Anda di halaman 1dari 20

ANALISA TAFSIR SURAH AL-BAQARAH 283, AL-BAQARAH 280 DAN

AN-NISA 5-6 SERTA ISTIMBATH HUKUMNYA

Kelompok 9 :
1. Roudatul Jannah (200711100009)
2. Silvana Hamidifani (200711100026)
3. Siti Tholik Amaroh (200711100138)
4. Moham Jakfar (200711100098)

SURAH AL-BAQARAH 2:283


Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan tafsir ayat Al Baqarah 283 dengan menganalisis
terlebih dahulu keilmuan studi Alquran. Dari segi analisis mufrodat (kosa kata), jenis
ayat, asbabun nuzul, munasabah ayat, kandungan ayat secara global dan istinbath hukum
secara keilmuan lainnya dalam rangka menyempurnakan kandungan ayat

Teks Ayat
ّٰ ِ
ۗ َّٗ‫ّللَ َزب‬ ِ َّ‫اإتُ ِِنَ اَ َماََتَٗ َو ْليَت‬
ْ ‫ضا فَ ْليُ َئ ِّد الَّ ِري‬ ُ ‫ضتٌ ۗفَا ِ ْن اَ ِمنَ بَ ْع‬
ً ‫ض ُك ْم بَ ْع‬ َ ْ‫۞ َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ع َٰلً َسفَ ٍس َّولَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َكاتِبًا فَ ِس ٰه ٌن َّم ْقبُى‬
ّ ٰ ‫َو ََل تَ ْكتُ ُِىا ال َّشهَا َد ۗةَ َو َم ْن يَّ ْكتُ ِْهَا فَاََِّ ٓٗٗ ٰاثِ ٌم قَ ْلبُٗ ۗ َو‬
ࣖ ‫ّللُ بِ َِا تَ ْع َِلُىْ نَ َعلِ ْي ٌم‬

Terjemahan
“Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka
hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan
hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan
kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa).
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Analisa Lafadz Ayat


Firman Allah Ta’ala:
‫سفَز‬
َ ‫َوإِنْ ُك ْىتُ ْم عَلى‬
Jika kalian dalam perjalanan.
Yakni sedang musafir, lalu kalian mengadakan transaksi secara tidak tunai sampai batas
waktu yang ditentukan.
‫َولَ ْم تَ ِجدُوا كاتِبا‬
Sedangkan kalian tidak memperoleh seorang penulis.
yang menuliskannya buat kalian. Atau menurut Ibnu Abbas mereka memperoleh penulis,
tetapi tidak menemukan kertas atau tinta atau pena.

ٌ ‫ضت‬
َ ‫فَ ِزهانٌ َم ْقبُى‬
Maka hendaklah ada barang tanggungan (jaminan) yang dipegang.

Maksudnya, kalian boleh memegang jaminan sebagai ganti dari catatan; jaminan tersebut
dipegang oleh pemilik hak. Dapat disimpulkan dari makna firman-Nya: maka hendaklah
ada barang jaminan yang dipegang. Bahwa transaksi gadai masih belum jadi kecuali bila
barang jaminan telah dipegang, seperti yang dikatakan oleh mazhab Syafii dan jumhur
ulama. Sedangkan ulama yang lainnya, dari ayat ini mengambil kesimpulan dalil
diharuskan bagi terealisasinya gadai, barang yang digadaikan diterima oleh tangan orang
yang memberikan pinjaman'. Pendapat ini merupakan suatu riwayat dari Imam Ahmad dan
dianut oleh segolongan ulama.

Sejumlah ulama Salaf mengambil kesimpulan dalil dari ayat ini bahwa gadai tidak
disyariatkan melainkan dalam perjalanan. Demikianlah menurut Mujahid dan lain-lainnya.
Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dari Anas r.a.:

‫ش ِعٍز َر َهىَ َها قُىتا ِِلَ ْهلِ ِه‬


َ ْ‫سقا ِمه‬ ٍّ ‫ تُ ُىفِّ ًَ َو ِد ْر ُعهُ َم ْزهُىوَتٌ ِع ْى َد ٌَ ُهى ِد‬،‫سلَّ َم‬
ْ ‫ي َعلَى ثَ ََلثٍِهَ َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ٍْ ِه َو‬ ُ ‫أَنَّ َر‬
َّ ‫سى َل‬
َ ِ‫َّللا‬

Bahwa Rasulullah Shallalahu Alaihi Wasallam. wafat, sedangkan baju besinya


digadaikan kepada seorang Yahudi dengan pinjaman tiga puluh wasaq jewawut.
Rasulullah menggadaikannya untuk makan keluarganya.

Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa barang (baju besi) itu digadaikannya
pada seorang Yahudi Madinah. Menurut riwayat Imam Syafii, baju besi itu beliau
gadaikan pada Abusy Syahm, seorang Yahudi. Rincian masalah gadai ini diketengahkan
secara rinci di dalam kitab hukum-hukum yang membahas masalah hukum fiqih.

Firman Allah Ta’ala:


ُ ‫ض ُك ْم بَ ْعضا فَ ْلٍُ َؤ ِّد الَّ ِذي اؤْ تُ ِمهَ أَماوَتَه‬
ُ ‫فَئِنْ أَ ِمهَ بَ ْع‬
Akan tetapi, jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya).

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dengan sanad jayyid dari Abu Sa'id Al-Khudri
yang mengatakan bahwa ayat ini menasakh ayat sebelumnya. Asy-Sya'ibi mengatakan,
"Apabila sebagian dari kalian percaya kepada sebagian yang lain, maka tidak mengapa
jika kalian tidak melakukan catatan atau tidak mengadakan persaksian."
Firman Allah Ta’ala:
ِ ‫َو ْلٍَت‬
َّ ‫َّق‬
ُ‫َّللاَ َربَّه‬
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.
Yakni hendaklah orang yang dipercaya (untuk memegang jaminan) bertakwa kepada
Allah, Tuhannya. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, yaitu diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah melalui riwayat Qatadah, dari Al-Hasan,
dari Samurah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ُ‫" َعلَى ا ْلٍَ ِد َما أَ َخ َذثْ َحتَّى تُؤَ ِّدٌَه‬
Penerima bertanggung jawab atas apa yang diambilnya hingga ia mengembalikannya.

Firman Allah Ta’ala:


َ‫َوال تَ ْكتُ ُمىا الشَّها َدة‬
dan janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan persaksian.

Maksudnya, janganlah kalian menyembunyikannya, dan tidak melebih-


lebihkannya, dan tidak mengutarakannya. Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan
bahwa persaksian palsu adalah salah satu dosa besar, demikian pula
menyembunyikannya. Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: Dan barang siapa
yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.

Jenis Ayat
Surah Al-Baqarah (bahasa Arab: ‫سىزة البقسة‬, translit. sūrah al-baqarah, har. 'Sapi Betina')
adalah surah ke-2 dalam Al-Qur'an. Surah ini terdiri dari 286 ayat, 6.221 kata, dan 25.500
huruf dan tergolong surah Madaniyah. Surah ini merupakan surah dengan jumlah ayat
terbanyak dalam Al-Qur'an. Surah ini dinamai al-Baqarah yang artinya Sapi Betina sebab
di dalam surah ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina yang
diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67-74). Surah ini juga dinamai Fustatul
Qur'an (Puncak Al-Qur'an) karena memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam
surah yang lain. Dinamai juga surah Alif Lam Mim karena ayat pertama di surah berisi
tiga huruf arab yakni Alif, Lam, dan Mim.

Asbabun Nuzul

Dalam surat Al-Baqarah ayat 282 ditempatkan setelah uraian tentang anjuran bersedekah
dan berinfak yaitu ayat 271-274 surat al-Baqarah, kemudian disusul dengan larangan
melakukan transaksi riba ayat 275-279, serta anjuran memberi tangguh kepada yang tidak
mampu membayar hutangnya sampai mereka mampu atau bahkan menyedekahkan
sebagian atau semua hutang, hal ini tercantum dalam ayat 280. Ketika Allah menyebut
ayat tentang infaq dan balasannya yang baik, dan riba serta kejelekannya kemudian
diikuti dengan penjelasan qirad yang baik yaitu dengan tanpa imbalan. Adanya transaksi
dengan bentuk hutang yang berjangka (kredit) dan proses pertumbuhannya dalam
perdagangan dapat ditentukan secara cepat. Sedangkan yang menyangkut pemberian
kredit yang baik ada sisi belas kasih sayang dan tolong menolong, mengenai riba ada
faktor kerasnya hati dan penyimpangan di dalam hukum-hukum transaksi dengan hutang
yang berjangka. Perdagangan yang jelas, terdapat tujuan, hikmah dan kemaslahatan serta
keadilan. Seseorang yang diperintah untuk melakukan infaq dan shadaqah, hutang-
piutang dan orang yang dilarang bertransaksi dengan riba maka tidak boleh memasukkan
usaha mengembangkan hartanya melalui perdagangan dan melindungi haknya dari
menyia-nyiakan harta. Oleh sebab itu adanya korelasi ayat 282-283 surat Al-Baqarah
dengan ayat sebelumnya adalah menjelaskan tentang hutang-piutang itu berarti telah
terjadi tukar menukar yang berlaku diantara manusia bisa dengan jual beli. Perdagangan
yang berjangka dengan jalan melindungi harta benda dan setelah menjelaskan hukumnya
transaksi dengan mencegah riba, maksudnya adalah cara melindungi harta yang halal
setelah penjelasan infaq di jalan Allah dan haramnya riba, yang kedua-duanya tersusun
atas pengurangan harta apakah itu seketika atau berjangka. Ayat 282 surat Al-Baqarah
adalah ayat yang terpanjang di dalam al-Qur’an ini suatu bukti bahwa sesungguhnya
harta itu pada dasarnya tidak dibenci menurut Allah: bahwasanya Islam melindungi
perekonomian ummat. Dan sesungguhnya Islam adalah agama yang kuat, kehidupan dan
peraturan masyarakat. Islam bukan agama pendeta dan kefakiran dan mengisolir diri dari
kehidupan. Dan peraturan adanya transaksi diantara manusia dan proses perlindungan
hak serta adanya proses perdagangan dan pertumbuhan harta, semuanya memberikan
petunjuk bahwa sesungguhnya agama Islam itu adalah agama
karya/perbuatan/perjuangan dan kemenangan. Dan menghendaki adanya usaha dan
keuntungan dari sisi yang halal sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad Tabrani yang
diriwayatkan dari Amr bin As, sebaik-baiknya harta yang baik adalah untuk orang baik.
Adapun pemberian dalam hal kemaslahatan umum dengan mengharamkan riba adalah
pertanda menjamin manusia untuk saling kasih sayang, membuang kedhaliman dan
upaya menjatuhkan usaha dengan tanpa berupaya, dan tidak peduli dalam
mengumpulkannya dengan jalan halal atau haram.

Munasabah Ayat
Adapun munasabah dari al-Quran Surat al-Baqarah ayat 282 dan 283 dengan ayat
sebelumnya adalah bahwa ayat sebelumnya berbicara tentang riba dan keburukan-
keburukan yang disebabkan olehnya, sekaligus menjelaskan haramnya riba. Setelah
menjelaskan keharaman riba, kemudian Allah menjelaskan akad hutang piutang yang
baik dan diperbolehkan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan harta (tanmiyah
al- mal) yang termaktub dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 282 dan 283. Adapun ayat
sesudahnya berbicara mengenai kekuasaan Allah untuk memberikan tuntutan (taklif)
berupa syariah kepada siapa saja. Syariah yang dimaksud adalah yang termasuk dalam
ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang shalat, zakat, qisas}, puasa, haji, jihad,
talak, ’iddah, jual beli, hukum riba dan hutang piutang. Ayat sesudahnya juga
menjelaskan balasan (pahala) bagi mereka yang melaksanakan syariah Allah.

Tafsir Global
Tuntunan pada ayat yang lalu mudah dilaksanakan jika seseorang tidak sedang dalam
perjalanan. Jika kamu dalam perjalanan dan melakukan transaksi keuangan tidak secara
tunai, sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis yang dapat menulis utang piutang
sebagaimana mestinya, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang oleh yang
berpiutang atau meminjamkan. Tetapi menyimpan barang sebagai jaminan atau
menggadaikannya tidak harus dilakukan jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya, utang atau apa pun
yang dia terima, dan hendaklah dia yang menerima amanat tersebut bertakwa kepada
Allah, Tuhan Pemelihara-nya. Dan wahai para saksi, janganlah kamu menyembunyikan
kesaksian, yakni jangan mengurangi, melebihkan, atau tidak menyampaikan sama sekali,
baik yang diketahui oleh pemilik hak maupun yang tidak diketahuinya, karena barang
siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor, karena bergelimang dosa. Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, sekecil apa pun itu, yang nyata maupun yang
tersembunyi, yang dilakukan oleh anggota badan maupun hati.

Ayat ini menerangkan tentang muamalah (transaksi) yang dilakukan tidak secara tunai,
yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada juru tulis yang akan menuliskannya.
Dalam hal muamalah yang tidak tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada
seorang juru tulis yang akan menuliskannya, maka hendaklah ada barang tanggungan
(agunan/jaminan) yang diserahkan kepada pihak yang berpiutang. Kecuali jika masing-
masing saling mempercayai dan menyerahkan diri kepada Allah, maka muamalah itu
boleh dilakukan tanpa menyerahkan barang jaminan.

Ayat ini tidak menetapkan bahwa jaminan itu hanya boleh dilakukan dengan syarat dalam
perjalanan, muamalah tidak dengan tunai, dan tidak ada juru tulis. Tetapi ayat ini hanya
menyatakan bahwa dalam keadaan tersebut boleh dilakukan muamalah dengan memakai
jaminan. Dalam situasi yang lain, boleh juga memakai jaminan sesuai dengan hadis yang
diriwayatkan al-Bukhari bahwa Nabi Muhammad saw pernah menggadaikan baju
besinya kepada orang Yahudi di Medinah.
Istimbath Hukum
1. Bolehnya mengambil jaminan barang gadai baik ketika safar maupun tidak untuk
memperkuat akad transaksi.
2. Bolehnya tidak mengambil jaminan gadai apabila kedua belah pihak merasa aman
akan pembayaran utangnya dan tidak merasa takut pengutang akan mengingkari
janjinya.
3. Keharaman menyembunyikan persaksian atau bersaksi palsu karena hal itu
merupakan dosa besar sebagaimana disebutkan dalam kitab shahih.

Daftar Pustaka

https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-283

https://journal.trunojoyo.ac.id

http://baitsyariah.blogspot.com/2019/02/surah-al-baqarah-ayat-283-tafsir-ibnu.html
SURAH AL-BAQARAH 2:280

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan tafsir ayat Al Baqarah 2:280 dengan
menganalisis terlebih dahulu keilmuan studi Alquran. Dari segi analisis mufrodat (kosa
kata), jenis ayat, asbabun nuzul, munasabah ayat, kandungan ayat secara global dan
istimbath hukum secara keilmuan lainnya dalam rangka menyempurnakan kandungan
ayat.

Teks Ayat
َ َ‫َواِ ْن َكانَ ُذو ُع ْس َس ٍة فَنَ ِظ َسةٌ اِ ٰلً َم ْي َس َس ٍة ۚ َوأَ ْن ت‬
َ‫ص َّدقُىا َخ ْي ٌس لَّ ُك ْم ۚ اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُِىن‬
Terjemahan
"Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia
memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah 2:280)

Analisa Lafadz Ayat


‫ ( َواِن َكانَ ُذو ُع ْس َس ٍة‬Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran) Yakni apabila
yang berhutang mengalami kesulitan sehingga tidak mampu untuk membayar hutangnya.
ۚ ‫(فَن َِظ َسةٌ اِلَ ًٰ َم ْي َس َس ٍة‬maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan ) Makna (‫ )النظسة‬yakni
pengakhiran. Dan makna (‫ )الِيسسة‬yakni kemudahan dan adanya harta. Dan ayat ini
۟ ُ‫ص َّدق‬
berlaku bagi setiap yang mempunyai hutang. ‫ىا‬ َ َ‫( َوأَن ت‬Dan menyedekahkan ) Yakni
kepada yang berhutang yang memiliki kesulitan dengan membebaskan hutang tersebut.
Dan hal ini lebih baik dari pada kalian menagih mereka sekarang atau memberi tenggang
waktu baginya sampai beberapa waktu.

Jenis Ayat
Surah Al-Baqarah (Arab: ‫سىزة البقسة‬, bahasa Indonesia: “Sapi Betina”) adalah surah ke-2
dalam Alquran. Surah ini terdiri dari 286 ayat, 6.221 kata, dan 25.500 huruf dan
tergolong surah Madaniyah. Surah ini merupakan surah dengan jumlah ayat terbanyak
dalam Alquran. Surah ini dinamai al-Baqarah yang artinya Sapi Betina sebab di dalam
surah ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani
Israil (ayat 67-74). Surah ini juga dinamai Fustatul Qur’an (Puncak Alquran) karena
memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surah yang lain. Serta dinamai
juga surah Alif Lam Mim karena ayat pertama di surah berisi tiga huruf arab yakni Alif,
Lam, dan Mim.
Asbabun Nuzul
Allah Ta’ala berfirman dalam ayat ini dengan memerintahkan agar bersabar jika orang
yang meminjam dalam kesulitan membayar hutang, yang tidak memperoleh apa yang
untuk membayar. Tidak seperti yang terjadi di kalangan orang-orang Jahiliyah. Di mana
salah seorang di antara mereka mengatakan kepada peminjam, Jika sudah
jatuh tempo: “Dibayar atau ditambahkan pada bunganya.” (‫)وأن تصدقىا خيس لكم ان كنتم تعلِىن‬
selanjutnya Allah Ta’ala menganjurkan untuk menghapuskannya saja. Dan Dia
menyediakan kebaikan dan pahala yang melimpah atas hal itu. Maksudnya juga,
hendaklah kalian meninggalkan pokok harta (modal) secara keseluruhan dan
membebaskannya dari si peminjam.

Munasabah Ayat
Ayat ini merupakan lanjutan ayat sebelumnya yang memerintahkan agar orang yang
beriman menghentikan perbuatan riba setelah turun ayat di atas. Para pemberi utang
menerima kembali pokok yang dipinjamkannya. Maka ayat ini menerangkan jika pihak
yang berutang itu dalam kesukaran berilah dia tempo, hingga dia sanggup membayar
utangnya. Sebaliknya bila yang berutang dalam keadaan lapang, dia wajib segera
membayar utangnya. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Penundaan pembayaran utang oleh orang
kaya adalah perbuatan zalim. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Tafsir Global
Hadis pertama diriwayatkan dari Abu Umamah, yaitu As'ad ibnu Zurarah.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad
ibnu Syu'aib Al-Murjani, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Hakim Al-
Muqawwim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakr Al-Bursani, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepadaku Asim
ibnu Ubaidillah, dari Abu Umamah (yaitu As'ad ibnu Zurarah), bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Barang siapa yang ingin mendapat naungan dari Allah pada hari tiada
naungan kecuali hanya naungan-Nya, maka hendaklah ia memberikan kemudahan kepada
orang yang dalam kesulitan atau
memaafkan utangnya.

Hadis lain diriwayatkan dari Buraidah. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Juhadah, dari Sulaiman ibnu Buraidah, dari ayahnya,
bahwa ia' pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Barang siapa yang memberikan masa
tangguh kepada orang yang kesulitan, maka baginya untuk setiap harinya pahala sedekah
yang semisal dengan piutangnya. Kemudian Buraidah menceritakan pula bahwa ia
pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: "Barang siapa yang memberikan masa tangguh
kepada orang yang sedang kesulitan, maka baginya pahala sedekah yang semisal dengan
piutangnya untuk setiap harinya." Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah
mendengarmu mengatakan, 'Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang
yang kesulitan, maka baginya pahala sedekah yang semisal dengan piutangnya untuk
setiap harinya.' Kemudian aku pernah mendengarmu bersabda, 'Barang siapa yang
memberikan masa tangguh kepada orang yang dalam kesulitan, maka baginya pahala dua
kali lipat sedekah piutangnya untuk setiap harinya'." Beliau Saw. bersabda, "Baginya
pahala sedekah sebesar piutangnya untuk setiap harinya sebelum tiba masa pelunasannya.
Dan apabila masa pelunasannya tiba, lalu ia menangguhkannya, maka baginya untuk
setiap hari pahala dua kali lipat sedekah piutangnya."

Hadis lain diriwayatkan dari Abu Qatadah, yaitu Al-Haris ibnu Rab'i Al-Ansari.Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah
menceritakan kepada kami Abu Ja'far Al-Khatmi, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi,
bahwa Abu Qatadah mempunyai piutang pada seorang lelaki, dan setiap kali ia datang
untuk menagih kepada lelaki itu, maka lelaki itu bersembunyi menghindar darinya. Maka
pada suatu hari ia datang untuk menagih, lalu dari rumah lelaki itu keluar seorang anak
kecil. Abu Qatadah menanyakan kepada anak itu tentang lelaki tersebut. Si anak
menjawab, "Ya, dia berada di dalam rumah sedang makan ubi (makanan orang miskin)."
Lalu Abu Qatadah menyerunya, "Hai Fulan, keluarlah, sesungguhnya aku telah tahu
bahwa kamu berada di dalam rumah." Maka lelaki itu keluar, dan Abu Qatadah bertanya,
"Mengapa engkau selalu menghindar dariku?" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya aku
dalam kesulitan dan aku tidak memiliki sesuatu pun (untuk melunasi utangmu)." Abu
Qatadah berkata, "Beranikah kamu bersumpah dengan nama Allah bahwa kamu benar-
benar dalam kesukaran?" Ia menjawab, "Ya." Maka Abu Qatadah menangis, kemudian
berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang
memberikan kelapangan kepada orang yang berutang kepadanya atau menghapuskannya,
maka dia berada di bawah naungan Arasy kelak pada hari kiamat. (Riwayat Imam
Muslim di dalam kitab sahihnya)

Hadis lain diriwayatkan dari Huzaifah Ibnul Yaman. Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Akhnas (yaitu Ahmad ibnu Imran),
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada
kami Abu Malik Al-Asyja'i, dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Huzaifah, bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda: Dihadapkan kepada Allah seorang hamba di antara hamba-hamba-
Nya di hari kiamat, lalu Allah bertanya, "Apakah yang telah engkau amalkan untuk-Ku
ketika di dunia?" Ia menjawab, "Aku tidak pernah beramal barang seberat zarrah pun
untuk-Mu, wahai Tuhanku, ketika aku di dunia. Maka kumohon Engkau memaafkannya."
Hal ini dikatakan oleh si hamba sebanyak tiga kali. Dan pada kalimat terakhirnya si
hamba mengatakan, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan
kepadaku harta yang berlimpah, dan aku adalah seorang lelaki yang biasa bermuamalah
dengan orang banyak. Dan termasuk kebiasaanku ialah memaafkan, aku biasa
memaafkan orang yang dalam kesukaran, dan biasa memberi masa tangguh terhadap
orang yang dalam kesulitan." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Allah Swt. berfirman,
"Aku lebih berhak untuk memberikan kemudahan, sekarang masuklah engkau ke surga."

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Ibnu Majah
melalui berbagai jalur dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Huzaifah. Sedangkan Imam Muslim
menambahkan, dan dari Uqbah ibnu Amir serta Abu Mas'ud Al-Badri, dari
Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.

Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari, disebutkan bahwa telah menceritakan
kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Hamzah,
telah menceritakan kepada kami Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah, bahwa ia pernah
mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah
bersabda: Ada seorang pedagang yang biasa memberikan utang kepada orang-orang.
Apabila ia melihat pengutang yang dalam kesulitan, maka ia berkata kepada pesuruh-
pesuruhnya, "Maafkanlah dia, mudah-mudahan Allah
memaafkan kita." Maka Allah membalas memaafkannya.

Hadis lain diriwayatkan dari Sahl ibnu Hanif. Imam Hakim mengatakan di dalam kitab
Mustadrak-nya, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah (yaitu Muhammad ibnu
Ya'qub), telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Muhammad ibnu Yahya, telah
menceritakan kepada kami Abul Walid (yaitu Hisyam ibnu Abdul Malik), telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Sabit, telah menceritakan kepada kami Abdullah
ibnu Muhammad ibnu Uqail, dari Abdullah ibnu Sahl ibnu Hanif, Sahl pernah
menceritakan hadis kepadanya bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa
yang membantu orang yang berjihad di jalan Allah, atau orang yang berperang, atau
orang yang berutang dalam kesulitannya, atau budak mukatab yang masih dalam ikatan
perbudakannya, niscaya Allah akan menaunginya pada hari tiada naungan kecuali hanya
naungan-Nya. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.

Hadis lain diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar. Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, dari Yusuf ibnu Suhaib, dari Zaid
Al-Ama, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang
ingin diperkenankan doanya dan dilenyapkan kesusahannya, maka hendaklah ia
membebaskan orang yang dalam kesulitan. Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam
Ahmadsendiri.

Hadis lain diriwayatkan dari Abu Mas'ud, yaitu Uqbah ibnu Amr. Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan
kepada kami Abu Malik, dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Huzaifah, bahwa seorang lelaki
dihadapkan kepada Allah Swt., lalu Allah berfirman, "Apakah yang telah engkau
amalkan di dunia?" Lelaki itu menjawab, "Aku tidak pernah beramal kebaikan barang
seberat zarrah pun." Kalimat ini diucapkannya sebanyak tiga kali, setelah ketiga kalinya,
si lelaki itu berkata, "Sesungguhnya aku telah diberi anugerah harta yang berlimpah oleh-
Mu ketika di dunia, dan aku biasa melakukan jual beli dengan orang banyak. Aku selalu
memberikan kemudahan kepada orang yang mampu dan biasa memberikan masa tangguh
kepada orang yang kesulitan." Maka Allah Swt. berfirman: Kami lebih berhak untuk
melakukan hal itu daripada kamu, maafkanlah hamba-Ku ini oleh kalian. Maka diberikan
ampunan baginya. Abu Mas'ud mengatakan, "Demikianlah yang aku dengar dari Nabi
Saw." Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Abu Malik, yaitu
Sa'd ibnu Tariq,
dengan lafaz yang sama.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imran ibnu Husain. Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar, dari Al-A'masy, dari Abu Daud, dari Imran ibnu Husain yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mempunyai suatu hak atas seorang
lelaki, lalu ia menangguhkannya, maka baginya pahala sedekah untuk setiap hari
(penangguhan)nya. Bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib. Dalam
pembahasan yang lalu disebutkan hal yang semisal dari Buraidah.

Hadis lain diriwayatkan dari Abul Yusr, yaitu Ka'b ibnu Amr. Imam Ahmad mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami
Zaidah, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Rab'i yang mengatakan bahwa telah
menceritakan kepada kami Abul Yusr, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang
siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang kesulitan atau memaafkan
(utang)nya, kelak Allah Swt. akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari tiada
naungan kecuali hanya naungan-Nya.

Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur yang lain, dari hadis Abbad ibnul Walid
ibnu Ubadah ibnus Samit yang menceritakan, "Aku dan ayahku berangkat keluar untuk
menuntut ilmu di kalangan kaum Ansar sebelum mereka tiada. Maka orang yang mula-
mula kami jumpai adalah Abul Yusr, sahabat Rasulullah Saw. Ia ditemani oleh seorang
pelayannya yang membawa seikat lontar catatan. Abul Yusr saat itu memakai baju
burdah mu'afiri, dan pelayannya memakai pakaian yang sama. Lalu ayahku berkata
kepada Abul Yusr, 'Wahai pamanku, sesungguhnya aku melihat roman wajahmu terdapat
tanda-tanda kemarahan.' Ia menjawab, 'Memang benar, aku mempunyai sejumlah piutang
pada si Fulan bin Fulan yang dikenal sebagai ahli memanah. Lalu aku datang kepada
keluarganya dan aku bertanya, apakah dia ada di tempat. Keluarganya menjawab bahwa
ia tidak ada. Lalu keluar dari rumahnya seorang anaknya yang masih kecil, maka
kutanyakan kepadanya, 'Di manakah ayahmu?' Ia menjawab, 'Ia mendengar suaramu, lalu
ia memasuki kamar ibuku.' Maka aku berkata, 'Keluarlah kamu untuk menemuiku,
sekarang aku telah mengetahui di mana kamu berada.' Maka ia keluar, dan aku bertanya
kepadanya, 'Mengapa engkau selalu menghindar dariku dan bersembunyi?' Ia menjawab,
'Demi Allah, aku akan berbicara kepadamu dan tidak akan berdusta. Aku takut, demi
Allah, berbicara kepadamu, lalu aku berdusta atau aku menjanjikan kepadamu, lalu aku
mengingkarinya, sedangkan aku adalah seorang sahabat Rasulullah Saw. Demi Allah,
sekarang aku sedang dalam kesusahan.' Aku berkata, 'Maukah engkau bersumpah kepada
Allah?' Ia menjawab, 'Demi Allah.' Kemudian ia mengambil lontarnya, dan
menghapusnya dengan tangannya, lalu ia berkata, 'Jika engkau telah punya, maka
bayarlah kepadaku, dan jika kamu masih juga tidak punya, maka engkau kubebaskan dari
utangmu.' Abul Yusr melakukan demikian karena ia pernah menyaksikan dan melihat
dengan kedua matanya seraya mengisyaratkan kedua telunjuknya kepada kedua matanya
sendiri dan ia pernah mendengar dengan kedua telinganya, serta hatinya telah
menghafalnya dengan baik seraya mengisyaratkan ke arah ulu hatinya
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda “Barang siapa yang memberikan masa tangguh
kepada orang yang kesusahan atau memaafkan (utang)nya, niscaya Allah akan
menaunginya di bawah naungan-Nya. Lalu Abul Yusr menuturkan hadis ini
hingga selesai."

Hadis lain diriwayatkan dari Amirul Mukminin Usman ibnu Affan. Abdullah ibnu Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Yahya Al-Bazzar (yaitu
Muhammad ibnu Abdur Rahman), telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Usaid
ibnu Salim Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Fadl Al-Ansari, dari
Hisyam ibnu Ziyad Al-Qurasyi, dari ayahnya, dari Mihjan maula Usman, dari Usman r.a.
yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Allah
memberikan naungan kepada seseorang di bawah naungan-Nya pada hari tiada naungan
kecuali hanya naungan-Nya, yaitu orang yang memberikan masa tangguh kepada orang
yang kesusahan atau memaafkan orang yang berutang (kepadanya).

Hadis lain diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Ja'unah
As-Sulami Al-Khurrasani, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar menuju masjid seraya bersabda dan
mengisyaratkan tangannya seperti ini lalu Abu Abdur Rahman mengisahkan hadis ini
seraya mengisyaratkan tangannya ke tanah: Barang siapa yang memberikan masa
tangguh kepada orang yang kesusahan atau memaafkan (utang)nya, maka Allah akan
memeliharanya dari panas neraka Jahannam. Ingatlah, sesungguhnya amal surgawi itu
(bagaikan mendaki) bukit yang terjal lagi tajam, diulangnya tiga kali, ingatlah,
sesungguhnya amal neraka itu (bagaikan menempuh) dataran di atas batu besar. Orang
yang berbahagia ialah orang yang dihindarkan dari berbagai fitnah, tiada suatu tegukan
pun yang lebih disukai oleh Allah selain dari mereguk kemarahan yang dilakukan oleh
seorang hamba. Tidak sekali-kali seorang hamba Allah menahan kemarahannya,
melainkan Allah memenuhi rongganya dengan iman. Hadis ini termasuk yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.

Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Tabrani. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnu Muhammad Al-Baurani Kadi Hudaibiyyah, tempat Bani Rabi'ah, telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali As-Sada-i, telah menceritakan kepada
kami Al-Hakam Ibnul Jarud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abul Muttaidkhal
ibnu Uyaynah, dari ayahnya, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada
orang yang kesulitan sampai masa kelapangannya, niscaya Allah akan menangguhkan
dosa-dosanya sampai ia bertobat.

Istimbath Hukum
1. Perintah memberi sedekah kepada orang yang berutang, yang tidak sanggup
membayar utangnya.
2. Orang yang berpiutang wajib memberi tangguh kepada orang yang berutang bila
mereka kesulitan dalam membayar utang.
3. Bila seseorang mempunyai piutang pada seseorang yang tidak sanggup membayar
utangnya diusahakan agar orang itu bebas dari utangnya dengan jalan membebaskan
dari pembayaran utangnya baik sebagian maupun seluruhnya atau dengan cara lain
yang baik.
Daftar Pustaka
https://baitsyariah.blogspot.com/2019/02/surah-al-baqarah-ayat-280-tafsir-ibnu.html
https://tafsirweb.com/1046-quran-surat-al-baqarah-ayat-280.html
https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-280/
https://tafsirq.com/topik/hutang+piutang
https://quranhadits.com/quran/2-al-baqarah/al-baqarah-ayat-280/
https://tafsirweb.com/1046-quran-surat-al-baqarah-ayat-280.html
SURAH AN NISA 4:5-6

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan tafsir ayat An -Nisa’ Ayat 5-6 dengan
menganalisis terlebih dahulu melalui keilmuan studi Al-Quran. Dari segi analisis
mufrodat (kosa kata), jenis ayat, asbabun nuzul, munasabat ayat, kandungan ayat secara
global, dan istimbath hukum secara keilmuan lainnya dalam rangka menyempurnakan
kandungan ayat.

Teks Ayat
Allah Ta’ala berfirman dalam Surat An-Nisa’ Ayat 5-6 :
ّ ٰ ‫َو ََل تُ ْئتُىا ال ُّسفَهَآٗ َء اَ ْم َىا لَـ ُك ُم الَّتِ ْي َج َع َل‬
}٥{ ‫ّللُ لَـ ُك ْم قِ ٰي ًِا وَّا زْ ُشقُىْ هُ ْم فِ ْيهَا َوا ْكسُىْ هُ ْم َوقُىْ لُىْ ا لَهُ ْم قَىْ ًَل َّم ْعسُوْ فًا‬
ّٰۤ
‫َوا ْبتَلُىا ْاليَ ٰتِٰ ً َح ٰتًّ اِ َذا بَلَ ُغىا النِّ َكا َح فَا ِ ْن ٰاََ ْستُ ْم ِّم ْنهُ ْم ُز ْشدًا فَا ْدفَع ُّٰۤىْ ا اِلَ ْي ِه ْم اَ ْم َىا لَهُ ْم َو ََل تَؤْ ُكلُىْ ه َّٰۤا اِس َْسا فًا َّوبِدَا‬

ِ ْ‫ف َو َم ْن َكا نَ فَقِ ْي ًسا فَ ْليَؤْ ُكلْ بِا ْل َِ ْعسُو‬


‫ف ۗ فَاِ َذا َدفَ ْعتُ ْم اِلَ ْي ِه ْم اَ ْم َىا لَهُ ْم‬ ْ ِ‫زً ا اَ ْن يَّ ْكبَسُوْ ا ۗ َو َم ْن َكا نَ َغنِيًّا فَ ْليَ ْستَ ْعف‬

}٦{ ‫فَا َ ْش ِه ُدوْ ا َعلَ ْي ِه ْم ۗ َو َك ٰفً بِا ٰ ّّللِ َح ِس ْيبًا‬

Terjemahan
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik [5]. Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka
cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas
(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. Dan janganlah
kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu)
tergesa-gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara
pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak
yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang
patut. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, maka hendaklah
kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas [6].

Analisa Lafadz Ayat


Firman Allah Ta’ala:
۟ ُ‫َو ََل تُ ْئت‬
‫ىا ال ُّسفَهَآ َء أَ ْم ٰىلَ ُك ُم‬

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu”
Yang dimaksud disini adalah anak-anak dan orang yang lemah akalnya yang tidak
mengetahui hal-hal yang dapat memperbaiki hartanya dan tidak dapat menjauhi hal-hal
yang dapat menghancurkan dan menghilangkan hartanya.
Firman Allah Ta’ala :
‫الَّتًِ َج َع َل ّللُ لَ ُك ْم قِ ٰي ًِا‬

“Yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”


Yakni harta yang dijadikan penopang urusan-urusan kalian, karena apabila harta itu
hilang atau rusak maka mereka akan menjadi tanggungan bagi kalian
‫َوازْ ُشقُىهُ ْم فِيهَا َوا ْكسُىهُ ْم‬

“Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu)”


Yakni mereka sebagian harta mereka untuk menafkahi diri mereka dan mencukupi
kebutuhan pakaian mereka.
Firman Allah Ta’ala :

۟ ُ‫َوقُىل‬
‫ىا لَهُ ْم قَىْ ًَل َّم ْعسُوفًا‬

“Dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”


Yakni berupa janji yang baik dengan mengatakan apabila kalian telah dewasa maka kami
akan mengembalikan harta ini kepada kalian.
Firman Allah Ta’ala :
۟ ُ‫َوا ْبتَل‬
ًٰ َِ ‫ىا ْاليَ ٰت‬

“Dan ujilah anak yatim itu”


Yakni dengan memperhatikan akhlak dari anak yatim tersebut untuk mengetahui
kecerdasannya dan kemampuannya dalam memperlakukan harta, dengan cara
memberikannya sebagian hartanya dan menyuruhnya untuk mengatur harta tersebut agar
dapat diketahui kemampuan sebenarnya dalam berurusan dengan harta.

Firman Allah Ta’ala :

۟ ‫َحتَّ ٰ ًٓٗ ا َذا بَلَ ُغ‬


‫ىا النِّ َكا َح‬ ِ

“Sampai mereka cukup umur untuk kawin”


Dan termasuk dari tanda-tanda baligh adalah keluarnya mani dan bulu kemaluan atau
hamil dan haidh bagi perempuan.
Firman Allah Ta’ala :

‫فَب ِ ْن َءاََ ْستُم‬

“Kemudian jika menurut pendapatmu”


Yakni jika menurut pandangan dan penglihatan kalian.
Firman Allah Ta’ala :
‫ِّم ْنهُ ْم ُز ْشدًا‬
“Mereka telah cerdas (pandai memelihara harta)”

Yakni janganlah kalian serahkan harta anak yatim kepada mereka kecuali setelah mereka
baligh dan setalah kalian berpandangan bahwa mereka telah cerdas dalam berurusan
dengan harta mereka dan tidak berlaku mubadzir, dan dapat meletakkan harta tersebut
ditempat yang semestinya.
Firman Allah Ta’ala:
۟ ‫َو ََل تَؤْ ُكلُىهَآ ا ْس َسافًا َوبدَا ًزا أَن يَ ْك َبس‬
‫ُوا‬ ِ ِ

“Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa”

Yakni jangn kalian memakannya dengan berlebih-lebihan dan tergesa-gesa sebelum


mereka dewasa dan mengatakan kita belanjakan harta anak-anak yatim ini sesuai
keinginan kita sebelum mereka mencapai baligh lalu mengambil harta tersebut dari
genggaman kita.
Firman Allah Ta’ala :
ِ ‫ف َو َمن َكانَ فَقِيسً ا فَ ْليَؤْ ُكلْ بِ ْال َِ ْعس‬
‫ُوف‬ ْ ِ‫َو َمن َكانَ َغنِيًّا فَ ْليَ ْستَ ْعف‬

“Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan
harta itu menurut yang patut.”

Yakni janganlah kalian bermewah-mewah dengan harta anak yatim dan jangan
berlebihan dalam bersenang-senang dengan makanan, minuman, dan pakaian.

Firman Allah Ta’ala:

‫فَا ِ َذا َدفَ ْعتُ ْم اِلَ ْي ِه ْم اَ ْم َىا لَهُ ْم فَا َ ْش ِه ُدوْ ا َعلَ ْي ِه ْم ۗ َو َك ٰفً بِا ٰ ّّللِ َح ِس ْيبًا‬

“Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.”

Jika akan menyerahkan harta kepada Mereka itu hendaknya harus ada sanksi-sanksi. hal
ini merupakan ancaman dan penegasan bahwa apapun yang dilakukan seseorang, pastilah
Allah melihatnya dan mengawasinya. Maka janganlah sampai terbesit dalam diri kita
untuk melakukan kedhaliman terhadap harta anak yatim.

Jenis Ayat
Surah An-Nisa' bahasa Arab: ,‫ سىزة النسآء‬sūrah an-nisā’, 'Wanita Dinamakan An- Nisa(
wanita) karena dalam surah ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan
wanita serta merupakan surah yang paling membicarakan hal itu dibanding dengan surah-
surah yang lain. Surat an-Nisa merupakan surat keempat dan surat terpanjang kedua
dalam Alquran yang memiliki 176 ayat. Secara umum, tergolong sebagai surat
Madaniyah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Bukhari dari Aisyah berkata,
“tidaklah surat al-Baqarah dan an-Nisa diturunkan kecuali aku telah bersama Rasulullah.”
Dan tidak ada perbedaan pendapat bahwasanya Rasulullah baru berkumpul bersama
Aisyah di Madinah. Dinamakan surat an-Nisa karena fokus surat ini berkisar pada
pembahasan tentang perempuan. Sejak dari pembukaan surah menjelaskan tentang
perempuan dan beberapa permasalahan yang terkait tentang kaum perempuan.

Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Al-Tsa'labi dari Al-Hadlrami, bahwa seorang laki-laki
mempercayakan pengelolaan seluruh hartanya kepada istrinya. Ternyata istrinya itu
menggunakan harta suaminya secara tidak semestinya. Qs. An Nisa 4:5 turun sebagai
peringatan kepada suami supaya hati-hati mempercayakan pengelolaan harta pada
istrinya. Menurut Abu Musa Al-Asy'ari, Qs. An Nisa 4:5 ini turun berisi larangan
menyerahkan harta pada semua yang kurang mampu mengelolanya. Pakar tafsir dan
sababun nuzul, Imam Abul Hasan Ali bin Ahmad Al-Wahidi (wafat 468 H/1076 M)
menerangkan, Surat An-Nisa ayat 6 ini turun berkaitan dengan Tsabit bin Rifa’ah RA
yang ditinggal mati ayahnya, kemudian paman yang merawatnya mendatangi Rasulullah
SAW untuk bertanya atas pengelolaan hartanya.

Munasabah Ayat
Didalam surat An-Nisa’ Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah adanya
perintah Allah untuk memberikan harta pada anak yatim, mengeluarkan shadaqah pada
perempuan dengan syarat mereka baliq, berakal dan mampu membelanjakan atau
menjaga dengan baik dan selain itu di dalam surat An-Nisa ayat 6 ini mencakup tiga hal
pokok, yaitu pendidikan anak yatim, Hukum memakan harta anak yatim, dan penyerahan
harta anak yatim kepadanya.

Tafsir Global
Surat An-Nisa ayat 5-6 ini menerangkan tentang hak-hak anak yatim yang harus
dipenuhi, ayat ini menjelaskan larangan menyerahkan harta mereka bila mereka belum
mampu mengurus. Dan janganlah kalian serahkan kepada orang yang belum sempurna
akalnya, yaitu anak yatim atau orang dewasa yang belum mampu mengurus, harta mereka
yang ada dalam kekuasaan kalian yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan,
penyangga hidup, penopang urusan, dan penunjang berbagai keinginan dalam kehidupan
ini. Sebab, dalam kondisi seperti itu mereka akan menghabiskan harta tersebut secara sia-
sia. Karena itu, berilah mereka belanja secukupnya dan pakaian selayaknya yang bisa
menutupi aurat dan memperindah penampilan, dari hasil harta yang kalian usahakan itu.
Bersikaplah lemah lembut dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik sehingga
membuat perasaan mereka nyaman dan tenteram.

Setelah menjelaskan tentang larangan menyerahkan harta anak yatim dalam kondisi
mereka belum mampu mengelola, berikutnya Allah memerintahkan agar para wali
menguji terlebih dahulu kematangan berpikir, kecerdasan, dan kemampuan mereka
mengelola harta sebelum menyerahkannya. Dan ujilah kecerdasan dan mental anak-anak
yatim itu dengan memperhatikan keagamaan mereka, kematangan berpikir, dan cara
membelanjakan harta, kemudian latihlah mereka dalam menggunakan harta itu sampai
hampir mereka cukup umur untuk menikah dengan menyerahkan harta sedikit demi
sedikit. Kemudian jika menurut pendapat kamu melalui uji mental tersebut dapat
diketahui dengan pasti bahwa mereka betul-betul telah cerdas dan pandai dalam
memelihara dan mengelola harta, maka serahkanlah kepada mereka hartanya itu,
sehingga tidak ada alasan bagi kalian untuk menahan harta mereka. Dan janganlah kamu,
para wali, dalam mengelola harta ikut memakannya harta anak yatim itu dan mengambil
manfaat melebihi batas kepatutan, dan janganlah kamu menyerahkan harta kepada
mereka dalam keadaan tergesa-gesa menyerahkannya sebelum mereka dewasa, karena
kalian khawatir bila mereka dewasa mereka akan memprotes kalian. Barang siapa di
antara pemelihara itu mampu mencukupi kebutuhan hidup untuk diri dan keluarganya,
maka hendaklah dia menahan diri dari memakan harta anak yatim itu dan mencukupkan
diri dengan anugerah dari Allah yang diperolehnya. Dan barang siapa miskin, maka
bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut sekadar untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya, sebagai upah atau imbalan atas pemeliharaannya. Kemudian,
apabila kamu menyerahkan harta itu yang sebelumnya berada di tangan kamu kepada
mereka, maka hendaklah kalian adakan saksi-saksi ketika menyerahkan harta itu kepada
mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas atas segala amal perbuatan dan perilaku
mereka. Dan Dia memperhitungkan semua perilaku tersebut kemudian memberinya
balasan setimpal.

Istimbath Hukum
1. Dilarangnya menyerahkan harta pada anak yatim (hak waris pada pewarianya) bila
mereka belum mampu mengurus.
2. Diperintahkan agar para wali menguji dan melatih terlebih dahulu kematangan
berpikir, kecerdasan, dan kemampuan mereka mengelola harta sebelum
menyerahkannya.
3. Diperintahkannya bersikap lemah lembut kepada mereka (anak yatim), sehingga
membuat perasaan mereka nyaman dan tenteram.
4. Dilarangnya para wali, dalam mengelola harta ikut memakannya harta anak yatim itu
dan mengambil manfaat melebihi batas kepatutan.
Daftar pustaka
https://www.tokopedia.com/s/quran/an-nisa/ayat-5
https://tafsirweb.com/1538-quran-surat-an-nisa-ayat-6.html

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Surah_AnNisa%E2%80%99#:~:text=Surah%20An%2D
Nisa'%20(bahasa,an%2Dnis%C4%81'%2C%20har.&text=Dinamakan%20An%2D%20N
isa%20(wanita),dengan%20surah%2Dsurah%20yang%20lain.

Anda mungkin juga menyukai