Buku Bahasa Indonesia 4
Buku Bahasa Indonesia 4
PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SANKSI PELANGGARAN
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu Ciptaan
atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/
atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Buku ini diset dan dilayout oleh bagian produksi Penerbit Erlangga
20 19 18 17 16 5 4 3 2 1
Dilarang keras mengutip, menjiplak atau memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku ini serta
memperjualbelikannya tanpa ijin tertulis dari Penerbit Erlangga.
ahasa ndonesia
uku-buku
kebanyakan menyajikan unsur-unsur bahasa ataupun sedikit diselingi
dengan berbagai yang ditujukan untuk mengukur penguasaan
unsur-unsur bahasa secara “deskrit” atau “serpihan” Ditinjau dari
ancangannya, buku-buku tersebut digolongkan pada pendekatan struktural
(structural approach) atau pendekatan isi (content based approach), yaitu
ancangan penulisan buku-buku yang menekankan pada isi dan stuktur bahasa.
K
iartikan sebagai
seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat
dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
Kompetensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan yang bila dimiliki
oleh seseorang, maka orang itu mampu melaksanakan kegiatan atau
pekerjaan yang dilandasi oleh kemampuan atau keahliannya.
Selain kemampuan , buku in engantar
para pembaca emantapkan kepribadiannya agar secara konsisten
menguasai, menerapkan, mengembangkan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.
Pengantar vii
Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih atas kritik dan saran serta masukan yang
sangat berarti bagi penyempurnaan buku ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Prof. Dr. Harimurti Kridalaksana dan Djoko Kentjono, M.A. yang telah
memberikan masukan dan saran yang sangat berarti dalam penyempurnaan buku ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
mendukung dan berkontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama
kepada Prof. Dr. H. Achmad H.P. di Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
yang telah mem untuk terbitan ini.
Semoga budi baik dan karya yang tulus dari semua pihak mendapat balasan yang
setimpal dari Yang Mahakuasa.
Semoga buku ini bermanfaat bagi pengembanga dan
perluasan horizon dalam memahami dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
berbahasa Indonesia. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
x Pendahuluan
.
Daftar Isi
Kedudukan
Bahasa Indonesia
1933. Berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru, yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
25–28 Juni 1938. Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres tersebut,
dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
18 Agustus 1945. Undang-Undang Dasar RI 1945 ditandatangani. Salah satu pasal
di dalam UUD 1945 (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
19 Maret 1947. Penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti
Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
28 Oktober–2 November 1954. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan merupakan
salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara.
16 Agustus 1972. H. M. Soeharto, Presiden Kedua Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato
kenegaraan dan dikuatkan dengan Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972.
31 Agustus 1972. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah yang secara resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
28 Oktober–2 November 1978. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan
di Jakarta merupakan peristiwa penting bagi bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan
dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928.
Selain itu, kongres ini juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
21 Oktober–6 November 1983. Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di
Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda
yang ke-55. Dalam putusan kongres, disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan semua warga negara Indonesia
untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai.
28 Oktober–3 November 1988. Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira 700 pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Nusantara dan peserta tamu dari negara sahabat, seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Peristiwa penting yang terjadi pada kongres
ini adalah dipersembahkannya Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia, yang merupakan karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara.
28 Oktober–2 November 1993. Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di
Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu
dari mancanegara yang meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hong Kong,
Bab 1 Kedudukan Bahasa Indonesia 9
30. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus memperkuat unit yang
bertanggung jawab terhadap sertifikasi pengajar dan penyelenggara Bahasa
Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).
31. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berkoordinasi dengan para pakar
pengajaran BIPA dan praktisi pengajar BIPA mengembangkan kurikulum, bahan
ajar, dan silabus standar, termasuk bagi komunitas ASEAN.
32. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memfasilitasi pertemuan rutin
dengan SEAMEO Qitep Language, SEAMOLEC, BPKLN Kemendikbud, dan
perguruan tinggi untuk menyinergikan penyelenggaraan pengajaran BIPA.
33. Pemerintah Indonesia harus mendukung secara moral dan material pendirian
pusat studi/kajian bahasa Indonesia di luar negeri.
Berbicara untuk
Keperluan Akademik
DALAM BAB INI
Konsep Berbicara Berbicara untuk Presentasi
Persiapan Berbicara Struktur Presentasi
Menentukan Topik dan Judul Mengumpulkan dan Menyatukan Materi
Menentukan Maksud dan Tujuan Presentasi
Menganalisis Situasi dan Pendengar Langkah-Langkah Presentasi
Penggunaan Alat Bantu
Penyusunan Bahan Berbicara
Teknik Presentasi yang Efektif
Menentukan Topik dan Judul
Teknik Penyusunan Bahan Berbicara untuk Seminar
Menyiapkan Catatan Persiapan Sebelum Berbicara di Seminar
Berbicara dalam Situasi Formal
16 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
KONSEP BERBICARA
Hampir dapat dipastikan bahwa kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari kegiatan
berbicara atau berkomunikasi antara seseorang atau satu kelompok dengan kelompok
yang lain. Peristiwa komunikasi atau kontak tersebut, baik disadari maupun tidak, tentu
didasarkan oleh adanya perasaan saling membutuhkan antara satu dan lainnya. Pada
hakikatnya, berbicara adalah keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Salah satu
ciri khusus bicara ialah fana (transitory). Kefanaan dalam hal ini berarti keberlangsungan
yang terbatas. Hal itu menjadi karakteristik bicara sehingga sulit memberikan penilaian
untuk berbicara. Berbicara ialah kemampuan yang kompleks yang sekaligus melibatkan
beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut beragam dan perkembangannya beriringan dengan
perubahan dan pergantian masa sehingga mengakibatkan bentuk perkembangan yang
berbeda dengan kecepatan perkembangan yang berbeda pula.
Secara garis besar, kegiatan berbicara dapat dibagi menjadi dua pilihan. Pertama,
berbicara di muka umum atau masyarakat (public speaking) atau berbicara pada individu.
Kedua, berbicara pada konferensi (conference speaking) atau berbicara dalam kelompok,
yang meliputi: (1) seminar kelompok, baik formal maupun tidak formal; (2) prosedur
parlementer; dan (3) debat. (Tarigan, 1986: 22–23).
Berdasarkan kenyataan berbahasa, kita lebih banyak berkomunikasi secara lisan
dibandingkan dengan cara lain. Lebih dari separuh waktu kita digunakan untuk berbicara
dan mendengarkan, sedangkan selebihnya digunakan untuk menulis dan membaca.
Sebagai anggota masyarakat, kita secara alamiah mampu berbicara. Namun, dalam situasi
formal dan dalam kegiatan ilmiah sering timbul rasa gugup sehingga gagasan yang kita
18 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
Dari paparan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan berbicara
untuk keperluan akademik atau ilmiah ialah berbicara dalam lingkungan akademik atau
lembaga pendidikan. Pembicaraan dilandaskan pada ilmu pengetahuan atau hal-hal yang
bersifat ilmiah. Contoh berbicara untuk keperluan akademik adalah mempresentasikan
makalah, seminar, simposium, dan panel. Dalam kegiatan ilmiah, corak bahasa yang kita
gunakan harus bersifat reproduktif, impersonal, dan baku.
PERSIAPAN BERBICARA
Pada dasarnya, persiapan-persiapan yang dilakukan untuk menciptakan sebuah komposisi
lisan sama saja dengan menyiapkan komposisi tertulis. Dalam hal ini, pembicara biasanya
menghadapi suatu massa yang sudah diketahuinya terlebih dahulu. Jadi, persoalan-persoalan
yang harus mendapat perhatian pembicara sebaiknya disiapkan jauh-jauh hari.
Persiapan-persiapan penyajian dapat dilihat melalui tiga langkah berikut:
a. Meneliti masalah, yang meliputi:
Menentukan maksud.
Menganalisis pendengar dan situasi.
Memilih dan menyempitkan topik.
b. Menyusun uraian, yang meliputi:
Mengumpulkan bahan.
Membuat kerangka uraian.
Menguraikan secara detail.
c. Mengadakan latihan dengan cara:
Berlatih dengan suara nyaring.
Sebagai ilustrasi, kita ambil contoh suatu ceramah mengenai “Penulisan Ilmiah”.
Pembicara harus menetapkan apa tujuan dari ceramah yang akan diuraikannya sehingga
dalam menyiapkan bahan dan penggarapannya, pembicara mengarahkan semua
perhatiannya untuk mencapai tujuan umum maupun tujuan khusus yang ingin dicapai.
Misalnya, dengan topik “Penulisan Ilmiah”, ia membuat ketetapan-ketetapan sebagai
berikut:
Dari kedua contoh di atas, dapat diketahui bahwa walaupun topiknya sama, tetapi
tujuan dari sebuah uraian dapat berbeda-beda. Dengan tujuan yang berbeda tersebut,
berbeda pula tekanan detail-detail uraian yang akan disajikan. Seperti apa yang telah
diuraikan dalam bagian penyusunan kerangka karangan, sebuah topik yang sama dapat
memiliki tesis yang berbeda sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sewaktu menggarap
uraian lisan. Jadi, sebelum Anda membuat uraian berdasarkan sebuah topik yang sudah
Anda pilih, tentukan pula reaksi khusus (selain reaksi umum) yang hendak Anda capai
dalam uraian Anda. Oleh karena itu, setiap topik harus dibatasi sejauh mungkin untuk
mendapatkan reaksi khusus.
tidak melihat adanya hubungan di antara pokok pembicaraan dan kepentingan atau
permasalahan hidup mereka. Oleh sebab itu, pembicara hendaknya selalu berusaha
untuk mengaitkan pokok pembicaraan dengan permasalahan hidup pendengar
atau dapat dikatakan bahwa sikap mereka ditentukan oleh pertalian antara topik
pembicaraan dan permasalahan hidup mereka.
Sikap bersahabat, bermusuhan, atau angkuh ditentukan oleh sikap para pendengar
terhadap pembicara sendiri. Sikap tersebut ditentukan oleh seberapa jauh keintiman
atau persahabatan mereka dengan pembicara dan seberapa tinggi penghargaan mereka
terhadap pembicara karena pengetahuan pembicara tentang topik yang dibawakan.
Selain itu, maksud pembicaraan turut menentukan sikap pendengar. Sikap pendengar
terhadap maksud pembicaraan dapat diketahui, misalnya, dari bagaimana sikap mereka
seandainya pembicara menyampaikan maksudnya secara langsung. Dikarenakan
sikap yang dapat timbul bermacam-macam, maka pembicara harus berusaha untuk
mengetahui sikap yang paling dominan sehingga ia dapat menyesuaikan dirinya
dengan sikap tersebut.
membuat materi presentasi secara singkat karena jika materi presentasi dibuat secara rinci,
maka pembicara akan kehilangan minat audiensi.
Pikirkan materi presentasi dengan saksama dan sedetail mungkin, tetapi tetap jaga
materi presentasi sesingkat mungkin sehingga seluruh materi dapat dibahas. Untuk
membantu daya ingat Anda, pindahkan catatan tersebut ke dalam kartu dalam bentuk
kata kunci dan frasa.
Catatan ringkas akan membantu pembicara untuk tidak membaca naskah ketika
presentasi berlangsung. Selain itu, memberikan presentasi dengan membaca teks memberi
kesan bahwa pembicara tidak profesional.
Sebelum seorang pembicara memberikan presentasi yang sesungguhnya, pembicara
tersebut hendaknya berlatih sesering mungkin. Latihan merupakan kegiatan yang penting
untuk memperbaiki penampilan dan menyesuaikan waktu yang tersedia. Jika perlu,
pembicara dapat melakukan perubahan. Setelah pembicara membaca materi presentasi
secara berulang-ulang, hindari perasaan kritis yang berlebihan terhadap isi presentasi.
Merupakan hal yang alami jika seorang pembicara merasa ragu dengan isi presentasi
yang akan diberikannya.
Permulaan presentasi yang sempurna ialah jika pembicara memperoleh perhatian
audiensi. Hal tersebut dapat dicapai dengan satu pernyataan yang dramatis, humoris,
atau dengan cara lainnya. Namun, penggunaan humor memiliki risiko, bahkan
humor yang terkesan cerdas dapat mematikan. Oleh karena itu, pembicara yang akan
membuka presentasinya dengan humor hendaknya yakin betul bahwa humor yang
akan disampaikannya dapat diterima pendengar dan dapat pula membuat pendengar
memerhatikan presentasi yang akan disampaikannya.
Dengan menjaga keterlibatan audiensi, pembicara dapat mempertahankan ketertarikan
mereka terhadap presentasi yang diberikan. Keterlibatan audiensi dapat dilakukan misalnya
dengan mengajukan pertanyaan atau dengan mengajukan voting sederhana (pengambilan
suara sering digunakan untuk memperoleh keterlibatan). Untuk keperluan presentasi,
pembicara dapat memanfaatkan proyektor dan laptop, OHP dengan lembar transparan,
atau (jika perlu) pembicara dapat menggunakan flip chart. Sebelum memanfaatkan alat-
alat bantu tersebut, pastikan Anda mengetahui cara pemakaiannya.
Mempersiapkan data berupa diagram atau tabel sebelum presentasi sangat penting
untuk dilakukan agar saat presentasi dimulai, pembicara telah memahami data yang
akan dipaparkannya dengan jelas. Satu lagi hal yang harus diperhatikan pembicara ketika
memberikan presentasi adalah hindari kegiatan menggambar dan berbicara pada saat
yang bersamaan. Untuk menarik perhatian dan memudahkan pemahaman, gambar harus
dibuat dalam bentuk grafik sederhana.
Hindari penyertaan kalimat-kalimat panjang dalam paparan visual karena hal itu
akan membuat Anda harus membacanya (yang sebenarnya tidak membantu) dan audiensi
tidak akan mendengarkan apa yang Anda baca. Akhiri presentasi dengan sesuatu yang
membuat audiensi mengingat presentasi yang Anda berikan.
Bab 2 Berbicara untuk Keperluan Akademik 31
Anda telah merasa nyaman atau latihlah kemampuan presentasi Anda dengan teman Anda
sampai Anda benar-benar merasa siap. Bagi perasaan takut Anda dengan teman Anda.
Langkah-Langkah Presentasi
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, dalam memberikan suatu presentasi, pembicara
hendaknya memerhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Perkenalkan diri (kelompok) Anda saat membuka presentasi.
b. Bacakan judul presentasi Anda.
c. Bukalah presentasi sembari berkonsentrasi pada pesan atau informasi yang akan
disampaikan.
d. Mulai presentasi secara perlahan, berikan permulaan yang telah dipersiapkan dengan
baik dan penuh percaya diri.
e. Miliki alasan atau argumen yang tepat untuk setiap lembar presentasi yang ditampilkan.
f. Jangan pernah menghalangi pandangan audiensi: atur posisi badan agar tidak
menghalangi audiensi.
Komunikasi yang kurang baik selalu dihadapkan pada permasalahan yang kompleks.
Pembahasan masalah tersebut tidak dapat diselesaikan hanya dalam satu buku yang
membahas tentang komunikasi, satu term kursus, apalagi dalam buku yang sedang
Anda baca ini. Buku ini hanya memberikan elemen-elemen dan pertanyaan-pertanyaan
yang perlu dipertimbangkan sebelum memberikan uraian lisan, dalam hal ini presentasi.
Pendekatan yang dipakai dalam buku ini didasarkan pada asumsi bahwa terdapat suatu
proses pembentukan presentasi yang melibatkan beberapa langkah dasar yang telah
dijabarkan sebelumnya.
Dalam pengembangan ilmu yang kita peroleh, sering kali kita mengadakan seminar
akademik yang terkadang tidak saja melibatkan kolega atau mahasiswa, tetapi juga pihak lain
yang ada kaitannya dengan disiplin ilmu tersebut. Umumnya, seminar tersebut bertujuan
untuk mendapatkan tanggapan dari pihak luar mengenai pengembangan ilmu yang kita
peroleh. Dalam kegiatan ilmiah yang demikian, kita dituntut untuk mendemonstrasikan
keterampilan kita dalam mengemukakan pendapat yang didukung oleh argumentasi yang
kuat untuk meyakinkan orang lain.
Argumentasi yang kuat harus kita tunjang dengan pemakaian bahasa yang bebas
nilai, artinya terlepas dari unsur emotif dan afektif. Cara berbicara pun harus jelas dan
sistematis agar informasi yang disampaikan efektif.
Sebagai anggota masyarakat, kita secara alamiah mampu berbicara. Namun, dalam
situasi formal dan dalam kegiatan ilmiah, sering timbul rasa gugup sehingga gagasan yang
kita kemukakan menjadi tidak teratur dan hal itu mengakibatkan bahasa yang digunakan
pun menjadi tidak teratur. Bahkan, ada beberapa di antara kita yang tidak berani berbicara
(Arsyad dan Mukti, 1988: 1).
Aspek-aspek penggunaan bahasa ketika berbicara dalam situasi formal adalah:
1. Menggunakan bahasa baku. Bahasa yang digunakan harus sesuai dengan bahasa yang
umum dipakai masyarakat (audiensi).
2. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan kemampuan audiensi.
Seorang pembicara harus membedakan siapa teman bicara atau audiensinya sehingga
bahasa yang digunakan pun dapat disesuaikan agar dapat dipahami.
3. Menggunakan bahasa yang tidak menyinggung perasaan pendengar atau audiensi.
4. Menggunakan bahasa yang efektif.
5. Menggunakan istilah yang relevan dengan topik yang dibahas.
6. Memerhatikan informasi atau pesan yang benar dan bermanfaat bagi pendengar atau
audiensi.
Bab 3 Membaca untuk Menulis 41
KONSEP MEMBACA
Membaca merupakan satu dari empat keterampilan berbahasa. Dalam komunikasi
tertulis, lambang-lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau
huruf-huruf menurut alfabet Latin. Pembagian membaca berdasarkan tingkatan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu membaca permulaan dan pemahaman membaca lanjut.
Dalam membaca permulaan, terdapat proses pengubahan yang harus dibina dan dikuasai,
terutama pada masa kanak-kanak. Pada masa permulaan sekolah, anak-anak diberikan
pengenalan huruf sebagai lambang bunyi bahasa. Pengenalan huruf tersebut dinamakan
proses pengubahan. Setelah tahap pengubahan dikuasai siswa secara mantap, barulah
penekanan diberikan pada pemahaman isi bacaan.
Untuk memahami secara perinci mengenai konsep membaca, berikut akan
dikemukakan beberapa pengertian membaca menurut para ahli. Menurut Anderson
(1972: 214), membaca ialah suatu proses untuk memahami yang tersirat di dalam yang
tersurat. Dengan kata lain, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang
tertulis. Adapun menurut Tarigan (1987: 7), membaca ialah suatu proses yang dilakukan
dan digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui media kata/bahasa tulis. Sementara itu, Finochiaro dan Bonomo (1973:
119) mengatakan bahwa membaca ialah memetik serta memahami arti atau makna yang
terkandung di dalam bahan tertulis. Pendapat lain dikemukakan oleh Lado (1976: 132)
yang mengemukakan bahwa membaca adalah memahami pola-pola bahasa dari gambaran
tertulisnya.
Bab 3 Membaca untuk Menulis 45
PEMAHAMAN BACAAN
Dalam perkembangan studi membaca, dikenal tiga pandangan terhadap proses membaca,
yaitu (1) membaca sebagai proses pengenalan simbol bunyi yang tercetak; (2) membaca
sebagai proses pengenalan simbol tulis yang tercetak dan diikuti pemahaman makna
tersuratnya; dan (3) membaca tidak hanya merupakan pemahaman dan pengenalan simbol
tercetak saja, tetapi membaca adalah proses pengolahan bahan tulis secara kritis dan
kreatif untuk mendapatkan pemahaman dan manfaat yang menyeluruh (Olson, 1982: 11).
Hingga saat ini, Directed Reading-Thinking Activity (DRTA) masih dikembangkan di
beberapa sekolah dasar di Amerika. Teknik DRTA menekankan kegiatan berpikir sewaktu
seseorang membaca. Anak-anak dilatih untuk memeriksa, membuat hipotesis, menemukan
bukti, membuat penilaian secara cepat, dan mengambil keputusan berdasarkan pengalaman
dan pengetahuan (Stauffer dalam Achadiah, 1995: 61). Program yang dapat diadaptasi
untuk meningkatkan minat baca anak adalah Drop Everything and Read (DEAR) atau
Sustained Silent Reading (SSR). Teknik ini dapat dilaksanakan secara berkelompok maupun
secara individual. Bahan yang digunakan dapat berupa cerita fiksi dan nonfiksi. Dalam
pelaksanaannya, guru mengalokasikan sejumlah waktu setiap harinya untuk sesi membaca
bebas, misalnya 30 menit setiap harinya.
Membaca adalah suatu proses berpikir, menilai, memutuskan, mengimajinasikan,
memberi alasan, dan memecahkan masalah (Zinte, 1975: 8). Hal ini senada dengan Oka
(1983: 17) yang menyatakan bahwa membaca adalah proses pengolahan bacaan secara
kritis dan kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat
menyeluruh tentang bacaan tersebut; memberikan penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi,
dan dampak bacaan itu. Pengertian ini sesuai dengan kemampuan yang harus dimiliki
seseorang agar mampu memahami bacaan. Namun, pada kenyataannya, kegiatan membaca
yang dilakukan sebagian orang tidak melibatkan proses berpikir. Proses membaca dipandang
sebagai usaha menyerap informasi dari bacaan ke dalam ingatan. Konsep membaca seperti
ini sesuai dengan pendapat Siahaan (1985: 5) yang mendefinisikan pemahaman bacaan
secara luas sebagai pengolahan bacaan secara kritis dan kreatif yang dilakukan dengan
tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan tersebut,
memberikan penilaian terhadap keadaan, dan dampak dari bacaan tersebut.
Berdasarkan proses yang dilakukan dalam membaca, Achadiah (1995: 58–59)
menyatakan bahwa kemampuan memahami bacaan digolongkan ke dalam tiga jenjang.
Jenjang pertama, yaitu membaca secara harfiah. Membaca secara harfiah adalah membaca
Bab 3 Membaca untuk Menulis 51
c. Membaca dangkal, yakni suatu kegiatan pemahaman bacaan yang bertujuan untuk
memperoleh pemahaman dangkal dari suatu bahan bacaan. Kegiatan membaca seperti
ini biasanya dilakukan demi kesenangan. Salah satu bentuk membaca dangkal adalah
membaca bacaan ringan yang dilakukan untuk mendatangkan kebahagiaan di waktu
senggang, misalnya membaca cerita pendek dan novel ringan.
Adapun membaca intensif menurut Tarigan pada hakikatnya memerlukan bahan bacaan
yang singkat. Membaca intensif menuntut adanya suatu pemahaman yang mendalam serta
terperinci terhadap suatu bahan bacaan. Tingkat pemahaman ini berhubungan erat dengan
kecepatan membaca. Kecepatan membaca akan menurun jika kedalaman serta kerincian
pemahaman semakin bertambah atau meningkat. Faktor lain yang dapat memengaruhi
kecepatan membaca ialah kejelasan teks bacaan. Bahan bacaan yang jelas tentu lebih
mudah dipahami daripada bahan bacaan yang kurang jelas. Meskipun demikian, kecepatan
membaca masih dapat dikembangkan sebab membaca efisien melibatkan kecepatan
membaca dan tingkat pemahaman yang tinggi (Tarigan, 1986).
Selanjutnya, Tarigan (1986: 35) membagi kegiatan membaca intensif menjadi dua
bagian. Pertama, membaca telaah isi, yakni kegiatan pemahaman yang dilakukan setelah
menemukan bahan bacaan yang menarik ketika membaca sekilas sehingga mendorong
kita untuk mengetahui isi bacaan secara lebih mendalam. Membaca telaah isi menuntut
adanya ketelitian, pemahaman, kekritisan berpikir, serta keterampilan untuk menangkap
ide-ide yang tersirat di dalam bacaan. Kedua, membaca telaah bahasa, yakni suatu
kegiatan membaca yang menuntut adanya pemahaman mendalam terhadap bahasa yang
membangun bacaan. Pada hakikatnya, bacaan terdiri dari isi dan bahasa. Keduanya
merupakan dwitunggal yang utuh. Isi dianggap sebagai roh suatu bacaan, sementara
bahasa dianggap sebagai jasmani suatu bacaan. Keserasian keduanya dapat mencerminkan
keindahan dan kemanunggalan bahan bacaan.
Adapun menurut Ibrahim (1996: 193), terdapat beberapa cara untuk membaca suatu
bahan bacaan berdasarkan tujuannya, yaitu:
a. Membaca teknis yang bertujuan agar pembaca memiliki kemampuan membaca yang
diucapkan dan dilagukan secara tepat sesuai dengan isi dan makna bacaan;
b. Membaca tanpa suara yang bertujuan agar pembaca mampu memahami isi bacaan;
c. Membaca indah yang bertujuan agar pembaca mampu membaca dengan
menggambarkan penghayatan terhadap keindahan bacaan;
d. Membaca bahasa yang bertujuan agar pembaca dapat meningkatkan kemampuannya
di bidang bahasa;
e. Pemahaman bacaan yang bertujuan agar pembaca mampu memahami isi bacaan
yang sedang dibaca sehingga akhirnya menjadi tambahan pengetahuan bagi dirinya.
MENULIS
Menulis merupakan suatu kegiatan menciptakan suatu catatan atau informasi pada
suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada kertas dengan
menggunakan alat tulis seperti pena atau pensil. Pada awalnya, menulis dilakukan dengan
menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir kuno.
Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-orang Sumeria (Irak saat
ini) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi,
berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata atau benda. Kegiatan menulis
berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan yang menyebabkan orang semakin
giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
Keterampilan menulis merupakan salah satu mata kuliah yang diajarkan di perguruan
tinggi, khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Keterampilan
ini secara intensif baru diberikan kepada mahasiswa semester lima. Mahasiswa terlebih
dahulu diperkenalkan dengan mata kuliah “Dasar-Dasar Menulis”. Setiap teori selesai
diberikan, mereka langsung berlatih menulis karangan. Pelatihan dilakukan secara bertahap.
Mereka berlatih mengembangkan gagasan menjadi kalimat topik, mengembangkan kalimat
topik menjadi paragraf, menulis paragraf secara utuh, mengembangkan paragraf menjadi
karangan yang lebih luas, kemudian menulis karangan secara utuh.
Dalam karangan, terkadang ditemukan kesalahan struktur kalimat, kesalahan bentukan
kata, kesalahan penulisan kata, kesalahan penggunaan ejaan, dan kesalahan koherensi
paragraf. Untuk mengantisipasi kesalahan ini, setiap karangan mahasiswa diperiksa. Jika
terdapat kesalahan, maka pengajar harus menunjukkan kesalahan tersebut, kemudian
diperbaiki. Karangan mahasiswa biasanya dibacakan di dalam kelas oleh mahasiswa
68 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
Bahan untuk menulis makalah hendaknya mudah diperoleh dan harus sesuai
topik yang diinginkan. Pengertian mudah diperoleh dalam hal ini adalah bahan yang
dibutuhkan dapat diperoleh baik dalam bentuk buku atau sumber-sumber lainnya.
Misalnya, di antara topik “Penggunaan Bahasa Indonesia Baku di Kalangan Remaja”
dan “Peranan Pemuda pada Tata Kelola Pemerintahan”, tentu sumber referensi bagi
topik “Penggunaan Bahasa Indonesia Baku di Kalangan Remaja” lebih banyak tersedia
dan mudah didapatkan dibandingkan dengan topik “Peranan Pemuda pada Tata
Kelola Pemerintahan” karena penulis dapat dengan mudah melakukan observasi di
lapangan mengenai penggunaan bahasa Indonesia baku di kalangan remaja.
b. Membatasi Topik
Topik telah diperoleh. Persoalan berikutnya ialah membatasi topik. Apakah topik perlu
dibatasi? Tentu saja, perlu. Apabila topik terlalu luas, maka penulis akan kesulitan
dalam memaparkan pembahasan dan mutu makalah berpotensi tidak terlalu baik.
Perhatikan contoh berikut:
• Topik “Kendaraan Roda Dua di Kota Bima” terlalu luas dan umum jika
dibandingkan dengan “Masalah Ojek di Kota Bima”.
• Topik “Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Kota Tangerang” dapat
dipersempit menjadi “Upaya Meningkatkan Mutu Lulusan SMA di Kota Tangerang
Selatan”, atau “Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di SMA”.
• Topik “Mata Pelajaran IPA Kurang Diminati Sebagian Siswa” dipersempit menjadi
‘Mata Pelajaran Fisika Kurang Diminati Sebagian Siswa.”
c. Memilih Judul
Judul ditentukan oleh topik. Seperti yang sudah disinggung pada bab-bab sebelumnya,
judul memiliki peranan penting di dalam suatu uraian, baik uraian lisan maupun
tertulis. Sebuah judul yang baik akan menimbulkan keingintahuan pembaca atau
pendengar suatu uraian. Beberapa kriteria judul makalah yang baik:
• Judul menggambarkan masalah.
• Judul menggambarkan isi (content).
• Judul harus singkat dan jelas (brief and clear).
• Judul bukan kalimat, tetapi frasa atau klausa.
• Judul menarik dan memiliki daya pikat (novelty).
• Panjang judul berkisar antara 5–15 kata.
d. Membuat Kerangka Makalah
Pokok masalah yang telah dipilih untuk dibahas dalam makalah harus diperinci lagi
menjadi bagian-bagian yang saling berkaitan. Bagian-bagian itu kemudian kembali
diperinci menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Seperti bagian-bagian yang besar,
bagian-bagian yang lebih kecil itu pun harus saling berkaitan.
Setelah menentukan topik permasalahan, langkah selanjutnya yang harus dilalui
sebelum menulis makalah adalah membuat kerangka makalah. Kerangka makalah berisi
74 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
Skripsi
Skripsi adalah karya tulis akademik hasil studi atau penelitian yang ditulis dan disusun
secara sistematis berdasarkan metode ilmiah, baik melalui penelitian induktif maupun
deduktif yang dilakukan oleh mahasiswa, di bawah pengawasan dosen pembimbing. Skripsi
juga merupakan salah satu syarat akademik yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar
strata 1 (S-1). Skripsi disusun berdasarkan hasil penelitian yang biasanya dilakukan setelah
persyaratan akademik lainnya telah terpenuhi.
Skripsi disusun berdasarkan kerangka pemikiran yang seluruhnya sama dan mengacu
kepada teori orang lain yang telah ditemukan sebelumnya. Penulis hanya mengacu dan
menggunakan teori-teori tersebut dalam bentuk kerangka pemikiran yang sama untuk
menjawab masalah penelitian atau menguji hipotesisnya. Data yang dikumpulkan pun dianalisis
dengan menggunakan metode yang sederhana (deskriptif, linear, univariate, bivariate).
Tesis
Tesis adalah karya tulis akademik hasil studi yang dilakukan secara mandiri dan ditulis
serta disusun secara sistematis berdasarkan metode ilmiah, baik melalui penelitian
induktif maupun deduktif yang dilakukan oleh mahasiswa, di bawah pengawasan dosen
pembimbing. Tesis merupakan salah satu syarat akademik yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan gelar magister atau strata 2 (S-2). Tesis ini dibuat berdasarkan hasil
penelitian dengan cakupan penelitian yang lebih luas (bila dibandingkan dengan skripsi).
Tesis ditulis dengan menggunakan teori maupun konsep yang lebih komprehensif guna
mendapatkan kesimpulan yang lebih umum (berlaku umum) sehingga hasil penelitian tidak
hanya berlaku pada tempat tertentu saja. Tesis disusun berdasarkan kerangka pemikiran
yang telah dikembangkan dan mengacu pada teori orang lain yang telah ditemukan
Bab 4 Menulis 91
sangat penting bagi ilmuwan yang memosisikan diri sebagai komunikator IPTEK atau
jurnalis IPTEK, baik sebagai pekerjaan utama atau tambahan.
P1 dengan P2. Hal itu perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat,
pesan dapat tersampaikan, tidak menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan,
dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke penanggap
tutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara: (a) naratif untuk menceritakan
peristiwa, perbuatan, cerita; (b) deskriptif untuk menggambarkan hal-hal faktual, seperti
keadaan, tempat barang, dsb.; (c) ekspositoris; dan (d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri:
Cendekia. Bahasa Indonesia keilmuan mampu digunakan untuk mengungkapkan
hasil pemikiran logis secara tepat.
Lugas dan jelas. Bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan
ilmiah secara jelas dan tepat.
Gagasan sebagai pangkal tolak. Bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan
orientasi gagasan. Hal itu berarti penekanan diarahkan pada gagasan atau hal-hal
yang diungkapkan, tidak pada penulis.
Formal dan objektif. Komunikasi ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi
formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam
bahasa Indonesia keilmuan merupakan unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi
formal atau resmi. Pada lapis kosakata, dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal
dan kata-kata yang berciri informal (Syafi’ie, 1992: 8–9).
Korp Korps
Berkata Bilang
Karena Lantaran
Laras llmiah
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan
dalam ragam standar, semi-standar, atau non-standar. Akan tetapi, tidak demikian halnya
dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil
pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah
menyusun kembali pelbagai bahan atau informasi menjadi sebuah karangan yang utuh.
Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang, melainkan
disebut penulis (Soeseno, 1981: 1). Apakah yang membedakan seorang pengarang dengan
seorang penulis? Seorang pengarang akan merangkaikan realitas kehidupan ke dalam
sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah
tulisan. Penulis menuliskan data atau informasi yang realistis, yang berarti bahwa data
Bab 5 Penulisan Karya Ilmiah
atau informasi yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah
dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data yang
realistis dapat berasal dari dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau
sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti rangkaian peristiwa
atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis
(Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian,
dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya,
berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan.
Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran, tetapi juga untuk
menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil
yang kita temukan di lapangan. Kita dapat pula menumbangkan sebuah teori berdasarkan
hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat menyampaikan pesan
kepada pembacanya secara jelas.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai
berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16):
Menyajikan fakta objektif secara sistematis atau runut.
Aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
Ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian
“jujur”, terkandung sikap etis penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan
yang jelas.
Disusun secara sistematis; setiap langkah direncanakan secara terkendali, terkonsep,
dan sesuai prosedur.
Menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan induktif yang
mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
Mengandung pandangan yang disertai dengan dukungan dan pembuktian berdasarkan
suatu hipotesis.
Ditulis secara tulus. Hal ini berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran
faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada meragukan. Penulis
karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius, dan berprasangka.
Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
Pada dasarnya, suatu karya ilmiah bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul
kesan argumentatif dan persuasif, maka hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka
karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada
situasi spesifik tersebut dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil
kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah
tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri
jika dilihat dari segi bahasa yang digunakan, yaitu:
Bentuk Karangan dan Tata
Cara Penulisan
DALAM BAB INI
Bentuk Karangan
Kelaziman dalam Tata Cara Penulisan
Penulisan Preposisi “di”, “ke”, dan “dari”
Penulisan Gabungan Kata (Kata Majemuk)
Penulisan Singkatan dan Akronim
Penulisan Nama Geografi
Penulisan Kata yang Lazim
Pungtuasi
Peristilahan
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
BENTUK KARANGAN
Penulis haruslah telah memiliki bayangan akan apa yang akan ditulisnya. Begitu pula dengan
bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan gagasannya tersebut, apakah menggunakan
paragraf berbentuk eksposisi, argumentasi, narasi, atau deskripsi. Setiap jenis karangan
memiliki tujuannya sendiri. Jika penulis tidak cermat dalam memilih bentuk karangan
yang akan digunakan, maka pesan yang ingin disampaikan penulis bisa tidak tercapai.
Untuk menghindari tidak tersampaikannya pesan yang ingin disampaikan, mari kita lihat
bentuk-bentuk karangan dan juga tujuannya.
Karangan yang bertujuan untuk memberikan informasi, penjelasan, keterangan, atau
pemahaman termasuk golongan pemaparan. Hasilnya disebut paparan atau eksposisi.
Karangan yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca, membuktikan pendapat atau
pendirian pribadi, atau membujuk pihak lain agar pendapat pribadi diterima, termasuk
golongan perbahasaan. Hasilnya disebut bahasan persuasi atau argumentasi.
Karangan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengamatan, maupun perekaan
tergolong kategori pengisahan. Hasilnya disebut kisahan atau narasi.
Penulisan yang menggambarkan bentuk, rupa, sifat, rasa, atau corak objek pengamatan
termasuk golongan pemerian. Hasilnya disebut perian atau deskripsi.
•
Penalaran dalam Karangan
DALAM BAB INI
Penalaran dalam Karangan
Salah Nalar
Deduksi yang Salah
Generalisasi yang Terlalu Luas
Pemikiran “jika tidak …, tentu ...”
Salah Nilai Atas Penyebaban
Analogi yang Salah
Penyampingan Masalah
Pembenaran Pokok Masalah Lewat Pokok Sampingan
Argumentasi Ad-Huminem
Imbauan pada Keahlian yang Disangsikan
Nonseguitur
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
PENGERTIAN PARAGRAF
Paragraf bukanlah sebuah konsep yang asing didengar dan dikenal oleh mahasiswa, baik
bagi mahasiswa yang sedang menempuh kuliah semester awal maupun bagi mahasiswa
yang sedang menempuh semester akhir. Para ahli bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
telah mendefinisikan paragraf sesuai dengan pengalaman pemahamannya. Meskipun
memiliki tujuan yang sama, keragaman definisi atau pengertian paragraf dapat dilihat
dari pola kalimat atau proposisi yang digunakan dalam membangun konsepnya. Sebagian
pakar mendefisikan paragraf dengan proposisi yang singkat dan padat. Sementara itu,
pakar lain mendefinisikannya dengan proposisi atau kalimat yang agak panjang dan
bahkan kompleks.
Uraian tentang pengertian paragraf diawali dengan pengertian paragraf secara
etimologis. Kata “paragraf ” sering kali disebut “alinea”. Kata “paragraf ” diserap dari bahasa
Inggris paragraph, sedangkan kata “alinea” diserap dari bahasa Belanda dengan ejaan yang
sama. Kata alinea dalam bahasa Belanda itu sendiri berasal dari bahasa Latin a linea yang
berarti mulai dari baris baru. Sementara itu, kata paragraph berasal dari bahasa Yunani,
yaitu dari kata para yang berarti “sebelum” dan grafein yang berarti “menulis; menggores”.
Pada mulanya, paragraf atau aliena tidak dituliskan dengan memulai tulisan pada garis
baru seperti yang kita kenal saat ini, tetapi paragraf atau alinea dituliskan menyatu dengan
menggunakan tanda sebagai ciri awal paragraf (Sakri 1992: 1).
Selanjutnya, pengertian paragraf menurut John Langan (2003: 11) adalah a series of
sentences about one main idea, or a point. A paragraph typically starts with a point and
the rest of the paragraph provides specific details to support and develop that point. Jika
diterjemahkan, Langan mengungkapkan bahwa paragraf adalah seperangkat kalimat yang
membicarakan sebuah ide utama atau suatu masalah. Sebuah paragraf umumnya diawali
dengan ide utama, sedangkan sisa paragraf tersebut menyediakan detail-detail tertentu
untuk mendukung atau mengembangkan permasalahan tersebut. Dari pengertian yang
dikemukakan oleh Langan tersebut, dapat disarikan bahwa paragraf adalah tulisan yang
Bab 8 Struktur Paragraf
memungkinkan untuk dijelaskan, deskripsi yang penuh akan terasa tidak praktis dan
secara pragmatik tidak layak.
Informasi yang berlebihan akan menyebabkan informasi yang tumpang-tindih atau
bahkan tidak relevan. Oleh karena itu, semua informasi yang mungkin (possible information)
harus diseleksi. Hal yang menjadi persoalan adalah apakah batas kelengkapan suatu
rincian deskripsi yang ada di dalam sebuah paragraf. Perincian atau deskripsi memerlukan
semacam pembatas. Dalam hal itu, van Dijk (1986) menjelaskan bahwa suatu batasan bisa
saja dibuat sepanjang informasi di dalam paragraf cukup jelas. Batasan-batasan tersebut
berkaitan dengan derajat kelengkapan (degrees of completeness) dan tingkat kelengkapan
(levels of completeness) serta topik dan maksud atau tujuan komunikasi. Dengan adanya
pembatasan tersebut, diharapkan tidak terjadi paragraf yang kurang lengkap (under-
complete) atau pargraf dengan kelengkapan yang berlebihan (over-complete). Kedua kondisi
tersebut menyebabkan suatu wacana tidak runtut.
FUNGSI PARAGRAF
Seperti halnya kegiatan atau aktivitas menulis lainnya, menulis paragraf pun memiliki
fungsi dan arti tertentu. Berikut dikemukakan beberapa fungsi paragraf di dalam penulisan.
a. Paragraf menandai pembukaan gagasan atau ide baru dan dapat pula berupa
pengembangan lebih lanjut dari ide atau gagasan utama (main idea) sebelumnya;
b. Paragraf menandai hal-hal yang penting dari uraian atau penjelasan pada paragraf
sebelumnya;
c. Paragraf mengekspresikan gagasan tertulis dengan memberi bentuk suatu pikiran dan
perasaan ke dalam serangkaian kalimat yang tersusun secara logis di dalam suatu
kesatuan;
d. Paragraf menandai peralihan (pergantian) gagasan baru bagi karangan yang terdiri
dari beberapa paragraf ganti (ganti pikiran);
e. Paragraf memudahkan pemahaman bagi pembacanya;
f. Paragraf memudahkan pengembangan topik karangan ke dalam satuan-satuan unit
pikiran yang lebih kecil;
g. Paragraf memudahkan pengendalian atau pengontrolan gagasan utama (Widjono
H.S, 2008: 174); dan
h. Paragraf memudahkan perujukan atau pengacuan dalam membaca atau pengutipan
(Alek, 2009: 127).
Belum ada isyarat jelas bahwa masyarakat sudah menarik tabungan deposito
mereka. Sementara itu, Bursa Efek Indonesia mulai terguncang saat menampung
serbuan para pemburu saham. Agaknya, para pemilik modal berusaha meraih sebanyak-
banyaknya saham yang dijual di bursa. Oleh karena itu, Bursa Efek Indonesia berusaha
menampung minat pemilik modal yang menggebu-gebu. Akibatnya, Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) dalam tempo cepat melampaui angka 100 persen. Bahkan,
kemarin IHSG melonjak ke tingkat 101,828 persen.
Dengan dipasangnya pengait antarkalimat sementara itu, oleh karena itu, akibatnya,
dan bahkan dalam paragraf tersebut, kepaduan paragraf dapat dirasakan dan urutan
kalimat-kalimat dalam paragraf itu logis dan kompak.
Kelengkapan
Untuk membuat para pembaca menikmati dan memahami isi cerita di dalam paragraf
dengan baik dan benar, diperlukan syarat yang disebut kelengkapan sebab melalui aspek
kelengkapan inilah para pembaca dapat memahami isi paragraf dengan mudah. Masalah
kelengkapan wacana (completeness) dibahas antara lain oleh McCrimmon (1967), van
Dijk (1986), serta Syafei (1984). McCrimmon mengemukakan bahwa salah satu dari
syarat yang harus dipenuhi agar sebuah karangan (paragraf) itu baik adalah adanya aspek
kelengkapan. Paragraf dianggap lengkap apabila telah melakukan apa yang dikehendaki
oleh penulisnya. Kelengkapan sebuah paragraf berkaitan dengan seberapa jauh rincian
pendukung (supporting detail) ada dalam sebuah paragraf, atau sejauh mana rincian
keterangan tersebut terdapat di dalam paragraf. Keterangan yang lebih rinci memang
diperlukan dalam suatu paragraf agar pernyataan umum dalam paragraf itu dapat lebih
dipahami. Tidak adanya rincian keterangan menyebabkan pembaca tidak dapat memahami
secara utuh isi sebuah paragraf. Rincian keterangan akan membuat pernyataan umum
menjadi lebih spesifik. Rincian keterangan itu dapat berupa rincian fakta, perbuatan,
Bab 8 Struktur Paragraf
disebut secara umum di dalam paragraf pembuka. Paragraf keempat berfungsi untuk
menunjukkan secara singkat apa yang telah diuraikan sebelumnya.
PENGEMBANGAN PARAGRAF
Paragraf dapat dikembangkan dengan cara pertentangan, perbandingan, analogi, contoh,
sebab-akibat, definisi, dan klasifikasi. Untuk lebih memahami cara-cara pengembangan
paragraf, mari kita simak pembahasan berikut ini.
Pertentangan
Pengembangan paragraf dengan cara pertentangan biasanya menggunakan ungkapan-
ungkapan, seperti berbeda dari, bertentangan dengan, sedangkan, lain halnya dengan,
akan tetapi, dan bertolak belakang dari. Perhatikan contoh berikut.
“Orde 1998–2006” kini jauh berbeda dari “Orde 1967–1998”. Ini menyebabkan
kehidupan dan penegakan hukum pada kedua periode itu juga sangat berbeda. Orde
pemerintahan Soeharto memiliki kecenderungan yang kuat ke arah sentralistis, otoriter,
dan represif. Kekuasaan politik dengan efisien dan efektif mengendalikan kekuasaan
publik, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Meski peraturan yang membolehkan
campur tangan presiden dalam pengadilan dicabut pada periode tersebut, tetapi
pencabutan itu tidak dapat menahan kekuatan politik Soeharto untuk mencampuri
urusan pengadilan. Sejak 1998, orde politik yang disebut orde reformasi memiliki
sifat yang bertolak belakang dengan watak orde sebelumnya. (Rahardjo, 2007: 29).
Perbandingan
Pengembangan paragraf dengan cara perbandingan biasanya menggunakan ungkapan,
seperti serupa dengan, seperti halnya, demikian juga, sama dengan, sejalan dengan, akan
tetapi, sedangkan, dan sementara itu. Perhatikan contoh berikut.
Seruan “Kiri” seorang penumpang angkot untuk turun dari mobil yang
ditumpanginya, misalnya di Bandung, mungkin tidak lazim ditemukan di beberapa
daerah lain, seperti Manado, Gorontalo, dan Malaysia, yang membuat para penumpang
serempak menengok ke kiri. Seperti halnya di Bandung, warga Jakarta juga
menggunakan seruan “Kiri” untuk menghentikan angkot. Akan tetapi, di Manado,
kata yang diserukan, yaitu “Muka”. Sementara itu, seruan “Minggir” lazim digunakan
di daerah Lampung untuk menandakan terdapat penumpang yang akan turun. Lain
halnya dengan di Padang, meskipun penumpang yang turun lebih dari satu atau
mungkin seluruh penumpangnya, kata seruan yang digunakan adalah “Siko cieh!”
yang berarti “Di sini satu!” (Diolah dari berbagai sumber)
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
Analogi
Analogi adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang dijelaskan dengan objek lain yang
memiliki kesamaan atau kemiripan, baik itu dari segi sifat maupun aspek lain dari kedua
objek tersebut. Biasanya, pengembangan paragraf dengan cara analogi dilakukan dengan
bantuan kiasan. Kata-kata yang digunakan, yaitu ibaratnya, seperti, dan bagaikan. Berikut
contoh pengembangan paragraf dengan cara analogi.
Dalam persoalan Poso, kita memang diingatkan bahwa penanganannya tidaklah mudah.
Ibaratnya, kita diminta untuk memegang telur. Kalau terlalu keras memegangnya, telur
itu akan pecah, tetapi kalau terlalu longgar juga akan pecah karena akan terlepas dari
tangan. Kita harus menanganinya secara tepat dan masalah ini harus menjadi perhatian
kita bersama. Janganlah masalah ini membuat kita pecah sebagai bangsa. Kasihan
para pahlawan dan mereka yang berharap terhadap masa depan. (Kompas, 2006: 6)
Contoh-Contoh
Kata seperti, misalnya, dan contohnya adalah ungkapan-ungkapan yang lazim digunakan
dalam pengembangan paragraf dengan cara memberi contoh. Perhatikan contoh berikut ini.
Selain tipe kepribadian manusia introver, terdapat tipe kepribadian manusia yang lain,
yaitu ekstrover. Tipe ekstrover adalah orang-orang yang perhatiannya lebih diarahkan
keluar dari dirinya, kepada orang lain, dan kepada masyarakat. Orang yang tergolong
ke dalam tipe ekstrover memiliki sifat-sifat tertentu, contohnya berhati terbuka,
mudah bergaul, ramah, penggembira, mudah memengaruhi orang lain, dan mudah
dipengaruhi oleh orang lain. (Diolah dari berbagai sumber)
DIKSI
Penggunaan diksi (pemilihan kata) dalam penulisan ilmiah atau karya fiksi menjadi
aspek yang sangat penting dalam membangun kalimat yang efektif dan utuh. Pemilihan
kata yang tepat dan sesuai dengan konteks kalimat akan memberi efek tersendiri dalam
menyampaikan informasi, baik melalui bahasa tulis maupun bahasa lisan. Pentingya
memerhatikan diksi juga memberi kemudahan bagi penulis dalam menyampaikan pesan
atau informasi kepada pembacanya. Penggunaan kata yang tidak sesuai dengan konteks
atau masih asing bagi pembaca atau pendengar akan berdampak terhadap ketidakefektifan
dan miskomunikasi antara penulis dan pembaca atau antara pembicara dan pendengar.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan pesan, baik melalui bahasa
tulis maupun bahasa lisan, adalah keterbatasan kosakata yang dimiliki penulis dan
pembaca atau pembicara dan pendengar. Untuk menghindari terjadinya kondisi tersebut,
pemahaman dan kesadaran akan pentingnya memiliki kemampuan menguasai kosakata
dan pemilihan kosakata menjadi suatu keharusan, baik itu bagi penulis dan pembicara
maupun pembaca dan pendengar.
Kemampuan memilih kata yang tepat dan sesuai dengan konteks kalimat merupakan
bagian penting untuk meraih kesuksesan atau keberhasilan bagi penulis atau pembicara
dalam menyampaikan informasi atau pesan kepada pembaca dan pendengarnya.
Pengertian diksi adalah kemampuan untuk secara tepat membedakan nuansa-nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan. Diksi juga dapat berarti memilih kata atau
bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar atau pembaca. Selanjutnya, Keraf (2006) mengatakan diksi mencakup kata-kata
yang dipakai untuk meyampaikan suatu gagasan, cara menggabungkan kata yang tepat,
dan gaya yang paling baik digunakan dalam situasi tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata
yang sesuai dengan konteks kalimat untuk menyampaikan pesan atau gagasan oleh penulis
Bab 9 Diksi
terbatas atau pemilihan kata yang kurang tepat. Akan tetapi, pengenalan kosakata yang
terbatas juga berarti keterbatasan seorang individu untuk mengungkapkan diri dalam
kehidupan berbahasa. Oleh karena itu, penguasaan kosakata yang cukup diperlukan untuk
menghindari ketidakefektifan komunikasi.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperluas kosakata adalah: (1) pemakaian
kamus umum dan kamus sinonim yang baik; (2) pemasukan kata baru dalam tulisan dan
pembicaraan; dan (3) berusaha membaca berbagai jenis tulisan. Akan tetapi, usaha untuk
menambah kosakata Anda tidak hanya terpaut pada tiga cara di atas. Terdapat berbagai
macam cara yang dapat Anda lakukan untuk memperluas kosakata dan memperoleh
kepekaan bahasa.
Kita dapat memilih kata, baik karena makna denotasinya maupun karena makna
konotasinya. Denotasi kata ialah arti harfiah dari sebuah kata atau hubungan antara kata
(atau ungkapan) dan barang, orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan di luar sistem
bahasa. Misalnya, denotasi kata “kuda” ialah “kelas hewan mamalia pemakan rumput yang
dipelihara manusia untuk menarik muatan, mengangkut barang, atau untuk dikendarai”.
Sementara itu, makna konotasi dapat bersifat pribadi dan bergantung pada pengalaman
seorang individu dengan kata, barang, atau gagasan yang diacu oleh kata tersebut.
Misalnya, bagi beberapa orang, kata ular, jaksa, Tampomas, radikal, dan penyesuaian
harga mempunyai nilai rasa tambahan. Di samping itu, ada juga konotasi yang berlaku
untuk satu kelompok atau bahkan untuk mayoritas suatu masyarakat bahasa yang berbagi
sikap dan perasaan. Kata yang sarat dengan konotasi ialah kata pantang, khususnya yang
berupa makian, bersifat cabul, dan nama orang yang menjadi pusat perhatian masyarakat.
Kita pun dapat memilih di antara kata yang konkret dan kata yang abstrak. Kata
yang konkret mengacu kepada barang yang spesifik di dalam pengalaman kita. Kata
yang konkret dapat efektif digunakan dalam karangan pengisahan (narasi) dan pemerian
(deskripsi) karena kata yang konkret merangsang pancaindera pembaca. Namun, tidak
semua karangan perlu bersifat konkret. Kita juga dapat memilih kata abstrak. Kata abstrak
ialah kata yang merujuk kepada sifat, nisbah, dan gagasan. Kata abstrak sering dipakai
untuk mengungkapkan gagasan yang rumit. Kata tersebut mampu menjelaskan perbedaan
yang halus di antara gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Meskipun demikian, kita
hendaknya berhati-hati jika menggunakan kata abstrak sebab karangan yang dihamburi
kata abstrak dapat menjadi samar dan tidak cermat. Kesalahan penggunaan kata abstrak
tidak saja menyamarkan maksud penulis, yang tidak jarang sangat terpelajar, tetapi kata
tersebut juga menyebabkan karangannya tampak kaku dan berlagak. Perhatikan penggalan
paragraf berikut ini dan berikan tanggapan Anda.
“… Saya pikir, hakiki Pancasila adalah sifat monodualisme manusia. Yaitu, sifat
dasar manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial; makhluk yang
terlibat dalam kehidupan spiritual dan jasmaniah. Persoalannya sekarang, sampai
seberapa jauh kedua hal itu bisa berperan dalam posisi berimbang. Di satu pihak,
Bab 9 Diksi
Di samping harus memerhatikan konsep denotasi dan konotasi, konkret dan abstrak,
umum dan khusus, serta majas, penulis juga harus memerhatikan konsep idiom. Diksi
dalam karangan yang cermat, tepat, dan kuat sebaiknya bersifat idiomatis. Idiom ialah
ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari arti setiap
unsurnya. Idiom dipelajari dan dihafalkan. Oleh karena itu, bahasa yang idiomatis
diartikan juga sebagai bahasa yang wajar dipakai oleh penutur asli. Perhatikan contoh
berikut: panjang tangan, rendah hati, membanting tulang, berbesar hati, masuk kantor,
terdiri atas, bergantung pada, berbeda dengan. Seseorang yang bukan penutur asli bahasa
Indonesia belum tentu mengetahui makna idiom-idiom tersebut karena mereka tidak
mempelajari makna dari idiom-idiom tersebut, sedangkan penutur bahasa Indonesia tahu
bahwa gabungan kata tersebut merupakan idiom sehingga mereka tidak memaknainya
secara harfiah. Idiom merupakan konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan
anggota-anggotanya. Contoh: kambing hitam bukan bermakna kambing berwarna hitam,
tetapi seseorang yang dipersalahkan dalam suatu perkara.
Pemakaian idiom tidak terkena kaidah ekonomi bahasa yang sering dianjurkan kepada
penulis dan wartawan sebagai usaha penghematan kata dalam tulisan. Ekonomi bahasa
memang dapat menunjang diksi yang kuat karena dalam ekonomi bahasa, diperlukan
kecermatan dan ketepatan dalam memilih dan menggunakan kata-kata yang efektif di
dalam suatu tulisan.
Sebagai penulis yang menggunakan bahasa yang kosakatanya terus berkembang,
prakarsa perorangan untuk memperluas kosakatanya sangat dianjurkan. Pemekaran
kosakata diperlukan untuk memungkinkan pelambangan konsep dan gagasan kehidupan
modern. Cakrawala sosial-budaya yang meluas dan melampaui batas-batas perikehidupan
yang tertutup menimbulkan keperluan adanya kata, istilah, dan ungkapan baru dalam
bahasa.
Struktur dan Gaya Kalimat
DALAM BAB INI
Jenis Kalimat
Kalimat Menurut Maksudnya
Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya
Kalimat Menurut Bentuk Gayanya (Retorika)
Keefektifan Kalimat
Keutuhan
Perpautan
Penegasan
Ekonomi
Variasi
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
Kalimat adalah satuan pikiran atau perasaan yang dinyatakan dengan subjek dan predikat
yang dirakit secara logis. Dalam karangan, kalimat merupakan satuan yang terkecil,
sedangkan dalam analisis gramatikal, kalimat merupakan satuan yang terbesar. Sementara
itu, satuan analisis gramatikal yang lebih kecil adalah frasa dan klausa.
JENIS KALIMAT
Kalimat menjelaskan pikiran dan perasaan pembicara atau penulis. Jenis pikiran dan
perasaan berbeda-beda, begitu pula dengan alasan berkomunikasi. Tidak mengherankan
jika jenis kalimat juga berbeda-beda. Penggolongannya dapat didasarkan pada maksud,
struktur, dan bentuk retorikanya. Mari kita bahas jenis-jenis kalimat tersebut satu per satu.
meningkat dan kemudian menurun di ujung kalimat. Secara tertulis, kalimat pertanyaan
ditandai dengan tanda tanya (?). Kalimat pertanyaan sering diawali oleh kata tanya apa,
kapan, apakah, bilamana, siapa, yang mana, bagaimana, di mana, mengapa, dan berapa.
Misalnya, Kapan Saudara datang? Bagaimana membuat tulisan seperti ini? Pukul berapa
sekarang?
Kalimat Perintah dan Permintaan (Kalimat Imperatif)
Kalimat perintah dan permintaan digunakan untuk menyuruh atau melarang seseorang
berbuat sesuatu. Intonasi pada kalimat perintah dan permintaan menurun dan dalam
tulisan, kalimat perintah dan permintaan menggunakan tanda baca berupa titik (.) atau
tanda seru (!). Perhatikan pemakaian sufiks –lah berikut ini sudilah, sukalah, janganlah.
Sufiks –lah juga digunakan untuk menekankan perintah dan permintaan. Misalnya,
Bukakanlah pintu! Sukalah menjawab surat ini dalam waktu dekat. Janganlah ribut!
Kalimat Seruan (Kalimat Ekslamatif)
Walaupun kalimat seruan serupa dengan kalimat perintah dan permintaan dalam aspek
intonasi dan tanda baca, tetapi kalimat seruan digunakan untuk mengungkapkan perasaan
yang kuat atau yang mendadak. Dalam karangan yang baik, kalimat seruan jarang
digunakank. Perlu diperhatikan bahwa terdapat sedikit perbedaan dalam intonasi pada
kalimat seruan. Jika pada kalimat perintah dan permintaan intonasinya menurun, maka
kalimat seruan memiliki intonasi yang meningkat dan kemudian menurun. Sama halnya
dengan kalimat perintah dan permintaan, kalimat seruan ditandai dengan tanda seru (!)
atau tanda titik (.). Misalnya, Bukan main, cantiknya. Panasnya hari ini!
Begitu pula dengan contoh-contoh berikut: Belajar di aula, kami. Di aula, kami belajar.
Belajar, kami di aula. Cobalah penggal kalimat-kalimat tersebut untuk lebih memahami
pokok bahasan kalimat yang berklimaks ini. Perhatikan bahwa kalimat-kalimat tersebut
tidaklah lengkap dan belumlah selesai jika dipenggal.
Kalimat yang berimbang (balanced sentence) ialah kalimat majemuk setara atau
campuran yang strukturnya memperlihatkan kesejajaran. Gagasan yang menunjukkan
penalaran yang sejalan dituangkan ke dalam bangun kalimat yang bersimetri. Misalnya,
Petatar boleh belajar, boleh bersantai. Mereka memilih buku ini atau menghafal diktat ini.
Terlihat bahwa kedua kalimat tersebut memiliki dua gagasan yang setara.
KEEFEKTIFAN KALIMAT
Keefektifan kalimat diukur dari sudut pandang banyak atau sedikitnya kalimat tersebut
berhasil mencapai sasaran komunikasinya. Kalimat yang efektif dapat meyakinkan dan
menarik perhatian pendengar atau pembaca karena memiliki ciri keutuhan, perpautan,
penegasan, ekonomi, dan variasi.
Keutuhan
Kalimat yang baik mempunyai kesatuan struktur dan kesatuan logika yang jalin-menjalin.
Kesatuan struktur diperoleh dengan adanya subjek dan predikat. Jika salah satu unsur
tidak ada, maka kita berhadapan dengan suatu penggalan kata yang bukan kalimat.
Kesatuan logika akan nyata jika unsur kalimatnya jelas bertalian. Penyertaan unsur yang
tidak relevan akan merusak kesatuan tersebut. Bandingkan ketiga kalimat berikut ini.
1. Kepada para pelamar, diharap mendaftarkan diri. (salah)
2. Para pelamar diharap mendaftarkan diri. (benar)
3. Para pelamar diminta untuk mendaftarkan diri. (benar)
Perpautan
Perpautan dalam kalimat menyangkut masalah pertalian di antara unsur-unsurnya. Pertalian
tersebut dapat dijelaskan oleh penataan kata, frasa, dan suku kalimat yang tepat. Perpautan
tersebut akan lebih nyata jika (1) pemakaian kata ganti diperhatikan; (2) gagasan yang
sejajar dituangkan ke dalam bangun kalimat yang sejajar; dan (3) sudut pandang (ragam,
orang) tetap dipertahankan.
Penegasan
Penegasan ialah ciri yang berupa pemusatan pikiran pada bagian kalimat yang terpenting.
Penegasan dapat dicapai dengan pengubahan urutan yang lazim, pengulangan, pemilihan
Bab 10 Struktur dan Gaya Kalimat
ragam tertentu (pasif atau aktif), atau dengan menggunakan pungtuasi khusus. Bandingkan
kalimat-kalimat berikut ini.
1. Kami ditugasi untuk menyusun acara.
2. Kamilah yang ditugasi untuk menyusun acara.
3. Penyusunan acara ditugaskan kepada kami.
4. Kepada kamilah penyusunan acara ditugaskan.
5. Acara ini penyusunannya ditugaskan kepada kami.
6. Yang ditugasi menyusun acara kamilah.
Ekonomi
Ekonomi dalam kalimat ialah penghematan dalam pemakaian kata. Hal itu tidak berarti
bahwa kata yang perlu atau yang menambahkan nilai artistik boleh dihilangkan. Maksud
dari penghematan penggunaan kata ialah pembuangan kata yang mubazir dan konstruksi
yang berbelit. Bandingkan:
1. Pengangguran adalah merupakan hambatan utama.
2. Pengangguran merupakan hambatan utama.
3. Mereka membicarakan tentang rapat yang akan datang.
4. Mereka membicarakan rapat yang akan datang.
Manakah dari keempat kalimat tersebut yang memerhatikan ekonomi kalimat dan
mengapa dua kalimat lainnya kurang memerhatikan aspek ekonomi kalimat?
Variasi
Kelincahan pikiran dan bahasa dinyatakan juga oleh variasi bentuk kalimat yang berurutan.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menunjukkan kelincahan pikiran dan bahasa di
dalam suatu kalimat adalah dengan (1) pemakaian berbagai jenis kalimat menurut struktur
gramatikal dan bentuk retorika kalimat; (2) pemakaian kalimat yang panjangnya berbeda-
beda; dan (3) pemakaian urutan unsur kalimat yang berselang-seling.
Paham satu, sama, dan seluruh ditunjukkan dengan prefiks se-. Perhatikan kata-kata
berikut ini: sebuah, sebatang, seorang, seekor, sebutir, sejalan, sehilir-semudik, sepermainan,
sedesa, serumah, seanak-istri, setinggi gunung, sebesar tinju.
Ejaan
DALAM BAB INI
Pemakaian Huruf
Pemenggalan Kata
Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
Penulisan Kata
Singkatan dan Akronim
Angka dan Lambang Bilangan
Penulisan Unsur Serapan
Pemakaian Tanda Baca
Pedoman Transliterasi Arab–Indonesia
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
Pemahaman ejaan merupakan suatu aspek penting dalam mendukung penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Ejaan yang dimuat di dalam buku ini sengaja kami kutip
sebagaimana aturan berbahasa yang terangkum dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang dikeluarkan ulang pada 2008 oleh Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional melalui Penerbit Balai Pustaka.
Ejaan adalah keseluruhan peraturan yang melambangkan bunyi ujaran, pemisahan
dan penggabungan kata, penulisan kata, huruf, dan tanda baca. Perkembangan ejaan di
Indonesia diawali dengan ejaan van Ophuijsen. Ejaan van Ophuijsen ditetapkan sebagai
ejaan bahasa Melayu pada 1901. Ciri khas yang menonjol ialah penggunaan huruf j untuk
menuliskan kata-kata yang menggunakan huruf y, seperti jang dan sajang; penggunaan
huruf oe untuk menuliskan kata-kata yang menggunakan huruf u, seperti goeroe dan
kamoe; serta digunakannya tanda diakritik dan trema pada kata ma’moer dan do’a.
Setelah mengalami perkembangan, kedudukan ejaan van Ophuijsen tergantikan oleh
ejaan Soewandi. Ejaan Soewandi atau ejaan republik ditetapkan sebagai pengganti ejaan
van Ophuijsen pada 19 Maret 1947. Ciri ejaan republik yang menonjol adalah penggunaan
huruf u untuk menggantikan huruf oe, penggunaan bunyi sentak k menggantikan tanda
diakritik, dan penulisan kata depan di dan awalan di- yang dirangkaikan dengan kata
yang mengikutinya.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah peraturan penggunaan bahasa
Indonesia yang diberlakukan sejak 1972 hingga saat ini. Adapun aturan penggunaan
bahasa Indonesia menurut ejaan ini adalah sebagai berikut.
PEMAKAIAN HURUF
Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf berikut ini.
Cara pelafalan setiap huruf disertakan di sebelahnya.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya
a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Akmal bertanya, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar anakku berteriak, ‘Ibu, Bapak pulang,’ dan
rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Kasim.
b. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing. (Lihat bagian Tanda Kurung.)
Misalnya:
Feed-back ‘balikan’
a. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin.
Misalnya:
No. 7/PK/2014
Jalan Alamanda II/10
Tahun Anggaran 2013/2014
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau serta tiap.
Misalnya:
Dikirimkan lewat darat darat/laut yang artinya “lewat darat atau lewat laut”
harganya Rp25,00/lembar yang artinya “harganya Rp25,00 tiap lembar”
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali ‘kan kusurati (‘kan = akan)
Malam ‘lah tiba (‘lah = telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)
___. 1991. Pertumbuhan Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Dunia. Dalam Kridalaksana, Harimurti
(Ed.), Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Achmadi, Muchsin. 1990. Dasar-Dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: Yayasan Asih Asah
Asuh.
Adler, Mortimer J., van Doren, Charles. 1972. How to Read a Book: The Classic Guide to Intelligent
Reading. New York: Simon & Schuster, Inc.
Ahmad, Rumandi dan V. Sudiati. 1990. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Alek dan H. Achmad H. P. 2009. Buku Ajar Bahasa Indonesia, Edisi Terbatas. Jakarta: FITK Press-
UIN Syarif Hidayatullah.
Alek dan H. Achmad H. P. 2009. Lingusitik Umum: Sebuah Ancangan Awal Memahami Ilmu
Bahasa. Jakarta: Lemlit UIN Jakarta.
Alek. 2005. Verba Transitif Bahasa Bima: Sebuah Kajian Morfosintaktis. Tesis. Jakarta: UNJ.
Alek. 2009. Keutuhan Wacana dalam Buku Teks Bahasa Inggris SMA Karya Penulis Indonesia.
Disertasi PPs UNJ. Jakarta: UNJ.
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1991. Sejarah Bahasa Indonesia. Dalam Kridalaksana, Harimurti (Ed.),
Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Allan, 2005. Understanding How Technology Paradoxes Affect In Internet Service Quality. Internet
Research Electronic Networking Application and Policy.
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Alwi, Hasan. 2001. Paragraf. Dalam Moeliono, Anton M., dkk. (Ed.), Bahan Penyuluhan Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Amir, Fatmawati, Mulazid, dan Ade Sofyan. 2007. Cara Cepat Menjadi MC Handal. Jakarta: Kalam
Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan Amran Tasai. 2000. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Presindo.
Aris Munandar, Satrio. 2005. Resensi Buku. Jakarta: Gramedia.
Arsjad, Maidar. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Azra, Azyumardi. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Jakarta: UIN Jakarta Press.
B., Damas Mulyono dan M. Aldi Irfan. 2006. Pelatihan MC. Jakarta: Cerdas Training Center.
Badudu, J. S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Badudu, J. S. 1985. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Badudu, J. S. dan Sutan Mohammad Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Brown dan Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Darma, Budi. 1984. Solilokui Kumpulan Essai Sastra. Jakarta: PT. Gramedia.
de Beaugrande, Robert-Alain, dan Wolfgang Dressler. 1986. Introduction to Text Linguistics.
London: Longman.
Depdiknas. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
208 Daftar Pustaka
Maskurun. 2003. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMK. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Mataheru, Frans. 1982. Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Mawardi. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Putra Kertonatan.
McCrimmon, J. M. 1968. Writing with a Purpose. Boston: Houghton Mifflin.
McWhorter, K. T. 1992. Efficient and Flexible Reading. New York: Harper Collins.
Mulyono, Dhamas B. & Irfan, M. Aldi. 2006. Pelatihan MC. Jakarta: Cerdas Training Center.
Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa. Jakarta: Gramedia.
Nasution, Ahmad. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Ganesa Exact.
Nugroho, Dion Christian. 2006. Simple Public Speaking. Yogyakarta: Cakrawala.
Nurhadi, dkk. 2004. Bahasa dan Sastra Indnesia. Jakarta: Erlangga.
Oka, I Gusti Ngurah. 1983. Pengantar Membaca & Pengajarannya. Surabaya: Usaha Nasional.
R., A. Subantari, Amas Suryadi, dan K. Zainal Muttaqin. 1998. Bahasa Indonesia dan Penyusunan
Karangan Ilmiah. Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati.
Rahardjo, Satjipto. 9 Januari, 2007. Hukum Indonesia. Kompas, hlm 22.
Raharjo, Joko. 2006. Teknologi Informasi dan Komunikasi. Ngringo, Palur: Cipta Pustaka.
Renkema, Jan. 1993. Discourse Studies: An Introduction Textbook. Amsterdam/Philadelphia: John
Benjamins Publishing Company.
Renkema, Jan. 2004. Introduction to Discourse Analysis. Amsterdam: John Benjamins Publishing
Company.
Sahid, Ichsanu. 2004. Kaji Latih Bahasa dan Sastra Indonesia 2a. Jakarta: Bumi Aksara.
Sakri, Ajat. 1992. Bangun Paragraf Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.
Samad, Dhaniel. 1997. Dasar-Dasar Meresensi Buku. Jakarta: Grasindo.
Sitanggang. 1985. Seminar Penulisan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pengembangan Bahasa.
Sochib, Achmad. 2004. Simpati. Surakarta: CV Grahadi.
Soenarjati dan Djajanegara. 2000. Kritik Sastra Feminis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Stuart, Christine. 1989. Effective Speaking. USA: Nichols Pub Co.
Sudarno dan Eman A. Rahman. 1986. Terampil Berbahasa Indonesia. Jakarta: Hikmat Syahid Indah.
Suhardi. 2003. Kamus Istilah Bahasa dan Sastra Indonesia. Tangerang: YAPIN.
Suhendar, M. E. dan Pien Supinah. 1992. Pengajaran dan Ujian Keterampilan Membaca dan
Keterampilan Menulis. Bandung: CV Pionir Jaya.
Sukadi, G. 1993. Public Speaking bagi Pemula. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sumadipura, Sutedja dan Harmoni Syam. 1996. Mampu Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Bandung: UPI.
Sumantri, Maman. 1996. Teknik Menyusun Pidato atau Sambutan. Bandung: Balai Pustaka.
Sunardi, Haris dkk. 1995. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Yudistira.
Sunarto, Akhmad. 1995. Contoh-Contoh Teks Pidato dan Pedoman Pembawa Acara. Jakarta:
Pustaka Amani.
Suparni. 1990. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Ganeca Exact.
Suparno dkk. 2007. Berbicara. Jakarta: Universitas Terbuka.
Susilawati dkk. 2002. Bahasa Indonesia. Surakarta: CV Grahadi.
Sutikno, M. Sobry. 2002. Model Pembelajaran Interaksi Sosial: Pembelajaran Efektif dan Retorika.
Mataram: PT. Nusa Tenggara Pratama Press.
210 Daftar Pustaka
Syafe’ie, Imam. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Syafi’ie, Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: IKIP.
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Aksara.
Ully M., Sharbinie dan Agus Suryana. 2006. Seni Berbicara di Depan Publik: Bebas Rasa Takut.
Jakarta: Penerbit Edsa Mahkota.
van Dijk, Teun A. (Ed.). 1985. Handbook of Discourse Analysis. London: Academic Press.
van Dijk, Teun A. 1977. Text and Context: Explorations in the Semantics and Pragmatics of Discourse.
London: Longman.
van Dijk, Teun A. 1982. Strategies of Discourse Comprehension. New York: Academic Press.
van Dijk, Teun A. 1983. Discourse Studies and Education. New York: Academic Press.
van Dijk, Teun A. 1983. Discourse Studies and Education. New York: Academic Press.
van Dijk, Teun A. 1986. Exploration In the Semantics and Pragmatics of Discourse. New York:
Academic Press.
van Dijk, Teun A. 1986. Handbook of Discourse Analysis. New York: Academic Press.
Widagdho, Djoko. 1994. Bahasa Indonesia: Pengantar Kemahiran Berbahasa di Perguruan Tinggi.
Jakarta: PT. Raja- Grafindo Persada.
Referensi Online
Deeker, W. 2001. Popularizing Scientific and Technical Subjects in Writing. (Online) http://www.
crss.csrio.au/staff/wayne.html
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa (diakses 20-10-2015, pukul 22:23 WIB)
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/PutusanKBI-1-9.pdf dan http://
badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Rumusan%20Hasil%20KBI%20X.
pdf
http://www.bbc.com/news/technology-32884867 (diakses pada 8 November 2015)
http://www.educationworld.com/a_curr/curr038.shtml (diakses pada 7 November 2015)
http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-resensi-menurut-para-ahli.html (diunduh 20-09-2015,
pukul 12:12)
http://www.internetsociety.org/internet/what-internet/history-internet/brief-history-internet (diakses
pada 8 November 2015)
https://pidato.wordpress.com/metode-pidato/ (diakses pada 7 November 2015)
https://www.academia.edu/5253641/Makalah_Ilmu_and_Pengetahuan_14Mei_PENGERTIAN_
ILMU_DAN (diakses pada 24 Oktober 2015)
Notes on Writing Articles for Popular Audiences. (Online) http://www.abdn.ac.uk/physics/guide/
article. html/ (diakses pada 7 November 2001.)
Popular Magazine or Scholarly Journal, How to Distinguish. (Online) http://www.mc.cc.md.us/
library/jourmag.htm (diakses pada 7 November 2001.)
Glosarium
akronim Singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
analisis logis Analisis yang dilakukan dengan prinsip penalaran, terutama yang berhubungan
dengan struktur argumentasi dan ide.
analogi Suatu usaha pembandingan.
artikel ilmiah Karya tulis yang dirancang untuk dimuat di dalam jurnal yang ditulis dengan tata
cara ilmiah dan mengikuti pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan.
artikel jurnal Karangan ilmiah dalam bidang ilmu tertentu yang diterbitkan dalam sebuah jurnal
yang khusus menerbitkan kajian bidang ilmu tersebut.
berbicara Keterampilan berbahasa yang bersifat produktif.
berbicara yang ilmiah Semua hal yang dibicarakan didasarkan pada hal-hal yang bersifat ilmiah
atau bersifat ilmu pengetahuan.
berpikir kreatif (salah satunya) Menghasilkan gagasan yang baru dan unik.
catatan kaki Catatan pada bagian bawah halaman teks yang menyatakan sumber suatu kutipan,
pendapat, atau keterangan penyusun mengenai sesuatu hal yang diuraikan di dalam teks.
denotasi Kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda.
diksi Pilihan kata yang sesuai dengan konteks kalimat untuk menyampaikan pesan atau gagasan
oleh penulis atau pembicara kepada pembaca atau pendengar yang sesuai dengan kondisi
dan rasa bahasa tertentu serta berterima.
disertasi Karya tulis akademik hasil studi atau penelitian yang lebih mendalam yang dilakukan
secara mandiri; resensi sumbangan baru bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan atau
penemuan jawaban baru bagi masalah-masalah yang sementara telah diketahui jawabannya
atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru terhadap hal-hal yang dipandang telah mapan
di bidang ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni di bawah pengawasan seorang promotor.
ejaan Tata cara penulisan menurut ukuran yang baku.
evaluasi kritis Evaluasi yang dilakukan secara tenang dan berhati-hati terhadap ide dan informasi;
bertujuan untuk menilai (mempertanyakan, menentang, dan mengevaluasi ide).
fana Salah satu ciri khusus berbicara; keberlangsungan yang terbatas.
huruf Lambang bunyi bahasa.
ikhtisar Penulisan pokok-pokok masalah yang penulisannya tidak harus berurutan.
impersonal (dalam hal berbicara di dalam kegiatan ilmiah) Kata ganti perorangan dihilangkan.
integrasi Asimilasi ide atau konsep yang dipaparkan pengarang ke dalam latar belakang pengalaman
individu.
212 Glosarium
istilah Kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses,
keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang pengetahuan tertentu.
jargon Istilah-istilah teknis di dalam suatu bidang tertentu.
judul Etika yang diberikan pada komposisi lisan untuk menimbulkan rasa ingin tahu audiensi;
semacam slogan yang menampilkan topik dalam bentuk yang menarik; bersifat relevan,
provokatif, dan singkat.
jurnal Buku kumpulan artikel.
kalimat Satuan pikiran atau perasaan yang dinyatakan dengan subjek dan predikat yang dirakit
secara logis.
karangan deskripsi Penulisan yang menggambarkan bentuk, rupa, sifat, rasa, atau corak objek
pengamatan termasuk golongan pemerian.
karangan eksposisi Karangan yang bertujuan untuk memberikan informasi, penjelasan, keterangan,
atau pemahaman termasuk golongan pemaparan.
karangan ilmiah populer Tulisan yang memaparkan aspek khusus IPTEK dengan menggunakan
bahasan umum sehingga mudah dipahami oleh masyarakat awam.
karangan narasi Karangan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengamatan, maupun perekaan
tergolong kategori pengisahan.
karangan persuasif Karangan yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca, membuktikan pendapat
atau pendirian pribadi, atau membujuk pihak lain agar pendapat pribadi diterima, termasuk
golongan perbahasaan; disebut juga karangan argumentasi.
karya ilmiah Karya tulis yang memaparkan ide atau gagasan, pendapat, tanggapan, fakta, dan
hasil penelitian yang berhubungan dengan segala kegiatan keilmuan dan menggunakan ragam
bahasa keilmuan.
kesimpulan Gagasan yang dihasilkan oleh penerapan generalisasi di dalam premis mayor pada
peristiwa yang khusus dalam premis minor.
koherensi Keterpaduan hubungan antara sebuah kalimat dan kalimat yang lain yang membentuk
suatu paragraf.
komprehensi Kemampuan untuk membangun kata-kata menjadi ide-ide yang bermanfaat dari
konteks yang dibacanya.
konotasi Kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
laras ilmiah populer Sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan penuturan
yang mudah dimengerti.
makalah ilmiah Suatu makalah yang disusun berdasarkan pada indormasi, data, atau hasil
pengkajian teoretis mendalam tentang suatu masalah.
makalah Sebuah karya tulis ilmiah yang membahas tentang suatu topik atau masalah tertentu
yang ditulis secara sistematis, relevan, jelas, efektif, dan benar yang dikembangkan dengan
analisis logis dan objektif.
makalah semester Suatu makalah yang biasanya berhubungan dengan suatu kegiatan atau proyek
dari suatu kegiatan pendidikan; merupakan rangkuman dari materi yang disajikan pada satu
periode pendidikan; ditulis sesuai dengan mata kuliah yang diusung dan dapat dilakukan
dengan atau tidak melakukan sebuah penelitian.
makna gramatikal Makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatika.
Glosarium 213
makna leksikal Makna kata secara lepas tanpa kaitan dengan kata yang lainnya di dalam sebuah
struktur bahasa.
makna Segi yang menimbulkan reaksi atau respons di dalam pikiran pendengar atau pembaca
karena rangsangan atau stimulus berupa bentuk bahasa.
membaca dangkal Suatu kegiatan pemahaman bacaan yang bertujuan untuk memperoleh
pemahaman dangkal dari suatu bahan bacaan.
membaca ekstensif Suatu kegiatan pemahaman bacaan yang tingkat pemahamannya bertaraf
relatif rendah.
membaca intensif Suatu kegiatan membaca yang dilakukan dengan teliti dan terperinci terhadap
suatu bacaan.
membaca Proses memahami pesan tertulis dengan menggunakan bahasa tertentu yang disampaikan
oleh penulis kepada pembacanya.
membaca sekilas Suatu kegiatan membaca yang lebih mengaktifkan mata, memerhatikan bahan
tertulis untuk mencari serta mendapatkan informasi dan penerangan.
membaca survei Suatu kegiatan pemahaman bacaan, di mana pembaca terlebih dahulu meneliti
apa saja yang akan ditelaah.
metode ekstemporan Pembicara menyiapkan sebuah naskah lengkap untuk penyajian lisannya,
tetapi naskah tersebut hanya berfungsi sebagai catatan atau pemandu dalam penyampaian
uraian lisan.
monosemantis Hubungan antara suatu kata atau ungkapan dan maknanya tidak bersifat ganda
dan terikat pada bidang ilmu yang memakainya.
nahu Tata bahasa.
paragraf Bagian dari suatu karangan yang memiliki satu pikiran utama yang dinyatakan dengan
kalimat topik yang dirangkaikan dengan kalimat pendukung atau penjelas yang runtut, logis,
jelas, dan memenuhi persyaratan gramatikal dalam membangun satu kesatuan makna yang
utuh (wholeness meaning).
pemahaman bacaan Pengolahan bacaan secara kritis dan kreatif yang dilakukan dengan tujuan
memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan tersebut, memberikan
penilaian terhadap keadaan, dan dampak dari bacaan tersebut.
pemecahan masalah Situasi yang memerlukan perubahan dan penyesuaian.
pemrosesan informasi Menangkap informasi dari berbagai sumber, memahami informasi yang
didapat, mengintegrasikan informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah ada, mempelajari,
mengevaluasi, serta menerapkan informasi tersebut pada situasi baru.
penalaran deduktif Proses bernalar dari yang bersifat umum ke yang khusus atau penarikan simpulan
dari hal-hal yang bersifat general atau umum ke hal-hal yang bersifat spesifik atau khusus.
penalaran induktif Proses bernalar yang berawal dari konsep yang khusus atau yang spesifik dan
diakhiri dengan konsep yang bersifat umum.
penalaran Proses berpikir yang didasarkan atas pengamatan secara empiris yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian yang logis.
pengambilan keputusan Mempertimbangkan dan mengevaluasi setiap alternatif yang ada di
dalam bacaan.
pengarang Seseorang yang merangkaikan realitas kehidupan ke dalam sebuah cerita.
214 Glosarium
A Membaca dangkal 51
Akronim 108, 179 Membaca ekstensif 50
Artikel jurnal 86 Membaca intensif 51
Membaca sekilas 50
B Membaca survei 50
Bahasa budaya 11 Menulis 62
Bahasa ilmu 11 Metode ekstemporan 26
Bahasa negara 9
Bahasa resmi 10 P
Berbicara 16 Paragraf 122
Pemahaman bacaan 45
D Penalaran deduktif 114
Diksi 142 Penalaran induktif 114
Persepsi 46
E Peserta 34
Ejaan 106 Premis 115
Ejaan Soewandi 166 Presentasi 27
Ejaan van Ophuijsen 166 Pungtuasi 109
I R
Idiom 149 Reading for details or facts 43
Ikhtisar 72 Reading for inference 43
Integrasi 46 Reading for main ideas 43
Istilah 109 Reading for sequence or organization 43
Reading to classify 43
K Reading to compare or to contrast 43
Kalimat 159 Reading to evaluate 43
Karya ilmiah 17, 96 Reaksi 46
Komprehensi 46 Resensi 77
Kongres Bahasa Indonesia 5, 6 Ringkasan 73
M S
Makalah 65 Seminar 33
Makalah ilmiah 66 Silogisme 115
Makalah posisi 66 Singkatan 108, 178
Makalah semester 67 Sinopsis 72
Membaca 42
riwayat penulis