Anda di halaman 1dari 29

Diantara hal yang kerap kali terjadi polemik adalah

pelaksanaan puasa arafah ketika adanya perbedaan


penetapan waktu wukuf di Arafah yang diputuskan oleh
pemerintah Saudi Arabia dengan penetapan hari arafah
yang diputuskan pemerintah di negeri kita sehingga timbul
pertanyaan apakah puasa arafah ini mengikuti waktu
wukuf di Saudi Arabia atau mengikuti kepeutusan
pemerintah? Jawabannya adalah tetap mengikuti
penetapan hari arafah yang di putuskan pemerintah,
dengan alasan alasan sebagai berikut :
[1] Setiap negeri punya mathla' hilal masing masing,
maka bisa jadi antara negara Saudi Arabia dan indonesia
kadang terjadi perbedaan ru'yah hilal, bahkan jika
mendungpun misalnya sehingga tidak tampak hilal, maka
hal ini dianggap tidak adanya hilal dan wajib
menggenapkan bulan sebelumnya menjadi 30 hari.
[2] Sudah terjadi sejak zaman para sahabat
perbedaan awal bulan karena perbedaan waktu terlihatnya
hilal, Dasarnya adalah :

1
ِ ‫ت ا ْْلا ِر‬
َّ ‫ بَ َعثَ ْتهُ إِ ََل ُم َعا ِويَةَ ِِب‬،‫ث‬
،‫لش ِام‬ َ َ ‫ض ِل بِْن‬ ٍ ْ‫َع ْن ُك َري‬
َّ ‫ أ‬،‫ب‬
ْ ‫َن أ َُّم الْ َف‬
‫اجتَ َها‬
َ ‫ت َح‬
ُ ‫ض ْي‬
َ ‫ فَ َق‬،‫ام‬
َ ‫الش‬ ُ ‫ فَ َق ِد ْم‬:‫ال‬
َّ ‫ت‬ َ َ‫ق‬
Dari Kuraib : Bahwasanya dahulu Ummu Fadhl menyuruh
Kuraib menemui Muawiyah di negeri Syam, untuk
menyelesaikan urusan. Maka akupun tiba di Syam, Setelah
selesai urusan
َّ‫ ُُث‬،‫ت ا ْْلََِل َل ل َْي لَةَ ا ْْلُ ُم َع ِة‬ ُ ْ‫ فَ َرأَي‬،‫لش ِام‬
َّ ‫ضا ُن َوأ َََن ِِب‬َ ‫استُ ِه َّل َعلَ َّي َرَم‬ ْ ‫َو‬
ِ ‫اس ر‬ ِ ِ ‫ت الْم ِدينَةَ ِِف‬ ِ
‫ض َي‬ َ ٍ َّ‫ فَ َسأَل َِِن َع ْب ُد هللا بْ ُن َعب‬،‫لش ْه ِر‬ َّ ‫آخ ِر ا‬ َ ُ ‫قَد ْم‬
‫ َم ََت َرأَيْ تُ ُم ا ْْلََِل َل؟‬:‫ال‬
َ ‫ ُُثَّ ذَ َك َر ا ْْلََِل َل فَ َق‬،‫هللاُ َع ْن ُه َما‬
Kuraib melihat hilal ramadan malam jumat di negeri Syam,
Kemudian setibanya di Madinah, Ibnu Abbas -radhiyallahu
anhuma- bertanya kepada Kuraib “Kapan kamu melihat
hilal?”.

ُ‫ َوَرآه‬،‫ نَ َع ْم‬:‫ْت‬
ُ ‫ت َرأَيْ تَهُ؟ فَ ُقل‬ َ ‫ فَ َق‬،‫ َرأَيْ نَاهُ ل َْي لَةَ ا ْْلُ ُم َع ِة‬:‫ْت‬
َ ْ‫ أَن‬:‫ال‬ ُ ‫فَ ُقل‬
،ُ‫ام ُم َعا ِويَة‬ َ‫ص‬َ ‫ص ُاموا َو‬ َ ‫ َو‬،‫َّاس‬ُ ‫الن‬
Kuraib menjawab," malam Jumat.” “Kamu melihatnya
sendiri?”, tanya Ibnu Abbas. “Ya, saya melihatnya dan
penduduk negeriku melihatnya.
‫وم َح ََّت نُ ْك ِم َل‬ ِ ‫الس ْب‬ ِ ‫ ل‬:‫ال‬
ُ ‫ص‬ُ َ‫ال ن‬
ُ ‫ فَ ََل نَ َز‬،‫ت‬ َّ َ‫َكنَّا َرأَيْنَاهُ ل َْي لَة‬ َ ‫فَ َق‬
َ ِ‫ثَََلث‬
ُ‫ني أ َْو نَ َراه‬

2
Mereka puasa dan Muawiyah pun puasa.” Jawab Kuraib.
Ibnu Abbas menjelaskan,“Kalau kami melihatnya malam
Sabtu. Kami terus berpuasa, hingga kami selesaikan selama
30 hari atau kami melihat hilal Syawal.”
َ ‫صيَ ِام ِه؟ فَ َق‬
‫ ََل َه َك َذا أ ََم َرََن‬:‫ال‬ ِ ‫ أَو ََل تَ ْكتَ ِفي بِرْؤي ِة معا ِويةَ و‬:‫ْت‬
َ َ َُ َ ُ َ ُ ‫فَ ُقل‬
‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫رس‬
َ ‫ول هللا‬ َُ
Kuraib bertanya lagi, “Mengapa kalian tidak mengikuti
rukyah Muawiyah dan puasanya Muawiyah ldi negeri
Syam)?” Jawab Ibnu Abbas, “Tidak, seperti inilah yang
diperintahkan oleh Rasulullah  kepada kami.” (1)
[3] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
menerangkan bahwa ru’yatul hilal suatu negara tidak
berlaku bagi negara lain yang memiliki perbedaan waktu
terbitnya hilal (ikhtilaful matholi’) :
ِ َّ ‫ال ِِف َع ْه ِد‬ ٍ ‫َوا ْْلُ َّجةُ فِ ِيه أ َََّن نَ ْعلَ ُم بِيَ ِق‬
َ ‫الص َحابَة َوالتَّابِ ِع‬
‫ني‬ َ ‫ني أَنَّهُ َما َز‬
ِ ِ ‫يُ َرى ا ْْلََِل ُل ِِف بَ ْع‬
‫ض‬ َ ‫صا ِر ال ُْم ْسل ِم‬
ٍ ‫ني بَ ْع َد بَ ْع‬ َ ‫ض أ َْم‬
“Hujjah didalamnya adalah Kita tahu dengan yakin
semenjak zaman sahabat dan tabi'in, telah terlihat hilal di
sebagian negara kaum muslimin setelah terlihat di Negara
lainnya (yaitu terjadi perbedaan hari dari terlihatnya hilal).

1
(HR. Muslim 1087).

3
ِ َّ ِ َ َ‫فَِإ َّن َه َذا ِم ْن ْاْل ُُموِر ال ُْم ْعت‬
َ ‫ادة ال ِِت ََل تَ ْبد‬
‫يل َْلَا َوََل بُ َّد أَ ْن يَ ْب لُغَ ُه ْم‬
َّ ‫َب ِِف أَثْ نَ ِاء‬
‫الش ْه ِر‬ ََُ‫اْل‬
ْ
Karena ini merupakan perkara biasa yang tidak
tergantikan. Dan pasti akan sampai kabar ditengah bulan
(akan perbedaan hilal mereka dengan hilal yang terlihat di
hijaz).
ِ ‫ت ِِهَم ُهم تَتَ وفَّر َعلَى الْب ْح‬
‫ث‬ َ ‫ب َعلَْي ِه ْم الْ َق‬ ِ
َ ُ َ ْ ُ ْ َ‫ضاءُ لَ َكان‬ ُ ‫فَ لَ ْو َكانُوا ََي‬
‫اْل ْس ََلِم‬
ِْ ‫ان‬ ِ ‫َعن رْؤيتِ ِه ِِف سائِ ِر ب ْل َد‬
ُ َ َُ ْ
Kalau memang wajib bagi mereka untuk mengqodo' maka
tentu mereka bersemangat untuk mencari tahu munculnya
hilal di seluruh negara kaum muslimin,
ِ‫ث َعن رْؤيتِ ِه ِِف ب لَ ِده‬
ِ ‫َكتَ وفُّ ِرَها َعلَى الْب ْح‬
َ َُ ْ َ َ
sebagaimana semangat mereka untuk melihat hilal di
negara mereka.
‫ت َوِمثْ ُل َه َذا ل َْو َكا َن لَنُِق َل‬
ِ ‫ض َاَن‬ َّ ‫ضاءُ يَ ْكثُ ُر ِِف أَ ْكثَ ِر‬
َ ‫الرَم‬ َ ‫َولَ َكا َن الْ َق‬
Dan tentu pula akan banyak terjadi qodo di sebagian besar
bulan Ramadhan. Hal seperti ini, kalau seandainya terjadi,
tentu akan dinukilkan.
‫اس يَ ُد ُّل‬ ُ ‫َص َل لَهُ َو َح ِد‬
ٍ َّ‫يث ابْ ِن َعب‬ ْ ‫َول ََّما ََلْ يُ ْن َق ْل َد َّل َعلَى أَنَّهُ ََل أ‬
.‫َعلَى َه َذا‬

4
Tatkala tidak dinukilkan (kalau mereka mengqodo) maka
ini menunjukkan perkara ini tidak ada asalnya. Dan hadits
Ibnu Abbas menunjukkan akan hal ini” (2)
[4] Ibadah ijtima'iyyah (bersama) semisal puasa,
lebaran, dan berkurban itu penetapan waktunya nya
haruslah penguasa dan bukan kelompok apalagi
perorangan serta dilakukan bersama orang banyak.
Ibnu Umar  berkata :
ِ ‫رسول‬
ِِ ‫هللا صلَّى هللاُ علَ ِيه وسلَّ َم‬
‫أّن‬ َ ‫فأخَبت‬
ُ ‫اْلَلل‬
َ ‫َّاس‬
ُ ‫تراءَى الن‬
ِ
‫بصيام ِه‬ ‫َّاس‬
َ ‫صامه وأمر الن‬
َ َ‫رأيتُه ف‬
“Manusia pada saling melihat hilal maka akupun
mengkabarkan kepada nabi  bahwa aku telah melihatnya
maka beliau  pun berpuasa dan memerintahkan manusia
untuk berpuasa” (3)
Nabi  bersabda
‫ض ُّحو َن‬ ْ َ‫ومو َن َوال ِْفط ُْر يَ ْو َم تُ ْف ِط ُرو َن َواْل‬
َ ُ‫ض َحى يَ ْو َم ت‬ ُ‫ص‬ ُ َ‫الص ْو ُم يَ ْو َم ت‬
َّ
"Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa,
hari raya Idul Fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian
berhari raya, dan Idul Adha ditetapkan tatkala mayoritas
kalian beridul Adha.” (4)
Imam Tirmidzi berkata,

2
(Majmu’ Fatawa 25/108)
3
(HR Abu Dawud : 2342, Ad Darimi : 1691, Ibnu majah : 3447)
4
(HR. Tirmidzi no. 697. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani).

5
َّ ‫ال َّإَّنَا َم ْع ََن َه َذا أ‬
‫َن‬ َ ‫ض أ َْه ِل ال ِْعل ِْم َه َذا ا ْْلَ ِد‬
َ ‫يث فَ َق‬ ُ ‫س َر بَ ْع‬ َّ َ‫َوف‬
ِ ‫اع ِة َو َع ِظ ِيم الن‬
‫َّاس‬ َ ‫الص ْو َم َوال ِْفط َْر َم َع ا ْْلَ َم‬
َّ
"Sebagian ulama menafsirkan hadits ini dengan
mengatakan bahwa makna hadits ini berpuasa dan berhari
raya bersama al jama’ah dan mayoritas manusia”. (5)
[5] Puasa hari arofah tidaklah harus identik dengan
bertepatannya dengan peristiwa wukuf di arofah , karena
yang di maksud oleh hadits puasa hari arofah adalah
sekedar menunjukan hari yang ke-9 bulan Dzulhijjah,
sebagaimana hari ke-8 dzulhijjah dinamakan hari tarwiyah,
hari ke-10 dinamakan hari nahar, hari ke-11 sampai 13
dzulhijjah dinamakan hari tasyriq, hal ini sebagaimana
kebiasaan orang arab menamakan sesuatu waktu kepada
peristiwanya
[6] Al-Khirosyi rahimahullah berkata :
‫ار بَِق ْولِ ِه َوغَ ِْْيهِ ِم ْن‬ ِ ِِ
ُ ‫وراءَ) َهذه ال َْم َواس ُم ال ُْم َش‬ َ ‫(و َع َرفَةَ َو َعا ُش‬
َ
ُ‫الص ْو ُم َوغَ ْْيُه‬
َّ ‫ث‬ ُ ‫ف َش ْعبَا َن َم ْو ِس ٌم ِم ْن َح ْي‬ ْ ِ‫وراءُ َون‬
ُ ‫ص‬ ِ
َ ‫ َو َعا ُش‬،‫ال َْم َواس ِم‬
‫ب فِ ِيه‬ ِ
ُ َ‫ِمَّا يُطْل‬
“Hari Arofah dan Asyura sebagaimana yang disebutkan
adalah salah satu dari musim-musim ibadah. Jika ditinjau
dari sisi puasa maka Hari Asyura’ dan Nisfu Sya’ban dan

5
(Bustanul Ahbar mukhtashar Nailul Authar 2/70)

6
yang lainnya adalah musim ibadah yang dituntut untuk
berpuasa dan ibadah lainnya pada musim tersebut.
‫الش ْر ِع ُّي َوََلْ يُ ِر ْد‬
َّ ‫الزَم ُن ال ُْمتَ َعلِِ ُق بِ ِه ا ْْلُ ْك ُم‬
َّ ‫اس ُم ََجْ ُع َم ْو ِس ٍم‬
ِ ‫والْمو‬
ََ َ
‫وف‬ِ ُ‫ضع الْوق‬ ِ ِ
ُ َ ‫ب َع َرفَةَ َم ْو‬
Mawasim itu bentuk jamak dari Mausim (musim) artinya
waktu yang terkait dengan suatu hukum syariat. Bukanlah
yang dimaksud dengan lafal "Arofah" adalah tempat wukuf,

َ ‫ َوأ ََر‬،‫َّاس ُع ِم ْن ِذي ا ْْلِ َّج ِة‬


َ ‫اد بِ َعا ُش‬
َ‫وراء‬
ِ ‫اد بِ ِه َزمنَهُ و ُهو الْي وم الت‬
ُ ْ َ َ َ َ َ ‫بَ ْل أ ََر‬
‫اش َر ِم ْن ال ُْم َح َّرِم‬
ِ ‫الْي وم الْع‬
َ َ َْ
akan tetapi yang dimaksud adalah waktunya, yaitu waktu
wukufnya 9 Dzulhijjah dan hari ‘Asyuro adalah hari ke 10
dari bulan muharram" (6)
[7] Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
‫َو َسلَّ َم قَ ْوله‬ ‫اَّللُ َعلَْي ِه‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ِ ‫اب َر ُس‬ ِ ‫َص َح‬ ِ ‫ف ََن‬
َ ‫اَّلل‬ ْ ‫س م ْن أ‬ٌ َ َ‫ا ْختَ ل‬
‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صلَّى‬ ِ ‫ِِف‬
ِِ ِ‫ص ْوم الن‬
َ ‫َّب‬ َ
"Para Shabat Nabi  berbeda pendapat terkait sabdanya
dalam puasa (arafah) nya Nabi  (apakah nabi 
berpuasa atau tidak di Arafah)

6
(Syarh Mukhtashor Al-Kholil 2/234)

7
ِ
ً َ‫ص ْو َم يَ ْوم َع َرفَةَ َكا َن َم ْع ُروفًا ِع ْن َد ُه ْم ُم ْعت‬
‫ادا َْلُ ْم ِِف‬ َّ ‫َه َذا يُ ْش ِع ُر ِِب‬
َ ‫َن‬
‫ض ِر‬
َ َ‫ا ْْل‬
Ini mengisyaratkan bahwasanya puasa hari Arofah adalah
perkara yang dikenal di sisi para sahabat, mereka terbiasa
melakukannya ketika tidak bepergian.

َ َ‫استَ نَ َد إِ ََل َما أَلَِفهُ ِم َن ال ِْعب‬


ِ‫ادة‬
ْ ‫صائِ ٌم‬
َ ُ‫َن َم ْن َج َزَم ِِبَنَّه‬
َّ ‫َوَكأ‬
Seakan-akan sahabat yang memastikan bahwasanya Nabi
berpuasa bersandar pada kebiasaan Nabi yang suka
beribadah.
‫ت ِع ْن َدهُ قَ ِرينَةُ َك ْونِِه ُم َسافِ ًرا‬
ْ ‫صائٍِم قَ َام‬ ُ ْ َ‫َوَم ْن َج َزَم ِِبَنَّهُ غ‬
َ ‫ْي‬
Dan sahabat yang memastikan bahwa Nabi tidak berpuasa
berdalil adanya indikasi Nabi sedang safar" (7)
Padahal kita tahu bahwa Rasulullah  hanya sekali
menunaikan ibadah haji yaitu haji wadaa'. Dan pada saat
Rasulullah haji, beliau tidak berpuasa di hari Arofah.
Di sisi lain, Rasulullah  dan para sahabat sudah
terbiasa puasa di hari Arofah, ini berarti puasa mereka
dilakukan sebelum tahun 10 Hijriyah, meskipun tidak ada
muslim yang wukuf di padang Arofah.
Ketika Rasulullah  dan para sahabatnya terbiasa
puasa hari Arofah ternyata tidak ada seorang muslimpun
yang wukuf di Arofah. Ini menunjukan bahwa penamaan
puasa Arofah berkaitan dengan waktu 9 Dzulhijjah dan

7
(Fathul Baari 6/268)

8
bukan pada tempat padang Arofah dimana para jama'ah
haji sedang wukuf di situ.
[8] Rasulullah  bersabda tentang penentuan awal
ramadan:
‫ فَِإ ْن غُ َّم َعلَْي ُك ْم‬,‫ َوإِ َذا َرأَيْ تُ ُموهُ فَأَفْ ِط ُروا‬,‫وموا‬
ُ‫ص‬ ُ َ‫إِ َذا َرأَيْ تُ ُموهُ ف‬
ُ‫فَاقْ ُد ُروا لَه‬
“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian
melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup,
maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (8)
Karena munculnya hilal di negara-negara itu
berbeda beda waktunya, maka masing negara merujuk
hasil rukyah masing- masing yang berbeda dan itulah
perintah Nabi 
[9] Sejak dulu dan ini sudah berulang-ulang sekian
lama, terjadinya perbedaan tanggal antara satu negara
dengan negara yang lain disebabkan perbedaan waktu
munculnya hilal, dan dipastikan berita wukuf di Arafah
tidak akan sampai ke negeri lain kecuali setelah berhari-
hari, atau berpekan-pekan, bahkan berbulan- bulan, karena
terkendalanya alat komunikasi yang belum canggih seperti
sekarang, dan Allah maha mengetahui kondisi seperti ini,
dan ternyata Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mengoreksi
perbedaan tanggal ini karena memang ini tidak perlu

8
( HR. Bukhari no. 1906 dan Muslim no. 1080).

9
disoal, dan syariat dulu dengan sekarang ini berlaku sama,
meskipun sekarang alat komunikasi sudah canggih.
Kita tahu bahwa anjuran untuk puasa Arofah
berlaku bagi seluruh kaum muslimin di belahan bumi
manapun. Sejak lebih dari seribu tahun lalu, kaum
muslimin telah tersebar di berbagai penjuru dunia dan
mereka belum memiliki alat komunikasi yang cepat untuk
menyampaikan berita ke seluruh wilayah seperti akhir-
akhir ini.
Nah, kalaulah puasa Arofah itu harus menyesuaikan
dengan saat wukufnya jamaah haji di Arofah, berarti harus
ada penentuan awal bulan Dzulhijjah yang disebarluaskan
ke seluruh wilayah kaum muslimin dan menjadi patokan
dalam penentuan saat wukuf di Arofah.
Pertanyaannya : Mungkinkah hal ini diterapkan
sebelum ditemukannya sarana transportasi dan
komunikasi yang cepat, yang bisa menyampaikan berita ke
ribuan kilometer dalam hitungan kurang dari 9 hari?
Kalaulah hal ini masih mungkin untuk diketahui oleh
mereka yang tinggal di jazirah Arab, maka bagaimana
halnya dengan mereka yang tinggal di Afrika Utara,
Andalusia, India, Persia, dan negaranegara yang terletak
sangat jauh dari Kota Makkah? Konsekuensinya, mengikuti
pendapat yang mengacu kepada wihdatulmatholi’
(kesamaan munculnya hilal) berkonsekuensi hilangnya
kesempatan untuk mengamalkan puasa Arofah dan puasa-
puasa sunnah lainnya bagi mereka yang berada jauh dari
pusat pemerintahan karena mereka akan terlambat
mendapatkan berita tentang hari-hari tersebut (andaipun

10
memang berita tersebut ada yang menyampaikan kepada
mereka secara berantai); dan ini tidak selaras dengan sifat
ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Nah, berangkat dari logika sederhana tersebut,
penerapan pendapat ta’addud almatholi’ (setiap negara
berhak melihat hilal sendiri) adalah lebih relevan bagi
kaum muslimin sejak dahulu di manapun dan kapan pun,
khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah-daerah
terpencil yang tidak mendapatkan akses informasi dan
komunikasi yang memadai.
[10] Mengikuti hilal lokal, dan kalender negeri
masing-masing itu lebih memudahkan kaum muslimin
dalam pelaksanaan ibadah mereka , dan lebih menyatukan
umat, apalagi Nabi  menganjurkan supaya masyarakat
berpuasa dengan cara bersamaan, tidak berbeda- beda,
Rasulullah  bersabda;

ْ َ‫ َواْل‬،‫الفط ُْر يَ ْو َم تُ ْف ِط ُرو َن‬


‫ض َحى يَ ْو َم‬ ِ ‫ و‬،‫الصوم ي وم تَصومو َن‬
َ ُ ُ َ ْ َ ُ ْ َّ
‫ض ُّحو َن‬
َ ُ‫ت‬
“Puasa itu dilakukan pada hari ketika masyarakat berpuasa.
Berhari raya (Idul Fitri) dilakukan ketika masyarakat
berhari raya Idul Fitri, dan hari raya Idul Adha itu
dilaksanakan ketika masyarakat berhari raya Idul Adha.”
(9)
[11] Sudah dimaklumi bahwa hilal itu bisa berbeda-
beda waktu munculnya di negara- negara yang berbeda,

9
(HR. Tirmidzi no. 697)

11
jika puasa arafah harus mengikuti waktu wukuf di arafah,
maka tidak berlaku hadits berikut;
ِ‫س ِمن َشع ِره‬ ِ َ ‫اد أَح ُد ُكم أَ ْن ي‬ ِ
َ ْ َّ َ‫ض ِح َى فََلَ ََي‬ ُ ْ َ َ ‫إِ َذا َد َخلَت ال َْع ْش ُر َوأ ََر‬
‫َوبَ َش ِرهِ َش ْي ًئ‬
“Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah
seorang di antara kalian ingin berkurban, maka janganlah
ia memotong rambut kepala dan rambut badannya
(diartikan juga: kuku) sedikit pun juga.” (10)
Karena larangan yang disebut dalam hadits berlaku
jika sudah terlihat hilal Dzulhijjah, maka demikian pula
untuk puasa Arafah berpatokan pada hilal lokal yang
terlihat dan bukan pada waktu pelaksanaan wukuf.
[12] Kalau terjadi perbedaan pendapat atau
perselisihan antara ahlul ilmi (para ulama) maka solusinya
adalah kembalikan kepada Allah dan Rasul (Alquran dan
Assunnah).
Allah Ta'ala berfirman,
ِ ‫الر ُس‬ َِّ ‫ناز ْعتم ِِف َشي ٍء فَ ردُّوهُ إِ ََل‬
‫ول‬ َّ ‫اَّلل َو‬ ُ ْ ْ ُ َ َ‫فَِإ ْن ت‬
Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya). (An-Nisa: 59).
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,

10
(HR. Muslim no. 1977)

12
ِ ‫الر ُس‬ َِّ ‫از ْعتم ِِف َشي ٍء فَردُّوهُ إِ ََل‬
‫ال‬
َ َ‫ول} ق‬ َّ ‫اَّلل َو‬ ُ ْ ْ ُ َ َ‫ {فَِإ ْن تَن‬:ُ‫َوقَ ْولُه‬
.‫اَّلل َو َسنَ ِة َر ُسولِ ِه‬
َِّ ‫اب‬ِ َ‫ إِ ََل كِت‬:‫َي‬ ِ َّ ‫اح ٍد ِمن‬
ْ ‫ أ‬:‫السلَف‬ َ
ِ ‫اه ٌد وغَ ْْي و‬
َ ُ َ َ‫ُُم‬
ِ
Menurut Mujahid dan bukan hanya seorang dari kalangan
ulama Salaf, yang mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah mengembalikan hal tersebut kepada
Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam
‫فِ ِيه ِم ْن‬ ‫َّاس‬ ٍ َِّ ‫وه َذا أَمر ِمن‬
َّ ‫ ِِب‬،‫ َع َّز َو َج َّل‬،‫اَّلل‬
ُ ‫ع الن‬ َ ‫َن ُك َّل َش ْيء تَنَ َاز‬ َ ٌْ َ َ
‫اب‬ ِ ‫ال‬
ِ َ‫ْكت‬ َ ِ‫ع ِِف َذل‬
‫ك إِ ََل‬ ِ ‫ول ال ِِدي ِن وفُر‬
ُ َ‫وع ِه أَ ْن يَ ُر َّد التَّن‬ ِ ‫ُص‬
َ ‫از‬ ُ َ ُ‫أ‬
،‫السن َِّة‬
ُّ ‫َو‬
Hal ini merupakan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala
yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang
diperselisihkan di antara manusia menyangkut masalah
pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya
perselisihan mengenainya itu dikembalikan kepada
penilaian Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
َِّ ‫ {وما ا ْخت لَ ْفتم فِ ِيه ِمن َشي ٍء فَح ْكمه إِ ََل‬:‫ال تَع َاَل‬
}‫اَّلل‬ ُُ ُ ْ ْ ْ ُ َ ََ َ َ َ‫َك َما ق‬
ِ َِّ ‫] فَما ح َكم بِ ِه كِتاب‬10:‫[الشورى‬
ُ‫اَّلل َو ُسنَّةُ َر ُسول ِه َو َش ِه َدا لَه‬ ُ َ َ َ َ َ ُّ
َ ‫ َوَما َذا بَ ْع َد ا ْْلَِِق إََِّل الض‬،ُّ‫لص َّح ِة فَ ُه َو ا ْْلَق‬
‫ََّل ُل‬ ِِ ‫ِِب‬
Sebagaimana firman Allah  “Apa saja yang kalian
perselisihkan maka keputusannya dikembalikan kepada

13
Allah”. Maka apa saja yang Allah tetapkan dalam al Quran
atau Nabi Nya dalam sunnahnya yang shahih maka dialah
kebenaran dan tidak ada setelah kebenaran kecuali
kesesatan (11)
Dan Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

ُّ ‫ َو‬.‫اَّلل َو ُسن َِّة َر ُسولِ ِه‬


ُ‫الر ُجوع‬ َِّ ‫اب‬ ِ َ‫َّحا ُكم إِ ََل كِت‬
ُ َ ‫ الت‬:‫َي‬ ِ ‫ْي} أ‬ ٌْ ‫ك َخ‬َ ِ‫{ذَل‬
ِ ْ َ‫ِِف ف‬
}‫َح َس ُن ََتْ ِويَل‬
ْ ‫{وأ‬
َ ‫ْي‬ ٌْ ‫ص ِل النِ َز ِاع إِل َْي ِه َما َخ‬
(Hal itu lebih baik) Yakni menyerahkan keputusan kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta kembali (merujuk)
kepada keduanya dalam menyelesaikan perselisihan
pendapat merupakan hal yang lebih utama (dan lebih baik
akibatnya). (An-Nisa: 59). (12)
[13] Jika perbedaan pendapat antara ulama tersebut
karena ijtihad masing-masing yang berlandaskan dalil-dalil
yang ada dan tidak menyelisihi ijma, seperti menentukan
awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha, maka
PENGUASALAH yang memutuskannya diantara
perselisihan atau perbedaan pendapat yang ada. Bukan
kepada individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi masyarakat.
[14] Imam Al Qarrafi Rahimahullah berkata,
‫ف َويَ ْرِج ُع‬ َ ‫اْلََِل‬ ِ ‫َن ح ْكم ا ْْلاكِ ِم ِِف مسائِ ِل ِاَلجتِ َه‬
ْ ‫اد يَ ْرفَ ُع‬ ْ ََ َ َ ُ َّ ‫ا ْعلَ ْم أ‬
‫ْي فُ ْت يَاهُ بَ ْع َد ا ْْلُ ْك ِم‬ ِ ِ ‫ف َعن م ْذ َهبِ ِه لِم ْذ َه‬ِ
َُّ َ‫ب ا ْْلَاك ِم َوتَتَ غ‬ َ َ ْ ُ ‫ال ُْم َخال‬
11
(Tafsir Ibnu katsir 2/354)
12
(Tafsir Ibnu Katsir 2/346).

14
Ketahuilah, bahwa keputusan HAKIM (PEMERINTAH)
dalam masalah yang masih diijtihadkan adalah
menghilangkan perselisihan, dan hendaknya orang
menyelisihi ruju ‘ (kembali) dari pendapatnya kepada
PENDAPAT HAKIM dan dia mengubah fatwanya setelah
keluarnya keputusan hakim. (13)
[15] Syaikh Khalid bin Abdullah Muhammad Al
Mushlih hafizhahullah berkata,
ِ ‫ت أَ َّن فِ ْي ِه م ْع‬
َ ْ‫ني ِبُ ْك ٍم تَ َرى أَن‬ ِ
،ً‫صيَّة‬ َ َ ْ ‫ل أَ ْم ِر الْ ُم ْسل ِم‬
ُّ ِ‫فَِإذَا َح َك َم َو‬
‫ك‬َ ‫اعتُهُ َوََل إِ ُْثَ َعلَْي‬
َ َ‫ك ط‬ َ ‫ب َعلَْي‬ ِ ِ ِْ ‫والْمسأَلَةُ ِمن مسائِ ِل‬
ُ ‫اْل ََلف فَ يَج‬ ََ ْ َْ َ
َ ‫اْلََِل‬
‫ف‬ ْ ‫ِْلَ َّن ُح ْك َم ا ْْلَاكِ ِم يَ ْرفَ ُع‬
Jika PEMIMPIN kaum muslimin sudah menetapkan sebuah
ketentuan dengan keputusan hukum yang menurut Anda
ada maksiat di dalamnya, padahal masalahnya adalah
masalah yang masih diperselisihkan, maka wajib bagi Anda
untuk tetap taat kepadanya, dan itu tidak berdosa bagi
Anda, karena jika hakim sudah memutuskan sesuatu maka
keputusan itu menghilangkan perselisihan. (14)
[16] Imam Abul Hasan As Sindi rahimahullah
berkata,

13
(Anwarul Buruq fi Anwa’il Furuq, 3/334)

14
(Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, 5/16)

15
‫س‬ ِ ِ ِ ‫َن َه ِذهِ ْاْلُمور لَي‬ َّ ‫َن َم ْعنَاهُ أ‬
َّ ‫اهر أ‬ ِ َّ‫والظ‬
َ ‫س ل ْْل َحاد ف َيها َد ْخل َول َْي‬ َ ْ ُ َ
‫اعة َوََِيب َعلَى‬ ِْ ‫َْلُ ْم التَّ َف ُّرد فِ َيها بَ ْل ْاْل َْمر فِ َيها إِ ََل‬
َ ‫اْل َمام َوا ْْلَ َم‬
َ ‫اعهم لِ ِْْل َم ِام َوا ْْلَ َم‬
‫اعة‬ ِِ
ْ َ‫ْاْل َحاد اتِب‬
Jelasnya, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-
perkara semacam ini (menentukan awal Ramadhan, Idul
Fithri dan Idul Adha) keputusannya bukanlah di tangan
INDIVIDU. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya
sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini
dikembalikan kepada PEMIMPIN (imam) dan mayoritas
umat Islam.
‫ادته يَ ْن بَ ِغي أَ ْن ََل‬ ِْ ‫َحد ا ْْلََِلل َوَر َّد‬
َ ‫اْل َمام َش َه‬ َ ‫َو َعلَى َه َذا فَِإ َذا َرأَى أ‬
َ ‫يَثْ بُت ِِف َح ِقه َش ْيء ِم ْن َه ِذهِ ْاْل ُُمور َوََِيب َعلَْي ِه أَ ْن يَ ْت بَع ا ْْلَ َم‬
‫اعة‬
‫ك‬َ ِ‫ِِف َذل‬
Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti
penguasa dan mayoritas umat Islam. Maka jika ada
seseorang yang melihat hilal namun penguasa menolak
persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap
persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti
mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (15)
[17] Syaikh Al Albani rahimahullah berkata,

15
(Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, 3/431).

16
ِ َّ‫الن‬
‫اس‬ ‫ِت ِم ْن غَ َاي ِتَا َتْ ِم ْي ُع‬ َّ ِ َّ ‫لش ِريْ َع ِة‬
ْ ِ ‫الس ْم َحة ال‬ َّ ‫الَلئِ ُق ِِب‬ َّ ‫َو َه َذا ُه َو‬
‫ْاْل َر ِاء‬ ‫اد ُه ْم َع ْن ُك ِِل َما يُ َف ِِر ُق ََجْ َع ُه ْم ِم َن‬
ُ ‫ص ُف ْوفِ ِه ْم َوإِبْ َع‬ ِ
ُ ‫َوتَ ْوح ْي ُد‬
‫الْ َف ْرِديَِّة‬
Inilah yang sesuai dengan syariat (Islam) yang toleran,
yang diantara misinya adalah mempersatukan umat
manusia, menyatukan barisan mereka serta menjauhkan
mereka dari segala pendapat pribadi yang memicu
perpecahan.
‫ص َو ًاِب ِ ِْف ِو ْج َه ِة نَظَ ِرهِ ِ ِْف‬ ِ
َ ‫ي الْ َف ْرد َولَ ْو َكا َن‬ َ ْ‫الش ِريْ َعةُ َرأ‬
َّ ‫َب‬َُ َ‫فََلَ تُ ْعت‬
ِ َّ ‫اعيَّ ٍة َك‬ِ ‫ادةِ ََج‬ ِ
َ ‫ص ََلةِ ا ْْلَ َم‬
‫اع ِة‬ ِ
َ ‫الص ْوم َوالتَّ ْعيِْيد َو‬ َ َ َ‫عب‬
Syariat ini tidak mengakui pendapat pribadi meski menurut
yang bersangkutan benar dalam ibadah yang bersifat
kebersamaan seperti; shaum, Id, dan shalat berjamaah.

َ ‫صلِِ ْي بَ ْع‬
َ‫ض ُه ْم َوَراء‬
ِ
َ ُ‫الص َحابَةَ َرض َي هللاُ َع ْن ُه ْم َكا َن ي‬َّ ‫أَََل تَ َرى أَ َّن‬
‫الدِم ِم ْن‬
َّ ‫ج‬ ْ ُ‫س الْ َم ْرأَةِ َوالْع‬
َ ‫ض ِو َو ُخ ُرْو‬ َّ ‫ض َوفِ ْي ِه ْم َم ْن يَ َرى أَ َّن َم‬ٍ ‫بَ ْع‬
‫ض ْوِء‬
ُ ‫ض الْ ُو‬ ِ ِ‫نَ َواق‬
Tidakkah engkau melihat bahwa sebagian shahabat
Radhiallahu ‘Anhum shalat bermakmum di belakang
shahabat lainnya, padahal sebagian mereka ada yang
berpendapat bahwa menyentuh wanita, menyentuh

17
kemaluan, dan keluarnya darah dari tubuh termasuk
pembatal wudhu,
‫الس َف ِر َوِم ْن ُه ْم َم ْن‬
َّ ‫ك َوِم ْن ُه ْم َم ْن يُتِ ُّم ِ ِْف‬
َ ِ‫َوِم ْن ُه ْم َم ْن ََل يَ َرى َذل‬
ِ ‫ي ْق‬
‫ص ُر‬ ُ
sementara yang lainnya tidak berpendapat demikian?!
Sebagian mereka ada yang shalat secara sempurna dalam
safar dan diantara mereka pula ada yang mengqasharnya.
ِ‫الص ََلة‬ ِْ ‫فَ لَم ي ُكن ا ْختِ ََلفُ ُهم َه َذا وغَ ْْيهُ لِيمنَ َع ُهم ِمن‬
َّ ‫اَل ْجتِ َم ِاع ِ ِْف‬ َ ْ َْ ُ َ ْ ْ َْ
ِ
ِْ ‫اح ِد و‬
.‫اَل ْعتِ َد ِاد ِبَا‬ َ ‫اْل َم ِام الْ َو‬
ِْ َ‫َوَراء‬
Namun perbedaan ini dan yang lainnya tidaklah
menghalangi mereka untuk melakukan shalat berjamaah di
belakang seorang imam dan tetap berkeyakinan bahwa
shalat tersebut sah.
ِ ‫ف ِ ِْف بَ ْع‬
‫ض‬ ِْ ‫ك لِ ِع ْل ِم ِهم ِِبَ َّن التَّ َف ُّر َق ِِف ال ِِديْ ِن َشر ِمن‬
ِ ‫اَل ْختِ ََل‬ َ ِ‫َو َذل‬
َ ْ ْ
‫ْاْل َر ِاء‬
Hal itu karena adanya pengetahuan mereka bahwa
bercerai-berai dalam urusan agama lebih buruk daripada
sekedar berbeda pendapat.
‫ف لَِرأْ ِي‬ ِ ِ‫اْل ْعتِ َد ِاد ِِب َّلرأْ ِي الْم َخال‬
ُ ِْ ‫ض ِه ْم ِ ِْف َع َدِم‬ ِ ‫ولََق ْد ب لَ َغ ْاْلَ ْمر بِب ْع‬
َ ُ َ َ
‫اْ ِْل َم ِام ْاْلَ ْعظَمِ ِ ِْف الْ ُم ْجتَ َم ِع ْاْلَ ْك ََِب َك ِم ََن إِ ََل َح ِِد تَ ْر ِك الْ َع َم ِل بَِرأْيِ ِه‬

18
Bahkan sebagian mereka mendahulukan PENDAPAT
PENGUASA daripada pendapat pribadinya pada saat
berkumpulnya manusia seperti di Mina.
َّ ‫ك الْ ُم ْجتَ َم ِع فِ َر ًارا ِِمَّا قَ ْد يَ ْن تَ ُج ِم َن‬
ِ َ‫الش ِِر بِ َسب‬
‫ب‬ َ ِ‫إِطْ ََلقًا ِ ِْف َذل‬
‫الْ َع َم ِل بَِرأْيِ ِه‬
Hal itu semata-mata untuk menghindari kesudahan buruk
(terjadinya perpecahan) bila dia tetap mempertahankan
pendapatnya. (16)
[18] Fatwa para ulama :

َ‫ف يَ ْو ُم َع َرفَة‬َ َ‫ني َرِحَهُ هللاُ َع َّما إِ َذا ا ْختَ ل‬ َّ ‫ُسئِ َل‬
َ ْ ‫الش ْي ُخ ابْ ُن عُثَ ْي ِم‬
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َ‫نَت ْي َجةً َل ْخت ََلف الْ َمنَاط ِق الْ ُم ْختَل َفة ِ ِْف َمطَال ِع ا ْْل ََل ِل فَ َه ْل ن‬
‫ص ْو ُم‬
ِ ْ ‫ص ْو ُم تَبع ُرْؤيَةَ ا ْْلََرَم‬ ِ َّ ِ
‫ني ؟‬ ْ ِ ‫تَبع ُرْؤيَة الْبَ لَد ال‬
ُ َ‫ِت َْن ُن ف ْي َها أَ ْم ن‬
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya
terkait dengan perbedaan hari Arafah karena perbedaan
daerah akan terbitnya hilal, maka apakah kita berpuasa
dengan mengikuti rukyahnya negara yang kita berada di
dalamnya atau kita berpuasa mengikuti rukyahnya Al
Haramain ?
ِ َ‫ ه َذا ي بَن َعلَى ا ْختَِل‬: ‫ضي لَته بَِقولِ ِه‬
‫ َه ْل‬: ‫ف أَ ْه ِل الْ ِع ْل ِم‬ ِ
َ ْ ُ َ ْ ُ ُ ْ َ‫اب ف‬ َ ‫فَأَ َج‬
‫ف الْ َمطَالِ ِع؟‬ ِ ‫ف ِِب ْختِ ََل‬
ُ ِ‫الدنْ يَا ُكلِِ َها أَ ْم ُه َو َيْتَل‬ ِ ‫ا ْْلََِل ُل و‬
ُّ ‫اح ٌد ِ ِْف‬ َ

16
(As Silsilah Ash Shahihah, 1/389)

19
“Hal ini didasarkan pada perbedaan pendapat para ulama,
apakah satu hilal untuk seluruh dunia atau hilal itu berbeda
sesuai dengan perbedaan terbitnya ?”
‫ف الْ َمطَالِ ِع فَ َمثَ ًَل إِ َذا َكا َن ا ْْلََِل ُل قَ ْد‬
ِ ‫ف ِِب ْختِ ََل‬
ُ ِ‫اب أَنَّهُ َيْتَل‬
ُ ‫الص َو‬
َّ ‫َو‬
ِ َّ‫ر ِؤي ِبَ َّكةَ وَكا َن َه َذا الْي وم ُهو الْي وم الت‬
‫اس ُع‬ ُ َْ َ ُ َْ َ َ ُ
Yang benar adalah: Hilal itu berbeda-beda sesuai dengan
perbedaan tempat terbitnya, misalnya jika hilal itu sudah
terlihat di Makkah, dan hari tersebut adalah tanggal 9,
‫ي ِ ِْف بَلَ ٍد آ َخ َر قَ ْب َل َم َّكةَ بِيَ ْوٍم َوَكا َن يَ ْو ُم َع َرفَةَ ِع ْن َد ُه ْم الْيَ ْو ُم‬ َ ‫َوُر ِؤ‬
‫ص ْوُم ْوا َه َذا الْيَ ْو َم ِْلَنَّهُ يَ ْو ُم ِع ْي ٍد‬ ِ
ُ َ‫الْ َعاش ُر فَِإنَّهُ ََل ََيُ ْوُز َْلُ ْم أَ ْن ي‬
dan hilal sudah terlihat di negara lain satu hari sebelum
Makkah, dan hari Arafah bagi mereka adalah tanggal 10,
maka mereka tidak boleh berpuasa pada hari tersebut;
karena hari itu adalah hari raya.
ِ َّ‫الرْؤيةُ َعن م َّكةَ وَكا َن الْي وم الت‬
‫اس ُع ِ ِْف‬ ُ َْ
ِ ِ
َ َ ْ َ ُّ ‫ك لَ ْو قُ ِد َر أَنَّهُ ََتَ َّخ َرت‬ َ ِ‫َوَك َذل‬
‫َم َّكةَ ُه َو الثَّ ِام ُن ِع ْن َد ُه ْم‬
Demikian juga ketika hilal di Makkah terlambat untuk bisa
dilihat, dan hari tersebut tanggal 8 bagi mereka,
ِ ‫اس ِع ِع ْن َد ُهم الْموافِ ُق لِي وِم الْع‬
َ‫اش ِر ِ ِْف َم َّكة‬ ِ َّ‫فَِإ َّّنُم يصومو َن ي وم الت‬
َ َْ َُ ْ َ َْ ُْ ُْ َ ْ
ِ ‫الر‬
‫اج ُح‬ َّ ‫َه َذا ُه َو الْ َق ْو ُل‬

20
maka mereka berpuasa pada hari ke-9 bagi mereka yang
bertepatan dengan tanggal 10 di Makkah, inilah pendapat
yang lebih kuat;
‫ص ْوُم ْوا َوإِ َذا‬ ِ َّ َِّ‫ِْلَ َّن الن‬
ُ َ‫صلَّى هللاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم يَ ُق ْو ُل إِ َذا َرأَيْ تُ ُم ْوهُ ف‬ َ ‫ب‬
ِ ِ
ُ‫َرأَيْ تُ ُم ْوهُ فَأَفْط ُرْوا َو َه ُؤََلء الَّ ِذيْ َن ََلْ يَ َر ِ ِْف ِج َهتِ ِه ْم ََلْ يَ ُك ْونُ ْوا يَ َرْونَه‬
karena Nabi  bersabda : “Jika kalian telah melihatnya
(hilal) maka berpuasalah, dan jika kalian telah melihatnya
maka berbukalah (hari raya)”. Mereka yang tidak melihat
dari arah mereka, maka mereka belum melihatnya
ِ ‫الش ْم‬
‫س‬ َّ ‫ب‬ َ ‫اس ِِب ِْْل َْجَ ِاع يَ ْعتََِبُْو َن طُلُ ْو‬
َ ‫ع الْ َف ْج ِر َوغُ ُرْو‬ َ َّ‫َوَك َما أَ َّن الن‬
ِ ‫ي ي ُكو ُن َكالتَّ وقِْي‬
‫ت‬ ْ ْ َ ُّ ‫الش ْه ِر‬
َّ ‫ت‬ َ ِ‫ِ ِْف ُك ِِل َم ْن ِط َق ٍة ِبَ َسبِ َها فَ َك َذل‬
ُ ‫ك التَّ ْوقِ ْي‬
.‫الْيَ ْوِم ِِي‬
sebagaimana orang-orang yang telah melakukan ijma’
dengan menganggap terbitnya fajar dan terbenamnya
matahari di setiap daerah sesuai dengan waktunya masing-
masing, maka demikian juga penentuan waktu bulanan
sama seperti waktu harian”. (17)
Dalam fatwa lainnya :
ِ ْ ‫ارةِ بِ ََل ِد ا ْْلََرَم‬
‫ني ِ ِْف إِ ْح َدى‬ ِ ِ ‫َو ُسئِ َل َرِحَهُ هللاُ ِم ْن بَ ْع‬
َ ‫ض ُم َوظَفي َس َف‬
: ‫الد َو ِل‬
ُّ

17
(Majmu’ Al Fatawa: 20)

21
Beliau –rahimahullah- juga pernah ditanya oleh sebagian
pegawai kedutaan negara Saudi yang ada di salah satu
negara:
‫صيَ ِام يَ ْوِم‬
ِ ‫ضان الْمبار ِك و‬
َ َ َ ُ َ ‫ص صيَ ِام َش ْه ِر َرَم‬
ِ ِ ‫وَْنن ُهنَا نَع ِاّن ِبُصو‬
ُْ َ ُ َ
: ‫ام‬ٍ ‫اك إِ ََل ثَََلثَِة أَقْس‬ ِْ ‫َع َرفَةَ َوقَ ِد انْ َق َس َم‬
َ َ‫اْل ْخ َوةُ ُهن‬
َ
“Di sini kami mengalami (perbedaan) khususnya pada
bulan Ramadhan yang penuh berkah dan puasa Arafah,
karena di sana orang-orang terbagi menjadi tiga golongan:
‫ص ْو ُم َم َع الْ َم ْملَ َك ِة َونُ ْف ِط ُر َم َع الْ َم ْملَ َك ِة َوقِ ْس ٌم‬ ِ
ُ َ‫ ن‬: ‫ق ْس ٌم يَ ُق ْو ُل‬
‫ِت َْن ُن فِ ْي َها َونُ ْف ِط ُر َم َع ُه ْم‬ َّ ِ َّ ‫ص ْو ُم َم َع‬
ْ ِ ‫الد ْولَة ال‬ ُ َ‫يَ ُق ْو ُل ن‬
Sebagian mengatakan: “Kita berpuasa dan berhari raya
bersamaan dengan puasanya Saudi”. Sebagian lainnya
mengatakan: “Kita berpuasa dan berhari raya bersama
dengan negara yang menjadi tempat kita tinggal”.

َ ‫ِت َْن ُن فِ ْي َها َرَم‬


‫ضا َن أَ َّما يَ ْو ُم‬ َّ
ْ ِ ‫ال‬ ‫الد ْولَ ِة‬
َّ ‫ص ْو ُم َم َع‬
ُ َ‫ ن‬: ‫َوق ْس ٌم يَ ُق ْو ُل‬
ِ

.‫ك ِة‬
َ َ‫َع َرفَةَ فَ َم َع الْ َم ْمل‬
Sebagian lainnya mengatakan: “Kita berpuasa Ramadhan
bersama dengan negara tempat tinggal kita, adapun hari
Arafah maka bersamaan dengan Saudi Arabia”.
ِ ِ‫صلَةَ ل‬
‫صيَ ِام َش ْه ِر‬ َّ ‫الشافِيَةَ َوالْ ُم َف‬ ِ َ‫آمل ِمن ف‬
ِْ ‫ض ْي لَتِ ُك ُم‬
َّ َ‫اْل َجابَة‬ ِ ِ
ْ ُ ‫َو َعلَْيه‬
.َ‫ار ِك َويَ ْوِم َع َرفَة‬
َ َ‫ضان الْ ُمب‬
َ ‫َرَم‬

22
Atas dasar itulah maka saya berharap dari Anda yang
terhormat untuk menjawab dengan lengkap dan terperinci
terkait dengan puasa Ramadhan yang penuh berkah dan
hari Arafah
‫اضيَ ِة ََلْ حيدث‬
ِ ‫ات الْم‬
َ
ِ ‫س سنَ و‬ ْ ‫ارةِ إِ ََل أَ َّن َد ْولَةً َو ِط َوال‬
َ َ ِ ‫اْلَ ْم‬ ِْ ‫َم َع‬
َ ‫اْل َش‬
‫وأن وافقت اململكة ِف الصيام َل ِف شهر رمضان وَل ِف يوم‬
‫عرفة‬
di sertai dengan isyarat bahwa negara sepanjang lima
tahun belakangan ini tidak sesuai dengan Saudi dalam hal
puasa Ramadhan dan puasa Arafah,
‫ضا َن بَ ْع َد إِ ْعَلَنِِه ِ ِْف الْ َم ْملَ َك ِة بِيَ ْوٍم‬
َ ‫ام َش ْه ِر َرَم‬ ِ
ُ َ‫ث إِنَّهُ يَ ْب َدأُ صي‬ ُ ‫َح ْي‬
.‫اَن ثَََلثَةَ أَ َّيٍم‬ ِ ْ ‫أَ ْو يَ ْوَم‬
ً َ‫ني َوأَ ْحي‬
negara tersebut memulai puasa Ramadhan lebih lambat
satu, dua atau bahkan terkadang tiga hari setelah Saudi”.
ٍ ‫ف الْعلَماء رِحَ ُهم هللا فِ ْيما إِ َذا ر ِؤي ا ْْلََِل ُل ِِف م َك‬
‫ان‬ َْ َ ُ َ ُ ُ َ ُ َ ُ َ َ‫ ا ْختَ ل‬: ‫اب‬ َ ‫فَأَ َج‬
ِ‫ِمن بِ ََل ِد الْمسلِ ِم ْني ُدو َن غَ ِْْيه‬
ْ َ ُْ ْ
Beliau menjawab: “Para ulama –rahimahumullah- berbeda
pendapat menjadi banyak pendapat terkait dengan hilal
yang sudah terlihat pada suatu tempat di negara kaum
muslimin namun tidak terlihat pada negara lainnya,

23
‫ني الْ َع َم َل بِ ِه أَ ْم ََل يَ ْل َزُم إََِّل َم ْن َرأَ ْوهُ َوَم ْن‬ ِ
َ ْ ‫َج ْي ُع الْ ُم ْسل ِم‬
َِ ‫َهل ي ْل َزُم‬
َ ْ
‫َوافَ َق ُه ْم ِِف الْ َمطَالِ ِع‬
apakah semua umat Islam wajib mengamalkannya atau
tidak, kecuali bagi mereka yang melihatnya saja dan negara
yang satu mathla’ (tempat terbit) dengan mereka,
ِ ‫ت ِوََلي ٍة و‬
ٍ‫اح َدةٍ َعلَى أَقْ و ٍال متَ ع ِِد َدة‬
َُ َ َ َ َ ْ‫أَ ْو َم ْن َرأَ ْوهُ َوَم ْن َكا َن َم َع ُه ْم َت‬
.‫خر‬
َُ ‫ف آ‬ ٌ ‫َوفِ ْي ِه ِخ ََل‬
atau berlaku bagi mereka yang telah melihatnya dan
mereka yang berada di bawah satu wilayah dengan mereka.
Kepada beberapa pendapat dalam padanya ada pendapat
pendapat yang lain.
‫ت َمطَالِ ُع ا ْْلََِل ِل ِ ِْف‬
ْ ‫اج ُح أَنَّهُ يَ ْرِج ُع إِ ََل أَ ْه ِل الْ َم ْع ِرفَ ِة فَِإ ِن اتَّ َف َق‬
ِ ‫الر‬
َّ ‫َو‬
ِ ‫الْب لَ َدي ِن صارا َكالْب لَ ِد الْو‬
‫اح ِد‬ َ َ ََ ْ َ
Pendapat yang rajih (kuat) adalah dikembaikan kepada
para ulama, jika tempat terbitnya hilal pada dua negara
sama, maka kedua negara tersebut seperti satu negara,
ِ ‫ت ح ْكمهُ ِِف ْاْل َخ ِر أَ َّما إِ َذا ا ْختَ لَ َف‬ ِِ
‫ت‬ ْ ُ ُ َ َ‫ي ِ ِْف أَ َحدِهَا ثَب‬ َ ‫فَِإ َذا ُر ِؤ‬
‫الْ َمطَالِ ُع فَلِ ُك ِِل بَلَ ٍد ُح ْك ُم نَ ْف ِس ِه‬
jika hilal sudah terlihat di salah satu negara tersebut maka
hukumnya juga berlaku pada negara sebelahnya. Adapun

24
jika tempat terbitnya berbeda maka setiap negara
menentukan masing-masing
ِ َ‫اْلس ََلِم اب ِن تَي ِميَّةَ رِحَه هللا تَع َاَل وهو ظ‬ ِ
‫اه ُر‬ َ ُ َ َ ُ ُ َ ْ ْ ْ ِْ ‫ار َش ْي ِخ‬ ُ َ‫َو َه َذا ا ْختي‬
: ‫اس‬ِ َ‫ضى الْ ِقي‬َ َ‫السنَّ ِة َوُم ْقت‬
ُّ ‫اب َو‬ ِ َ‫الْ ِكت‬
pendapat ini yang dipilih oleh Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –
rahimahullah- dan hal itu sesuai dengan teks Al Qur’an dan
Sunnah dan tuntutan qiyas:

َّ ‫ {فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم‬: ‫اب فَ َق ْد قَ َال هللاُ تَ َع َاَل‬


‫الش ْه َر‬ ِ
ُ َ‫أَ َّما الْكت‬
‫ضا أ َْو َعلَى َس َف ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن أ ََّيٍم أُ َخ َر‬
ً ‫ص ْمهُ َوَم ْن َكا َن َم ِري‬
ُ َ‫فَ لْي‬
‫اَّللُ بِ ُك ُم الْيُ ْس َر َوََل يُ ِري ُد بِ ُك ُم ال ُْع ْس َر‬
َّ ‫يُ ِري ُد‬
Adapun menurut Al Qur’an sebagaimana firman Allah
Ta’ala : “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu

‫اَّللَ َعلَى َما َه َدا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم‬ َّ ‫َولِتُ ْك ِملُوا ال ِْع َّد َة َولِتُ َكَِِبُوا‬
ُ‫ أَ َّن َم ْن ََلْ يَ ْش َه ْدهُ ََلْ يَ ْل َزْمه‬: ‫فَ َم ْف ُه ْو ُم ْاْليَِة‬ }‫تَ ْش ُك ُرو َن‬
]185 : ‫[البقرة‬

.‫الص ْو ُم‬
َّ

25
dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah
kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur”. Maka dalam konteks
ayat ini maksudnya bagi mereka yang belum menyaksikan
(hilal) maka belum wajib berpuasa.

ُ‫ { َرأَيْ تُ ُموه‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ب‬ ُّ َِّ‫ال الن‬ ُّ ‫َوأَ َّما‬
َ َ‫السنَّةُ فَ َق ْد ق‬
‫ث إِذَا ََلْ نَ َرهُ ََلْ يَ ْل َزِم‬
ِ ْ‫صوموا وإِذَا رأَيْتُموهُ فَأَفْ ِطروا} م ْف ُهو ُم ا ْْل ِدي‬
َ ْ َ ُ ُ َ َ ُ ُ َ‫ف‬
.‫الص ْو َم َوََل الْ ِفطْر‬
َّ
َ
Adapun menurut As Sunnah maka Nabi  bersabda : “Jika
kalian telah melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan jika
kalian telah melihatnya maka berbukalah (hari raya)”.
Dalam konteks hadits ini bahwa jika kita belum melihatnya
maka belum wajib berpuasa dan berhari raya.
‫ان ِ ِْف ُك ِِل بَلَ ٍد َوحده‬ِ ‫اْلفْطَار ي ْعتَ ََب‬
َ ُ َ ِْ ‫اك َو‬ ِْ ‫اس فَِلَ َّن‬
َ ‫اْل ْم َس‬ ِ
ُ َ‫َوأَ َّما الْقي‬
ِ ‫َوَما َوافَ َقهُ ِ ِْف الْ َمطَالِ ِع َوالْ َمغَا ِر‬
‫ب َو َه َذا َمَ ُل إِ َْجَ ٍاع‬
Adapun menurut qiyas karena menahan (memulai puasa)
dan berhari raya menganggap pada setiap satu negara dan
tempat terbit dan terbenamnya sama dengannya menjadi
tempat bertemunya titik ijma’,
‫آسيَا َيُْ ِس ُك ْو َن قَ ْب َل أَ ْه ِل غَ ْرِبَا َويُ ْف ِط ُرْو َن قَ ْب لَ ُه ْم‬
ِ ‫فَ َتى أَ ْهل َش ِر ِق‬
َ َ
‫ك قَ ْب َل َه ُؤََل ِء‬َ ِ‫ِْلَ َّن الْ َف ْج َر يَطَّلِ ُع َعلَى أُ ْولَئ‬

26
maka penduduk Asia Tenggara akan melihat dan memulai
puasa terlebih dahulu dari pada penduduk yang ada di
sebelah barat mereka dan mereka pun akan berhari raya
lebih dahulu di bandingkan dengan penduduk sebelah
barat mereka tersebut; karena fajar akan terbit terbih
dahulu kepada mereka;
‫ت‬َ َ‫ك قَ ْب َل َه ُؤََل ِء َوإِذَا َكا َن قَ ْد ثَب‬
َ ِ‫ب َعلَى أُ ْولَئ‬ ُ ‫س تَغْ ُر‬ َّ ‫ك‬
ُ ‫الش ْم‬ َ ِ‫َوَك َذل‬
‫الص ْوِم‬
َّ ‫ك ِ ِْف‬ َ ِ‫اْلفْطَا ِر الْيَ ْوِمي فَ ْليَ ُك ْن َك َذل‬ ِْ ‫اك َو‬ ِ ‫اْلمس‬
َ ْ ِْ ‫َه َذا ِ ِْف‬
.‫ق‬َ ‫الش ْه ِري َوََل فَ ْر‬ ِْ ‫َو‬
َّ ‫اْلفْطَا ِر‬
demikian juga matahari akan terbenam terlebih dahulu
kepada mereka dibandingkan dengan penduduk negara
yang ada di sebelah barat mereka, jika hal itu telah
ditetapkan pada awal puasa dan berbuka setiap harinya,
maka mengawali dan mengakhiri puasa di awal dan akhir
bulan pun sama tidak ada bedanya.
ِ ‫ت ح ْك ٍم و‬
‫اح ٍد َوأ ََم َر َحاكِ ُم الْبِ ََل ِد‬ ِ
َ ُ َ ْ‫َولَك ْن إِذَا َكا َن الْبُ ْل َدا ُن َت‬
‫لص ْوِم أَ ِو الْ ِفطْ ِر‬
َّ ‫ِِب‬
Akan tetapi jika beberapa negara berada di bawah satu
kepemimpinan, dan penguasanya telah memerintahkan
untuk berpuasa kepada mereka semua atau berhari raya
‫ال أَ ْم ِرهِ ِْلَ َّن الْ َم ْسأَلَةَ ِخ ََلفِيَّةٌ َو ُح ْك ُم ا ْْلَاكِ ِم يَ ْرفَ ُع‬
ُ َ‫ب ْامتِث‬ َ ‫َو َج‬
‫ف‬َ ‫اْلََِل‬
ْ

27
maka wajib dilaksanakan; karena masalah ini termasuk
masalah khilafiyah dan ketentuan hakim memutus
khilafiyah tersebut.
‫ص ْو ُم َويُ ْف ِط ُر أَ ْه ُل الْبَ لَ ِد‬ ِ
ُ ‫َوبِنَاءً َعلَى َه َذا‬
ُ َ‫ص ْوُم ْوا َوأَفْط ُرْوا َك َما ي‬
‫الَّ ِذ ْي أَنْ تُ ْم فِ ْي ِه‬
Atas dasar itulah maka, berpuasalah dan berhari rayalah
kalian sebagaimana puasa dan hari raya di negara mana
anda berada,

َ ِ‫صلِ ُّي أَ ْو َخالََفهُ َوَك َذل‬


‫ك يَ ْو ُم َع َرفَةَ اتَّبِعُ ْوا‬ ْ َ‫َس َواءً َوافَ َق بَلَ َد ُك ُم ْاْل‬
.‫الْبَ لَ َد الَّ ِذ ْي أَنْتُ ْم فِ ْي ِه‬
baik harinya sesuai dengan negara asal kalian atau berbeda
dengan negara asal kalian, demikian juga pada puasa
Arafah ikutilah negara di mana kalian berdomisili di
dalamnya”. (18)

18
(Majmu’ Al Fatawa: 19)

28

Anda mungkin juga menyukai