temperatur terhadap rasa


1. Minta objek duduk dengan menutup mata dan menahan nafas
2. Dengan menggunakan wadah, ambil makanan yang telah disediakan.
Subjek diperkenankan untuk melihat makanan yang akan diuji. Dalam
pemberian makanan menggunakan tusuk gigi
3. Untuk tiap-tiap uji, letakkan sedikit makanan dalam mulut subjek dan minta
subjek untuk mengidentifikasi makanan dengan urutan sebagai berikut :
manipulasi makanan dengan lidah, kunyah makanan, jika dengan kedua
tahapan tersebut belum teridentifikasi, kunyah dengan hidung terbuka.
Catat hasil yang diperoleh
4. Ulangi prosedur dengan sebelumnya subjek mengulum es.

Uji adaptasi olfaktori


1. Letakkan beberapa tetes minyak peppermint (atau senyawa lain dengan
bau yang kuat) pada cotton swab.
2. Duduk dengan kedua mata tertutup dan tutup hidung kiri
3. Letakkan cotton swab di bawah lubang hidung kanan yang terbuka. Hirup
secara normal melalui hidung dan keluarkan melalui mulut
4. Minta subjek lain untuk mencatat waktu yang dibutuhkan hingga bau
menghilang. Catat hasil yang diperoleh.
5. Ulangi prosedur 1-4 dengan senyawa lain pada lubang hidung yang sama
6. Ulangi prosedur 1-4 dengan kedua senyawa pada lubang hidung yang
berbeda

110
E. Pertanyaan
1. Jelaskan mekanisme pembangkitan potensial aksi !
2. Jelaskan prinsip dasar pemeriksaan refleks dan interpretasinya !
3. Jelaskan perbedaan saraf simpatik dan parasimpatik !

Daftar Pustaka
Allen, C. dan V. Harper. 2011. Laboratory Manual For Anatomy and
Physiology.
Fourth Edition. John Wiley & Sons : Florida. hal. 366-368, 373-374, 378

Marieb, E. N., S. J. Mitchell, dan L. A. Smith. 2014. Human Anatomy &


Physiology Laboratory Manual. Tenth Edition.Pearson : Boston. hal. 400-402

Sarikas, S. N. 2015. Visual Anatomy & Physiology Laboratory Manual.


Pearson :Boston. hal. 294, 308-309

72
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASI III
BAGIAN FARMAKOLOGI, FARMASI KLINIS DAN
KOMUNITAS
(Bidang Farmasi Klinis)

DISUSUN OLEH :

1. apt. Yoga Dwi Saputra, S.Farm., M.Pharm.Sci. (Koordinator)


2. apt. Mahacita Andanalusia, S.Farm., M.Farm

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

73
MATERI 1
PENGENALAN RESEP DAN DISKUSI

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan modul ini, Anda diharapkan mampu :
Melakukan skrinning resep dasar sediaan berbentuk solid melalui serangkaian
praktikum sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di fasilitas
kesehatan.

B. Pendahuluan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat,
pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta
pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional.
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian dan pelayanan Resep;
dispensing; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; Pelayanan
Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); Pemantauan Terapi Obat
(PTO); dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Menurut Permenkes No 72 tahun 2016 Resep adalah permintaan tertulis
dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper
maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku. Umumnya resep ditulis dalam bahasa latin.
Jika tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter
penulis resep tersebut. Resep ditulis dalam bahasa latin :
1. Bahasa universal, bahasa mati, bahasa medical science
2. Menjaga kerahasiaan
3. Menyamakan persepsi (dokter dan apoteker)

74
Kelengkapan Resep
Dalam resep harus memuat :
1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek serta hari praktek dan jam praktek, bila
ada nomor telepon.
2. Nama kota serta tanggal resep tersebut ditulis.
3. Superscriptio : tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil.
4. Inscriptio : nama obat yang diberikan dan jumlahnya. Apabila obat yang
diminta berupa racikan maka terdapat :
a. Remedium cardinale atau obat pokok, dapat terdiri dari satu atau lebih
bahan obat.
b. Remedium adjuvans yaitu bahan yang membantu bahan obat pokok,
tidak selalu ada dalam resep racikan.
c. Corrigens yaitu bahan yang digunakan untuk memperbaiki rasa, bau, atau
warna (corrigens saporis, odoris, dan coloris).
d. Vehiculum atau constituents yaitu bahan pembawa atau pelarut misalnya
air pada sediaan larutan.
5. Subscriptio : cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, ditulis
mfla
(misce fac lege artis) yang berarti campur dan buatlah sesuai dengan aturan.
6. Signatura : aturan pakai, umumnya ditulis dengan singkatan latin.
7. Pro : nama penderita yang merupakan identitas penderita, sebaiknya
dilengkapi
umur dan berat badan terutama untuk bayi dan anak-anak serta alamat
penderita.
8. Tanda tangan atau paraf dokter : untuk menjadikan suatu resep otentik,
sedangkan obat-obat narkotika harus dilengkapi tanda tangan dokter.

Istilah Latin dalam Penulisan Resep


1. R/ : Recipe : Ambillah
2. CITO: segera
3. Urgent = Statim: penting
4. PIM (periculum in mora): berbahaya bila ditunda
5. m.f.l.a : misce fac lege artis : buat menurut seni (meracik obat)
6. gtt : guttae : tetes
7. d. in. dim : da in dimidiu : berilah separonya

75
8. b. in. d : bis in die : 2 x sehari
9. s. d. d : semel de die : 1 x sehari
10. b. d. d : bis de die : 2 x sehari
11. aa : ana : tiap-tiap
12. s.p.r.n : signa pro re nata : jika perlu
13. o. m : omni mane : tiap pagi
14. o.n : omni nocte : tiap malam
15. hs : hora somni : sebelum tidur
16. pulv. adsp : pulvis adspersorius : bedak tabur
17. pill : pillula : pil
18. pot : potio : minuman
19. N. I : Ne iteretur : tidak boleh diulang
20. s. u. c : signa usus cognotus : tandailah pemakaian diketahui
21. u. e : usus externus : pemakaian luar

C. Alat Dan Bahan


1. Resep dokter (Disediakan saat praktikum)
2. Alat Tulis
3. Form skrining administratif kelengkapan resep
4. Buku Pustaka MIMS/ISO bisa juga aplikasi online
5. Copy Resep

D. Prosedur Kerja
1. Tulislah ulang resep yang anda dapatkan
2. Isilah checklist formulir skrining administrative kelengkapan resep
3. Buatlah Copy resep sesuai instruksi dosen pengampu praktikum

76
MATERI 2
Telaah Resep Sediaan Solid

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan modul ini, Anda diharapkan mampu :
Melakukan skrinning resep dasar sediaan berbentuk solid melalui serangkaian
praktikum sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di fasilitas
kesehatan.

B. Pendahuluan
Sediaan padat adalah sediaan yang mempunyai bentuk dan tekstur yang
padat serta kompak. Sediaan solida ini mempunyai bermacam-macam bentuk.
Beberapa contoh sediaan padat adalah tablet, kapsul dan puyer/serbuk.
1. Tablet
Menurut Farmakope Indonesia (ed IV) tablet adalah sediaan padat
yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet
cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan masa
serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam cetakan. Tablet kempa
dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja (tahan karat).
Bentuk tablet rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, dapat
ditambahkan bahan tambahan atau tanpa bahan tambahan. Bahan
tambahan dapat berupa bahan pengisi, penghancur, pengikat, pelicin,
pelincir dan pembasah. Tujuan utama penggunaan obat sediaan tablet
adalah penghantaran obat ke lokasi kerja dengan dosis yang cukup,
kecepatan kerja yang sesuai dan lama kerja yang sudah ditentukan serta
beberapa kriteria lainnya.
2. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut. lain mempunyai bentuk dan warna yang
menarik, capsul dapat digunakan untuk bahan-bahan obat :
a. Mempunyai rasa yang sangat pahit seperti Kloramfenikol,
Erythromycin.
b. Mempunyai bau yang tidak enak seperti minyak ikan, Chloralhidras.
c. Jika kerja obat diinginkan pada usus halus misalnya obat cacing.

77
d. Memiliki profil sediaan lepas lambat
Kekurangan sediaan bentuk capsul tidak dapat diberikan kepada pasien
yang tidak dapat menelan obat (capsul, tablet).

3. Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau pemakaian luar.
Keuntungan sediaan serbuk sebagai obat dalam:
a. Karena mempunyai luas permukaan yang luas, serbuk lebih mudah
terdispersi dan lebih mudah larut daripada bentuk sediaan yang
dipadatkan.
b. Dapat diberikan pada anak anak atau orang dewasa yang sukar
menelan kapsul atau tablet.
c. Untuk obat yang terlalu besar volumenya bila untuk dibuat tablet atau
capsul.
d. Untuk obat- obat yang tidak stabil jika diberikan dalam bentuk larutan
atau suspense dalam air dapat dibuat serbuk atau granul

C. Alat Dan Bahan


1. Resep dokter (Disediakan saat praktikum) yang berisi sediaan solid
2. Alat Tulis
3. Form skrining administratif kelengkapan resep
4. Buku Pustaka MIMS/ISO bisa juga aplikasi online
5. Etiket Biru dan Putih
6. Copy Resep

D. Prosedur Kerja
1. Tulislah ulang resep yang anda dapatkan
2. Isilah checklist formulir skrining administrative kelengkapan resep
3. Buatlah Copy resep sesuai instruksi dosen pengampu praktikum
4. Buatlah etiket untuk resep yang didapatkan

78
MATERI 3
Telaah Resep Sediaan Semisolid

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan modul ini, Anda diharapkan mampu :
Melakukan skrining resep dasar sediaan berbentuk semisolid melalui
serangkaian praktikum sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di
fasilitas kesehatan.

B. Pendahuluan
Sediaan semisolid merupakan sediaan berbentuk setengah padat yang
biasanya digunakan untuk penggunaan topical. Bentuk Sediaan Obat
Setengah Padat (Semi solid) seperti salep, gel, pasta, krim, dan lain
sebagainya. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok (Farmakope Indonesia III); salep
adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir (Farmakope Indonesia IV). Pasta adalah sediaan setengah
padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk
pemakaian topikal (Farmakope Indonesia IV).
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam
minyak (A/M) atau minyak dalam air (M/A). Gel merupakan sediaan setengah
padat yang tersusun atas dispersi partikel anorganik kecil atau molekul organik
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika masa gel terdiri dari jaringan partikel
kecil yang terpisah, digolongkan sebagai sistem dua fase (gel aluminium
hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari terdispersi relatif
besar disebut magma (misalnya magma bentonit). Baik gel maupun magma
dapat berupa tiksotropik, membentuk semi padat jika dibiarkan dan menjadi
cair pada pengocokan. Jadi sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan
untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket

79
C. Alat Dan Bahan
1. Resep dokter (Disediakan saat praktikum) yang berisi sediaan semisolid
2. Alat Tulis
3. Form skrining administratif kelengkapan resep
4. Buku Pustaka MIMS/ISO bisa juga aplikasi online
5. Etiket Biru dan Putih
6. Copy Resep

D. Prosedur Kerja
1. Tulislah ulang resep yang anda dapatkan
2. Isilah checklist formulir skrining administrative kelengkapan resep
3. Buatlah Copy resep sesuai instruksi dosen pengampu praktikum
4. Buatlah etiket untuk resep yang didapatkan

80
MATERI 4
Telaah Resep Sediaan Liquid

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan modul ini, Anda diharapkan mampu :
Melakukan skrinning resep dasar sediaan berbentuk liquid melalui serangkaian
praktikum sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di fasilitas
kesehatan.

B. Pendahuluan
Sediaan obat dalam bentuk cairan terdapat dalam beberapa jenis
tergantung pada tujuan penggunaan sediaan cair tersebut. Beberapa istilah
obat dalam bentuk cairan sebagai berikut :
1. Lotio adalah obat cair yang digunakan untuk obat luar dengan cara
dioleskan. Contoh : Caladin lotion, Caladryl lotion.
2. Solutio adalah larutan yang mengandung satu jenis zat terlarut. Solutio
dapat berupa obat dalam maupun obat luar. Contoh : Rivanol solutio,
Etanol 70%, Betadine solutio.
3. Mixtura : adalah larutan yang mengandung lebih dari satu jenis zat terlarut.
Mixtura dapat berupa obat dalam maupun obat luar contoh : OBH, Benadryl
sirup dan Kalpanax (obat luar).
4. Potio ( obat minum ) adalah sediaan obat cair yang digunakan secara oral
bentuk dapat berupa emulsi, solutio, mixtura, suspensi, sirup dan elixir.

C. Alat Dan Bahan


1. Resep dokter (Disediakan saat praktikum) yang berisi sediaan semisolid
2. Alat Tulis
3. Form skrining administratif kelengkapan resep
4. Buku Pustaka MIMS/ISO bisa juga aplikasi online
5. Etiket Biru dan Putih
6. Copy Resep

D. Prosedur Kerja
1. Tulislah ulang resep yang anda dapatkan
2. Isilah checklist formulir skrining administrative kelengkapan resep
3. Buatlah Copy resep sesuai instruksi dosen pengampu praktikum
4. Buatlah etiket untuk resep yang didapatkan

81
Nama : Kelas :
NIM : Kelompok :

FORMULIR PELAYANAN RESEP


Cheklist
No Uraian Keterangan
Kelengkapan
I.Kajian Administrasi
1. Nama pasien
2. Umur pasien
3. Jenis Kelamin
4. Berat badan
5. Tinggi badan
6. Nama dokter
7. No SIP
8. Alamat dokter
9. Paraf dokter
10. Ruang/ unit asal resep
II. Kajian Farmasetik
1. Nama obat

2. Bentuk obat

3. Kekuatan sediaan

4. Dosis obat

5. Jumlah obat

6. Stabilitas

7. Aturan dan cara


penggunaan

82
Nama : Kelas :
NIM : Kelompok :
Etiket dan Copy Resep

Etiket Obat

83
Copy Resep

84
Daftar Pustaka

Allen Jr., L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding, 2nd Edition, American Pharmaceutical Association,
Washington. American Pharmacist Association, 2015, Drug Information
Handbook, Lexi-Comp, United States.

Anief, M., 2005, Ilmu Meracik Obat-Teori dan Praktik, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta. Hendriati, 2013, Compounding dan Dispensing, Graha
Ilmu, Yogyakarta.

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), 2016, Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia,
PT ISFI Penerbitan, Jakarta.

Marriott, J.F., et al, 2022, Pharmaceutical Compounding and Dispensing,


Pharmaceutical Press, United Kingdom.

Tatro, D.S., et al., 2015, Drug Interaction Facts, Facts and Comparisons, St. Louis.

Nila Farid M., 2017, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta

85
PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASI III
BAGIAN FARMAKOLOGI, FARMASI KLINIS DAN
KOMUNITAS
(Bidang Komunitas)

DISUSUN OLEH :

1. apt. Yoga Dwi Saputra, S.Farm., M.Pharm.Sci. (Koordinator)


2. apt. Mahacita Andanalusia, S.Farm., M.Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
86
PRAKTIKUM 1
IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN

A. Tujuan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi secara
global

B. Dasar Teori
Kesehatan didalam hidup seseorang merupakan hal yang penting, namun
banyak orang masih belum menyadari bahwa begitu pentingnya kesehatan
didalam kehidupannya. Masyarakat memiliki hak didalam memperoleh
pelayanan kesehatan hal ini didasarkan UUD 1945 yang tercantum didalam
pasal 28 ayat 1. Untuk itu diperlukan suatu tindakan yang harus diambil dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah salah satunya
dengan promosi kesehatan.
Promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan seseorang untuk
mengendalikan dan meningkatkan kesehatannya (WHO, 1986). Definisi ini
berarti upaya promosi kesehatan membutuhkan kegiatan pemberdayaan
masyarakat sebagai bentuk untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi
kesehatan, baik perorangan, maupun masyarakat. Pada praktikum farmasi III,
mahasiswa melakukan promosi kesehatan dalam bentuk simulasi pengabdian
masyarakat, berupa penyuluhan di lingkungan civitas akademika.
Langkah dalam Perencanaan Penyuluhan Promosi Kesehatan antara lain
mengenal masalah, masyarakat, dan wilayah. Tindakan yang dilakukan
pertama kali oleh penyuluh adalah melakukan pengumpulan data tentang
berbagai hal yang diperlukan, baik untuk kepentingan perencanaan maupun
data awal sebagai pembanding penilaian.
1. Mengenal Masalah
Untuk dapat mengenal masalah, kegiatan yang dilakukan di antaranya :
a. Mengenal program yang akan ditunjang dengan penyuluhan
b. Mengenal masalah yang akan ditanggulangi oleh program tersebut.
Misalnya program mengenal gejala dini penyakit DHF seperti demam,
kepala pusing, sendi terasa ngilu dan lemas, masalah yang akan
ditanggulangi adalah risiko syok yang berakibat pada ancaman
kematian pada pasien.

87
c. Pelajari masalah tersebut serta kenali dari segi perilakunya. Pelajari
pengertian, sikap, dan tindakan apa dari individu, kelompok atau
masyarakat yang menyebabkan masalah tersebut
2. Mengenal Masyarakat
Program penyuluhan ini adalah untuk masyarakat, maka pada tahap
perencanaan penyuluhan yang harus sudah terkaji pada masyarakat adalah
sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk, berapa jumlah penduduknya, bagaimana dengan
kelompok-kelompok khusus yang beresiko seperti ibu hamil, ibu
menyusui, lansia, dan lainnya.
b. Keadaan sosial budaya dan ekonomi masyarakat, bagaimana dengan
tingkat pendidikan masyarakat (apakah masih ada yang tak bias baca
tulis), norma masyarakat setempat, adakah tantangan sehubungan
dengan prilaku yang diharapakan, pola kepemimpinan yang terapkan
adakah kelompok-kelompok yang berpengaruh, hubungan yang satu
dengan yang lainnya (siapa yang berpengaruh dalam mengambil
keputusan di masyarakat termasuk keluarga). pola partisipasi
masyarakat setempat dan organisasi sosial yang ada, serta tingkat
ekonomi masyarakat setempat (mata pencaharian).
c. Pola komunikasi di masyarakat, bagaimana informasi disebarluaskan di
masyarakat, siapa sebagai sumber informasi, pusat-pusat penyebaran
informasi (warung, arisan, jamaah-jamah yasinan, tahlil, atau lainnya),
serta saluran komunikasi yang ada di masyarakat (radio, surat kabar,
pengeras suara, dan lain- lainnya).
d. Sarana apa saja yang dimiliki masyarakat, baik sebagai individu maupun
masyarakat secara keseluruhan yang bisa dipergunakan oleh mereka
untuk perubahan prilaku yang diharapkan.
3. Mengenal Wilayah
Program bisa dilaksanakan dengan baik jika yang melaksanakan program
tersebut mengetahui benar situasi lapangan. Berikut ini dua hal pengkajian
yang perlu dilakukan dalam mengenal wilayah:
a. Lokasinya, apakah terpencil (tidak berbatasan dengan desa lain),
apakah daerahnya datar atau pegunungan apakah ada jalur transpor
umum dan lainnya.

88
b. Sifatnya, kapan musim hujan, kemarau panjang, daerah kering/gersang
atau cukup sumber air, sering banjir, pasang surut, apakah daerah
perbatasan, dan lainnya.

C. Indikator Belajar
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengidentifikasi situasi masalah kesehatan
2. Menyusun latar belakang terjadinya suatu masalah kesehatan
3. Mengidentifikasi kondisi masyarakat dan wilayah tempat masalah
kesehatan

D. Kegiatan Praktikum
1. Mahasiswa mencari masalah kesehatan yang terjadi secara global yang
terdapat dilingkungan sekitarnya.
2. Mahasiswa mengangkat satu judul masalah kesehatan untuk dilakukan
promosi kesehatan.
3. Mahasiswa menganalisis latar belakang terjadinya masalah kesehatan
4. Mahasiswa membuat identifikasi masalah kesehatan, masyarakat dan
wilayah.

89
PRAKTIKUM 2

MEMBUAT PROGRAM DAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN

A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menyusun program promosi kesehatan
2. Mahasiswa mampu menentukan media yang paling sesuai untuk
digunakan
3. Mahasiswa mampu membuat media promosi kesehatan

B. Dasar Teori
Metode Promosi Kesehatan dapat digolongkan berdasarkan Teknik
Komunikasi, Sasaran yang dicapai dan Indera penerima dari sasaran promosi.
1. Metode penyuluhan langsung.
Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka
dengan sasaran. Termasuk di sini antara lain : kunjungan rumah,
pertemuan diskusi (FGD), pertemuan di balai desa, pertemuan di
Posyandu, dll.
2. Metode penyuluhan tidak langsung.
Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap
muka dengan sasaran, tetapi ia menyampaikan pesannya dengan
perantara (media). Umpamanya publikasi dalam bentuk media cetak,
melalui pertunjukan film, dsb
3. Metode “Kombinasi”. Dalam hal ini termasuk : Demonstrasi cara (dilihat,
didengar, dicium,diraba dan dicoba).
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh
komunikator, baik melalui media cetak, elektronika (berupa radio, TV,
komputer dan sebagainya) dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat
meningkatkan pengetahuannya yang kemudian diharapkan menjadi
perubahan pada perilaku ke arah positif di bidang kesehatan (Notoatmodjo,
2010).

Media promosi kesehatan dibagi menjadi 3 macam, yaitu:


1. Media cetak
2. Media elektronik
3. Media luar ruangan

90
Sedangkan bentuk media yang digunakan untuk promosi kesehatan pun
bermacam-macam, di antaranya:
1. Leaflet, poster, audio visual, flipchart, booklet, buku saku
2. Sms broadcast
3. Media social
4. Permainan, seperti permainan engklek, ular tangga, puzzle, kartu
bergambar
5. Seni, contohnya lagu, jathilan, wayang gantung, besutan
6. Khotbah

C. Indikator Belajar
1. Menentukan materi promosi kesehatan
2. Menyusun program promosi kesehatan
3. Membuat media promosi kesehatan

D. Kegiatan Praktikum
1. Mahasiwa menyusun materi yang akan disampaikan melalui media
2. Mahasiswa menyusun program promosi kesehatan
3. Mahasiswa menentukan media untuk promosi kesehatan
4. Mahasiswa menuangkan materi yang telah ditentukan ke dalam media
5. Mahasiswa mampu membuat model media promosi kesehatan

91
PRAKTIKUM 3

PENYULUHAN KESEHATAN

A. Tujuan
Mahasiswa dapat mempresentasikan hasil materi dan media promosi
kesehatan

B. Dasar Teori
Penyuluh sebagai kominikator dalam sebuah penyuluhan adalah orang
yang tugasnya menyampaikan pesan, apakah itu pesan membangun dalam
artian lebih umum ataupun pesan yang sifatnya pribadi untuk mengubah
perilaku. Keterampilan berkomunikasi merupakan salah faktor yang melekat
pada diri seorang penyuluh. Metode penyuluhan yang digunakan merupakan
cara dan prosedur yang dilakukan penyuluh dalam menyampaikan pesan
kepada sasaran agar terjadi perubahan perilaku sesuai tujuan yang ingin
dicapai.

C. Indikator Belajar
Setelah menyelesaikan praktikum, mahasiswa diharapkan mampu untuk
melakukan penyuluhan kesehatan (simulasi) di lingkungan civitas akademika

D. Kegiatan Praktikum
1. Mahasiswa mempresentasikan hasil pembuatan materi promosi kesehatan
di hadapan kelompok lainnya dan dosen pengampu praktikum
2. Mahasiswa melakukan dokumentasi pelaksanaan praktikum

92
REFERENSI

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


WHO. 1986. Ottawa Charter for Health Promotion (International Conference on
Health Promotion).

93
LAPORAN PRAKTIKUM PROMOSI KESEHATAN

Laporan diketik pada kertas A4, font Times News Roman, 12 pt., spasi 1.5
dengan memuat komponen berikut:

1. Halaman depan
Berisi judul, logo fakultas, nama kelompok, nama dosen pengampu, dan
identitas institusi.
2. Daftar Isi
3. BAB I, LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
4. BAB II, SASARAN DAN ANALISIS SITUASI
A. Sasaran
B. Analisis Situasi
1. Identifikasi wilayah
2. Identifikasi masyarakat
3. Identifikasi masalah
5. Rancangan Pelaksanaan
A. Metode
B. Rencana Kegiatan
C. Rencana waktu pelaksanaan kegiatan (Berisi hari, tanggal, dan
tempat pelaksanaan kegiatan)
6. Hasil dan Realisasi Kegiatan
A. Bentuk kegiatan, waktu dan tempat kegiatan promosi kesehatan
B. Metode Penyuluhan
C. Perserta atau partisipan Masyarakat sasar
D. Tinjauan hasil yang dicapai
7. Referensi
8. Materi
9. Media
10. Dokumentasi

94

Anda mungkin juga menyukai