Anda di halaman 1dari 136

PERANGKAT PEMBELAJARAN

KETERAMPILAN BERBICARA

PENYUSUN

IDA NUR’AENI, S. Pd., M. Pd.

1
KATA PENGANTAR

Perangkat pembelajaran keterampilan berbahasa menjadi sebuah aspek


yang sangat penting dalam pembelajaran mengingat hampir sebagian besar
kehidupan manusia melakukan kegiatan berbicara. Manusia adalah makhluk yang
berbahasa dan keterampilan berbahasa yang paling produktif adalah berbicara.
Keterampilan berbicara ini ternyata tidak bisa berkembang dengan sendirinya.
Kemampuan berbicara harus dilatih dan dikembangkan. Melalui proses
pembelajaran, keterampilan ini dapat dikembangkan secara optimal. Namun,
dukungan dari lingkungan juga turut menentukan. Oleh karena itu, terdapat saling
keterkaitan antara lingkungan dengan potensi yang dimiliki anak untuk berbicara.
Kaitannya dengan pembelajaran di sekolah, keberhasilan peserta didik
dalam menyelesaikan tugas pendidikan menjadi tanggung jawab pendidik (guru).
Guru yang berhasil adalah saat ia mampu mengantarkan peserta didik pada
pengembangan potensi secara optimal. Agar tujuan tersebut tercapai, guru harus
mengemas pembelajaran secara sistematis.
Perangkat pembelajaran menjadi aspek yang mutlak dikuasai oleh guru.
Bagaimana cara mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran
menjadi sebuah keharusan bagi guru dan buku ini menjadi salah satu alternatif
yang memberikan solusi bagi guru dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran
keterampilan berbicara.
Akan tetapi, kesempurnaan hanya milik Alloh SWT, Tuhan semesta alam.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
tulisan ini. Harapan penulis, buku ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca. Semoga, amin.
Palu, 14 Februari 2011
Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................. i
BAB I KONSEP KETERAMPILAN BERBICARA ............ 1
A. Pendahuluan ........................................................................ 1
B. Uraian
1. Pengertian Berbicara .............................................................. 1
2. Berbicara sebagai Seni dan Ilmu ....................................... 3
3. Tujuan Berbicara ................................................................. 5
4. Aspek dan Faktor Berbicara ..................................................... 6
5. Jenis-jenis Berbicara .................................................................. 7
6. Bentuk-bentuk Berbicara .......................................................... 12

BAB II PENGEMBANGAN SILABUS KETERAMPILAN


BERBICARA ..................................................................................... 42
A. Pendahuluan ................................................................................... 42
B. Uraian
1. Pengertian Silabus ................................................................... 42
2. Komponen Silabus ................................................................... 43
3. Pengembangan Silabus ............................................................ 45
4. Prinsip Pengembangan Silabus ................................................ 45
5. Langkah-langkah Pengembangan Silabus ............................... 48

BAB III BAHAN AJAR KETERAMPILAN BERBICARA ...... 60


A. Pendahuluan ................................................................................... 60
B. Uraian
1. Pengertian Bahan Ajar ............................................................. 60
2. Peranan Bahan Ajar ................................................................. 61
3. Kriteria Pemilihan Bahan Ajar ................................................ 62

BAB IV METODE DAN STRATEGI PEMBELAJARAN


KETERAMPILAN BERBICARA ................................................. 67
A. Pendahuluan ................................................................................... 67
B. Uraian
1. Pendekatan Pembelajaran Keterampilan Berbicara………….. 67
2. Metode Pembelajaran Keterampilan Berbicara ....................... 75
3. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Aspek Berbicara ..... 89
4. Teknik Pembelajaran Keterampilan Berbicara ........................ 94

BAB V MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN


KETERAMPILAN BERBICARA .................................................. 99
A. Pendahuluan ................................................................................... 99
B. Uraian

3
1. Konsep Dasar Media Pembelajaran …………………………… 99
2. Pemanfaatan Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara ….. 111
BAB VI EVALUASI PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN BERBICARA ………………………………… 116
A. Pendahuluan ................................................................................... 116
B. Uraian
1. Pengertian Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Berbicara ….. 116
2. Alat-alat Evaluasi Keterampilan Berbicara …………………… 118
3. Tingkatan Kognitif dalam Evaluasi Keterampilan Berbicara … 119
4. Instrumen Evaluasi Pembelajaran Ketermapilan Berbicara …... 121

4
BAB I
KONSEP KETERAMPILAN BERBICARA

A. Pendahuluan

Kegiatan berbicara merupakan salah satu aktivitas berbahasa yang tak


dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Dalam kegiatan intreraksi sosial,
seorang manusia dituntut untuk mampu berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.
Berbicara adalah kegiatan yang paling sering digunakan dalam
mengomunikasikan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan pendapat kepada orang
lain. Kesalahan dalam mengomunikasikan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan
pendapat dapat berakibat pada kesalahan interpretasi sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan komunikasi (miscommunication). Dengan
demikian, kompetensi keterampilan berbicara menjadi aspek yang perlu dimiliki
oleh setiap peserta program profesi guru.
Kompetensi tersebut akan sangat berguna pada saat tenaga pendidikan
(guru) terjun langsung mengadakan pembelajaran di kelas. Konsep-konsep yang
telah dimiliki menjadi pedoman dalam praktik ketika berbicara dengan berbagai
jenis kegiatan berbicara.

B. Uraian
1. Pengertian Berbicara
Pengertian tentang berbicara beraneka ragam sesuai dengan sudut pandang
yang dipergunakan untuk menganalisisnya. Tarigan (1983:15) mengemukakan
pengertian berbicara sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan. Akan tetapi, berbicara bukan hanya mengucapkan kata-
kata yang tanpa makna. Berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pikiran
dan perasaan kepada orang lain melalui ujaran atau dengan bahasa lisan.
Berbicara merupakan kegiatan untuk mengomunikasikan gagasan, pikiran, dan
ide yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sang pendengar
atau penyimak.

5
Berbicara dapat pula diartikan sebagai peristiwa menyampaikan maksud,
gagasan, pikiran, dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Berbicara
merupakan kemampuan dasar dalam berbahasa untuk berkomunikasi. Agar
maksud pembicaraan dapat dipahami oleh orang lain, maka gagasan, pendapat,
ide, pikiran, dan perasaan tersebut harus disampaikan secara logis, sistematis, dan
terarah.
Dari beberapa pengertian berbicara yang telah dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu kegiatan berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa lisan untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaan
kepada orang lain. Gagasan, pikiran, dan perasaan tersebut disampaikan secara
logis, sistematis, dan terarah agar maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain.
Kemampuan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan
berbahasa yang bersifat aktif produktif. Bila dikaitkan dengan ketiga aspek
berbahasa yang lain, penguasaan bahasa secara lisan (berbicara) lebih fungsional
dalam kegiatan berbahasa sehari-hari. Kegiatan berbicara dikuasai anak sesudah
kegiatan mendengarkan perkataan atau bunyi-bunyian di sekitarnya. Akan tetapi,
dalam perkembangan berikutnya, keterampilan ini berkembang seiring dengan
penguasaan aspek berbahasa yang lain, yaitu membaca dan menulis.
Setiap anggota masyarakat terlibat dalam komunikasi. Di satu pihak dia
bertindak sebagai pembicara dan di pihak lain sebagai penyimak. Dalam
komunikasi yang lancar, proses perubahan dari pembicara menjadi penyimak dan
dari penyimak menjadi pembicara begitu cepat, terasa sebagai suatu peristiwa
biasa dan wajar, yang bagi orang kebanyakan tidak perlu dipermasalahkan apalagi
dianalisis. Lain halnya bagi para ahli dalam bidang linguistik dan bidang
pengajaran bahasa. Bila dianalisis ‘suatu peristiwa bahasa’ atau ‘a language
event’ yang terjadi antara si pembicara (speaker) dan si pendengar/penyimak
(hearer/listener) maka terlihatlah gambaran seperti berikut.

6
PEMBICARA PENYIMAK

Maksud (pra-ucap) Pemahaman (past-ucap)

Penyandian (encoding) Pembacaan sandi (decoding)

Fonasi (pengucapan) Audisi (pendengaran)

2. Berbicara sebagai Seni dan Ilmu


Mulgrave dalam Tarigan (1986:20) membagi wilayah berbicara menjadi
dua bidang, yaitu: (i) berbicara terapan atau berbicara fungsional (the speech arts)
dan (ii) pengetahuan dasar berbicara (the speech sciences). Dengan kata lain
berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan juga sebagai ilmu. Penerapan berbicara
sebagai seni menekankan pada alat komunikasi dalam masyarakat dengan butir-
butir yang mendapat perhatian, yakni:
a. Berbicara di muka umum
b. Semantik: pemahaman makna kata
c. Diskusi kelompok
d. Argumentasi
e. Debat
f. Prosedur parlementer
g. Penafsiran lisan
h. Seni drama
i. Berbicara melalui udara.
Jika kita memandang berbicara sebagai ilmu maka hal-hal yang perlu
ditelaah sebagai berikut:

7
a. Mekanisme bicara dan mendengar
b. Latihan dasar bagi ujaran dan suara
c. Bunyi-bunyi bahasa
d. Bunyi-bunyi dalam rangkaian ujaran
e. Vowel-vowel
f. Diftong-diftong
g. Konsonan-konsonan
h. Patolologi ujaran (Mulgrave dalam Tarigan, 1986:21)
Pengetahuan mengenai ilmu atau teori berbicara akan sangat bermanfaat
dalam menunjang kemahiran serta keberhasilan seni atau praktek berbicara. Itulah
sebabnya diperlukan pendidikan berbicara (speech education).
Konsep dasar yang mendasari pendidikan berbicara dapat dikelompokkan
ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Hal-hal yang berkenaan dengan hakikat atau sifat dasar ujaran;
b. Hal-hal yang menyatakan proses intelektual yang diperlukan untuk
mengembangkan kemampuan berbicara dengan baik; dan
c. Hal-hal yang memudahkan seseorang untuk mencapai keterampilan-
keterampilan berbicara.
Untuk dapat memahami sifat dasar ujaran maka perlu diingat dan
diperlakukan sebagai suatu tipe perilaku manusia yang mengandung implikasi-
implikasi sosial, ekonomi, dan kultural dalam kehidupan setiap pribadi, serta
menyadari bahwa bahasa atau ujaran merupakan suatu kegiatan yang rumit,
hubungan antara pembicara dan pendengar mungkin sangat dipengaruhi oleh
gagasan-gagasan, nada emosional serta cara-cara yang diekspresikan oleh sang
pembicara.
Suatu analisis mengenai proses intelektual yang diperlukan untuk
mengembangkan kemampuan berbicara menunjukkan perlunya pengaturan bahan
bagi penampilan lisan; perlu penganalisisan pemirsa, penyesuaian ide-ide dan
susunannya bagi pendengar; perlunya penggunaan ekspresi yang jelas dan efektif
bagi komunikasi dengan kelompok yang khusus; dan perlunya belajar menyimak
dengan seksama dan penuh perhatian (Mulgrave dalam Tarigan, 1986:22).

8
3. Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari kegiatan berbicara adalah untuk berkomunikasi. Seperti
yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa berbicara adalah kegiatan
berbahasa secara lisan untuk menyampaikan gagasan, perasaan, pendapat, dan ide
kepada orang lain, maka tujuan berbicara adalah agar orang lain memahami
sesuatu hal yang kita sampaikan.
Berkaitan dengan tujuan berbicara, Pinnell mengembangkan sebuah
kerangka untuk mengamati bahasa lisan (berbicara) berdasarkan fungsi bahasa
menurut Halliday (Norton, 1989:63). Fungsi tersebut adalah (1) instrumental,
yaitu penggunaan bahasa sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan
anak, (2) regulator, bahasa digunakan untuk mengontrol perilaku atau meminta
orang lain untuk melakukan seperti yang kita inginkan, (3) interaksional, bahasa
dipergunakan untuk melakukan hubungan sosial, (4) personal, bahasa digunakan
sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pribadi, (5)
imaginative, bahasa dipergunakan untuk mengskpresikan dunia khayal atau
imajinasi, (6) Heuristik, bahasa untuk menjelajahi lingkungan, meneliti, menggali,
dan memperoleh wawasan, dan (7) informative, bahasa dipergunakan untuk
menyampaikan informasi, melaporkan fakta, dan membuat kesimpulan.
Keraf (1989:320) menyatakan bahwa ada tiga tujuan umum berbicara,
yaitu: (1) memberitahukan, melaporkan (to inform), (2) menjamu, menghibur (to
entertain), dan (3) membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade).
Ketiga tujuan tersebut pada kenyataannya dapat terjadi secara bersamaan.
Misalnya, pada saat seseorang berpidato politik, maka dua atau tiga tujuan
berbicara tersebut dapat kita lihat, seperti memberitahukan dan mengajak.
Sementara itu, Djago Tarigan dalam Djuanda (2006:198) mengemukakan
tujuan berbicara sebanyak lima butir, yaitu untuk menghibur, untuk
menginformasikan, untuk menstimulasi, untuk meyakinkan, dan untuk
menggerakkan. Berbicara dengan tujuan untuk menghibur, pembicara melakukan
kegiatan berbicara untuk memberikan rasa senang, gembira, dan hiburan kepada
pendengar (penyimak). Selain itu, untuk tujuan menginformasikan, pembicara
harus benar-benar memberikan informasi yang bermanfaat atau baru kepada

9
pendengar. Pembicara harus mampu memberikan data berupa fakta-fakta yang
diperlukan oleh pendengar.

4. Aspek dan Faktor Berbicara


Dalam kegiatan berbicara, ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan, meliputi aspek sosial, intelektual, emosional, informasi faktual,
moral, dan penyelesaian sesuatu. Nurgiyantoro (2001:277) menyatakan bahwa
kegiatan berbicara dengan motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang
lain atau ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya harus
memperhatikan beberapa aspek. Berikut ini adalah uraian singkat mengenai
aspek-aspek yang terdapat dalam kegiatan berbicara.
Aspek sosial berkaitan dengan perilaku seseorang pada saat
berkomunikasi. Aspek ini berpengaruh dalam kelancaran komunikasi, terutama
yang menyangkut hubungan seseorang dengan orang lain yang terlibat dalam
komunikasi tersebut. Selain itu, perilaku yang menunjukkan aspek sosial pada saat
berbicara meliputi cara membuka dan menutup pembicaraan. Misalnya dengan
berjabat tangan, mengucapkan salam, dan menanyakan kabar.
Aspek intelektual berkaitan dengan daya pikir manusia. Aspek ini
menyangkut kemampuan seseorang untuk mengungkapkan gagasannya secara
logis dan sistematis agar maksud pembicaraannya dapat dipahami oleh orang lain.
Aspek emosional tampak pada saat berbicara, seperti mimik atau gerak
gerik muka seseorang. Ketika berbicara akan tampak ekspresi emosi seseorang,
misalnya apakah ia dalam keadaan marah, senang, atau sedih. Aspek emosional
juga dapat dilihat pada saat seseorang menyatakan setuju atau tidak setuju
terhadap isi pembicaraan.
Aspek informasi faktual berkitan dengan peristiwa atau kejadian yang
bersifat nyata. Ketika seseorang berbicara, ia memberikan informasi berdasarkan
fakta-fakta yang ada. Hadirnya informasi faktual dalam sebuah pembicaraan akan
membantu pembicara mancapai tujuan pembicaraan, seperti memberi informasi,
membujuk, atau meyakinkan pendengar.

10
Aspek moral berkaitan dengan ajaran tentang baik dan buruk. Dalam
kegiatan berbicara, aspek moral ini tampak dalam isi pembicaraan. Sebuah
pembicaraan yang baik tentu tidak akan menyinggung perasaan lawan bicara,
menjaga etika pada saat berbicara, atau menyatakan permintaan dan pemberian
maaf.
Berkaitan dengan penyelesaian masalah, sebuah pembicaraan pada
umumnya bertujuan untuk menyelesaikan masalah. Aspek penyelesaian masalah
menjadi aspek yang dominan. Dalam aspek ini diperlukan penalaran dan
argumentasi yang tepat. Sebagai contoh aspek ini dapat kita lihat pada saat
berdiskusi, berdebat, dan memberikan saran.
Terdapat beberapa hal yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara
yang dapat dikategorikan menjadi dua (Arsyad dan Mukti, 1988: 18), yaitu faktor
kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor kebahasaan terdiri atas: (1)
ketepatan pengucapan, (2) pilihan kata (diksi), dan (3) pemakaian kalimat. Yang
termasuk dalam kategori faktor nonkebahasaan adalah sikap yang tenang, wajar,
dan tidak kaku, pandangan (penguasaan medan), kesediaan menghargai pendapat
orang lain, gerak gerik dan mimik, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi atau
penalaran, dan penguasaan topik.
Sementara itu, berkaitan dengan aspek-aspek berbahasa, Tarigan (1986:3)
mengemukakan komponen-komponen berbicara, yang terdiri atas: fonologi,
struktur, kosakata, dan kecepatan kelancaran umum.

5. Jenis-jenis Berbicara
Menurut Djago Tarigan (1990) paling sedikit ada lima landasan yang
digunakan dalam menglasifikasikan kegiatan berbicara. Kelima landasan tersebut
adalah situasi, tujuan, metode penyampaian, jumlah penyimak, dan peristiwa
khusus.
a. Situasi
Aktivitas berbicara tidak mungkin tanpa situasi dan lingkungan tertentu.
Situasi dan lingkungan tersebut dapat bersifat formal atau resmi dan bersifat
informal atau tak resmi. Setiap situasi menuntut keterampilan berbicara tertentu.

11
Dalam situasi formal pembicara dituntut berbicara formal. Sebaliknya, dalam
situasi tak formal, pembicara harus berbicara secara tak formal.
Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dilakukan dalam
kehidupan manusia sehari-hari. Implikasinya adalah terlihat pada kurikulum
pengajaran di sekolah, yakni penekanan dan penggalakan kegiatan yang bersifat
informal.
Jenis kegiatan informal meliputi:
1) tukar pengalaman;
2) percakapan;
3) menyampaikan berita;
4) menyampaikan pengumuman;
5) bertelepon; dan
6) memberi petunjuk.
Di samping kegiatan berbicara informal, ada pula kegiatan berbicara yang
bersifat formal. Kegiatan tersebut adalah ceramah, perencanaan dan penilaian,
wawancara, prosedur parlementer, dan bercerita.
b. Tujuan
Pada umumnya tujuan orang berbicara hampir sejalan dengan tujuan orang
menyimak. Tujuan tesebut adalah untuk menghibur, menginformasikan,
menstimulasi, menyakinknan,atau menggerakan pendengaranya.Sejalan dengan
tujuan pembicara tersebut Djago tarigan (1990) mengklasifikasikan berbicara
menjadi lima jenis,yaitu :
1) berbicara menghibur
2) berbicara menginformasikan
3) bercicara menstimulasikan
4) berbicara menyakinkan
5) berbicara menggerakkan
c. Metode Penyampaian
Dilihat dari cara menyampaikannya, menurut Djago Tarigan (1990)
berbicara dapat dikelompokkan menjadi empat cara penyampaian, yaitu:

12
penyampaian secara mendadak, penyampain berdasarkan catatan kecil,
penyampaian berdasarkan hafalan, dan penyampaian berdasarkan maskah.
Dari keempat cara penyampaian pembicaraan tersebut maka lahiralah
empat jenis berbicara. Keempat jenis berbicara tersebut disesuaikan namanya
dengan metode penyampaiannya, yaitu:
1) berbicara mendadak/spontan
2) berbicara berdasarkan catatan kecil
3) berbicara berdasarkan hafalan
4) berbicara berdasarkan naskah
Berbicara mendadak biasanya terjadi apabila seseorang harus berbicara
mendadak tanpa persiapan dan rencana untuk berbicara di depan umum. Hal ini
dapat terjadi karena tuntutan situasi. Misalnya karena harus berbicara
menggantikan orang yang tidak bisa hadir mendadak. Atau dalam suatu petemuan
seseorang secara mendadak diminta memberikan kata sambutan, pidato
perpisahan dan sebagainya. Dalam situasi seperti ini pembicara harus
menggunakan pengalamannya untuk menyusun organisasi pembicaraannya.
Berbicara bedasarkan catatan kecil adalah bila pembicara menggunakan
catatan kecil pokok-pokok yang akan di bicarakan sebagai pedoman berbicara.
Berlandasan catatan itu pembicara berbicara panjang lebar mengenai sesuatu hal.
Cara berbicara seperti ini dapat berhasil apabila pembicara sudah mempersiapkan
dan menguasai isi pembicaraan secara mendalam sebelum tampil di depan umum.
Pokok-pokok pembicaraan yang di tulis dalam catatan kecil sidah di kuasai
sebelum berbicara, catatan hanyalah berfungsi sebagai pengingat pokok
pembicaraan saja.
Berbicara dengan metode mengahafal bila pembicara mempersiapkan
bahan pembicaraannya dengan cermat dan dituliskan secara lengkap. Bahan yang
sudah ditulis itu dihapalkan kata demi kata. Lalu tampil berbicara berdasarkan
hasil hafalannya. Cara berbicara seperti ini memang banyak kelemahanya.
Pembicara bisa saja lupa pada apa yang telah dihafalkannya sehingga kelancaran
berbicra akan terganggu, perhatiannya tidak bisa di berikan kepada pendengar
karena mengingat teks yang di hafalnya, kaku dan kurang penyesuaian pada

13
situasi yang ada karena sudah dikordinasikan pada teks yang sudah di
hafalkannya.
Yang terakhir, berbicara dengan menggunakan naskah. Pembicara
membacakan naskah yang sudah disusun rapi. Berbicara berlandaskan naskah di
laksanakan dalam situasi yang menuntut kepastian, bersifat resmi, dan
menyangkut kepentingan umum. Pidato para pejabat termasuk pidato
persiden,merupakan contoh berbicara berdasarkan naskah. Kelemahan berbicara
berdasarkan naskah, antara lain :
1) perhatian pembicara lebih tertuju pada naskah
2) suasana terlalu resmi karena pembicara tidak bisa menambahi pembicaraannya
secara improvisasi
3) pembicara kurang kontak dengan pendengar karena terpaku pada naskah
4) jumlah penyimak
Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan
pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi
lisan dapat bervariasi misalnya satu orang atau beberapa orang (kelompok kecil) ,
dan banyak orang ( kelompk besar ) . Berdasarkan jumlah penyimak, menurut
Djago Tarigan , ( 1990 ) berbicara dapat di bagi atas tiga jenis, yaitu :
1) Berbicara antarpribadi
2) Berbicara dalam kelompok kecil
3) Berbicara dalam kelompok besar
Berbicara antarpribadi atau berbicara empat mata terjadi apabila dua orang
pribadi membicarakan, mempercakapkan, merundingkan, atau mendiskusikan
sesuatu. Berbicara dalam kelompok kecil terjadi apabila seorang pembicara
menghadapi kelompok kecil pendengar (3 – 5 orang). Berbicara dalam kelompok
besar terjadi apabila seorang pembicara menghadapi pendengar berjumlah besar
atau massa.
d. Peristiwa Khusus
Kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari seringkali dihadapkan pada
kegiatan khusus atau peristiwa khusus. Contoh kegiatan khusus ini adalah acara

14
ulang tahun, perkenalan, perpisahan, dan pemberian hadiah. Acara tersebut dapat
berlangsung di rumah, di kantor, di gedung pertemuan, dan sebagainya.
Berdasarkan peristiwa tersebut, berbicara atau berpidato dapat
digolongkan menjadi enam jenis. Keenam jenis tersebut adalah:
1) pidato presentasi
2) pidato penyambutan
3) pidato perpisahan
4) pidato perjamuan (makan malam)
5) pidato perkenalan
6) pidato nominasi
Tarigan (1986:22-23) menjelaskan bahwa secara garis besar, ragam seni
berbicara dapat dibagi atas:
a. Berbicara di muka umum pada masyarakat (public speaking) yang mencakup
empat jenis, yaitu:
1) Berbicara dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan;
yang bersifat informatif (informative speaking);
2) Berbicara dalam situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan
(fellowship speaking);
3) Berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk, mengajak, mendesak,
meyakinkan (persuasive speaking);
4) Berbicara dalam situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan
hati-hati (deliberative speaking).
b. Berbicara pada konferensi (conference speaking) yang meliputi:
1) Diskusi kelompok (group discussion), yang dapat dibedakan atas:
a) Tidak resmi (informal) yang terdiri atas:
(1) kelompok studi (study groups)
(2) kelompok pembuat kebijakan (policy making groups)
(3) komite.
b) Resmi (formal) yang mencakup:
(1) konferensi
(2) diskusi panel

15
(3) simposium
2) Prosedur parlementer (parliamentary prosedure)
3) Debat

-Berbicara untuk melaporkan,


-Berbicara secara kekeluargaan,
Berbicara di -Berbicara untuk meyakinkan,
muka umum -Berbicara untuk merundingkan
B
E Kelompok studi
R
B Kelompok
I Tidak pembuat
C resmi kebijakan
A
R Diskusi Komite
A kelompok

Konferensi
Berbicara pada Resmi
konferensi Prosedur Diskusi panel
parlementer
Simposium

Debat

Ragam Seni Berbicara

6. Bentuk-bentuk Berbicara
Bentuk-bentuk berbicara dapat berupa: pidato, diskusi, wawancara,
bertelepon, berdialog, bercerita, menyampaikan pengumuman, menyampaikan
argumentasi, musyawarah, bermain peran dan simulasi, dan puitisasi. Di dalam
tulisan ini, tidak semua bentuk-bentuk tersebut diuraikan.
a. Pidato
Pidato adalah salah satu bentuk berbicara di muka umum. Dengan
pengertian ini berarti bahasa lisan yang dipergunakan. Berpidato berarti
berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa lisan. Dengan demikian berpidato

16
harus memenuhi berbagai unsur berkomunikasi secara lisan, yaitu: pembicara,
gagasan, bahasa lisan, penyimak dan reaksi baik dari penyimak maupun dari
pembicara itu sendiri.
1) Beberapa Faktor yang Cenderung Mempengaruhi Keberhasilan
Berpidato
Ada beberapa faktor yang cenderung mempengaruhi keberhasilan
berpidato, yaitu:
a) faktor bahasa
b) faktor pembicara
c) faktor persiapan
d) faktor metode
e) faktor penyimak
f) faktor lingkungan/suasan
g) faktor seni berkomunikasi
Berikut adalah uraian mengenai faktor-faktor tersebut
a) Faktor bahasa
Aspek bahasa merupakan faktor yang sangat dominan dalam
mempengaruhi keberhasilan berpidato. Hal ini dapat dipahami benar, bagaimana
peranan bahasa dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa maka tidak mungkin ada
komunikasi antara individu. Penggunaan bahasa dalam berpidato berkaitan
dengan pelafalan, pemilihan kata yang tepat, cermat dan seksama, serta
pemakaian kalimat yang efektif.
b) Faktor pembicara
Pembicara adalah sumber gagasan atau produsen gagasan, sedangkan
penyimak adalah konsumen gagasan dan pesan. Pembicara yang produktif akan
menyegarkan dan menyenangkan konsumennya karena konsumen akan selalu
memperoleh gagasan-gagasan baru yang sesuai dengan waktu dan tempat.
Pembicara harus kaya dengan gagasan-gagasan. Oleh karena itu, pembicara harus
memiliki sifat-sifat kemandirian mental-psikologis, yakni kekayaan batiniah yang
tidak dapat dipengaruhi oleh semua yang ada di luar dirinya. Sifat-sifat
kemandirian seorang pembicara dapat dilihat antara lain menyangkut:

17
(1) memiliki sifat berani dan keyakinan teguh untuk sukses dalam pekerjaannya.
(2) memiliki sifat sopan, rendah hati tetapi tidak merasa rendah diri.
(3) memiliki sikap yang ramah
(4) suka menerima pendapat orang lain, tetapi korektif.
c) Faktor persiapan
Faktor persiapan berhubungan dengan kesempatan atau waktu bagi
pembicara, kemampuan pembicara, materi yang akan disampaikan, di samping
faktor lain seperti tempat. Faktor ini berkaitan erat dengan metode yang yang
dipergunakan oleh si pembicara dalam berpidato.
d) Faktor metode berpidato
Metode berpidato sangat penting artinya dalam penentuan kadar mutu
suatu pidato. Selain itu, metode berpidato bergantung pada komponen-komponen,
seperti tujuan, waktu, pendengar/penyimak, suasana, dan seni berkomunikasi.
Suatu hal yang perlu diingat bahwa metode yang paling cocok adalah yang paling
dikuasai oleh pembicara itu sendiri.
Dalam sejarah perkembangan ilmu retorika atau ilmu berpidato, ada empat
metode yang sering dipergunakan oleh orang-orang, yaitu:
1) metode impromptu (impromptu delivery),
2) metode menghafal (delivery from memory),
3) metode naskah (delivery of manuscript), dan
4) metode tanpa persiapan (extemporanecus delivery).

Metode Impromptu (impromptu delivery)


Metode ini disebut juga metode mendadak atau impromptu delivery.
Metode ini biasanya digunakan dalam keadaan liar biasa. Keluarbiasaan ini
disebabkan acara berpidato ini dipercayakan kepada si pembicara secara
mendadak. Keadaan ini dapat terjadi karena suatu acara yang tidak disangka-
sangka atau mendadak yang membutuhkan acara berpidato. Uraian-uraian yang
lucu atau lolucon yang wajar sangat bermanfaat sekali dalam pemakaian metode
ini. Di samping itu, pengalaman-pengalaman pembicara sangat penting artinya
dalam kelancaran uraian-uraian yang dikemukakannya.

18
Metode Menghafal (delivery from memory)
Metode ini disebut juga delivery from memory dengan memakai olahan
ingatan sebagai kekuatan penyampaian gagasan, maka metode ini mampu
menyampaikan gagasan pembicaraan. Karena itu, pembicara harus menguasai
topik yang akan disampaikannya dengan melalui persiapan tertulis kemudian
menghafalnya kata demi kata. Dalam hal ini, pembicara kurang memperhatikan
maksud atau tujuan pidato. Akhrinya pidato menjadi hambar bagi pendengar atau
penyimaknya karena pembicaranya tidak menjiwai pidatonya.

Metode Naskah (Delivery Of Manuscript)


Metode naskah biasanya dilakukan dalam siaran-siaran radio dan televisi,
serta digunakan dalam acara-acara resmi kenegaraan. Suatu hal yang sangat sulit
dalam metode ini adalah pembicaraan biasanya tidak atau kurang mengadakan
hubungan batin dengan penyimaknya. Pembicara hanya memusatkan perhatiannya
pada naskahnya. Kesulitan lain yang mungkin terjadi adalah pembicara kurang
menyelami makna naskah pidatonya. Lafal-lafal berbunyi dan intonasi kalimat
tidak mencerminkan lafal dan intonasi yang baik dan benar. Sering terjadi jeda
yang tidak tepat. Dengan metode ini sebaiknya pembicara harus berusaha: (a)
menguasai makna naskah, (b) memandang penyimaknya lebih daripada
memandang naskahnya, dan (c) menjaga hubungan batin antara pembicara dan
penyimaknya.

Metode Tanpa Persiapan (Extemporanecus Delivery)


Metode ini merupakan paduan antara metode naskah dengan metode
menghafal, karena itu mengandung banyak kelebihan daripada metode yang lain.
Pidato yang memakai metode ini sselalu mempersiapkan bahannya dengan baik.
Pembicara membuat kerangka pidato yang lebih matang. Dengan kerangka ini,
pembicara memiliki kebebasan yang luas untuk membuat kalimat-kalimat yang
baik dan benar untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya kepada penyimaknya.
Metode ini lebih luwes daripada metode lainnya. Pembicara dapat mengubah nada
pembicaraannya bila timbul reaksi-reaksi dari penyimaknya.

19
e) Faktor penyimak
Keberhasilan pencapaian tujuan berpidato bergantung juga pada
penyimaknya. Penyimak yang tidak merasa ikut berpartisipasi dalam proses
berlangsungnya pidato termasuk penyimak yang gagal mencapai tujuan pidato.
Sebaliknya, pembicara yang tidak mampu mengarahkan perhatian penyimaknya
ke tujuan pembicaraan maka dianggap pembicara yang gagal. Karna itu pembicara
harus mengetahui identitas penyimaknya sebelum melakukan pidato.
Penyimak dapat terdiri dari berbagai variabel. Variabel- variabel itu dapat
dilihat dari jenis kelamin, umur, pendidikan, pengalaman, keanggotaan organisasi
sosial politik, pusat-pusat minat, dsb. Pusat-pusat minat yang universal dapat di
realisasikan dalam berbagai tingkah laku dan sikap manusia sehari-hari, misalnya:
loba, kikir, haus kekuasaan, takut, berani, kemerdekaan, bangga, kegairaahan sex,
dsb (Gorys Keraf, 1978: 195).
a. Faktor lingkungan
Yang dimaksud dengan faktor lingkungan pembicaraan dalam uraian ini
ialah situasi yang ada yang dapat mempengaruhi pembicaraan atau pidato
seseorang lingkungan itu dapat berbentuk: waktu, tempat, cuaca, orang, sosial,
politik, ekonomi, agama, adat istiadat, dll.
Pidato yang dilaksanakan pada ruangan yang luas, segar, dan
menyenangkan hati pembicara dan penyimaknya akan menimbulkan kesan yang
baik. Begitu juga pidato yang dilaksanakan pada siang hari lebih baik kesannya
dari pada pidato yang dilaksanakan pada malam hari.
b. Faktor seni berkomunikasi
Seni berkomunikasi dalam berpidato ialah keahlian seseorang
menyampaikan gagasannya kepada orang lain, yakni bagaimana pembicara
menyatakan gagasannya kepada orang lain sehingga penyimaknya tertarik kepada
pembicara, dan gagasannyapun merasuk kedalam jiwa mereka tanpa disadarinya
untuk memperoleh komunikasi yang efektif, maka syarat utamanya adalah
bagaimana pembicara dapat memiliki seni berkomunikasi yang efektif. Carnegie
(2001) mengemukakan beberapa syarat untuk memiliki seni berkomunikasi
sebagai berikut.

20
1) Jangan terlalu menyadari kekurangan sendiri.
2) Jangan meniru cara orang lain.
3) Berbicaralah dengan para penyimak.
4) Membuat suara lebih keras dan luwes.
5) Penampilan yang memadai.
6) Pidato yang menarik.
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat mempengaruhi pandangan
penyimak terhadap pembicara
1) Tampang yang kurang baik.
a) berdiri dengan kaki sebelah.
b) berdiri dengan kaki terlalu rapat.
c) berdiri dengan kaki terbuka.
d) berdiri dengan loyo.
e) berdiri kurang seimbang.
f) berdiridengan badan membungkuk.
g) berdiri dengan tidak tenang.
h) berdiri kaku.
i) terlalu santai.
j) menggoyang-goyangkan badan.
k) bersandar pada mimbar.
2) Mimik kurang menarik.
a) tertawa dibuat-buat.
b) dahi selalu berkerut.
c) tersenyum terus menerus.
d) muka masam.
e) menekur terus.
f) gugup.
3) Gerak-gerik yang kurang baik.
a) Selalu menggerakkan bagian-bagian badan tertentu.
b) Gerakan canggung.
c) Kalut dan gerakan mekanis.

21
d) Berdiri terpaku.
e) Gerakan gerakan yang tidak tepat.
f) Memegang tangan dibelakang secara kaku.
g) Terlalu banyak melangkah / berjalan.
h) Menggaruk-garuk telinga
i) Menggosok tangan waktu berjalan.
j) Memainkan pena atau pinsil.
k) Merogoh-rogoh kantong.
l) Selalu melihat ke langit-langit atau ke jendela.
m) Selalu berbicara dengan menghadap papan tulis.
n) Berbicara selalu melihat catatan.
o) Tidak sungguh-sungguh.
p) Tidak pernah memperhatikan penyimak.
Bila anda ingin menjadi pembicara yang sukses maka hendaknya
memperhatikan tiga hal-hal berikut.
1. Anda tidak akan membiarkan diri untuk tetap tidak mampu memilih kata tidak
tepat, cermat dan saksama, serta memakai kalimat yang efektif dengan lafal
yang baik dan benar. Pemakaian ungkapan dan gaya bahasa yang tepat turut
mewarnai hidupnya pidato.
2. Jika anda berhadapan dengan umum maka tuangkanlah seluruh diri anda ke
dalam proses pembicaraan topik yang anda sampaikan kepada penyimak.
3. Bahan pidato anda harus bahasa baik dan benar. Bahasa yang baik
mengandung makna bahwa secara retorik dapat mengungkapkan gagasan-
gagasan anda secara tepat dan mudah dipahami oleh penyimak. Bahasa yang
benar ialah pemakaian bahasa menurut kaidah-kaidah yang baku.

2) Tahap-tahap pidato
Persiapan pidato seharusnya disusun dengan langkah-langkah: (a) persiapan
awal, (b) penyusunan materi, (c) latihan. Ketiga langkah ini terdiri dari susunan
kegiatan yang mungkin dapat diubah tetapi susunan langkah diatas tidak dapat
diubah lagi.

22
a) Tahap persiapan
Pada tahap ini pembicara membuat kegiatan seperti berikut.
(1) Menentukan tujuan
Pada dasarnya tujuan berpidato dapat dibagi dua yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus tujuan umum akan menimbulkan atau mengakibatkan reaksi umum.
Tujuan ini dapat dibagi dalam beberapa jenis: tujuan mendorong, tujuan
meyakinkan, tujuan berbuat atau bertindak, tujuan memberi tahu, dan tujuan
menyenangkan. Sebaliknya, tujuan khusus akan menimbulkan reaksi khusus.
Tujuan khusus ini tidak dapat dilepas kan dari tujuan umum.
(2) Memilih topik
Kegiatan selanjutnya yang harus dibuat adalah memilih dan menentukan
topik pidato. Topik pidato harus memenuhi syarat: (a) menarik minat pembicara,
(b) sesuai dengan daya serap penyimaknya, (c) materi pidato dikuasai oleh
pembicara.
b) Tahap penyusunan
Kegiatan yang harus dibuat oleh pembicara dalam tahap penyusunan
pidato adalah sebagai berikut.
(1) Membuat kerangka pidato.
(2) Mengumpulkan bahan.
(3) Mengembangkan isi pidato (bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian
penutup)
c) Tahap latihan
Sebelum pembicara melakukan pidato yang sebenarnya pembicara
dianjurkan melakukan latihan berpidato di rumah ditempat tertentu dengan suara
nyaring latihan ini penting artinya untuk menilai diri sendiri, apakah semua unsur-
unsur berpidato itu sudah dikuasai atau belum. Latihan berpidato ini sebaiknya
didampingi oleh seorang pengamat yang tidak resmi, misalnya teman.

3) Jenis-jenis Pidato
Berdasarkan tujuan pidato, pidato dapat dibagi tiga jenis yaitu: (a) pidato
rekreatif, (b) pidato persuasif, (c) pidato instruktif.

23
(a) Pidato rekreatif
Pidato rekreatif disebut juga pidato menyenangkan/kekeluargaan. Pidato
ini sangat penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Pembicara yang
membawakan pidato secara kekeluargaan harus memiliki keahlian untuk dapat
memperagakan dan menguraikan sedemikian rupa keinginan, suasana hati atau
batin pembicara, sehingga memungkinkan terdapatnya hubungan batin antara
pembicara dan penyimak, begitupun antara penyimak dengan penyimak. Dengan
demikian timbulah perasaan persaudaraan, perasaan senasib dan sepenanggungan.
(b) Pidato persuasif
Pidato persuasif dapat dibagi menjadi: (i) pidato mendorong, (ii) pidato
meyakinkan, dan (iii) pidato merundingkan. Pidato persuasif merupakan keahlian
dan seni seorang pembicara untuk menanampak gagasan-gagasannya kepada
penyimaknya dengan mengharapkan suatu tindakan yang konsekuen sebagai
realisasi logis dari penerimaan suatu pendirian penuntutan seperangkat prinsip.
Pidato yang bersifat mendorong
Jenis pidato ini biasanya memiliki ciri-ciri pemanasan semangat,
mendorong semangat penyimaknya untuk mengerjakan sesuatu yang sebelumnya
kurang menarik perhatian masyarakat. Pidato ini pula mengharapkan reaksi
emosional atau semangat yang meluap-luap dari para penyimaknya.
Pidato untuk meyakinkan
Ciri utama pidato untuk meyakinkan adalah penyampaian gagasan-
gagasan dengan penuh rasional dengan pemikiran-pemikiran alternatif. Suasana
paduan emosional dan rasional yang timbul pada penyimak merupakan awal suatu
tindakan atau reaksi.
Untuk meyakinkan seseorang atau sekelompok masyarakat maka ada tiga
pengungkapan gagasan yang sering di pergunakan, yaitu pengungkapan
argumentasi, eksposisi, dan deskripsi. Argumentasi inilah bentuk ujaran yang
mengemukakan alasan/ contoh dan bukti yang kuat serta meyakinkan sehingga
orang terpengaruh dan membenarkan pendapat, gagasan, sikap, dan keyakinan
penyimaknya. Eksposisi atau pemaparan adalah salah satu bentuk retorika yang
berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran yang dapat

24
memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang. Argumentasi sebagai
pelukisan sesuatu dengan memajukan pembuktian-pembuktian maka deskripsi
sugestif dapat lebih menanam kepercayaan atau keyakinan terhadap pembuktian-
pembuktian. Deskripsi sugestif berusaha menciptakan suatu penghayatan terhadap
objek tertentu melalui imajinasi pendengar.
Pidato untuk merundingkan
Pidato untuk merundingkan bertujuan untuk mengambil suatu atau
sejumlah keputusan atau rencana. Pidato ini sering pula dikatakan berbicara dalam
musyawarah atau berbicara dalam rapat.
(c) Pidato Instruktif
Berpidato instruktif adalah pidato yang disampaikanuntuk tujuan
menyampaikan atau memberikan pengajaran atau informasi kepada penyimaknya,
agar penyimaknya dapat menyadari apa yang disampaikan. Misalnya, seorang
guru atau dosen menyampaikan bahan pelajaran kepada mahasiswanya; seorang
peminpin baik formal maupun informal menyampaikan sesuatu kepada
masyarakat agar memahami apa yang dimaksudkan para pemimpinnya. Pidato
yang bersifat instruktif atau bersifat pengajaran sebaiknya menggunakan cara
pengungkapan dalam bentuk eksposisi dan deskripsi.
Pidato yang baik memerlukan latihan. Dengan kata lain, latihan pidato
mutlak harus dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan
waktu. Hal ini untuk memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan
untuk mendorong, meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum melakukan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah analisis
sebagai berikut.
1) Jumlah pendengar
2) Tujuan mereka berkumpul
3) Adat kebiasaan mereka
4) Acara lain
5) Tempat berpidato
6) Usia pendengar
7) Tingkat pendidikan pendengar

25
8) Keterikatan hubungan batin dengan pendengar
9) Bahasa yang biasa digunakan.
Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib, akan menarik perhatian dan
membangkitkan minat pendengar. Selain itu, penyajian pesan dengan jelas akan
mempermudah pemahaman, mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan
perkembangan pokok-pokok pikiran yang logis. Untuk memperoleh susunan
pidato yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasian pesab yang baik dan
tersusun.
Organisasi pesan dapat mengikuti enam macam urutan, yaitu deduktif,
induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Selain itu pula, setiap pidato
hendaknya memuat garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam menyusun
dan membawakan suatu pidato, yaitu: (1) garis-garis besar terdiri atas tiga bagian,
yaitu pengantar, isi, dan penutup, (2) lambang-lambang yang digunakan untuk
menunjukkan bagian-bagian tidak membingungkan, (3) penulisan pokok pikiran
utama dengan pokok pikiran penjelas harus dibedakan.
Dalam kaitan dengan nilai komunikasi maka pidato harus menggunakan
kata-kata yang tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus jelas dalam arti kata-kata
yang dipilih tidak boleh mengandung makna ganda sehingga pendengar tidak
merasa bingung dalam menafsirkan pembicaraan. Oleh karena itu, susunan kata-
kata harus dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan secara cermat.
Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut, haruslah
diperhatikan hal-hal berikut.
1) Gunakanlah kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-kata
yang terlalu umum artinya sehingga mengundang bermacam-macam
penafsiran.
2) Gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah
dipahami dengan cepat.
3) Hindarilah istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-
istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya.
4) Berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan
berbicara dengan menggunakan kalimat efektif.

26
5) Gunakanlah perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama
dengan kata-kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan tekanan
terhadap gagasan utama untuk memperjelas kembali.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam berpidato, yaitu cara membuka dan
menutup pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik supaya pokok
pembicaraan mendapat perhatian pendengar sebaik-baiknya, yaitu dengan cara
sebagai berikut.
1) Langsung menyebutkan pokok persoalan
2) Melukiskan latar belakang masalah
3) Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah
menjadi pusat perhatian khalayak
4) Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati
5) Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato
6) Menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak
7) Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi pada masa lalu
8) Menghubungkan dengan kepenptingan vital pendengar
9) Memberikan pujian kepada khalayak atas prestasi mereka
10) Memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan
11) Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan
12) Menyatakan kutipan
13) Menceritakan pengalaman pribadi
14) Mengisahkan cerita faktual, fiktif, atau situasi hipotesis
15) Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya
16) Membuat humor
Dalam membuka pidato, kita dapat memilih satu di antara cara-cara
tersebut sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia, topik, tujuan, situasi, dan
pendengar sendiri.
Adapun cara menutup pidato adalah sebagai berikut.
1) Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan
2) Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda
3) Mendorong khalayak untuk bertindak

27
4) Mengakhiri dengan klimaks
5) Menyatakan kutipan Alquran, sajak, peribahasa, atau ucapan para ahli
6) Menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicara
7) Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara
8) Menguji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris
atau anekdot lucu.

Cara membuka dan menutup pidato tersebut bukanlah hal yang mutlak
dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai dengan
kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup pidato
berdasarkan variasi dan kreatifitas.

b. Diskusi
Mill pernah mengatakan bahwa satu-satunya cara, wadah tempat manusia
dapat mengemukakan beberapa pendekatan untuk mengetahui keseluruhan
sesuatu pokok pembicaraan adalah dengan jalan mengetahui segala sesuatu yang
dapat dikatakan mengenai hal itu oleh orang-orang yang mempunyai aneka ragam
pendapat (Tarigan, 1986:36).
Pada hakekatnya diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan
masalah-masalah dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu maka diskusi
merupakan suatu kegiatan kerjasama atau aktivitas koordinatif yang mengandung
langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.
Dalam sebuah diskusi terdapat prinsip-prinsip: (1) metode pemecahan
masalah, (2) terdiri atas dua atau lebih partisipan, (3) ada masalah yang
dipecahkan, (4) bersemuka, (5) menggunakan bahasa lisan, (6) terjadi tukar-
menukar informasi melalui tanya-jawab, dan (7) untuk memperoleh kesepakatan
atau keputusan bersama.
Salah satu ciri yang paling menonjol pada kelompok diskusi adalah forum
atau masa tanya-jawab, juga dapat berlangsung dalam setiap jenis diskusi atau
penampilan. Forum terbuka memberi kesempatan kepada pendengar untuk
memperoleh informasi yang lebih terperinci, mengemukakan bahan tambahan,

28
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan berpartisipasi secara aktif dalam suatu
diskusi.
Selain itu, ketika proses diskusi berlangsung, hendaknya peserta diskusi
mendengarkan uraian dengan penuh perhatian, menghilangkan sikap emosional
dan prasangka, menangkap gagasan utama dan gagasan penjelas, serta
mempertimbangkannya.
Ketika menyampaikan sanggahan, hendaklah disampaikan secara santun,
yaitu dengan cara:
1) pertanyaan dan sanggahan diajukan dengan jelas dan tidak berbelit-belit;
2) pertanyaan dan sanggahan diajukan secara santun, menghindari pertanyaan,
permintaan, dan perintah langsung; dan
3) diusahakan agar pertanyaan dan sanggahan tidak ditafsirkan sebagai bantahan
atau debat.
Sementara itu, dalam memberikan tanggapan pun harus dipenuhi empat
hal, yaitu sebagai berikut.
1) Jawaban atau tanggapan harus berhubungan dengan pertanyaan.
2) Jawaban harus objektif dan memuaskan berbagai pihak.
3) Prasangka dan emosi harus dihindarkan.
4) Bersikap jujur dan terus terangabila tidak bisa menjawab.
Proses dan simpulan diskusi dilaksanakan berdasarkan alasan yang masuk
akal. Dengan kata lain persetujuan diskusi akan lebih baik apabila diikuti dengan
argumen. Sanggahan yang mencemoohkan, kiranya patut dihindari. Selain itu,
hasil diskusi harus didasarkan pada objektivitas dan kemaslahatan bersama.
Pengambilan keputusan dilakukan pada saat yang tepat, yaitu apabila sudah
banyak persamaan pendapat, moderator segera mengambil keputusan. Diskusi
akan berlarut-larut apabila moderator terlambat menyimpulkan hasil diskusi.
1) Syarat-syarat pelaksanaan diskusi
Pelaksanaan suatu diskusi akan berlangsung dengan baik apabila terpenuhi
syarat-syarat seperti berikut.
(a) Pimpinan dan peserta diskusi memahami peranannya masing-masing
(b) Suasana demokratis (terbuka)

29
(c) Peserta berpartisipasi penuh
(d) Selalu dikembangkan bimbingan dan kontrol
(e) Mengutakan kontra-argumen bukan kontra-emosi
(f) Menggunakan bahasa yang singkat, jelas, dan tepat
(g) Terhindar dari klik yang monopoli pembicaraan
(h) Dihasilkan suatu kesimpulan
Dalam proses tukar-menuklar pikiran perlu diperhatikan tata tertib dan
kesantunan dalam berdiskusi. Hal yang dimaksud antara lain berkaitan dengan
cara mengajukan pertanyaan atau sanggahan, menjawab pertanyaan,
mengemukakan pendapat, dan menanggapi pendapat. Untuk itu, setiap peserta
diskusi sebaiknya mendengarkan uraian dengan penuh perhatian, menghilangkan
sikap emosi, mengedepankan cara berpikir yang logis, berupaya menangkap
gagasan utama dan gagasan penjelas serta mempertimbangkannya.
Dalam mengajukan pertanyaan atau sanggahan hendaklah diajukan secara
santun, misalnya: (1) pertanyaan dan sanggahan diajukan secara jelas dan tidak
berbelit-belit, (2) menghindari pertanyaan, permintaan, dan perintah langsung, (3)
pertanyaan atau sanggahan yang disampaikan tidak menyebabkan penafsiran yang
mengandung bantahan atau debat. Selanjutnya, dalam menjawab pertanyaan atau
memberikan tanggapan balik, sebaiknya diperhatikan empat hal, yakni: (1)
jawaban dan tanggapan hanya berkaitan pertanyaan dan tanggapan yang
dikemukakan. (2) jawaban harus objektif dan sedapat mungkin memuaskan
berbagai pihak, (3) prasangka dan emosi harus dihindarkan, dan (4) bersikap jujur
dan terus terang apabila tidak bisa menjawab.
Dalam menyampaikan persetujuan maupun penolakan terhadap suatu
pendapat seharusnya dilandasi dengan alasan yang masuk akal. Persetujuan akan
lebih berharga apabila diikuti dengan argumen dari sisi yang lain. Sebaliknya,
sanggahan yang disertai dengan sindiriran atau cemoohan dan dapat menyinggung
perasaan harus dihindarkan.
Kesimpulan diskusi hendaklah didasarkan pada objektivitas dan
kemaslahatan bersama. Pengambilan keputusan dilakukan pada saat yang tepat,
artinya apabila sudah banyak persamaan pendapat, moderator segera mengambil

30
simpulan. Keterlambatan dalam menyimpulkan pendapat akan dapat
mengakibatkan diskusi menjadi berlarut-larut.
2) Tujuan diskusi
Tujuan diskusi dapat dibagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum diskusi adalah untuk memperoleh paduan pendapat yang
merupakan hasil kristalisasi dari berbagai pendapat atau pandangan yang timbul
dalam arena diskusi terhadap suatu masalah atau pokok bahasan. Berdasarkan
tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus diskusi adalah sebagai berikut.
a) Merangsang anggota kelompok atau peserta untuk lebih mengerti dan
mempelajari masalah-amasalah di sekitar hidupnya.
b) Merangsang anggota kelompok atau peserta untuk memberanikan diri
mengeluarkan pendapatnya ataupun tanggapannya di tengah orang banyak.
c) Memberi kesempatan kepada anggota kelompok atau peserta untuk mengenal,
meneliti dan memecahkan masalah, dan mengembangkan kerja sama untuk
melakukan keputusan diskusi.
d) Mendorong anggota untuk mengembangkan potensi kepemimpinannya serta
kepribadiannya ke arah yang lebih matang dan dewasa.
Tujuan khusus ini dapat dikembangkan lebih banyak lagi sesuai dengan
sudut pandang masing-masing pihak yang melaksanakan diskusi.
c. Wawancara
Wawancara sebenarnya merupakan bentuk komunikasi khas karena jarang
terjadi perubahan peran pelaku komunikasi (Peran yang mewawancarai dan yang
diwawancarai jarang berubah). Dalam komunikasi secara umum penyampai pesan
(komunikator) acapkali berganti peran menjadi penerima pesan (komunikan) ,
dan sebaliknya komunikan akan berganti peran menjadi komunikator. Hal itu
ternyata tidak berlaku dalam wawancara. Bahkan, dalam wawancara yang
bersituasi informal, topik yang dibicarakan pun dapat melompat-lompat dari satu
topik ke topik lain dan acapkali tanpa simpulan.
Pada saat Anda akan mewawancarai seorang tokoh, Anda pasti
mempunyai tujuan tertentu. Apakah tujuan akan mempengaruhi butir-butir yang
Anda tanyakan? Untuk mendapat kan jawaban, cobalah untuk mempraktikan

31
wawancara berpasangan dengan teman Anda! Tentukanlah tujuan yang berbeda
untuk Anda dan teman Anda (pasangan wawancara). Catatlah garis besar hal-hal
yang perlu Anda tanyakan kemudian bandingkanlah garis besar catatan Anda
dengan teman Anda! Apa yang ditemukan? Sebagai pemandu, berikut ini adalah
salah satu alternatif format yang dapat membantu wawancara Anda.

Format Wawancara
1. Topik :
2. Narasumber :
3. Tempat :
4. Suasana :
5. Tujuan :
6. Butir-butir pertanyaan pemandu :
a. ...?
Jawaban : ...
b. ...?
Jawaban : ...
c. ...?
Jawaban : ...
d. ...?
Jawaban : ...

Sebagai contoh berikut ini adalah dua cuplikan wawancara. Diskusikanlah


dalam kelompok kooperatif, kekurangan dan kelebihan yang tedapat dalam
wawancara itu.
Contoh (1)
Wawancara
Dirancang, Sistem Voucher
Masih tingginya angka putus sekolah anak-anak khususnya ditingkat SD,
disebabkan lemahnya ekonomi keluarga di Indonesia. Untuk mengerem laju angka
putus sekolah tersebut, Depdiknas merancang sistem voucher beasiswa yang
menjamin anak bebas biaya sekolah bagi keluarga miskin berikut wawancara
dengan kepala penilaian pendidikan Depdiknas, Bahrul hidayat.

UNICEF menilai, kondisi pendidikan di Indonesia masih mengkhawatirkan.


Bagaimana menurut Anda?
Tingkat pendidikan suatu negara sangat dipengaruhi tingkat ekonomi
masyarakatnya. Kita harus jujur mengakui, kondisi ekonomi masyarakat kita
masih didominasi kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Jika sebagian besar kelompok masyarakat merupakan kelompok ekonomi
lemah sudah jelas prioritas kebutuhan mereka pun berbeda. Artinya kebutuhan
ekonomi menjadi dominan dari pada proiritas kebutuhan hidup lainnya. Termasuk

32
soal pendidikan yang bisa saja menjadi pilihan yang kesekian. Kami bukan
membela diri. Tetapi, itulah faktanya.

Indikatornya terbukti, tingkat pendidikan perempuan Indonesia ternyata lebih


rendah di ASEAN?
Karena itu, partisipasi gender tersebut sangat terkait dengan struktur ekonomi
masyarakat. Karena ekonomi keluarga pas-pasan, akhirnya laki-laki lebih di
prioritaskan untuk menuntaskan sekolah dibandingkan perempuan. Perempuan
juga dianggap lebih bisa membantu keluarga untuk bekerja menamba ekonomi
keluarga.
Karena aspek tersebut, akhirnya kesempatan perempuan melanjutkan sekolah
ke tingkat lebih tinggi menjadi lebih kecil. Saya kira, kalau ekonomi keluarganya
baik tak mungkin perempuan dilarang sekolah. Karena alasan tersebut, akhirnya
soal gender itu jadi temarginalkan.

Tapi, angka putus sekolah kaum perempuan Indonesia dinilai sangat tinggi.
Bagaimana menurut pendapat Anda?
Kalau untuk tingkat dasar, itu barangkali iya. Tetapi, ada fakta lain yang
menarik. Yakni, kaum perempuan sudah melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi, mereka bisa lebih survive. Sebaliknya, untuk laki-laki angka drop out
rate-nya lebih tinggi. Contohnya pada tingkat kelas VI atau V SD, anak-anak
perempuan biasanya lebih bertahan. Tetapi, anak laki-laki banyak yang tidak tahan
menerima pelajaran lanjutan, sehingga akhirnya memilih drop out saja. Begitu
juga di tingkat lanjutan, seperti SMP atau SMA.

Rendahnya tingkatnya pendidikan sebenarnya sudah lama terjadi. Apa upaya


konkret pemerintah?
Kita seharusnya mengubah paradigma tersebut. Menjadi tanggung jawab
bersama pula untuk bisa mengangkat ekonomi lemah ini menjadi lebih baik.
Selain meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, idealnya dalam soal
pendidikan, pemerintah menyediakan dana yang cukup tinggi. Bahkan, mungkin
sekolah itu harus digratiskan, terutama untuk program wajib belajar pendidikan
dasar (wajar diknas). Itu adalah pilihan rasional dan tujuannya pasti kearah itu.

Apa langkah Depdiknas untuk mengubah kondisi tersebut?


Kami di Depdiknas saat ini merancang dan mengusulkan kepada pemerintah
soal sistem voucher atau beasiswa sekolah kepada anak-anak yang memang betul-
betul harus sekolah. Sistem voucher tersebut merupakan program menjemput
anak-anak sekolah. Anak-anak yang benar-benar harus ikut wajar dikdas serta dari
keluarga miskin diprioritaskan mendapatkan voucher beasiswa itu. Artinya,
voucher tersebut akan menjamin anak bebas biaya sekolah.
Kalau beasiswa biasa, biasanya itu dilakukan dengan syarat-syarat tertentu.
Kalau voucher, kita membagikannya kepada anak-anak yang betul-betul dinilai
harus mengikuti wajar dikdas. Pemerintah yang menjemput mereka masuk
sekolah.

Contoh (2)
Pewawancara : Selamat pagi, Bu!
Nara Sumber : Selamat pagi!
Pewawancara : Terima kasih, Bu, karena Ibu telah bersedia meluangkan waktu pagi ini
untuk membahas CTL dalam dunia pendidikan. Begini, Bu, akhir-akhir
ini saya sering mendengar istilah CTL dalam dunia pendidikan.
Dapatkah Ibu menjelaskan mengenai CTL itu?

33
Nara Sumber : CTL atau Contextual Teaching and Learning merupakan suatu konsepsi
yang berupaya membantu guru untuk mengaitkan isi pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan memotivasi siswa supaya dapat menerapkan
pengetahuannya dalam dunia mereka.
Pewawancara : Lalu, apakah sebenarnya pengajaran dan pembelajaran konstekstual itu?
Nara Sumber : Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa
menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan akademis mereka dalam berbagai tataran dalam sekolah
dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah nyata atau
masalah-masalah yang disimulasikan. Adapun pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang
erat dengan pengalaman sesungguhnya. Hal ini dapat terjadi jika siswa
menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan
mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan
peran dan tanggung jawab mereka sebagai siswa, anggota keluarga,
warga negara, bahkan sebagai pekerja.
Pewawancara : Jadi, tampaknya CTL ini memusatkan diri pada siswa, dunia nyata, dan
penerapan pengetahuan pada dunia nyata. Apakah betul begitu?
Nara Sumber : Ya, begitulah. Di samping itu, ada juga unsur pembelajaran yang
bermakna, responsif terhadap budaya, inkuiri, dan penilaian autentik.
Pewawancara : Ibu menyebutkan adanya unsur inkuiri dan penilaian autentik.
Dapatkah Ibu menjelaskan lebih lanjut?
Nara Sumber : Kegiatan inkuiri diawali dengan pengamatan dalam memahami suatu
konsep. Siklus kegiatannya terdiri atas kegiatan mengamati, bertanya,
menganalisis dan merumuskan teori baik secara individu maupun secara
bersama-sama dengan teman lainnya. Jadi, dalam hal ini dituntut adanya
penggunaan dan pengembangan keterampilan berpikir kritis.
Adapun penilaian autentik ini mempersyaratkan penerapan pengetahuan
atau keterampilan sehingga proses dan produk dua-duanya dapat diukur.
Dalam hal ini, tugas-tugas hendaknya kontekstual dan relevan.
Pewawancara : Lalu, bagaimanakah penerapannya dengan pembelajaran bahasa
Indonesia?
Nara Sumber : Pembelajaran bahasa Indonesia hendaknya menekankan kepada
kegiatan berlatih berbahasa, bukan menyampaikan pengetahuan
mengenai bahasa Indonesia. Oleh karena itu, jika ada materi
berwawancara, misalnya, siswa seharusnya dilatih untuk mengamati
wawancara kemudian merumuskan mengenai apa wawancara itu.
Setelah mereka tahu apa wawancara itu, mereka dapat menerapkan
pengetahuannya dengan praktik berwawancara. Jadi, siswa harus benar-
benar berwawancara, bukan sekedar mengetahui teknik-tekniknya tanpa
praktik. Dalam hubungannya dengan konsep CTL ini, siswa yang
berada di kota-kota kecil, misalnya, jangan diminta untuk berwawancara
dengan artis karena artis belum/tidak berada dalam dunia kehidupan
mereka. Sebaiknya, mereka diminta berwawancara dengan penjual
bakso, penjual kue, atau siapa pun yang ada dalam dunia kehidupan
mereka. Berdasarkan inilah, guru dapat memberikan penilaian autentik
kepada siswanya.
Pewawancara : Jadi, tampaknya guru harus betul-betul terlibat dan berlibat dengan
siswanya. Tampaknya pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau
CTL ini sangat menjanjikan ya, Bu?
Nara Sumber : Ya, begitulah
Pewawancara : Terima kasih banyak, Bu karena Ibu telah menjelaskan berbagai hal
yang dapat menambah wawasan saya. Sekali lagi terima kasih, dan
selamat siang, Ibu.
Nara Sumber : Terima kasih kembali dan selamat siang.

34
Simaklah dialog di atas, kemudian diskusikan dengan peserta yang lain
dalam kelompok Anda mengenai kegiatan apa yang dilakukan oleh yang
mewawancarai dan yang diwawancarai.

d. Bertelepon
Dalam kehidupan nyata, jarang kita jumpai seseorang yang menelpon atau
menerima telepon dengan menyebutkan nomor telepon. Di samping memakan
waktu lama, kadang-kadang penerima telepon belum tentu hafal dengan nomor
telepon yang diangkatnya. Kenyataan semacam ini perlu dipertimbangkan
sehingga contoh-contoh bertelepon tidak perlu selalu dimulai dengan penyebutan
nomor telepon. Berikut ini adalah contoh menerima telepon. Silahkan Anda
menanggapi dua contoh pembicaraan lewat telepon ini.
Contoh (1)
Penerima Telepon : Ibu Ida
Ibu Ida : Ida di sini.
Ibu Mira : Halo, Ibu Ida, saya Mira, dapatkah saya berbicara dengan Bapak
Santoso?
Ibu Ida : Sayang sekali, Bu, Bapak Santoso sedang pergi. Ada pesan, Bu?
Ibu Mira : Tolong sampaikan, kartu namanya sudah jadi, Pak Santoso dapat
mengambilnya besok. Terima kasih, Ibu Ida.
Ibu Ida : Sama-sama, Bu.
Contoh (2)
Penelepon : Pak Budi
Penerima Telepon: Pak Ali dan Ibu Ina

Pak Ali : SMP 44 di sini, ada yang dapat kami bantu?


Pak Budi : Maaf, Pak, saya Budi, guru SMP 33, dapatkah saya berbicara dengan
Ibu Ina, guru bahasa Indonesia?
Pak Ali : Oh, ya, sebentar (Pak Ali memanggil Ibu Ina)
Ibu Ina : Assalamu alaikum,
Pak Budi : Waalaikum salam, Ibu Ina, aku Budi. Sore ini kami--teman-teman
MGMP akan menjenguk Pak Anwar. Kami dengar penyakitnya agak
parah.
Ibu Ina : Kudengar juga begitu pukul berapa berangkat?
Pak Budi : Kami berangkat pukul 16.00 dari rumahku.
Ibu Ina : Nanti aku datang ke rumahmu sebelum pukul 16.00. Terima kasih.
Pak Budi : Kembali, Assalu alaikum.
Ibu Ina : Waalaikum salam.

Cobalah Anda perhatikan contoh di atas! Siapakah yang berbicara paling


awal? Penelpon atau penerima telepon? Apakah yang terjadi jika penelpon dan

35
penerima telepon memulai pembicaraan dalam waktu yang bersamaan? Selain itu,
jika Anda perhatikan lagi contoh di atas, Anda akan mendapatkan pemakaian kata
saya saat Pak Budi berbicara dengan Pak Ali dan kata aku saat Pak Budi berbicara
dengan Bu Ina.
e. Berdialog
Berdialog dapat diartikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat
mengenai suatu topik tertentu antara dua orang atau lebih. Fungsi utama berdialog
adalah bertukar pikiran, mencapai mufakat atau merundingkan suatu masalah.
Dialog dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti bertelepon, bercakap-
cakap, tanya-jawab, wawancara, diskusi, musyawarah, debat, dan simposium.
Dialog dapat terjadi kapan, di mana, dan tentang apa saja. Hal ini
menunjukkan bahwa dialog dapat dilakukan dengan tema apa saja, misalnya tema
“Pemilu”. Ketika kampanye tiba, orang-orang merasa tertarik apabila diajak
bercerita tentang calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilihnya.
Di antara mereka akan memaparkan beberapa kelebihan jagoannya, baik dari
pendidikan, agama, perhatiannya terhadap ekonomi, kemasyarakatan, KKN, dan
amanah, bahkan sampai pada wawasannya tentang bangsa ini.
Dialog dapat dilakukan sepanjang waktu. Apabila bagi orang yang sedang
menyukai tema-tema hangat. Waktu yang digunakan untuk berdialog bisa pagi,
siang, sore, maupun malam. Dialog pagi, misalnya dilakukan di rumahantara
ayah, ibu, dan anak-anak atau dengan siapa saja, terutama orang-orang yang dekat
di hati. Kemudian dialog dapat digunakan di siang hari, sebagai contoh ketika
melakukan kegiatan resmi dengan teman kuliah, teman kerja, atau siapa saja yang
menunjang karier peserta dialog. Nah, sore hari kembali dialog santai, biasanya
dilakukan dengan orang-orang yang mempunyai hubungan yang amat bersahabat.
Kegiatan ini dapat dilakukan di kantor, di rumah, atau di beranda tetangga.
Dialog dapat dilakukan di berbagai tempat. Tempat-tempat yang biasa
terjadi interaksi dialog, misalnya di rumah, pasar, di jalan raya, di kantor, di
sekolah, di rumah sakit, dan di tempat-tempat umum lainnya.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian ketika berdialog adalah: (1)
bagaimana menarik perhatian, (2) bagaimana cara mulai atau memprakarsai suatu

36
percakapan, (3) bagaimana menyela, mengoreksi, memperbaiki, dan mencari
kejelasan, (4) bagaimana mengakhiri suatu percakapan.
Bahasa dalam dialog biasanya pendek-pendek. Namun demikian,
pembicaraan dapat mudah dipahami apabila disertai mimik yang mendukung.
Ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk
paralinguistik yang amat penting dalam dialog.
Dalam pengajaran bahasa di sekolah, dialog perlu diberikan agar anak-
anak terampil berbahasa dan dapat bergaul di tengah masyarakat. Anggota
masyarakat sering melakukan kegiatan berdialog di luar sekolah, seperti
bertelepon, bercakap-cakap, diskusi, dan musyawarah.
Berikut ini dikemukakan contoh dialog yang terjadi antarteman. Coba
analisis karakteristik dialog berikut ini.
A : “Nani pergi ke mana?”
B : “Dia sedang menonton di bioskop”.
A : “Padahal teman-temannya sedang mengadakan seminar di
kampus.”
B : “Sebenarnya dia pergi untuk membeli buku, setelah itu baru
menonton film Ada Apa dengan Cinta.”
A : “Aku sendiri baru menonton film itu dua kali”.
B : “Memang filmnya cukup bagus, terutama untuk menanamkan
kebiasaan menulis, misalnya menulis puisi”.
A : “Bandung itu romantis, semakin malam semakin indah dan sejuk”.
B : “Iya, rasanya damai, menentramkan hati”.
A : “Sebaliknya kalau siang hari, jalan-jalan macet, udara panas, suara
kendaraan amat bising, dan suasana takberaturan. Apalagi para
pengamen di setiap lampu setopan amat mengganggu. Mereka mau
ke mana lagi, mencari kerja susah, apalagi kebutuhan hidup
semakin meningkat, akibatnya banyak orang nekat memasuki
kehidupan yang semakin ganas”.
B : “Betul juga pendapatmu tadi. Saya yakin mereka juga sebenarnya
tidak mengharapkan hal itu terjadi”.
A : “Seharusnya ini menjadi masalah serius pemerintah juga”.
B : “Jelas, kita kan tidak bisa memberikan lapangan kerja sebagai
alternatif dari kehidupannya sekarang”.

Dialog secara umum diartikan kegiatan berbicara dua arah, maksudnya


para partisipan saling berbicara, bertanya jawab menanggapi mitra bicara pada
berbagai bentuk bicara yang termasuk dialog yaitu tegur sapa, konfersasi,
wawancara, diskusi, dan bertelepon. Dialog dalam pengertian khusus adalah
percakapan yang terjadi antarpelaku dalam suatu drama Tarigan (1986:77)
berpendapat bahwa dalam setiap lakon dialog harus memenuhi dua macam

37
persyaratan, yaitu (1) dialog haruslah dapat mempertinggi nilai gerak dan (2)
dialog haruslah baik dan bernilai tinggi.
Persyaratan pertama mengandung maksud agar dialog yang digunakan
mencerminkan apa saja yang telah terjadi selama permainan, pementasan, dan
juga mencerminkan, pikiran atau gagasan para tokoh yang ikut berperan dalam
lakon itu. Sementara persyaratan kedua, dialog yang baik dan bernilai tinggi
berarti dialog harus terarah dan lebih teratur dari pada percakapan sehari-hari,
jangan hendaknya ada kata-kata yang tidak perlu; para tokoh berbicara dengan
jelas, terang, dan menuju sasaran.
Dalam materi ini dialog diartikan dengan sangat sederhana, yaitu
percakapan yang telah terjadi antara dua orang atau lebih. Dialog seperti ini dapat
terjadi kapan dan di mana saja. Topik pembicaraannya sangat bervariasi dari hal-
hal yang ringan sampai pada persoalan yang berat.
Dialog atau percakapan ini akan berjalan baik, lancar dan mengasyikkan
manakala partisipan saling memperhatikan. Sikap give and take, serta saling
perhatian perlu dikembangkan. Pokok pembicaraan berkisar pada persoalan yang
relevan dengan kepentingan bersama ucapan yang menyinggung perasaan serta
perilaku menonjolkan diri harus dihindari. Santun dialog perlu dipelihara, dengan
menghindari sikap mendikte, ekspresi kekesalan atau kejengkelan, dan sikap
merendahkan diri yang berlebih-lebihan.
Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah: (1) bagaimana seseorang
menarik perhatian, (2) bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan,
(3) bagaimana cara menginterupsi, menyela, memotong pembicaraan, mengoreksi,
memperbaiki kesalahan, dan mencari kejelasan, serta (4) bagaimana mengakhiri
suatu percakapan. Analisis terhadap praktik dialog yang sesungguhnya akan
meningkatkan kesadaran secara sungguh-sungguh.
Bahasa dalam dialog biasanya pendek-pendek, dan kurang terstruktur.
Meskipun demikian pembicaraan dapat dipahami sebab disertai mimik dan
pantomimik yang mendukung. Ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala,
dan sejenisnya yang termasuk paralinguistik amat penting dalam percakapan.

38
Dalam pengajaran bahasa di sekolah, terutama disekolah dasar dialog perlu
diberikan agar mereka dapat bergaul ditengah masyarakat. Dalam buku pelajaran
dikemukakan beberapa contoh percakapan agar dapat dipraktikkan secara
berpasangan.
Berikut ini dikemukakan contoh dialog yang terjadi antara ayah dan ibu
yang membicarakan masa depan anak mereka. Bacalah dialog berikut ini. Analisis
bahasa dan materi yang menjadi bahan pembicaraan. Diskusikan hasil analisis
Anda dengan teman-teman, sehingga dapat dirumuskan tentang karateristik
dialog. Selanjutnya coba amati dialog-dialog yang terjadi di sekitar Anda, lalu
Anda praktikkan.
Dialog antara Ayah dan Ibu tentang Anak Gadisnya
Ibu : Pak, anak kitakan sudah dewasa, lagi pula kuliahnya hampir tamat. Apa

tidak terpikir untuk mencarikan jodoh.


Ayah : Betul, tapi apakah wajar dia dicarikan jodoh. Diakan mahasiswa, aktif
lagi. Siapa tahu dia sudah punya pilihan.
Ibu : Tapi rasanya belum seingatku anak kita tarpernah bercerita tentang itu.
Ayah : Bu, apakah mahasiswa itu kalau pacara, mesti bilang sama mamanya, itu kan
tidak?
Ibu : Kita harus khawatir, Pak. Jangan sampai anak kita jadi perawan tua.
Nanti jadi gunjingan orang.
Ayah : Ya, Ya, tapi tunggu dulu sampai tamat.
Ibu : Itu sih namanya keburu tua.

Perhatikan kata-kata dari bahasa daerah yang masuk kedalam dialog cari
arti yang sebenarnya. Apa fungsi penggunaan kata-kata itu dalam dialog tersebut
selanjutnya perhatikan struktur kalimat tanya dalam dialog. Bagaimana intonasi
kalimat tanya tersebut.
f. Bercerita
Sejak zaman dahulu seorang ibu mempunyai kebiasaan bercerita ketika
meninabobokan anaknya di tempat tidur. Nah, ibu atau orang tua yang mahir
bercerita akan disenangi anak-anaknya. Melalui bercerita dapat dijalin hubungan
yang akarab. Selain itu, manfaat bercerita di antaranya, yaitu: (1) memberikan
hiburan, (2) mengajarkan kebenaran, dan (3) memberikan keteladanan.
Seorang pendongeng akan berhasil dengan baik apabila ia dapat
menghidupkan cerita. Artinya, dalam hal ini pendongeng harus dapat

39
membangkitkan daya imajinasi anak. Untuk itu, biasanya pendongeng
mempersipkan diri dengan cara:
(1) memahami pendengar (audiens),
(2) menguasai materi cerita,
(3) menguasai olah suara,
(4) menguasai berbagai macam karakter,
(5) luwes dalam berolah tubuh, dan
(6) menjaga daya tahan tubuh.
Selain itu, terdapat enam jurus mendongeng, yaitu:
(1) menciptakan suasana akrab,
(2) menghidupkan cerita dengan cara memiliki kemampuan teknik membuka
cerita, menciptakan suasana dramatik, menutup yang membuat penasaran,
(3) kreatif,
(4) tanggap dengan situasi dan kondisi,
(5) konsentrasi total, dan
(6) ikhlas.
Untuk mahir bercerita diperlukan persiapan dan latihan. Persyaratan yang
perlu diperhatikan di antaranya:
(1) penguasaan dan penghayatan cerita,
(2) penyelarasan dengan situasi dan kondisi,
(3) pemilihan dan penyusunan kalimat,
(4) pengekspresian yang alami, dan
(5) keberanian.
g. Menyampaikan Pengumuman
Menyampaikan pengumuman berarti menyampaikan suatu hal yang perlu
diketahui oleh khalayak ramai. Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk
pidato. Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam membaca pengumuman di
antaranya, yaitu volume suara harus lebih keras, intonasi yang tepat, dan gaya
penampilan yang menarik.
Sebagai latihan bacalah pengumuman berikut ini dengan inonasi, jeda,
nada, tekanan, dan tempo yang tepat.

40
IKUTILAH LOMBA CIPTA LAGU
MUSIKALISASI PUISI

Pada 17 Agustus 2004


Di Bandung Supermall

Memperebutkan trophy Gubernur Jawa Barat


Biaya pendaftaran Rp 25.000,00
Terakhir pendaftaran 13 Agustus 2004
Kota Fantasi BSM, Jln. Gatsu 289 Bandung

h. Menyampaikan Argumentasi
Salah satu proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena
harus mempertahankan pendapat yaitu, debat. Setiap pihak yang berdebat, akan
mengajukan argumentasi dan memberikan alasan tertentu agar pihak lawan atau
peserta menjadi yakin dan berpihak serta setuju terhadap pendapat-pendapatnya
(Laksono, 2003:20).
Sebelum berdebat, peserta debat harus mempersiapkan penyusunan materi
dan argumentasi dengan referensi yang memadai. Dalam debat, pemimpin berhak
menentukan apakah anggota kelompok (khalayak) dapat bertanya kepada peserta
debat (pembicara) atau tidak. Selain itu, pemimpin debat harus menentukan
masalah yang mengundang perdebatan. Kemudian panitia menyiapkan dua
kelompok yang bersedia memperdebatkan masalah yang sudah ditentukan.
Kelompok A adalah kelompok yang menyetujui, sedangkan kelompok B adalah
kelompok yang tidak menyetujui masalah itu.
Kisyani Laksono (2003:21-22) menjelaskan bahwa tata cara debat sebagai
berikut.
1) Pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk mengajukan
pendapat dan alasannya menyetujui hal itu.
2) Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan selama ± 4 menit untuk
mengutarakan pendiriannya yang menolak masalah yang diperdebatkan.
3) Pembicara 2 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk menambah
alasan-alasan mengenai pendirian kelompoknya.

41
4) Pembicara 2 dari kelompok B diberi kesempatan selama ± 4 menit untuk
memperjelas dan menambah alasan-alasan yang menolak masalah yang
diperdebatkan.
5) Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan untuk menanggapi pendapat
kelompok A. Sifat pembicaraannya menangkis apa yang diutarakan kelompok
A. Kelemahan-kelemahan dan alasan kelompok A diserang, sementara itu
pembicara akan lebih menunjukkan alasan-alasan yang menolak masalah yang
diperdebatkan. Kelompok penyangga (B) yang diwakili pembicara 1 ini harus
berusaha mempengaruhi khalayak supaya berpihak pada kelompoknya.
Kesempatan yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok B ini ± 4
menit.
6) Pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan untuk menangkis alasan-
alasan yang diutarakan kelompok B dengan alasan-alasan dan bukti yang kuat.
Waktu yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok A ini ± 4 menit.
7) Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok B digunakan
untuk membuat simpulan dan sekaligus menolak serta menandaskan alasan-
alasan kelompoknya.
8) Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok A digunakan
untuk menangkis, menambah alasan, menunjukkan kelemahan lawan,
membuat simpulan dan menunjukkan bahwa pendirian kelompoknya adalah
benar.

i. Musyawarah
Musyawarah mengandung arti perundingan, yaitu membicarakan sesuatu
supaya mencapai kata sepakat. Mencapai kata sepakat tentu tidak mudah karena
setiap orang mempunyai kepentingan pribadi. Dalam suatu musyawarah yang
penting adalah kepentingan orang banyak, setiap orang mengesampingkan
kepentingan pribadi demi kepentingan umum.
Dalam suatu musyawarah dipimpin oleh seorang pemimpin musyawarah
yang lazim disebut pemimpin sidang. Pemimpin musyawarah berhak membuat
tata tertib musyawarah dan tata tertib pelaksanaan.dalam musyawarah biasanya

42
terdapat perbedaan pendapat, tetapi perbedaan itu harus dipadukan. Bila tidak,
maka biasa diambil voting (suara terbanyak). Itulah hal yang istimewa dari
musyawarah yang berbeda dengan diskusi. Dalam musyawarah selalu ada
simpulan.

Demikian uraian mengenai kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia


aspek berbicara. Untuk memaksimalkan pemahaman, silahkan Anda mengerjakan
soal latihan berikut ini.

Latihan Soal

Kerjakanlah tugas-tugas berikut ini dengan tepat!


1. Jelaskan pengertian berbicara!
2. Apakah peranan berbicara dalam kehidupan sehari-hari? Berikan
penjelasannya disertai dengan contoh!
3. Jelaskan yang dimaksud berbicara sebagai sebuah seni dan ilmu!
4. Sebutkan jenis-jenis berbicara!
5. Buatlah sebuah teks wacana berbicara berdasarkan jenisnya!

Rangkuman

Kegiatan berbicara merupakan salah satu aktivitas berbahasa yang tak


dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Dalam kegiatan intreraksi sosial,
seorang manusia dituntut untuk mampu berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.
Berbicara adalah kegiatan yang paling sering digunakan dalam
mengomunikasikan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan pendapat kepada orang
lain. Kesalahan dalam mengomunikasikan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan
pendapat dapat berakibat pada kesalahan interpretasi sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan komunikasi (miscommunication). Dengan
demikian, kompetensi keterampilan berbicara menjadi aspek yang perlu dimiliki
oleh setiap peserta program profesi guru.

43
Tujuan utama dari kegiatan berbicara adalah untuk berkomunikasi. Seperti
yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa berbicara adalah kegiatan
berbahasa secara lisan untuk menyampaikan gagasan, perasaan, pendapat, dan ide
kepada orang lain, maka tujuan berbicara adalah agar orang lain memahami
sesuatu hal yang kita sampaikan.
Dalam kegiatan berbicara, ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan, meliputi aspek sosial, intelektual, emosional, informasi faktual,
moral, dan penyelesaian sesuatu. Aspek-aspek tersebut harus diperhatikan jika
ingin berhasil dalam sebuah pembicaraan. Demikian pula dengan aspek
kebahasaan dan nonkebahasaan menjadi hal yang patut dipertimbangkan dalam
pembicaraan yang efektif.
Paling sedikit terdapat lima landasan yang digunakan dalam
menglasifikasikan kegiatan berbicara. Kelima landasan tersebut adalah situasi,
tujuan, metode penyampaian, jumlah penyimak, dan peristiwa khusus.
Bentuk-bentuk berbicara dapat berupa: pidato, diskusi, wawancara,
bertelepon, berdialog, bercerita, menyampaikan pengumuman, menyampaikan
argumentasi, musyawarah, bermain peran dan simulasi, serta puitisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Dadan, dkk. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran


Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: UPI Press

Carnagie, Dale. 2001. Berani Berbicara di Depan Publik.

Keraf, Gorys. 1989. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores:


Nusa Indah

Kisyani-Laksono. 1999. Teori Berbicara. Surabaya: Unesa University Press

Norton, Donna E. 1989. The Effective Teaching of Language Arts. Ohio: Merrill
Publishing

44
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta:BPFE

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan


Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, Djago. 1991. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung:


Angkasa

45
BAB II
PENGEMBANGAN SILABUS BAHASA INDONESIA ASPEK
BERBICARA

A. Pendahuluan
Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai "Garis besar, ringkasan, ikhtisar,
atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran" (Salim, 1987: 98). Istilah silabus
digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa
penjabaran lebih lanjut dari SK dan KD yang ingin dicapai, dan materi pokok
serta uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai SK
dan KD.
Seperti diketahui, dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran,
terlebih dahulu perlu ditentukan SK yang berisikan kebulatan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang ingin dicapai, materi yang harus dipelajari, pengalaman
belajar yang harus dilakukan, dan sistem evaluasi untuk mengetahui pencapaian
SK. Dengan kata lain, pengembangan kurikulum dan pembelajaran menjawab
pertanyaan (1) Apa yang akan diajarkan (SK, KD, dan Materi Pembelajaran); (2)
Bagaimana cara melaksanakan kegiatan pembelajaran, metode, media); (3)
Bagaimana dapat diketahui bahwa SK dan KD telah tercapai (indikator dan
penilaian).
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar.

B. Uraian
1. Pengertian Silabus
Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai "Garis besar, ringkasan, ikhtisar,
atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran" (Salim, 1987: 98). Istilah silabus
digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa
penjabaran lebih lanjut dari SK dan KD yang ingin dicapai, dan materi pokok

46
serta uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai SK
dan KD.
Seperti diketahui, dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran,
terlebih dahulu perlu ditentukan SK yang berisikan kebulatan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang ingin dicapai, materi yang harus dipelajari, pengalaman
belajar yang harus dilakukan, dan sistem evaluasi untuk mengetahui pencapaian
SK. Dengan kata lain, pengembangan kurikulum dan pembelajaran menjawab
pertanyaan (1) Apa yang akan diajarkan (SK, KD, dan Materi Pembelajaran); (2)
Bagaimana cara melaksanakan kegiatan pembelajaran, metode, media); (3)
Bagaimana dapat diketahui bahwa SK dan KD telah tercapai (indikator dan
penilaian).
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar.
Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran
lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan
pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Silabus merupakan sumber
pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk
satu SK maupun satu KD. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk
merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan belajar
secara klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaran secara individual. Demikian
pula, silabus sangat bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian. Dalam
pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi sistem penilaian selalu mengacu
pada SK, KD, dan indikator yang terdapat di dalam silabus.

2. Komponen Silabus
Silabus merupakan salah satu bentuk penjabaran kurikulum. Produk
pengembangan kurikulum ini memuat pokok-pokok pikiran yang memberikan
rambu-rambu dalam menjawab tiga pertanyaan mendasar dalam pembelajaran,
yakni (1) kompetensi apa yang hendak dikuasai peserta didik, (2) bagaimana

47
memfasilitasi peserta didik untuk menguasai kompetensi itu, dan (3) bagaimana
mengetahui tingkat pencapaian kompetensi oleh peserta didik. Dari sini jelas
bahwa silabus memuat pokok-pokok kompetensi dan materi, pokok-pokok
strategi pembelajaran dan pokok-pokok penilaian. Pertanyaan mengenai
kompetensi yang hendaknya dikuasai peserta didik dapat terjawab dengan
menampilkan secara sistematis, mulai dari SK, KD dan indikator pencapaian
kompetensi serta hasil identifikasi materi pembelajaran yang digunakan.
Pertanyaan mengenai bagaimana memfasilitasi peserta didik agar mencapai
kompetensi, dijabarkan dengan mengungkapkan strategi, pendekatan dan metode
yang akan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Pertanyaan mengenai
bagaimana mengetahui ketercaiapan kompetensi dapat dijawab dengan
menjabarkan teknik dan instrumen penilaian.
Di samping itu, perlu pila diidentifikasi ketersediaan sumber belajar
sebagai pendukung pencapaian kompetensi. Berikut disajikan ikhtisar tentang
komponen pokok dari silabus yang lazim digunakan:
a. Komponen yang berkaitan dengan kompetensi yang hendak dikuasai,
meliputi:
1) SK
2) KD
3) Indikator
4) Materi Pembelajaran
b. Komponen yang berkaitan dengan cara menguasai kompetensi, memuat pokok
pokok kegiatan dalam pembelajaran.
c. Komponen yang berkaitan dengan cara mengetahui pencapaian kompetensi,
mencakup:
1) Teknik Penilaian :
Jenis Penilaian
Bentuk Penilaian
2) Instumen Penilaian
3) Komponen Pendukung, terdiri atas : alokasi waktu dan sumber belajar.

48
3. Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dilakukan oleh kelompok guru mata pelajaran
sejenis pada satu sekolah atau beberapa sekolah pada kelompok Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP). Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam
mengembangkan silabus akan diuraikan di bawah ini.
1. Disusun secara mandiri oleh kelompok guru mata pelajaran sejenis pada setiap
sekolah apabila guru-guru di sekolah yang bersangkutan mampu mengenali
karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/ madrasah dan lingkungannya.
2. Sekolah/madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara
mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah/madrasah lain melalui forum
MGMP untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan
oleh sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP. Dapat pula
mengadaptasi atau mengadopsi contoh model yang dikeluarkan oleh BSNP.

4. Prinsip Pengembangan Silabus


Untuk memperoleh silabus yang baik, dalam penyusunan silabus perlu
memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Di samping itu,
strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus perlu memperhatikan prinsip-
prinsip pembelajaran dan teori belajar.
b. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materidalam
silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,
emosional, dan spritual peserta didik. Prinsip ini mendasari pengembangan
silabus, baik dalam pemilihan materi pembelajaran, strategi dan pendekatan dalam
kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi penilaian maupun dalam
mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran. Kesesuaian antara isi
dan pendekatan pembelajaran yang tercermin dalam materi pembelajaran dan

49
kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat perkembangan peserta didik
akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran.
c. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam
mencapai kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama dalam pengembangan
silabus. Dari kedua komponen ini, ditentukan indicator pencapaian, dipilih materi
pembelajaran yang diperlukan, strategi pembelajaran yang sesuai, kebutuhan
waktu dan media, serta teknik dan instrumen penilaian yang tepat untuk
mengetahui pencapaian kompetensi tersebut.
d. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara KD, indikator,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan
instrumen penilaian. Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi
pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran,
penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta penetapan teknik dan
penyusunan instrumen penilaian semata-mata diarahkan pada pencapaian KD
dalam rangka pencapaian SK.
e. Memadai
Cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber
belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian KD. Dengan
prinsip ini, maka tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan
pengembangan materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang
dikembangkan. Sebagai contoh, jika SK dan KD menuntut kemampuan
menganalisis suatu obyek belajar, maka indikator pencapaian kompetensi, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus
secara memadai mendukung kemampuan untuk menganalisis.
f. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar, sumber
belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan
seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. Banyak
fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan dapat

50
mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam
pengembangan pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber
belajar berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu
dioptimalkan, tidak hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga untuk
menanamkan kebiasaan mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik.
g. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta
didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan
masyarakat. Fleksibilitas silabus ini memungkinkan pengembangan dan
penyesuaian silabus dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
h. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan,
baik dalam mengembangkan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang
sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki keleluasaan untuk
mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja,
melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya
serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (life skill).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan silabus
adalah:
a. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang
disediakan untuk setiap mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di
tingkat satuan pendidikan.
b. Penyusunan silabus suatu mata pelajaran memperhatikan alokasi waktu yang
disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang
sekelompok.
c. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus
sesuai dengan SK dan KD untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang
tersedia pada struktur kurikulum.

51
5. Langkah-Langkah Pengembangan Silabus
Berikutnya, yang harus dilakukan oleh seorang pengajar adalah
mengembangkan silabus agar dapat dipergunakan dalam pembelajaran. Berikut ini
adalah uraian mengenai langkah-langkah pengembangan silabus.
a. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji SK dan KD mata pelajaran sebagaimana tercantum pada SI,
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1) urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI dalam
tingkat;
2) keterkaitan antara SK dan KD dalam mata pelajaran;
3) keterkaitan antar KD pada mata pelajaran; dan
4) keterkaitan antara SK dan KD antar mata pelajaran.
b. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian KD dengan
mempertimbangkan:
1) potensi peserta didik;
2) karakteristik mata pelajaran;
3) relevansi dengan karakteristik daerah;
4) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual peserta
didik;
5) kebermanfaatan bagi peserta didik;
6) struktur keilmuan;
7) aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
8) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
9) alokasi waktu.
c. Melakukan Pemetaan Kompetensi
Pemetaan kompetensi dilakukan melalui kegiatan:
1) mengidentifikasi SK, KD dan materi pembelajaran;
2) mengelompokkan SK, KD dan materi pembelajaran; dan
3) menyusun SK, KD sesuai dengan keterkaitan

52
d. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik,
peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian KD. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui
penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta
didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta
didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran adalah:
1) Disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik (guru), agar dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh
peserta didik secara berurutan untuk mencapai KD.
3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep
materi pembelajaran.
4) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua
unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta
didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi.
e. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata
pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja
operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai
dasar untuk menyusun alat penilaian.
Kata Kerja Operasional (KKO) indikator dimulai dari tingkatan berpikir
mudah ke sukar, sederhana ke kompleks, dekat ke jauh, dan dari konkret ke
abstrak (bukan sebaliknya). Kata kerja operasional pada KD benar-benar terwakili
dan teruji akurasinya pada deskripsi yang ada di kata kerja operasional indikator.

53
f. Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian KD peserta didik dilakukan berdasarkan indikator.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis
maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa
tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik
yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
g. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan pada jumlah minggu
efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan
jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD.
Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata
untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
h. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik,
narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penulisan buku
sumber harus sesuai kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia. Penentuan
sumber belajar didasarkan pada SK dan KD serta materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Langkah selanjutnya adalah menjabarkan kurikulum yang telah dirancang.
Kegiatan menjabarkan kurikulum ini meliputi: menjabarkan kompetensi dasar,
menjabarkan materi, menjabarkan kegiatan pembelajaran, dan menjabarkan
evaluasi.

Menjabarkan Kompetensi Dasar


Kegiatan yang dilakukan dalam menjabarkan kompetensi dasar adalah: (1)
mengenali kompetensi dasar, (2) mengenali indikator kompetensi dasar, (3)
mengenali dan menganalisis aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap dari

54
kompetensi dasar, dan (4) mengenali kecakapan hidup (life skill) yang akan
dicapai.
Berikut ini adalah contoh penjabaran standar kompetensi menjadi
kompetensi dasar dan indikaktor.
Kelas : XI
Aspek : Kemampuan Berbahasa
Subaspek : Berbicara
Standar Kompetensi : Mampu mengungkapkan pikiran, secara lisan dalam kegiatan
melakukan wawancara dan merangkum hasilnya;
mengungkapkan solusi melalui diskusi kelompok,
menyanggah pendapat atau menolah usul; dan
menyampaikan informasi serta melaporkan perjalanan
Kompetensi Dasar : Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan
Indikator : mampu membuat daftar pertanyaan untuk wawancara
Mampu melakukan wawancara dengan berbagai narasumber
dari berbagai kalangan
Mampu mencatat pokok-pokok wawancara
Mampu merangkum dan menyampaikan hasil wawancara
dengan bahasa yang mudah dipahami

Dari contoh di atas, Anda dapat melihat beberapa hal. Pertama,


kompetensi dasar merupakan jabaran dari standar kompetensi aspek berbicara dari
kemampuan berbahasa, yaitu ”mampu mengungkapkan pikiran, pendapat,
gagasan, dan perasaan secara lisan melalui kegiatan melakukan wawancara dan
merangkum hasilnya; mengungkapkan solusi melalui diskusi kelompok;
menyanggah pendapat atau menolak usul; dan menyampaikan informasi serta
melaporkan perjalanan”. Kompetensi dasar tersebut bukan merupakan jabaran
dari standar kompetensi kemampuan bersastra atau kebahasaan.
Kedua, indokator yang ada dalam kompetensi di atas masih perlu
dikembangkan karena wawancara memiliki tahapan-tahapan, yaitu perencanaan,
pelaksana, menyusun hasil, dan menyampaikan hasil atau melaporkan. Dalam
tahap perencanaan, setidaknya ada kegiatan menentukan topik, menentukan
sasaran, dan menyususn pertanyaan. Sementara itu, dalam indikator yang
dicantumkan langsung hanya menyusun pertanyaan. Di sisi lain, dalam melakukan
wawancara, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain cara melakukan
wawancara yang baik, tetapi dalam indikaator tidak dicantumkan.
Ketiga, indikator kompetensi dasar di atas dapat diidentifiaksi atau
dianalisis aspek pengetahuan, kekterampilan, dan sikap, serta kecakapan hidup

55
(life skill) yang akan dicapai dalam kompetensi dasar. Aspek pengetahuan dari
indikator di atas tidak menjadi fokus, yang menjadi fokus adalah aspek
keterampilan. Aspek keterampilan tesebut adalah (a) menyusun pertanyaan, (b)
melaksanakan wawancara, (c) menulis hasil wawancara, dan (d) menyampaikan
hasil wawancara. Meskipun demikian, Anda bisa mengembangkan sendiri
apabila dipandang perlu dan alokasi waktu mencukupi. Demikian pula mengenai
aspek sikap, seperti keaktifan siswa, kerjasama, keterbukaan dalam menerima
kritik, dan sebagainya. Selain itu, kecakapan hidup seperti kecakapan personal,
kecakapan sosial, kecakapan akademik, bahkan kecakapan vokasional yang bisa
dikaitkan dengan kompetensi dasar tersebut bisa dikembangkan sendiri.
Keempat, perkiraan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kompetensi di
atas minimal 3 jam pelajaran dengan rasional dalam kegiatan wawancara tersebut
ada 4 hal atau substansi. Keempat yang dimaksud tersebut adalah merencanakan
wawancara, melaksanakan wawancara, dan menyusun atau merangkum hasil
wawancara. Kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan merangkum hasil
diperkirakan membutuhkan waktu 2 jam, dan menyampaikan hasil wawancara 1
jam pelajaran.
Menjabarkan Materi
Kegiatan yang dilakukan sebelum menjabarkan materi adalah memilih
tema dan subtema. Tema dan subtema digunakan sebagai sarana untuk
menentukan masalah aktual yang ada dalam konteks pembelajaran. Selain itu,
tema juga merupakan sarana untuk mengembangkan dan memperluas penguasaan
kosakata serta pemersatu kegiatan pembelajaran berbahasa.
Setelah tema terpilih, kegiatan selanjutnya adalah mengembangkan materi
yang relevan dengan kompetensi yang akan dicapai. Relevansi ini mencakup (1)
jenis perilaku yang dituntut dari siswa baik dari segi kognitif, psikomotor,
maupun afektif serta aspek substansi isi, (2) taraf kesulitan siswa, (3) kedalaman
dan keluasannya, dan (4) gradasinya.
Untuk memperjelas uraian tersebut, berikut ini adalah contoh penjabaran
materi.

56
Kompetensi Dasar Indikator Tema/subtema Materi
Berwawancara dengan • Mampu membuat • Profesi atau Aneka • Wawancara dengan
narasumber dari daftar pertanyaan Profesi (wartawan, wartawan
berbagai kalangan untuk wawancara guru, penjual nasi (misalnya)
• Mampu melakukan padang, penjual • Merencanakan
wawancara dengan bakso, penyanyi, wawancara
narasumber dari dsb.) • Melaksanakan
berbagai kalangan • Kegemaran atau wawancara
• Mampu mencatat aneka kegemaran • Menyiapkan hasil
pokok-pokok (Olahraga, wawancara
wawancara bertanam angrek,
• Mampu dsb.)
merangkum dan
menyampaikan
hasil wawancara
dengan bahasa yang
mudah dipahami

Dari contoh di atas dapat dijelaskan bahwa berdasarkan kompetensi dasar


wawancara dengan berbagai narasumber dari berbagai kalangan dan indikatornya
dapat dipilih dan dikembangkan beberapa tema/subtema yang mewadahi masalah
aktual yang ada dalam kehidupan sehari-hari sebagai konteks pembelajaran.
Tema/subtema yang dimaksud misalnya profesi atau aneka profesi dalam hal ini
bisa profesi wartawan, profesi guru, profesi penyanyi, dan sebagainya.
Menjabarkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan yang dilakukan terkait dengan penjabaran kegiatan pembelajaran
adalah (1) mengidentifikasi model-model pengalaman belajar, (2)
mengidentifikasi langkah-langkah yang dilakukan baik pada tahap pendahuluan,
tahap inti, maupun tahap akhir pembelajaran, (3) mengidentifikasi teknik-teknik
penyajian serta teknik pengelompokan siswa, dan (4) mengidentifikasi
media/sumber pembelajaran yang relevan dengan kompetensi yang telah
ditentukan. Untuk mendukung kejelasan uraian tersebut, Anda dapat mengikuti
contoh di bawah ini.

57
No Kegiatan Metode/Teknik Media dan Sumber
Belajar
A Pendahuluan Tanya-jawab Gambar wartawan
(b) Guru menunjukkan gambar (klasikal) melakukan
wartawan sedang mewawancarai wawancara
seorang siswa SMP yang berhasil
masuk 10 besar Olimpiade Fisika
tingkat dunia
(c) Guru menanyakan siswa
dalam konteks apa wawancara
dilakukan
(d) Guru menjelaskan
kompetensi yang akan dicapai dan
manfaat yang diperoleh jika
menguasai kompetensi itu.
(e)
B Inti Penugasan Amplop berisi
1. Siswa dibentuk menjadi 4 Diskusi kelompok pertanyaan
kelompok, masing-masing wawancara
kelompok diberi 1 amplop yang
berisi pertanyaan wawancara
dengan narasumber yang berbeda
2. Setiap kelompok mengidentifikasi
isi pertanyaan wawancara yang
diterimanya dan menginformasikan
kepada kelompok lain
3. Setiap kelompok membandingkan
isi pertanyaan dan menyimpulkan
sebab-sebab perbedaan isi
pertanyaan
4. Setiap kelompok diberi tugas
menyusun pertanyaan untuk
wawancara dengan penjual bakso
5. Guru mendatangkan tukang bakso Tukang bakso
ke kelas dan salah satu kelompok
ditugaskan wawancara sedangkan
kelompok lainnya mengamati dan
mencatat hal-hal yang ditanyakan
6. Setiap kelompok mencocokkan
dengan pertanyaan yang telah
disusunnya
7. Siswa secara berkelompok diminta
mencatat hasil wawancara
8. Siswa secara kelompok
melaporkan hasil wawancara
9. Siswa secara kelompok menilai
laporan hasil wawancara
C Penutup
Refleksi

58
Menjabarkan Evaluasi
Kegiatan yang dilakukan dalam menjabarkan evaluasi adalah (1)
menentukan aspek yang hendak diukur, yakni pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang berkaitan dengan kompetensi dasar dan indikator yang ditetapkan; (2)
mengembangkan alat dan bentuk penilaian yang relevan dengan kompetensi dasar
serta indikatornya; (3) menentukan waktu dan teknik pengumpulan data; dan (4)
menentukan kriteria keberhasilan.
Untuk memperjelas uraian tersebut, berikut ini disajikan contoh
penjabaran evaluasi.
Kompetensi Indikator Aspek yang Alat dan Waktu
Dasar Dinilai Bentuk Pelaksanaan
Evaluasi Evaluasi
Berwawancara ✓ Mampu Kesesuaian Tes tertulis Integratif
dengan membuat Kelengkapan membuat dengan
narasumber pertanyaan pertanyaan pembelajaran
dari berbagai untuk atau melalui
kalangan wawancara refleksi

✓ Mampu Kreativitas Tes Integratif


melakukan Kejelasan performansi denagn
wawancara Kelancaran diikuti rubrik pembelajaran
dengan Intonasi,
narasumber dari mimik,
berbagai kewajaran/
karangan kesopanan

✓ Mampu
mencatat Kelengkapan Tes tertulis Integratif
pokok-pokok Ketepatan dengan
wawancara pembelajaran
atau akhir
✓ Mampu pembelajaran
merangkum
hasil Kelengkapan Tes tulis Integratif
wawancara Ketepatan merangkum dengan
Urutan pembelajaran
Kewajaran atau akhir
penampilan pembelajaran

✓ Menyampaikan Ketepatan Tes Integratif


hasil Kelengkapan performansi dengan
wawancara Intonasi, pembelajaran
dengan bahasa mimik
yang mudah Kelancaran
dipahami

59
Dari contoh di atas, dapat dijelaskan bahwa berdasarkan kompetensi dasar
dan indikator tersebut aspek-aspek yang diukur mencakup pengetahuan (kognitif),
keterampilan (performansi), dan sikap (afeksi). Penilaian untuk ketiga aspek ini
tidak hanya guru yang melakukan. Penilaian tersebut bisa juga dilakukan oleh
siswa dengan cara antarsiswa saling menilai (peer assessment) atau siswa menilai
dirinya sendiri (self assessment) asalkan ada rubrik atau kriteria penilaian yang
dijadikan sebagai pedoman.
Berikut ini adalah contoh rubrik penilaian yang dapat dijadikan sebagai
pedoman.
Rubrik Pendamping Tes Performansi
No Aspek yang Pertanyaan Pemandu Skor
Dinilai 1 2 3 4 5
1 Kesesuaian Apakah semua pertanyaan yang
pertanyaan diajukan sesuai dengan
dengan tujuan wawancara?
2 Kerincian dan Apakah jumlah pertanyaan
kelengkapan cukup untuk mendapatkan
pertanyaan informasi yang ada dalam
tujuan?
3 Kreativitas dalam Apakah pewawancara berusaha
mengajukan mengaitkan pertanyaan lanjutan
pertanyaan dengan jawaban orang yang
diwawancarai?
4 Kejelasan Apakah pertanyaan
pertanyaan dan menggunakan kata tanya yang
kesesuaian jelas serta pilihan kata yang
dengan mitra sesuai dengan orang yang
bicara ditanya?
5 Intonasi dan Apakah intonasi sesuai?
mimik Apakah ekspresi wajah
bersahabat?
6 Kelancaran Apakah pewawancara lancar
mengajukan seluruh
pertanyaan?
7 Kewajaran Apakah isi laporan wawancara
penampilan wajar tidak dibuat-buat?
8 Ketepatan dan Apakah isi laporan wawancara
kelengkapan isi yang dibuat sesuai dengan
laporan jawaban narasumber? Apakah
isi laporan mencakup jawaban
dari narasumber?

60
9 Kejelasan dan Apakah penyampaian hasil
kelancaran wawancara dilakukan secara
jelas dan lancar?
10 Kesesuaian Apakah penyampaian hasil
intonasi dengan wawancara dilakukan dengan
mimik intonasi dan mimik yang sesuai
dengan mimik yang sesuai
dengan maksud yanga
dikemukakan?

Lembar Observasi untuk Sikap


No Nama Ketekunan Kerjasama Keaktifan Keberanian
1
2
3
4
5

Dalam contoh di atas, kriteria hasil pencapaian hasil digunakan skor 1


sampai 5 untuk masing-masing indikator. Indikator yang berjumlah 10, masing-
masing indikator skor minimalnya 1 dan skor maksimalnya 5. Hal ini berarti
bahwa siswa dikatakan sempurna apabila memiliki jumlah skor 50.
Apabila ditentukan batas kelulusan 75% dari skor maksimum, siswa yang
mendapat skor 37,5 ke atas baru dikatakan lulus dan apabila siswa mendapat skor
di bawah 37,5% berarti belum lulus.

61
Latihan Soal

Kerjakanlah latihan soal berikut ini!


1. Bagaimanakah cara mengembangkan standar kompetensi menjadi kompetensi
dasar!
2. Jelaskan kegiatan dalam mengembangkan materi pembelajaran keterampilan
berbahasa aspek berbicara!
3. Buatlah sebuah contoh silabus keterampilan berbahasa aspek berbicara untuk
siswa SMP kelas VII semester 1!

Rangkuman

Materi pada kegiatan belajar ini yang telah diuraikan di atas dapat
dibuatkan rangkuman seperti berikut ini.
1. Dalam menjabarkan kurikulum 2004 terlebih dahulu perlu memperhatikan 4
hal. Keempat hal tersebut adalah (1) memahami isi kurikulum, (2) memiliki
kompetensi yang baik berkaitan dengan substansi materi pelajaran, yaitu
Bahasa dan Sastra Indonesia, (3) memiliki pemahaman yang baik mengenai
pendekatan komunikatif dan pembelajaran kontekstual, dan (4) memiliki
pemahaman yang baik dan mendalam tentang wujud program belajar
mengajar bahasa dan sastra Indonesia.
2. Komponen-komponen kurikulum yang perlu dijabarkan adalah kompetensi
dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.
3. Kegiatan yang dilakukan dalam menjabarkan kompetensi dasar adalah (a)
mengenali kompetensi dasar, (b) mengenali indokator kompetensi dasar, (c)
mengenali dan menganalisis aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam kompetensi dasar (d) mengenali kecakapan hidup yang akan dicapai
dalam kompetensi dasar.
4. Kegiatan yang dilakukan dalam menjabarkan materi adalah: (a) jenis perilaku
yang dituntut dari siswa baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotor
serta aspek substansi isi, (b) taraf kesulitan siswa, (c) kedalaman dan

62
keluasannya, (d) gradasinya, dan (e) sumbangannya dalam menunjang
motivasi siswa.
5. Dalam menjabarkan kegiatan pembelajaran hal-hal yang dilakukan adalah: (a)
mengidentifikasi model-model pengalaman belajar, (b) mengidentifikasi
langkah-langkah yang dilakukan, baik pada tahap pendahuluan, tahap inti,
maupun tahap akhir pembelajaran, (c) memngidentifikasi teknik-teknik
penyajian serta pengelompokan siswa, dan (d) mengidentifikasi media/sumber
pembelajaran yang relevan dengan kompetensi yang telah ditentukan dan
dipergunakan dalam pembelajaran.
6. Kegiatan yang dilakukan dalam menjabarkan evaluasi adalah (1) menentukan
aspek yang hendak diukur, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
berkaitan dengan kompetensi dasar dan indiketor yang telah, (b)
mengembangkan alt dan bentuk penilaian yang relevan dengan kompetensi
dasar serta indikatornya, (c) menentukan waktu dan teknik pengumpulan data,
dan (d) menentukan kriteria keberhasilan.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa


dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kerangka Dasar Kurikulum 2004 untuk


Sekolah Dasar & Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama &
Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas & Madrasah Aliyah,
Sekolah Menengah Atsa Khusus & Madrasah Aliyah Khusus. Jakarta: Diknas

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kerangka Dasar Kurikulum 2004


Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah
Menengah Pertama & Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Diknas

Kasbollah, Kasihani. 1993. Rancangan Pengajaran Penunjang Mata Kuliah


Strategi Belajar Mengajar. Malang: Depdikbud IKIP Malang Proyek OPF

Savignon, Sadra J. 1983. Communicative Competence: Theory and Classroom


Practice. California: Addison Wesly Publishing Co.

Winkel, W.S. 1986. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia

63
BAB III
BAHAN AJAR KETERAMPILAN BERBICARA

A. Pendahuluan
Beragam bahan ajar telah disediakan untuk mendukung pendekatan
komunikatif dalam pembelajaran bahasa. Tidak seperti praktisi pendekatan
pembelajaran bahasa masyarakat, praktisi pembelajaran bahasa komunikatif
memandang bahan ajar sebagai cara untuk mempengaruhi kualitas interaksi kelas
dan penggunaan bahasa. Dengan demikian bahan ajar memiliki peran utama untuk
mendukung penggunaan bahan secara komunikatif.
Bab ini berisi uraian mengenai pengertian bahan ajar, komponen bahan
ajar, dan menyusun bahan ajar. Pengetahuan tersebut dapat dipergunakan dalam
pembelajaran di dalam kelas.

B. Uraian
1. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan seperangkat informasi yang harus diserap oleh
pesera didik melalui pembelajaran yang menyenangkan (Iskandarwassid,
2008:171). Dalam pengertian tersebut terkandung makna bahwa bahan ajar harus
berisi informasi yang wajib diketahui dan diserap oleh siswa. Proses penyerapan
informasi tersebut harus menyenangkan bagi siswa sehingga informasai dapat
diserap secara maksimal. Peserta didik harus benar-benar merasakan manfaat
bahan ajar atau materi itu setelah ia mempelajarinya.
Secara umum, sifat bahan ajar dapat dibedakan ke dalam beberapa
kategori, yaitu, konsep, prinsip dan keterampilan. Fakta merupakan sifat suatu
gejala, peristiwa, benda nyata, atau wujudnya yang dapat dilihat atau dirasa oleh
indera. Fakta dapat dipelajari melalui informasi dalam bentuk lambang, kata-kata
atau kalimat, istilah, atau pernyataan.
Konsep atau pengertian merupakan serangkaian perangsang yang
mempunyai sifat-sifat yang sama. Konsep dibentuk dari dan melalui pola unsur

64
bersama di antara anggota kumpulan atau serangkaian. Konsep merupakan
klasifikasi pola yang bersamaan.
Prinsip merupakan suatu pola antarhubungan fungsional di antara prinsip.
Dengan kata lain, prinsip adalah hubungan fungsional dari beberapa prinsip.
Berbeda halnya dengan keterampilan. Keterampilan merupakan suatu pola
kegiatan yang bertujuan dan memerlukan peniruan serta koordinasi informasi
yang dipelajari. Ada dua jenis keterampilan, yakni: keterampilan fisik dan
keterampilan intelektual. Bahan ajar bahasa terutama aspek berbicara tampaknya
lebih banyak merupakan keterampilan intelektual karena berhubungan dengan
proses berpikir, seperti menuangkan gagasan, memecahkan masalah, menilai,
menyimpulkan, dan lain-lain.
Dengan memperhatikan sifat bahan ajar seperti di atas, pengajar harus
cermat memilih strategi yang digunakan. Penyampaian bahan ajar yang
merupakan fakta, tentu strateginya akan berbeda dengan penyampaian bahan ajar
yang berupa keterampilan. Demikian pula dengan prinsip dan konsep, akan
berbeda strateginya.

2. Peranan Bahan Ajar


Bahan ajar memiliki peranan yang sangat penting, baik untuk tenaga
pengajar, maupun untuk peserta didik. Berikut ini dikemukakan beberapa peranan
bahan ajar.
a. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tajam dan inovatif mengenai
pembelajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan ajar yang
disajikan.
b. Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca dan
bervariasi, sesuai dengan minat dan kebutuhan para peserta didik.
c. Menyajikan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap.
d. Menyajikan metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi
peserta didik.
e. Menjadi penunjang bagi latihan-latihan dan tugas-tugas praktis.
f. Menyajikan bahan/sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna.

65
g. Peserta didik dapat memanfaatkan bahan ajar sebagai bahan belajar mandiri.
h. Membantu mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menentukan
kecepatan belajarnya masing-masing.
Dalam kenyataannya, sering kali buku ajar disamakan dengan buku teks.
Sesungguhnya buku ajar dan buku teks adalah dua hal yang berbeda, walaupun
keduanya sama-sama dapat dipergunakan dalam pembelajaran. Berikut adalah
perbedaan antara buku ajar dan buku teks yang disajikan dalam bentuk tabel.
Buku Ajar Buku Teks
Pada umumnya: Pada umumnya,
1. Mengasumsikan minat dari pembaca 1. Menimbulkan minat dari pembaca
2. Ditulis terutama untuk digunakan 2. Ditulis dan dirancang untuk
dosen/pembaca umum digunakan mahasiswa
3. Dirancang untuk dipasarkan secara 3. Menjelaskan tujuan instruksional
luas 4. Disusun berdasarkan pola “belajar
4. Tidak selalu menjelaskan tujuan yang fleksibel”
instruksional 5. Strukturnya berdasarkan kompetensi
5. Disusun secara linear akhir yang akan dicapai
6. Struktur berdasarkan logika bidang 6. Berfokus pada pemberian
ilmu (content) kesempatan bagi mahasiswa untuk
7. Belum tentu memberikan latihan berlatih
8. Tidak mengantisipasi kesukaran 7. Mengakomodasikan kesukaran
belajar mahasiswa belajar mahasiswa
9. Belum tentu memberikan rangkuman 8. Selalu memberikan rangkuman
10. Gaya penulisannya naratif 9. Gaya penulisan (bahasanya)
11. Materi sangat padat komunikatif dan semi formal
12. Tidak mempunyai mekanisme 10. Dikemas untuk digunakan dalam
untuk mengumpulkan umpan balik proses instruksional
dari pemakai 11. Mempunyai mekanisme untuk
13. Tidak memberikan saran-saran cara mengumpulkan umpan balik dari
mempelajari materi di dalamnya mahasiswa
12. Mencantumkan petunjuk belajar

3. Kriteria Pemilihan Bahan Ajar


Bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik dengan strategi
tertentu harus memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Relevan dengan standar kompetensi mata pelajaran dan kompetensi dasar
yang harus dicapai oleh peserta didik.

66
b. Bahan ajar merupakan isi pembelajaran dan penjabaran dari standar
kompetensi serta kompetensi dasar tersebut.
c. Memberikan motivasi peserta didik untuk belajar lebih jauh.
d. Berkaitan dengan bahan sebelumnya.
e. Bahan disusun secara sistematis dari yang sederhana menuju yang kompleks.
f. Prakits.
g. Bermanfaat bagi peserta didik.
h. Sesuai dengan perkembangan zaman.
i. Dapat diperoleh dengan mudah.
j. Menarik minat peserta didik.
k. Memuat ilustrasi yang menarik hati peserta didik.
l. Mempertimbangkan aspek-aspek linguistik yang sesuai dengan kemampuan
peserta didik.
m. Berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran yang lain.
n. Menstimulasi aktivitas-aktivitas pribadi peserta didik yang menggunakannya.
o. Menghindari konsep yang samar-samar agar tidak membingungkan peserta
didik.
p. Mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas.
q. Membedakan bahan ajar untuk anak dan untuk orang dewasa.
r. Menghargai perbedaan pribadi peserta didik.
Selain itu, kriteria pemilihan bahan pembelajaran berbicara bergantung
pada jenis keterampilan berbicara yang akan dikembangkan dalam diri siswa.
Kegiatan pembelajaran berbicara meliputi: menyapa, memperkenalkan diri,
bertanya, menjawab pertanyaan, bercerita (menceritakan pengalaman, buku/cerita
yang pernah didengarkan/dibaca), berpendapat dalam diskusi kelompok, memberi
petunjuk, bermain peran, mewawancarai.
Jika kegiatan pembelajaran berupa berwawancara, berarti tujuan
pembelajarannya adalah siswa dapat memperoleh informasi baru dari narasumber.
Bahan atau sumber yang digunakan adalah narasumber yang sesuai dengan
informasi yang ingin digali. Jika kegiatan pembelajaran berupa memberi petunjuk,
bahan ajarnya tentu tentang petunjuk apa, apakah petunjuk penggunaan sesuatu,

67
pembuatan sesuatu, atau petunjuk arah/denah, maka harus dicarikan bahan atau
materi yang sesuai.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan bahan
atau materi pembelajaran berbicara adalah:
1. sesuai dengan jenis keterampilan berbicara yang akan dilatihkan;
2. bervariasi sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang beragam;
3. dapat mengembangkan kosakata sehingga keterampilan berbicara tidak
menjemukan;
4. memberikan contoh ketepatan ucapan, prononsiasi, dan intonasi sehingga
siswa mampu berbicara dengan jelas;
5. dapat mengembangkan wawasan yang lebih luas;
6. topik kegiatan berbicara harus aktual ( tengah menjadi sorotan publik);
7. bahan diorganisasi secara sistematis dengan mengikuti prinsip-prinsip
pembelajaran (dari yang mudah ke yang sukar, dari yang dekat ke yang jauh,
dari yang dikenal ke yang tidak dikenal, dari yang sederhana ke yang
kompleks);
8. kegiatan pembelajaran dikemas yang menarik, kadang dilakukan di luar kelas
(pembelajaran tidak selalu dibatasi empat dinding kelas);
9. menggunakan metode dan teknik yang dapat menumbuhkan minat siswa
belajar dan tertarik dengan pembelajaran bahasa; dan
10. memilih sumber dan media pembelajaran yang dapat menumbuhkan pikiran-
pikiran kritis dan kreatif.
Pemilihan materi pembelajaran berbicara seharusnya sesuai dengan butir-
butir materi yang telah digariskan di dalam standar isi. Selain itu, pemilihan
materi juga disesuaikan dengan tingkat kelas, keadaan siswa, situasi dan kondisi
yang melingkupinya serta kompetensi dasar yang harus dicapai pada setiap
tingkat. Di samping itu, pemilihan materi harus dikaitkan dengan kehidupan nyata
siswa dan kecakapan hidup.
Misalnya, kompetensi dasar berbicara yang harus dicapai dalam kegiatan
pembelajaran antara lain, bercerita, mengemukakan pendapat, bertelepon,
menyampaikan informasi, menyampaikan laporan perjalanan, menceritakan

68
tokoh, bertanya jawab, menanggapi pembacaan cerpen, mendongeng, berbalas,
pantun, berwawancara, mengungkapkan solusi, menyanggah pendapat atau
menolak, mengkritik, memuji, melaporkan, berpidato, menyampaikan
ringkasan/pesan, berdiskusi, bermain peran, dan menceritakan kembali. Materi
pembelajaran, hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa. Jangan
sampai siswa yang belum pernah melihat tugu Monas (Monumen Nasional) di
Jakarta diminta untuk bercerita tentang itu. Di samping itu , juga siswa yang
rumah neneknya dekat dengan rumah siswa itu, diminta untuk bercerita ‘berlibur
di rumah nenek’. Demikian juga materi berwawancara dan yang lainnya harus
disesuaikan dengan kondisi yang melingkupi siswa. Hal yang perlu diperhatikan
pula adalah semua materi berbicara harus diintegrasikan dengan keterampilan
menyimak, membaca, dan menulis serta kebahasaan dan kesastraan.

Latihan Soal

Kerjakanlah soal-soal berikut ini!


1. Apakah yang dimaksud dengan bahan ajar?
2. Jelaskan fungsi bahan ajar keterampilan berbicara!
3. Jelaskan kriteria pemilihan bahan ajar keterampilan berbicara!

Rangkuman

Bahan ajar merupakan seperangkat informasi yang harus diserap oleh


pesera didik melalui pembelajaran yang menyenangkan (Iskandarwassid,
2008:171). Dalam pengertian tersebut terkandung makna bahwa bahan ajar harus
berisi informasi yang wajib diketahui dan diserap oleh siswa.
Bahan ajar memiliki peranan yang sangat penting, baik untuk tenaga
pengajar, maupun untuk peserta didik. Mengingat peranan bahan ajar sangat
penting dalam pembelajaran, bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta
didik dengan strategi tertentu harus memiliki kriteria tertentu. Pemilihan materi

69
juga disesuaikan dengan tingkat kelas, keadaan siswa, situasi dan kondisi yang
melingkupinya serta kompetensi dasar yang harus dicapai pada setiap tingkat. Di
samping itu, pemilihan materi harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa dan
kecakapan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.


Bandung: Remaja Rosda Karya

Purba, Mudini Salamat. 2009. Pembelajaran Keterampilan Berbicara. Jakarta:


PPPPTK Bahasa

Tarigan, Henry Guntur ,1981, Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa.


Bandung: Angkasa

70
BAB IV
METODE DAN STRATEGI PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN BERBICARA

A. Pendahuluan

Saudara, metode dan strategi pembelajaran merupakan aspek penting


dalam sebuah pembelajaran. Pemilihan metode dan strategi mengajar merupakan
tugas seorang guru. Melalui penggunaan metode dan strategi yang tepat,
pencapaian tujuan pembelajaran dapat ditingkatkan secara optimal. Selain itu,
metode dan strategi pembelajaran bahasa sebagai bagian dari pengajaran
mensyaratkan beragam langkah terencana dan sistematis. Tahapan tersebut
melibatkan banyak variabel penentu, seperti pengajar, peserta didik, sarana dan
prasarana, serta variabel lainnya.

B. Uraian
1. Pendekatan Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Saudara, kita sering kali masih mengalami kesulitan untuk membedakan


beberapa istilah dalam proses pembelajaran, seperti metode, strategi, pendekatan,
dan teknik pembelajaran. Salah satu penyebab kekeliruan tersebut adalah dalam
proses pembelajaran, keempat aspek tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Berikut ini akan diberikan penjelasan mengenai metode,
strategi, pendekatan, dan teknik pembelajaran.
Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, banyak ahli yang
menggunakan keempat istilah itu dalam pengertian yang berbeda. Keempat istilah
tersebut memiliki pengertian yang berjenjang (Iskandarwassid dan Sunendar,
2008:40). Maksudnya adalah keempat istilah tersebut dimaknai secara hierarkis,
yang satu lebih tinggi daripada yang lainnya. Hierarkis ini tentunya bukan sesuatu
yang tidak dapat lagi diperdebatkan, bahkan masih membuka kemungkinan untuk
memunculkan berbagai kajian dan revisi.

71
Pendekatan berada pada tingkatan yang tinggi, yang kemudian diturunkan
atau dijabarkan dalam bentuk metode. Selanjutnya metode dituangkan dalam
bentuk strategi. Pada tataran praktis, strategi ini dijabarkan melalui teknik yang
dipilih oleh setiap guru atau pengajar.
Pendekatan berasal dari bahasa Inggris approach. Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran
(Sanjaya, 2007:125). Hal ini berarti dalam proses pembelajaran pendekatan
merupakan suatu ancangan atau kebijaksanaan dalam memulai serta
melaksanakan pembelajaran yang memberi arah dan corak kepada metode
pengajaran dan didasarkan pada asumsi tertentu.
Fungsi pendekatan bagi suatu pembelajaran adalah sebagai pedoman
umum dan langsung bagi langkah-langkah metode pembelajaran yang akan
digunakan. Sering dikatakan bahwa pendekatan melahirkan metode. Artinya,
metode pembelajaran akan sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Di
samping itu, tidak jarang nama metode pembelajaran diambil dari nama
pendekatan yang mendasarinya. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa,
pendekatan langsung melahirkan metode langsung, atau pendekatan komunikastif
melahirkan metode komunikarif.
Pendekatan pembelajaran terbagi menjadi dua, yaitu pendekatan umum
dan pendekatan khusus (Sapani. dkk, 1997: 28). Pendekatan umum adalah
pendekatan pembelajaran yang berlaku secara umum untuk semua bidang studi.
Misalnya, pendekatan pembelajaran yang terdapat pada kurikulum yaitu
pendekatan CBSA (cara belajar siswa aktif), pendekatan proses, pendekatan
spiral,dan pendekatan tujuan. Pendekatan khusus adalah pendekatan secara khusus
untuk setiap bidang studi. Misalnya untuk bidang studi bahasa Indonesia, kita
mengenal pendekatan komunikatif, pendekatan struktural, pendekatan lisan (oral),
pendekatan langsung, pendekatan tidak langsung, dan pendekatan alamiah.
Demikian pula dengan Roy Killen (1998) yang mengemukakan bahwa
terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran. Hanya terdapat perbedaan pada
pusat pembelajaran. Ia mengungkapkan bahwa pendekatan pembelajaran terbagi

72
dua, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered
approach) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approach).
Sementara itu, jika kita menelusuri Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:
306) terdapat definisi pendekatan, yaitu proses, cara, perbuatan mendekati.
Pendekatan merupakan sikap atau pandangan tentang sesuatu yang biasanya
berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling berkaitan. Pendekatan bersifat
aksiomatis, tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. Di dalam pembelajaran
bahasa, pendekatan merupakan pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang
hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran bahasa yang diyakini dan tidak perlu
dibuktikan lagi kebenarannya.
Akan tetapi, akhir-akhir ini dunia pembelajaran sangat kuat diwarnai oleh
dua macam pendekatan yang dianggap sebagai pendekatan utama (pendekatan
mekanis) dan pendekatan rasionalis. Pendekatan mekanis atau yang biasa disebut
aliran mekanis, mempunyai berbagai sebutan, seperti aliran empiris, struktural,
atau behavioris. Aliran ini dipelopori oleh Bloomfield yang muncul sekitar tahun
lima puluhan. Asumsi yang dianut oleh aliran ini dapat dirangkum sebagai
berikut:
a. Bahasa adalah ujaran, bukan tulisan.
b. Bahasa adalah rangkaian kebiasaan.
c. Ajarkanlah bahasa, bukan tentang bahasa.
d. Bahasa adalah sebagaimana yang digunakan oleh penutur asli, bukan seperti
apa yang oleh seseorang dipandang seharusnya.
e. Tidak ada satu bahasa pun yang prosesnya sama dengan bahasa lain.
Pendekatan rasionalis dikenal juga sebagai aliran mentalis yang dipelopori
oleh Chomsky. Aliran ini muncul dalam bidang bahasa dan pengajaran bahasa
pada tahun enam puluhan. Pengaruh aliran ini amat terasa terutama dalam
diskusi-diskusi dan kajian ilmu kebahasaan pada tingkat pendidikan tinggi di
Indonesia. Asumsi-asumsi tentang bahasa yang dianut oleh aliran rasionalis
adalah sebagai berikut:
a. manusia adalah satu-satunya yang dapat belajar bahasa;
b. bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan dalam berpikir;

73
c. bahasa yang hidup ditandai oleh kreativitas yang dituntut oleh aturan-aturan
tatabahasa; dan
d. aturan-aturan tatabahasa bertalian dengan tingkah laku kejiwaan.
Kaum rasionalis berpendapat bahwa bahasa harus dipelajari karena setiap
orang mempunyai kemampuan belajar bahasa yang dibawanya sejak lahir. Dalam
proses pembelajaran peserta didik harus diaktifkan. Mereka bukan saja diajak
mempelajari rangkaian kebiasaan yang ada, tetapi lebih dari itu. Mereka dapat
pula berkreasi dengan bahasa tersebut.
Selain kedua pendekatan yang telah dibicarakan di atas, dalam
pembelajaran bahasa dikenal pula beberapa pendekatan yang lain. Di bawah ini
dikemukakan beberapa pemikiran dari Semi (dalam Iskandarwassid dan Sunendar,
2008: 42) berkenaan dengan pendekatan dan metodologi pembelajaran.

a. Pendekatan Fungsional
Menurut Semi (1993) pendekatan ini menyarankan apabila mempelajari
bahasa sebaiknya melakukan kontak langsung dengan masyarakat atau orang yang
menggunakan bahasa itu. Dengan demikian, peserta didik langsung menghadapi
bahasa yang hidup dan mencoba memakainya sesuai dengan keperluan
komunikasi. Mereka dengan sendirinya merasakan fungsi bahasa tersebut dalam
komunikasi langsung.
Lebih jauh ia mengutarakan bahwa pendekatan ini memunculkan berbagai
metode mengajar bahasa. Metode tersebut di antaranya adalah metode langsung,
metode pembatasan, metode intensif, metode audio-visual, dan metode linguistik.
1) Metode Langsung
Pengajaran bahasa yang langsung menggunakan bahasa tersebut tanpa
melakukan terjemahan dan tanpa mempersoalkan kaidah-kaidah tatabahasa.
2) Metode Pembatasan
Pembelajaran bahasa dengan cara menggunakan langsung bahasa yang
sedang dipelajari itu, tetapi dengan seleksi kosakata dan seleksi tatabahasa.
Hal yang ditekankan dalam metode ini adalah unsur-unsur bahasa yang amat
penting.

74
3) Metode Intensif
Metode mengajar yang digunakan untuk jumlah peserta didik yang
terbatas sehingga tubian (drill) dan pengulangan pengucapan kalimat lebih
sering. Selain itu, dalam metode ini perbaikan pengucapan dapat dilakukan
dengan segera. Metode ini menuntut kemampuan belajar bahasa yang tinggi
dengan motivasi yang tinggi pula.
4) Metode Audio-visual
Metode audio-visual mengajarkan bahasa dengan memanfaatkan alat-alat
pandang dengar, seperti video, kartu, tape-recorder, program televisi,
sehingga pembelajaran menjadi lebih hidup. Kecenderungan metode ini
menghasilkan peserta didik yang berkemampuan dalam berbahasa lisan.
5) Metode Linguistik
Metode linguistik adalah pembelajaran bahasa yang mempertimbangkan
segi-segi objektif dan subjektif dengan tahapan-tahapan yang jelas. Bahan
pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta
didik dan tujuan yang telah ditetapkan. Peranan linguistik hanya bersifat
membantu, tidak harus diperlakukan secara berlebihan.

b. Pendekatan Integral
Menurut Semi (1993) pendekatan integral mengandung pengertian bahwa
pembelajaran bahasa harus merupakan sesuatu yang multidimensional. Artinya,
banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran. Oleh sebab itu,
pembelajaran harus fleksibel dan dengan metodologi yang terbuka. Bantuan-
bantuan ilmu yang lain bagi kelancaran pembelajaran bahasa perlu mendapat
tempat sehingga pembelajaran bahasa harus saling menunjang dengan ilmu yang
lain. Misalnya dengan ilmu jiwa belajar, sains, dan antropologi.

c. Pendekatan Sosiolinguistik
Pendekatan pembelajaran bahasa yang memanfaatkan hasil studi
sosiolinguistik adalah pendekatan sosiolinguistik. Lebih jauh Semi (1993)
mengatakan bahwa pendekatan sosiolinguistik ini adalah studi tentang gejala

75
hubungan masyarakat dengan gejala bahasa. Di dalam perjalanan sejarahnya,
sosiolinguistik telah memberikan atau merumuskan konsep-konsep tertentu yang
berharga bagi pengembangan pengajaran bahasa. Konsep itu antara lain adalah
sebagai berikut.
1) Bahasa merupakan sebuah sistem yang mempunyai variasi atau ragam.
Artinya, setiap ragam mempunyai gejala bahasa tertentu, peranan dan fungsi
tertentu, serta kawasan pemakaian tertentu pula. Masyarakat mempunyai sikap
dan penghargaan berbeda terhadap variasi atau ragam-ragam itu.
Konsekuensinya bagi pengajaran bahasa ialah apa yang diajarkan tidak hanya
ciri-ciri kebahasaannya, melainkan juga peran dan fungsinya, situasi, dan
kawasan pemakaiannya. Dengan demikian, bahasa diajarkan dengan
menyeluruh, baik dan benar, sesuai dengan struktur dan situasi kontekstual
yang tepat. Konsep ini menunjukkan bagaimana pentingnya posisi bahasa
dalam masyarakat.
2) Bahasa sebagai identitas kelompok. Artinya, setiap manusia normal mesti
mampu berbahasa, setidak-tidaknya satu bahasa. Bahasa yang dikuasainya
tidak terlepas dari identitas dan sikap masyarakat pemakainya.
3) Bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa digunakan sebagai alat untuk
menyatakan pikiran dan perasaan terhadap seseorang atau sekelompok orang.
Dalam hal ini, orang dikatakan mampu berbahasa adalah orang yang mampu
berkmunikasi, bukan orang yang hanya mampu menghafalkan kaidah-kaidah
tatabahasa.
Faham sosiolinguistik mempunyai implikasi terhadap pengajaran bahasa,
yakni sebagai berikut.
1) Pengajaran bahasa harus diarahkan kepada penguasaan kompetensi
komunikatif oleh peserta didik.
2) Salah satu cara menganalisis komunikasi melalui bahasa ialah memeriksa
fungsi-fungsi bahasa yang khas, cara memakai bahasa untuk tujuan-tujuan
khusus.

76
3) Analisis fungsional untuk tujuan komunikasi adalah menemukan fungsi-fungsi
bahasa yang bersangkutan dengan komunikasi tersebut. Hal ini mencakup
penekanan pembelajaran pada fungsi bahasa yang penting.
4) Analisis linguistik atas kegiatan komunikasi ialah menemukan bentuk-bentuk
linguistik yang diperlukan dalam setiap jenis kegiatan berkomunikasi. Analisis
itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan penekanan dalam pembelajaran dan
berguna ketika melakukan pemilihan bahan pembelajaran.
5) Analisis bahasa yang berkembang dalam masyarakat perlu dipetakan. Artinya,
pembelajaran bahasa perlu diarahkan pada kajian-kajian bahasa yang hidup
dalam masyarakat untuk melihat dinamika bahasa tersebut.

d. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini sering dianggap hanya bisa dilakukan oleh para psikolog
saja. Pandangan tersebut tidak sepenuhnya keliru, karena banyak
pendidik/pengajar yang belum mengenali psikologi perkembangan peserta didik.
Semi mengemukakan bahwa pendekatan psikologi bahasa berkaitan
dengan ilmu yang menelaah bagaimana peserta didik belajar, dan bagaimana
peserta didik sebagai individu yang kompleks. Hasil studi psikologi mutlak untuk
dikuasai oleh pengajar bahasa. Premis dan asumsi psikologi dimanfaatkan dalam
pendekatan ini, terutama dalam penyusunan strategi mengajar. Asumsi-asumsi
psikologis yang dimanfaatkan antara lain:
1) Teori Behaviorisme
Prinsip yang dianut oleh teori behaviorisme adalah segala tingkah laku atau
kegiatan seseorang merupakan respon terhadap adanya stimulus. Proses
belajar tidak merupakan mekanisme stimulus respon itu.
2) Teori Gestalt
Menurut teori gestalt, setiap individu mempunyai kajian mendalam. Kajian ini
berfungsi untuk mengasimilasi atau mereka-reka objek yang sedang diamati
sehingga diterima sebagai objek yang utuh. Begitu pula dalam pembelajaran
bahasa, bahan pembelajaran jangan diberikan sepotong-sepotong melainkan
harus diberikan secara utuh dan dalam struktur yang bermakna.

77
3) Teori Kognitif
Menurut teori kognitif segala aktivitas manusia yang dilakukan dengan sadar
bersumber pada otak dan digerakkan oleh kognitif yang meliputi segala aspek
kegiatan. Kegiatan tersebut berupa menyadari adanya masalah,
mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan informasi
atau data, mengambil simpulan, mengevaluasi simpulan, sampai kepada
strategi untuk mencapai tujuan.

e. Pendekatan Psikolinguistik
Pendekatan ini bertumpu pada pemikiran tentang bagaimana proses yang
terjadi dalam benak anak ketika mulai belajar bahasa dan perkembangannya.
Persoalan ini merupakan bidang yang ditekuni studi psikolinguistik, yaitu ilmu
yang mengkaji latar belakang psikologis kemampuan berbahasa manusia

f. Pendekatan Behavioristik
Pendekatan ini dipelopori oleh Skinner pada sekitar tahun 1957.
Pendekatan behaviorisme dapat dikendalikan dari luar yaitu berupa stimulus-
respons. Lingkungan memberikan stimulus atau rangsangan, sedangkan
pembelajar memberikan respons.
Perkembangan kematangan berbahasa tergantung pada lamanya atau
frekuansi latihan. Belajar bahasa dengan cara peniruan atau tubian merupakan
teknik utama pendekatan behavioristik. Selain itu, kemampuan berbahasa
dibentuk secara langsung oleh lingkungannya.

g. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan yang cukup populer dalam pembelajaran bahasa adalah
pendekatan komunikatif. Pendekatan ini lahir akibat ketidakpuasan para prakisi
bahasa atas hasil yang dicapai oleh metode tatabahasa terjemahan. Pendekatan ini
baru dikenal di Indonesia pada tahun 80-an, padahal perkembangannya di negara
lain sudah cukup lama.
Pendekatan komunikatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

78
1) acuan berpijaknya adalah kebutuhan peserta didik dan fungsi bahasa;
2) tujuan belajar bahasa adalah membimbing peserta didik agar mampu
berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya;
3) silabus pembelajaran harus disusun sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa;
4) peranan tatabahasa dalam pembelajaran bahasa tetap diakui;
5) tujuan utama adalah komunikasi yang bertujuan;
6) peran pengajar sebagai pengelola kelas dan pembimbing peserta didik dalam
komunikasi diperluas; dan
7) kegiatan belajar mengajar harus didasarkan pada teknik-teknik kreatif peserta
didik secara individu dan peserta didik sebagai kelompok kecil.

2. Metode Pembelajaran Keterampilan Berbicara


Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditetapkan (KBBI, 2008: 910). Metode
lebih bersifat prosedural dan sistemik karena tujuannya untuk mempermudah
pengerjaan suatu pekerjaan.
Berikut akan dipaparkan beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam
dalam pembelajaran berbicara.

a. Metode Audio-Lingual
Metode audio-lingual mengutamakan pengulangan. Cara itu dilakukan
untuk efisiensi waktu dalam belajar bahasa. Dalam metode ini pembelajaran
bahasa difokuskan pada lafal kata dan pelatihan pola-pola kalimat dengan
berulang-ulang secara intensif. Metode audio-lingual adalah perpaduan antara
linguistik struktural dengan psikologi behavioris yang memandang proses
pembelajaran dari sudut conditioning.
Beberapa ahli bahasa mengemukakan bahwa ciri utama pembelajaran
bahasa kedua adalah mengembangkan kemampuan pembelajar agar dapat
bekomunikasi seperti penutur asli. Ketika belajar bahasa kedua, bahasa pertama
tidak boleh dipergunakan. Bahasa kedua diajarkan tanpa merujuk pada bahasa
pertama.

79
Pembelajar mempelajari bahasa melalui teknik stimulus-respons.
Pembelajar berlatih berbicara tanpa memperhatikan bagaimana bahasa itu
dipadukan. Mereka merespons secara spontan, tidak memiliki kesempatan untuk
memikirkan jawaban. Pemerolehan bahasa kedua dilakukan melalui proses yang
sama dengan pemerolehan bahasa pertama. Proses tersebut adalah menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis.
Dalam metode audiolingual, penekanan utama diletakkan pada
keterampilan menyimak dan berbicara. Walaupun membaca dan menulis tidak
diabaikan, menyimak dan berbicara mendapat prioritas utama dan dalam proses
pembelajaran, keduanya mendahului membaca dan menulis (Tarigan, 1991: 135).
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan adalah: (a) penyajian dialog
atau teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang dan siswa menyimak tanpa
melihat teks yang dibaca; (b) peniruan dan penghafalan teks itu setiap kalimat
secara serentak dan siswa menghafalkannya; dan (c) penyajian kalimat dilatihan
dengan pengulangan; (d) dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan kemudian
siswa memperagakan di depan kelas; dan (e) pembentukan kalimat lain yang
sesuai dengan yang dilatihkan.

b. Metode Langsung
Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa yang baik adalah belajar
langsung menggunakan bahasa secara intensif dalam komunikasi. Orientasi
metode ini adalah penggunaan bahasa di masyarakat. Penggunaan di kelas harus
seperti di masyarakat.
Tujuan metode tersebut adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa
dapat berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonesia di
masyarakat. Penggunaannya di kelas harus seperti penutur asli. Peserta didik
diberi latihan-latihan mengasosiasikan kalimat dengan artinya melalui
demonstrasi, peragaan, gerakan, serta mimic secara langsung.
Gerakan yang kuat dari para ahli menekankan pembelajaran bahasa
dengan cara interaksi langsung bahasa yang dipelajari dalam situasi yang
bermakna memunculkan beberapa nama metode pembelajaran yang termasuk

80
kategori metode langsung. Nama-nama metode ini adalah metode baru, metode
perbaikan, metode alamiah, dan metode lisan (Suyatno, 2004: 20).
Melalui metode langsung, peserta didik diberi sejumlah latihan untuk
mengasosiasikan kalimat dan artinya melalui kegiatan demonstrasi, peragaan,
gerakan, serta mimik secara langsung. Pembelajaran bahasa harus bermula dari
pengenalan benda-benda dan perilaku yang ada di sekeliling pembelajar.
Kaidah bahasa tidak diajarkan secara terpisah, tetapi dipelajari oleh
pembelajar melalui latihan. Mereka akan belajar tentang simpulan-simpulan
mengenai tatabahasa melalui metode induktif.
Langkah-langkah metode langsung adalah: (a) pembelajaran dimulai
dengan dialog atau humor yang pendek dalam bahasa Indonesia dengan gaya
bahasa santai dan nonformal; (b) materi mula-mula disajikan secara lisan dengan
gerakan atau isyarat tertentu, dramatisasi, dan gambar-gambar; (c) tanya jawab
berdasarkan bahasa yang dipelajari dengan memberikan contoh yang merangsang
siswa; (d) tatabahasa diajarkan secara induktif; (e) kata-kata digunakan dalam
percakapan-percakapan; (f) siswa yang sudah maju diberi bacaan sastra untuk
pemahaman dan kenikmatan tetapi bahasa dalam bacaan tidak dianalisis secara
struktural atau sistematis, dan (g) budaya yang relevan diajarkan secara induktif.
Metode pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk
mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi
selangkah.

TABEL 1
Pola Urut Metode Pembelajaran Langsung
Fase Peran Guru
1. Penyiapan tujuan dan persiapan Guru menjelaskan TPK, informasi latar
siswa belakang pelajaran, pentingnya
pelajaran, dan mempersiapkan siswa
untuk belajar

2. Pendemonstrasian pengetahuan atau Guru mendemonstrasikan keterampilan


keterampilan dengan benar atau menyajikan

81
informasi tahap demi tahap

3. Pembimbingan pelatihan Guru merencanakan dan


memberikanbimbingan awal

4. Pengecekan pemahaman dan Guru mengecek apakah siswa telah


pemberian umpan balik berhasil melakukan tugas dengan baik
dan memberikan umpan balik

5. Pemberian kesempatan untuk Guru mempersiapkan kesempatan


pelatihan lanjutan dan penerapan melakukan pelatihan lanjutan dengan
perhatian khusus pada penerapan
kepada situasi yang lebih kompleks dan
kehidupan sehari-hari.

Metode ini didasari anggapan bahwa pada umumnya pengetahuan dibagi


dua, yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Deklaratif berarti
pengetahuan tentang sesuatu. Prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana
melakukan sesuatu.
Dalam metode langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru
mengawali dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran
serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Hal itu disebut fase
persiapan dan motivasi. Fase berikutnya adalah demonstrasi, pembimbingan,
pengecekan, dan pelatihan lanjutan.
Metode langsung menekankan tujuan pembelajaran yang harus
berorientasi kepada siswa dan spesifik, mengandung uraian yang jelas tentang
situasi penilaian (kondisi evaluasi), dan mengandung tingkat ketercapaian kinerja
yang diharapkan (kriteria keberhasilan). Untuk merumuskan tujuan pembelajaran
pada metode pembelajaran langsung, metode Meyer dapat digunakan. Metode
tersebut bertumpu pada tujuan yang spesifik yang dikenal dengan tujuan perilaku
dengan tiga bagian sebagian berikut:
(1) perilaku siswa; apa yang dilakukan siswa atau jenis-jenis perilaku siswa yang
diharapkan guru untuk dilakukan sebagai bukti bahwa tujuan itu telah
tercapai;
(2) situasi pengetesan; di bawah kondisi perilaku itu, teramati atau diharapkan
terjadi;

82
(3) kriteria kinerja; ditetapkan standar atau tingkat kinerja sebagai standar atau
tingkat kinerja yang dapat diterima.
Dalam metode pembelajaran secara langsung, umumnya guru
merencanakan kegiatan belajar mengajar secara terstruktur dan ketat. Pada awal
pembelajaran, guru merupakan pemberi informasi dan pendemonstrasi yang aktif
dan mengharapkan siswa menjadi pendengar aktif dan baik. Keberhasilan metode
langsung memerlukan lingkungan yang baik untuk presentasi dan demonstrasi,
yakni ruangan yang tenang dengan penerangan cukup, termasuk alat pandang
dengar yang sesuai.
Di samping itu, metode langsung juga bergantung pada motivasi siswa
yang memadai untuk mengamati kegiatan yang dilakukan oleh guru dan
mendengarkan segala sesuatu yang dikatakannya. Pada hakikatnya, pembelajaran
dengan menggunakan metode langsung memerlukan kaidah yang mengatur
bagaimana siswa berbicara, prosedur untuk mengatur tempo pembelajaran yang
baik, strategi khusus untuk mengatur giliran untuk keterlibatan siswa, dan untuk
menanggulangi tingkah laku siswa yang menyimpang.

c. Metode Komunikatif
Metode komunikatif menitikberatkan pada terjadinya komunikasi selama
proses belajar berlangsung. Dalam hal ini posisi pengajar sangat penting dalam
proses belajar.
Program pembelajaran komunikatif harus mencakup semua keterampilan
berbahasa. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap
pembelajaran dikhususkan pada tujuan-tujuan operasional, yaitu untuk
berkomunikasi.
Metode komunikatif bercirikan masukan yang minimal. Si pembelajar
tidak terlalu diperhatikan. Yang diperhatikan adalah proses pembelajarannya.
Desain hanya bersifat kerangka, yang tepenting adalah komunikasinya.
Berikut ini adalah langkah-langkah penggunaan metode pembelajaran
komunikatif (Tarigan, 1991:280).

83
1) menyajikan suatu dialog singkat atau beberapa dialog mini didahului oleh
suatu motivasi;
2) mengulangi secara lisan setiap ucapan bagian dialog yang disajikan pada hari
itu (ulangan/repetisi);
3) mengajukan pertanyaan dan jawaban terhadap isi dialog tersebut berdasarkan
pengalaman pribadi peserta didik, tetapi masih berkaitan dengan tema dialog
yang sedang disajikan;
4) menelaah dan mengkaji salah satu ekspresi komunikatif dalam dialog tersebut;
5) membuat generalisasi terhadap kaidah bahasa yang ada dalam dialog tersebut;
6) pengenalan lisan kegiatan-kegiatan interpretative untuk memahami isi dialog;
7) kegiatan produksi bahasa lisan, bergerak maju dari kegiatan terpimpin menuju
kegiatan komunikasi yang lebih bebas;
8) memmbrei contoh tugas pekerjaan rumah secara tertulis, jika diperlukan; dan
9) mengevaluasi pembelajaran hanya secara lisan.

d. Metode Integratif
Integratif berarti menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses.
Misalnya, menyimak diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Materi
kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan berbahasa.
Metode ini sebenarnya secara implisit hadir pada setiap pendekatan
maupun metode. Oleh karena itu, dalam setiap perencanaan pembelajaran, metode
ini jarang dimunculkan.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia aspek berbicara tampak ketika
pembelajaran berbicara diintegrasikan dengan pembelajaran keterampilan
menyimak, membaca, dan menulis. Materi kebahasaan dapat pula diintegrasikan
dengan keterampilan berbicara untuk melihat ketepatan kata, frasa, klausa, dan
kalimat yang dipergunakan saat berbicara.
Integratif sangat diharapkan oleh kurikulum bahasa Indonesia.
Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu
dimiliki oleh peserta didik. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru
merupakan kesatuan yang perlu dikemas secara menarik.

84
e. Metode Tematik
Dalam metode tematik semua komponen materi pembelajaran
diintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu
dipahami adalah tema, bukan tujuan. Akan tetapi, tema tersebut merupakan alat
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus disajikan secara
kontekstual, mutakhir, konkret, dan konseptual.
Metode tematik sering pula dipergunakan dalam pembelajaran berbicara
dan menulis. Peserta didik diwajibkan memproduksi bahasa melalui kemampuan
berbicara dan menulis dengan mengangkat tema tertentu.
Tema yang telah ditentukan haruslah diolah dengan perkembangan
lingkungan peserta didik yang terjadi saat ini. Budaya, social, dan religiusitas
mereka menjadi perhatian. Begitu pula isi tema disajikan secara kontemporer
sehingga peserta didik senang. Apa yang terjadi sekarang di lingkungan peserta
didik juga harus terbahas dan terdiskusikan di kelas. Kemudian tema tidak
disajikan secara abstrak tetapi diberikan secara konkret. Semua peserta didik
dapat mengikuti proses pembelajaran dengan logika yang dimilikinya. Konsep-
konsep dasar itu tidak terlepas. Peserta didik berangkat dari konsep ke analisis
atau dari analisis ke konsep kebahasaa, penggunaan, dan pemahaman.
Dari uraian di atas, tampaklah bahwa peran guru amat menentukan dalam
mendesain kesuksesan pembelajar bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pengajar
bahasa Indonesia diharapkan sebagai berikut:
a) perlu menekankan bahwa bahasa merupakan sarana berpikir. Keterampilan
berbahasa peserta didik menjadi tolok ukur kemampuan berpikirnya;
b) kreativitas peserta didik perlu diperhatikan terutama kreativitas berbahasa
yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia;
c) pembelajaran bahasa Indonesia harus menyenangkan peserta didik. Oleh
karena itu, minat, keingintahuan, dan gairah peserta didik perlu mendapatkan
perhatian;

85
d) ada banyak metode dan teknik yang cocok yang dapat digunakan. Pengajar
tidak perlu monoton, klise, jenuh, dan kehabisan teknik pembelajaran bahasa
Indonesia;
e) pengajar harus terlebih dahulu memperhatikan apa yang diucapkan peserta
didik sebelum memperhatikan bagaimana peserta didik mengungkapkannya.

f. Metode Kuantum
Metode kuantum merupakan metode yang bertumpu pada metode Friere
dan Lazonov. Metode ini mengutamakan percepatan belajar dengan cara
keikutsertaan peserta didik dalam melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan
diri.
Metode kuantum diciptakan berdasarkan teori pendidikan, seperti
Accelerrated learning (Lozanov), Multiple Intellegences (Gardner), Neurio-
Linguistic Programming (Grindler dan Bandler), Experiental Learning (Hahn),
Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Element of
Effective Instruction (Hunter). Metode kuantum mengutamakan kerja otak kanan
dan kiri secara bersamaan. Proses belajar mengajar merupakan fenomena yang
kompleks.
Metode kuantum dalam konteks pembelajaran bahasa bermakna
banyaknya faktor yang telibat dalam pembelajaran bahasa. Dalam hal ini, proses
pembelajaran merupakan fenomena yang kompleks. Segala sesuatu dapat berarti
kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi. Sejauhmana pengajar mengubah lingkungan,
penyajian, dan rancangan pembelajaran, sejauh itu pula proses pembelajaran
berlangsung.
Dalam metode kuantum, peserta didik dianggap sebagai pusat keberhasilan
belajar. Saran-saran yang dikemukakan dalam membangun hubungan dengan
peserta didik akan diuraikan berikut ini.
1) Perlakukan peserta didik sebagai manusia sederajat.
2) Ketahuilah apa yang disukai oleh peserta didik, cara berpikir mereka, dan
perasaan mereka.

86
3) Bayangkan apa yang mereka katakan pada diri sendiri dan mengenai diri
sendiri.
4) Ketahuilah apa yang menjadi penghambat peserta didik untuk memperoleh hal
yang benar-benar mereka inginkan. Jika pengajar tidak tahu, tanyakanlah
kepeda mereka.
5) Berbicaralah yang jujur kepada peserta didik dengan cara yang membuat
mereka mendengarnya dengan jelas dan halus.
6) Bersenang-senanglah dengan mereka.

g. Metode Konstruktivistik
Metode konstruktivistik didasari oleh teori belajar yang menekankan
pembelajaan kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri, dan
keterampilan metakognitif. Dalam metode konstruktivistik peserta didik diberi
tugas-tugas yang kompleks, sulit, namun realistis. Makna konstruktif berarti pula
bahwa peserta didik diajak menyusun kembali rencana kerja, mensimulasikan
sebuah proyek kerja, dan lain-lain.
Dalam pembelajaran bahasa, metode konstruktivistik dapat dimanfaatkan
pada pembelajaran keterampilan menulis dan berbicara. Peserta didik diminta
untuk menuangkan gagasan dalam bentuk tertulis untuk disajikan kepada
pembaca. Hasil tulisan tersebut dapat dibacakan kepada pendengar pada
pembelajaran keterampilan berbicara.
Pembelajaran yang bernaung dalam metode konstruktivistik adalah
kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok (4 orang
dalam satu kelompok) untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah
yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi
aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Kooperatif dilakukan dengan empat siswa yang berbeda-beda dari segi
kemampuan atau ukuran kelompok. Siswa ditempatkan ke dalam kelompok
kooperatif dan tinggal bersama sebagai satu kelompok untuk beberapa hari.

87
Dalam kooperatif, terdapat berbagai metode sebagai berikut.
1) Student Teams-Achievement Division (STAD), yang menggunakan satu
langkah pembelajaran di kelas dengan menempatkan peserta didik ke dalam
tim campuran berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan suku. Akhirnya, seluruh
siswa dikenai problem (kuis) berkaitan dengan materi dan sesama anggota tim,
saat mengerjakan kuis, siswa tidak boleh saling membantu.
2) Team-Assisted Individualization (TAI) yang telah pengajaran individual
meskipun tetap menggunakan pola kooperatif.
3) Jigsaw, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berbagi tugas
dalam sebuah kelompok untuk mempelajari materi akademik yang telah
dibagi-bagi menjadi beberapa subbad. Misalnya, dari enam orang anggota
kelompok saat mempelajari tema tokoh besar, masing-masing mempelajari
riwayat, prestasi awal, kemunduran yang dialami, dampak dari kiprahnya.
Kemudian peserta didik kembali ke kelompoknya dan menceritakan hasilnya.
4) Belajar bersama (learning together); metode ini melibatkan siswa yang
bekerja dalam kelompok beranggotakan empat atau lima siswa heterogen
untuk menangani tugas tertentu. Kemudian, mereka melaporkan tugas
tersebut. Metode belajar bersama lebih mengarah pada pembinaan kerjasama
dan keberhasilannya.
5) Penelitian Kelompok (Group Investigation) merupakan rencana organisasi
kelas umum. Siswa bekerja dalam kelompok kecil dengan menggunakan
inkuiri kooperatif (pembelajaran kooperatif yang bercirikan penemuan),
diskusi kelompok, perencanaan, serta proyek kooperatif.

h. Metode Partisipatori
Metode partisipatori menekankan keterlibatan atau keikutsertaan peserta
didik secara penuh. Peserta didik dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar.
Mereka ditempatkan sebagai subjek belajar. Pengajar hanya menjadi pemandu
atau fasilitator. Partisipasi peserta didik menjadi kunci keberhasilan metode ini.

88
Dalam pembelajaran bahasa, metode partisipatori dapat digunakan pada
saat pembelajaran keterampilan berbicara. Peserta didik berpartisipasi
mengungkapkan pendapatnya terhadap permasalahan yang diajukan.
Berikut ini adalah ciri-ciri pokok metode pembelajaran partisipatori.
1) Belajar dari realitas atau pengalaman.
2) Tidak menggurui.
3) Dialogis.

i. Metode Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu
pengajar menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata serta
pembelajaran yang memotivasi peserta didik agar menghubungkan pengetahuan
dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Metode kontekstual memiliki tujuh elemen penting, yaitu: inkuiri,
pertanyaan, konstruktivistik, pemodelan, masyarakat belajar, penilaian autentik,
dan refleksi. Diharapkan ketujuh elemen tersebut dapat diaplikasikan dalam
keseluruhan proses pembelajaran.
Metode kontekstual muncul sebagai reaksi terhadap teori behavioristik
yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Metode kontekstual
mengakui bahwa pembelajaran merupakan proses kompleks dan banyak faset
yang berlangsung jauh melampaui drill oriented dan metode Stimulus dan
Respons. Pengajaran kontekstual memungkinkan peserta didik menguatkan,
memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka
dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan di luar sekolah agar peserta
didik dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah
yang disimulasikan.
Dalam perkembangannnya, metode kontekstual terdiri atas berbagai
strategi yang dikembangkan oleh berbagai institusi. University of Washington
(2001) metode kontekstual dengan strategi: (1) pengajaran autentik, (2)

89
pembelajaran berbasis inkuiri, (3) pembelajaran berbasis masalah, dan (4)
pembelajaran berbasis kerja.
Blanchard (Suyatno, 2004: 40) mengembangkan strategi pembelajaran
metode kontekstual dengan:
1) menekankan pemecahan masalah;
2) menyadari kebutuhan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks,
seperti rumah, masyarakat, dan pekerjaan.
3) mengajarkan siswa untuk dapat memonitor dan mengarahkan pembelajaran
mereka sendiri sehingga menjadi siswa mandiri;
4) mengaitkan pembelajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda;
5) mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama; dan
6) menerapkan penilaian autentik.
Pembelajaran kontekstual menawarkan strategi yang memungkinkan
peserta didik belajar lebih bermakna dan menyenangkan. Strategi yang ditawarkan
dalam pembelajaran kontekstual diharapkan dapat membantu peserta didik
menjadi aktif dan kreatif. Oleh karena itu, dalam menjalankan strategi ini guru
dituntut lebih kreatif pula.
Dalam pembelajaran bahasa, metode ini dapat dimanfaatkan melalui
teknik bermain peran. Dalam bermain peran ketujuh elemen tersebut terangkum di
dalamnya. Pada saat bermain peran, kemampuan berbicara dapat dilatih melalui
dialog-dialog.

j. Metode Respons Fisik Total


Dalam proses pembelajaran bahasa kedua dengan menggunakan metode
ini, para pengajar harus dapat berperan sebagai pengarah semua tingkah laku
peserta didik. Peserta didik tidak boleh dipaksa unutk mengungkapkan sesuatu
apabila mereka belum siap.
Kemampuan menyimak memegang peranan penting dalam kegiatan
berbahasa. Oleh karena itu, kemampuan ini harus dikembangkan secara optimal.
Pemahaman peserta didik terhadap bahasa lisan harus dapat dikembangkan dalam
keterampilan berbicara.

90
Fase proses pembelajaran dengan metode respons fisik total seperti tertera
di bawah ini.
1) Pengajar memberi perintah kepada beberapa peserta didik kemudian
memperagakannya bersama-sama.
2) Peserta didik mendemonstrasikan perintah tanpa pengajar.
3) Peserta didik belajar membaca dan menulis perintah.
4) Peserta didik belajar memberikan perintah.

k. Metode Cara Diam


Metode ini dikembangkan oleh Gragttegno. Yang melatarbelakangi
metode ini adalah pendapat ahli psikologi kognitif dan ahli tatabahasa
transformasi generatif, bahwa pembelajaran bahasa dilakukan tidak melalui proses
peniruan karena para pembelajar dapat menuturkan ujaran yang tidak pernah
mereka dengan sebelumnya. Artinya, filosofi dasarnya menentang metode
peniruan yang dikemukakan oleh Skinner.
Apabila pengajar akan menggunakan metode ini, mereka harus
menempatkan bahasa sebagai pembentuk aturan (rule information), tidak
dipandang sebagai hasil pembentukan hasil kebiasaan (habbit information).
Pengajar berupaya untuk tidak menginterferensi aktivitas pembelajaran. Metode
ini mengharuskan pembelajaran memanfaatkan sumber-sumber yang ada dalam
diri mereka: struktur kognitif, pengalaman, emosi, wawasan atau latar belakang
pengetahuan.
Ada tiga kata kunci yang berperan penting dalam proses pembelajaran,
yaitu kemandirian, otonomi, dan tanggung jawab. Dalam proses pembelajaran,
pembelajar membekali diri dengan bekerja mandiri, melakukan kegiatan
mencoba-coba, menunda keputusan, dan merevisi simpulan. Ketika bekerja,
pembelajar berusaha menghubungkan pengalaman yang merekaperoleh selama
belajar bahasa pertama. Bahkan bila perlu, pembelajar bertanggung jawab
terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
Bahan pelajaran sendiri tidak pernah ditujukan pada aspek memorisasi
karena pembelajar mampu mengenal kosakata atau struktur bahasa yang baru

91
melalui latihan. Metode ini dilakukan dengan cara pengajar tidak banyak berbica
atau diam. Setelah memberikan beberapa petunjuk yang diperlukan pengajar lebih
banyak diam dan para peserta didik bekerja. Sikap diam ini memang sulit
dilakukan karena selalu ada pertanyaan dari peserta didik. Sikap diam dalam
metode ini dianggap sebagai sikap positif agar peserta didik dapat mandiri dan
tidak selalu menunggu pengajar.

l. Metode Sugestopedia
Metode sugestopodia dikembangkan oleh seorang ahli fisika dan
psikoterapi. Metode ini diyakini akan membantu pembelajar berkonsentrasi
sehingga dapat menyimpan berbagai macam aturan kebahasaan dan sejumlah
kosakata yang pernah diajarkan.
Dalam metode ini diasumsikan bahwa relaksasi merupakan teknik yang
tepat untuk digunakan karena dapat memberikan sugesti. Sarana yang digunakan
untuk memberikan sugesti adalah alunan musik yang terdengar sayup-sayup,
dekorasi ruangan yang menarik, dan tempat duduk yang menyenangkan.
Sugesti yang terdapat dalam metode sugestopedia berfungsi untuk
memberikan rasa percaya diri kepada peserta didik. Dengan demikian, mereka
dapat menyerap materi dengan optimal. Metode sugestopedia dapat
membangkitkan keberanian peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya
melalui kegiatan berbicara.

m. Metode Produktif
Metode produktif diarahkan pada berbicara dan menulis. Peserta didik
harus banyak berbicara atau menuangkan gagasannya. Pada metode pembelajaran
produktif, pengajar memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengungkapkan pikirannya melalui kegiatan berbicara. Pengajar mengarahkan
peserta didik agar mampu menguasai semua aspek berbicara, seperti pelafalan,
penguasaan kosakata, struktur kalimat, kewajaran berbicara, penampilan, dan
keberanian.

92
3. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Aspek Berbicara
Strategi berasal dari kata Yunani strategia yang berarti perang atau
panglima perang. Berdasarkan pengertian ini, maka strategi adalah suatu seni
merancang operasi di dalam peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau
siasat berperang, angkatan darat atau laut. Strategia dapat pula diartikan sebagai
suatu keterampilan mengatur suatu kejadian atau peristiwa.
Menurut KBBI (2008: 1340) strategi adalah ilmu dan seni menggunakan
semua sumber daya bangsa-bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu
dalam perang dan damai. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa, strategi adalah
rencana yang cermat mengenai suatu kegaitan untuk mencapai sasaran khusus.
Dalam konteks pembelajaran, Gagne mengungkapkan bahwa strategi
adalah kemampuan internal seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan
mengambil keputusan. Artinya, bahwa proses pembelajaran akan menyebabkan
peserta didik berpikir secara unik untuk dapat menganalisis, memecahkan
masalah, dan mengambil kesimpulan.
Berdasarkn beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi
merupakan taktik atau pola yang dilakukan oleh seorang pengajar dalam proses
belajar bahasa sehingga peserta didik dapat lebih leluasa dalam berpikir dan dapat
mengembangkan kemampuan kognitifnya secara lebih mendalam dengan
menggunakan bahasa yang baik dan benar. Strategi pembelajaran bahasa
Indonesia berarti pula rencana pembelajaran bahasa Indonesia yang dilakukan
denga cermat dan terukur. Dalam strategi pembelajaran bahasa Indonesia,
pengajar mengemas berbagai unsur dalam pembelajaran, seperti tujuan, bahan,
metode, media, dan evaluasi, agar dapat mempengaruhi para peserta didik
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berikut ini adalah tabel rincian kategori strategi pembelajaran bahasa versi
O’Malley dkk (Iskandarwassid dan Sunendar, 2008: 20).

93
TABEL 2
STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA
Strategi Belajar Deskripsi
Strategi Metakognitif
Advanced Organizers Membuat rancangan konsep atau
prinsip yang umum, tetapi
komprehensif dalam aktivitas belajar
yang sudah terduga.
Directed Attention Memutuskan sejak awal untuk
memperhatikan tugas-tugas belajar dan
mengabaikan pengecoh yang tidak
sesuai.
Selective Attention Memutuskan pada awal aspek-aspek
masukan bahasa yang khusus atau
detail situasional yang membantu
retensi masukan bahasa.
Self Management Memahami kondisi-kondisi yang
membantu pembelajaran dan mengatur
keberadaan kondisi tersebut.
Functional Planning Merencanakan dan melatih komponen
linguistik yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas bahasa pada masa
mendatang.
Self-Monitoring Membetulkan ujaran sendiri dalam hal
ketepatan pengucapan, gramatika,
kosakata, atau kesesuaian dengan
situasi dan orang yang terlibat dalam
percakapan.
Delayed Production Secara sadar memutuskan untuk
menunda berbicara agar bisa belajar
dulu melalui menyimak pembicaraan.
Self-Evaluation Mengecek sendiri hasil akhir
pembelajaran bahasa dengan takaran
kelengkapan dengan ketepatan internal
Strategi Kognitif
Repetition Meniru model bahasa, termasuk
pelatihan sebenarnya dan pelatihan
dalam hati.
Resourcing Translation Menggunakan materi referensi bahasa
sasaran. Menggunakan bahasa pertama
sebagai basis untuk memahami dan atau
memproduksi bahasa kedua.
Grouping Menyusun kembali materi yang harus
dipelajari berdasarkan materi umum.
Note Taking Menuliskan gagasan utama, butir-butir

94
penting, kerangka pemikiran, atau
ringkasan informasi yang disajikan
secara lisan atau tulis.
Deduction Secara sadar menerapkan kaidah-kaidah
untuk menggunakan atau memahami
bahasa kedua.
Recombination Menyusun kalimat bermakna atau
struktur yang lebih luas dengan
menggabungkan unsur-unsur yang
diketahui dengan cara baru.
Imagery Menghubungkan informasi baru dengan
konsep visual dalam memori melalui
visualisasi yang mudah diingat.
Auditory Representation Menggunakan suara untuk
menghafalkan kata, frase, atau kalimat.
Keyword Mengingat kata baru dalam bahasa
kedua dengan cara (1) mengenali kata
yang sudah dikenal baik dalam bahasa
pertama seperti kata baru tersebut; dan
(2) memunculkan kesan yang mudah
diingat dari kata baru dengan kata yang
sudah dikenal baik.
Contextualization Menempatkan kata atau frasa dalam
suatu urutan bahasa yang bermakna.
Elaboration Menghubungkan informasi baru dengan
konsep lain dalam memori.
Transfer Menggunakan pengetahuan konseptual
atau linguistik yang sudah diperoleh
sebelumnya untuk mempermudah tugas
pembelajar bahasa baru.
Inference Menggunakan informasi yang ada
untuk menebak makna butir bahasa
baru, memperkirakan hasil akhir.

Strategi Sosio-Afektif
Cooperation Bekerja sama dengan satu teman atau
lebih untuk memperoleh umpan balik,
memperoleh informasi, atau
memperoleh modal aktivitas bahasa.
Question for Clarification Meminta pengajar atau penutur asli
mengulangi, menjelaska, dan/atau
memberi contoh tentang sebuah
kesulitan bahasa.

95
Menurut aliran komunikatif dan pragmatik, keterampilan berbicara dan
keterampilan menyimak memiliki hubungan secara kuat. Interaksi lisan ditandai
oleh rutinitas informasi. Ciri lain adalah diperlukannya seorang pembicara
mengasosiasikan makna, mengatur interaksi, siapa harus mengatakan apa, kepada
siapa, kapan, dan tenang apa. Keterampilan berbicara mensyaratkan adanya
pemahaman minimal dari pembicara dalam membentuk sebuah kalimat. Sebuah
kalimat, betapa pun kecilnya memiliki struktur dasar yang saling bertemali
sehingga mampu menyajikan sebuah makna.
Dalam konteks komunikasi, pembicara berlaku sebagai pengirim (sender),
sedangkan penerima (receiver) adalah penerima warta (message). Warta terbentuk
oleh informasi yang disampaikan sender dan message merupakan objek dari
komunikasi. Feedback muncul setelah warta diterima, merupakan reaksi dari
penerima pesan. Untuk lebih jelasnya tampak dalam bagan berikut:

Warta

Penerima
Pengirim

Balikan

Gambar 1. Siklus komunikasi


Pada gambar di atas tampak bahwa terjadi hubungan yang tidak terputus
antara kegiatan menyimak warta (pembicaraan) dengan penyampaian warta
(berbicara). Siklus tersebut merupakan proses komunikasi. Oleh karena itu, proses
pembelajaran berbicara akan menjadi mudah jika peserta didik terlibat aktif
berkomunikasi.
Strategi pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus-respons.
Selama kedua variabel ini dikuasai oleh pembicara, maka ia dapat dikategorikan
memiliki kemampuan berbicara. Perkembangan strategi pembelajaran berbicara

96
masih mempertahankan pola stimulus-respons meskipun dengan modifikasi
model yang lebih bervariasi.
Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan
mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak,
kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini kelengkapan
alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya
untuk memproduksi suatu ragam yang luas, meliputi bunyi artikulasi, tekanan,
nada, kesenyapan, dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh
kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggung
jawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri,
ketegangan, berat lidah, dan lain-lain.
Menurut hasil penelitian terhadap kemampuan berbicara seorang anak
dalam keluarga multikultural, ternyata masalah dalam keterampilan berbicara
tersebut turut dipengaruhi oleh pola asuh yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anaknya (peserta didik). Jika anak dibesarkan dalam pengasuhan yang keras, anak
akan cenderung tertekan. Akibatnya, ia tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkan pendapat. Anak cenderung menjadi pemalu dan takut salah
dalam bericara. Pola asuh yang paling tepat untuk mengembangkan keterampilan
berbicara adalah pola asuh otoritatif. Dalam pola asuh ini – selanjutnya bisa
dijadikan alternatif pendekatan dalam pembelajaran berbicara – orang tua
memberikan arahan kepada anak dengan tetap menghargai anak sebagai individu
yang memiliki potensi sempurna. Karakter yang tampak dalam diri individu yang
dibesarkan dengan pola asuh otoritatif adalah pribadi yang ceria, bertanggung
jawab, jujur, pemberani, dan peka terhadap sekitar (Nur’aeni, 2009).
Rancangan program pengajaran untuk mengembangkan keterampilan
berbicara dapat memberikan pemenuhan kebutuhan yang berbeda. Kegiatan-
kegiatan tersebut antara lain:
a. aktivitas mengembangkan keterampilan berbicara secara umum;
b. aktivitas mengembangkan keterampilan berbicara secara khusus untuk
membentuk model diksi dan ucapan, serta mengurangi penggunaan bahasa
nonstandar; dan

97
c. aktivitas mengatasi masalah yang meminta perhatian khusus:
peserta didik yang penggunaan bahasa ibunya sangat dominan;
peserta didik yang mengalami masalah kejiwaan, pemalu, tertutup, dst.;
dan
peserta didik yang menderita hambatan jasmani yang berhubungan dengan
alat-alat bicaranya.
Program pembelajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan
kesempatan kepada setiap individu untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Berikut adalah beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
keterampilan berbicara peserta didik terutama untuk melibatkan intelektual-
emosional.
Bermain peran
Berbagai bentuk diskusi
Wawancara
Bercerita (pengalaman diri, pengalaman hidup, dan pengalaman membaca)
Pidato
Laporan lisan
Membaca nyaring
Mereka bicara
Bermain drama

4. Teknik Pembelajaran Keterampilan Berbicara


Teknik adalah metode atau sistem mengerjakan sesuatu (KBBI, 2008:
1422). Teknik merupakan suatu kiat, siasat, atau penemuan yang digunakan untuk
menyelesaikan serta menyempurnakan suatu tujuan langsung. Teknik harus
konsisten dengan metode. Oleh karena itu, teknik harus selaras dengan dan serasi
dengan pendekatan.
Sementara itu, Sanjaya (2007: 125) mengemukakan pendapat bahwa
teknik adalah cara yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka
mengimplementasikan suatu metode. Penggunaan sebuah teknik juga
mempertimbangkan kondisi dan situasi agar efektif dan efisien.

98
Kemampuan pengajar sangat menentukan dalam memilih teknik mengajar
yang akan digunakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.
Bila pengajar memiliki keterbatasan pengetahuan dan penguasaan tentang disiplin
ilmu maupun tentang cara mengajar yang baik, tentu ia akan berkutat dengan
teknik yang sama, atau tidak berkembang serta tanpa variasi. Tentu saja hal ini
akan berakibat pada kebosanan peserta didik karena pembelajaran akan menjadi
monoton.
Setiap teknik mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pengajar perlu
mengkaji teknik mengajar yang sesuai dan memilih strategi-strategi yang
memberikan peluang paling banyak bagi peserta didik untuk terlibat secara aktif
dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.
Perkembangan teknik lisan seringkali lebih cepat dibandingkan dengan teknik
pengajaran menulis, menyimak, dan membaca.
Berikut ini adalah uraian tentang beberapa teknik yang dapat dipergunakan
dalam pembelajaran berbicara.
a. Diskusi
Dalam teknik diskusi, setiap pengajar menciptakan terjadinya kegiatan atau
interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar informasi,
pengalaman, memecahkan masalah, sehingga terjadi suasana yang aktif di
antara peserta didik. Teknik yang hampir sama dengan diskusi adalah teknik
interaksi massa.
b. Kerja kelompok
Pada saat pelaksanaan kerja kelompok, pengajar membagi peserta didik
menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas lima atau enam orang. Mereka
bekerja sama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan tugas tertentu
dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
c. Penemuan
Teknik pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan sendiri atau mengalami proses mental. Beberapa kegiatan yang
mendukung teknik ini adalah mengamati, mencerna, mengklasifikasi, dan lain-
lain. Dalam teknik ini, pengajar hanya membimbing dan memberikan instruksi

99
serta berusaha meningkatkan aktivitas peserta didik dalam proses belajar.
Teknik yang hampir sama adalah teknik nondirektif.
d. Simulasi
Teknik simulasi memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berperan
seperti orang-orang yang terlibat atau dalam keadaan yang dikehendaki.
Peserta didik berlatih memegang peran sebagai orang lain. Bentuk
pelaksanaan simulasi adalah peer teaching, sosiodrama, psikodrama,
permainan simulasi,dan bermain peran.
e. Unit teaching
Teknik pembelajaran unit teaching memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk aktif dalam pembelajaran unit yang terdiri atas tiga tahap. Tahap-tahap
tersebut adalah: perencanaan, pengerjaan unit, dan kulminasi sehingga peserta
didik dapat belajar secara komprehensif.
f. Sumbang saran
Dalam teknik pembelajaran sumbang saran, pengajar melontarkan masalah
kepada peserta didik yang harus dijawab atau ditanggapi oleh mereka
sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru.
g. Demonstrasi
Teknik pembelajaran ini memperlihatkan aktivitas pengajar melakukan suatu
kegiatan menampilkan menunjukkan atau melakukan percobaan sehingga
proses penerimaan peserta didik tehadap materi pelajaran menjadi lebih
mendalam. Manfaat teknik demonstrasi bagi peserta didik adalah membantu
membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
h. Wawancara
Peserta didik dapat berwawancara dengan orang lain dengan bahasa yang
logis, runtut, dan tepat. Siswa disuruh mewawancarai orang lain, kemudian
siswa tersebut menuliskan hasil wawancara tersebut.
Demikian uraian mengenai metode dan strategi pembelajaran bahasa
Indonesia aspek berbicara. Untuk memaksimalkan pemahaman, silahkan Anda
mengerjakan soal latihan berikut ini.

100
Latihan Soal

Kerjakanlah tugas-tugas berikut ini dengan tepat!


1. Jelaskan pengertian konsep-konsep pembelajaran:
a. pendekatan;
b. metode;
c. strategi; dan
d. teknik.
2. Jelaskan pemanfaatan 5 buah pendekatan pembelajaran terhadap pembelajaran
keterampilan berbicara!
3. Bagaimanakah penggunaan metode audiolingual dalam pembelajaran
keterampilan berbicara?
4. Analisislah dua buah metode pembelajaran berbicara, kemudian temukan
kelebihan dan kelemahannya!
5. Rancanglah sebuah strategi pembelajaran bahasa Indonesia aspek berbicara!

Rangkuman

Metode dan strategi merupakan dua aspek yang tak terpisahkan dalam
proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, metode dan strategi saling mengisi
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Metode lebih bersifat prosedural dan
sistemik karena tujuannya untuk mempermudah pengerjaan suatu pekerjaan.
Strategi merupakan taktik atau pola yang dilakukan oleh seorang pengajar
dalam proses belajar bahasa sehingga peserta didik dapat lebih leluasa dalam
berpikir dan dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya secara lebih
mendalam dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Strategi
pembelajaran bahasa Indonesia berarti pula rencana pembelajaran bahasa

101
Indonesia yang dilakukan dengan cermat dan terukur. Dalam strategi
pembelajaran bahasa Indonesia, pengajar mengemas berbagai unsur dalam
pembelajaran, seperti tujuan, bahan, metode, media, dan evaluasi, agar dapat
mempengaruhi para peserta didik mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran
kemampuan berbicara adalah: metode langsung, metode kuantum, metode
komunikatif, metode tematik, metode integratif, metode konstruktivistik, metode
audio-lingual, metode kontekstual, metode partisipatori, metode produktif, metode
cara diam, metode respon fisik total, dan metode sugestopodia.
Strategi pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus-respons.
Selama kedua variabel ini dikuasai oleh pembicara, maka ia dapat dikategorikan
memiliki kemampuan berbicara. Perkembangan strategi pembelajaran berbicara
masih mempertahankan pola stimulus-respons meskipun dengan modifikasi
model yang lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


PT Gramedia Pustaka Utama

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.


Bandung: Remaja Rosda Karya

Nur’aeni, Ida. 2009. Kemampuan Berbicara Argumentatif Anak dalam Keluarga


Multikultural dengan Pola Asuh Otoritatif (Tesis). Bandung: PPS UPI

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sapani, dkk. 1998. Teori Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Depdikbud

Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Metodologi Pengajaran Bahasa 1. Bandung:


Angkasa

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Metodologi Pengajaran Bahasa 2. Bandung:


Angkasa

102
BAB V
MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA

A. Pendahuluan
Awalnya media merupakan alat bantu mengajar guru (teaching aids),
dapat berupa alat bantu visual atau alat lain yang bisa memberikan pengalaman
konkret pada siswa. Sekarang media merupakan suatu alat yang terintegrasikan
dalam proses belajar mengajar karena fungsinya sebagai pengantar pesan.
Beberapa tokoh pendidikan berpendapat bahwa pemakaian media
pembelajaran di dalam interaksi edukatif bukan suatu penghayatan tambahan,
tetapi media tersebut merupakan bagian dari keseluruhan situasi dan proses
interkasi tersebut. Penggunaan media merupakan kesatuan yang diintegrasikan
dengan materi pelajaran, merupakan kesatuan bulat yang tidak terpisahkan. Media
juga merupakan bentuk perantara yang dipakai untuk menyebarkan ide-ide kepada
penerima.

B. Uraian

1. Konsep Dasar Media Pembelajaran

Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius dan merupakan bentuk jamak
dari kata medium yang secara harfiah berarti “perantara“ atau “pengantar”.
Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau
penyalur pesan. Telah banyak pakar dan juga organisasi (lembaga) yang
mendefinisikan media pembelajaran ini, beberapa definisi tentang media
pembelajaran ini adalah sebagai berikut: media pembelajaran atau media
pendidikan adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk media
pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya (Rossi &
Breidle, 1966: 3). Scram,1977 menyampaikan bahwa media adalah teknologi

103
pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sementara itu, NEA, 1969 mengemukakan media merupakan sarana komunikasi
dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya.
Briggs,1970 berpendapat media adalah alat bantu untuk memberikan perangsang
bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar. Lain lagi dengan Miarso, 1989,
yang mengatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan
untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemauan peserta didik untuk belajar.
Dalam buku yang berjudul Effective Teaching of Language Arts, Norton
(198:464) mengutip pendapat Iris Tiadh (1976) bahwa setidaknya terdapat empat
cara media pembelajaran bahasa dapat menstimulasi pengajaran dan
pembelajaran. Pertama, melalui kegiatan menyimak kaset rekaman dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk membaca. Kedua, referensi film
dapat meningkatkan interprertasi visual terhadap buku, menstimulasi minat
membaca buku, menstimulasi kemampuan berbicara dalam berdiskusi, dan
meningkatkan daya imajinasi siswa. Ketiga, seni pertunjukkan dapat menstimulasi
kemampuan lisan, dramatisasi, dan ekspresi seni. Keempat, televisi dapat
digunakan dalam berbagai cara: diskusi kelas untuk menanggapi siaran televisi,
menganalisis isi program siaran, dan mengevaluasi secara kritis siaran yang dilihat
dan didengar.
Dari berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa pada dasarnya semua
pendapat tersebut memosisikan media sebagai suatu alat atau sejenisnya yang
dapat dipergunakan sebagai pembawa pesan dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Pesan yang dimaksud adalah materi pelajaran. Keberadaan media dimaksudkan
agar pesan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didik. Bila
media adalah sumber belajar dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun
peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan
keterampilan dapat disebut sebagai media.
Untuk lebih mengkongkritkan penyajian pesan, sekitar pertengahan abad
20 mulai digunakan alat audio sehingga lahirlah istilah alat bantu audiovisual.
Usaha tersebut terus berlanjut. Edgar Dale mengklasifikasikan sepuluh tingkat

104
pengalaman belajar dari yang paling konkret sampai dengan yang paling abstrak.
Klasifikasi ini dikenal dengan nama kerucut pengalaman Dale.
Abstrak Verbal Simbol Visual Visual Audio Film TV Wisata Demonstrasi
Partisipasi Kongkrit Observasi Pengalaman langsung Kerucut Pengalaman Edgar
Dale Pada akhir tahun 1950-an teori komunikasi mulai masuk memengaruhi
penggunaan alat bantu audiovisual dalam kegiatan pembelajaran. Menurut teori
ini ada tiga komponen penting dalam proses penyampaian pesan yaitu sumber
pesan, media penyalur pesan dan penerima pesan. Sejak saat itu, alat bantu
audiovisual tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, tetapi juga
sebagai alat penyalur pesan. Hanya saja faktor peserta didik yang menjadi
komponen utama dalam proses belajar belum mendapat perhatian. Baru, pada
tahun 1950 – 1965 orang mulai memerhatikan peserta didik sebagai komponen
yang penting dalam proses pembelajaran. Teori tingkah laku ajaran Skinner mulai
memengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini
mendorong orang untuk lebih memerhatikan peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Pada tahun 1965 – 1970 pendekatan sistem mulai menampakkan
pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Pendekatan sistem ini
mendorong penggunaan media sebagai bagian yang integral dalam program
pembelajaran. Setiap program pembelajaran hendaknya direncanakan secara
sistematis dengan memusatkan perhatian pada peserta didik dan berdasarkan
kebutuhan serta karakteristiknya. Media tidak lagi dipandang sebagai alat bantu
tetapi juga diberi wewenang membawa pesan. Untuk itu, media harus dipilih dan
dikembangkan secara sistematis dan digunakan secara integral dalam proses
pembelajaran.
Demikianlah, apabila kita mendengar kata media saat ini, maka istilah
tersebut hendaknya ditafsirkan dalam pengertiannya yang terakhir, meliputi mulai
dari alat bantu, hingga pembawa pesan dari kurikulum.

105
Jenis-Jenis Media
Mengingat banyaknya media dalam pembelajaran, maka pendidik perlu
mengetahui jenis-jenis media sehingga bisa menentukan media yang tepat
digunakan sesuai materi. Jenis media menurut Sanjaya (2006 : 170), media
pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari
sudut mana melihatnya.
a. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi atas: 1) Media auditif, yaitu media
yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara,
seperti radio dan rekaman suara. 2) Media visual, yaitu media yang hanya
dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Jenis media yang tergolong
ke dalam media visual adalah: film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar,
dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain
sebagainya. 3) Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung
unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya
rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya.
Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab
mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.
b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat dibagi ke dalam: 1)
Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak, seperti radio dan
televisi. Melalui media ini peserta didik dapat mempelajari hal-hal atau
kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan
ruangan khusus. 2) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh
ruang dan waktu, seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya.
c. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam: 1)
media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain
sebagainya. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus
seperti film projector untuk memproyeksikan film, slide projector untuk
memproyeksikan film slide, overhead projector (OHP) untuk
memproyeksikan transparansi. Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini,
maka media semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa. 2) media yang tidak
diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.

106
Pendapat lain dikemukakan oleh Rudy Brett (2004: 44), yang
mengklasifikasikan media menjadi 7 (tujuh), yaitu: 1) media audio visual gerak,
seperti: film bersuara, pita video, film pada televisi, televisi, dan animasi; 2)
media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, halaman suara, dan sound
slide; 3) audio semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara; 4) media visual bergerak,
seperti: film bisu. 5) media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microphone,
slide bisu. 6) media audio, seperti: radio, telepon, pita audio. 7) media cetak,
seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.
Berikut ini daftar kelompok media instruksional menurut Anderson, 1976.
1. Audio pita audio (rol atau kaset) piringan audio radio (rekaman siaran)
2. Cetak buku teks terprogram buku pegangan/manual buku tugas
3. Audio – Cetak buku latihan dilengkapi kaset gambar/poster (dilengkapi audio)
4. Proyek Visual Diam film bingkai (slide) film rangkai (berisi pesan verbal)
5. Proyek Visual Diam film bingkai (slide) suara dengan Audio film rangkai suara
6. Visual Gerak film bisu dengan judul (caption)
7. Visual Gerak dengan film suara Audio video/vcd/dvd
8. Benda benda nyata model tirual (mock up)
9. Komputer media berbasis komputer; CAI (Computer Assisted Instructional) &
CMI (Computer Managed Instructional)

Klasifikasi Jenis Media


Jenis media dapat diklasifikasikan menjadi nedia yang tidak diproyeksikan
berupa realia, model, bahan grafis, display dan media yang diproyeksikan OHP,
slide, opaque audio casette, audio vission, active audio media, audio vision,
media video video computer assisted instructional, Media berbasis komputer
(Pembelajaran Berbasis Komputer), dan Multimedia kit Perangkat praktikum
Media yang Tidak Diproyeksikan
• Realita : Benda nyata yang digunakan sebagai bahan belajar
• Model : Benda tiga dimensi yang merupakan representasi dari benda
sesungguhnya

107
• Grafis : Gambar atau visual yang penampilannya tidak diproyeksikan (Grafik,
Chart, Poster, Kartun)
• Display : Medium yang penggunaannya dipasang di tempat tertentu sehingga
dapat dilihat informasi dan pengetahuan di dalamnya.
Media realia yaitu semua media nyata yang ada dilingkungan alam, baik
digunakan dalam keadaan hidup maupun sudah diawetkan. Media-media yang
terdapat di lingkungan sekitar, ada yang berupa benda-benda atau peristiwa yang
langsung dapat kita pergunakan sebagai sumber belajar. Selain itu, ada pula
benda-benda tertentu yang harus kita buat terlebih dulu sebelum dapat kita
pergunakan dalam pembelajaran. Media yang perlu kita buat itu biasanya berupa
alat peraga sederhana dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat di
lingkungan kita. Misalnya tumbuhan, batuan, binatang, insectarium, herbarium,
air, sawah dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa media
terbagi atas: media cetak, audio, visual/audio-visual, multimedia, dan realia
(lingkungan). Akhir-akhir ini media yang disarankan adalah penggunaan media
realia (lingkungan) dan multimedia (TIK). Hal ini disebabkan: (1) pembelajaran
lebih diarahkan kepada pembelajaran kontekstual (CTL) yang banyak
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar; (2) kemajuan dan
perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat menembus ruang dan
waktu, sehingga pembelajaran bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja.
Berbagai jenis media visual yang dapat dipelajari adalah Media visual
yang tidak diproyeksikan, terdiri dari gambar mati, ilustrasi, karikatur, poster,
bagan, diagram, grafik, peta, realia, berbagai jenis papan, sketsa. Media visual
yang diproyeksikan, antara lain OHP, slide, filmstrip, opaque projector.
Program audio membawakan pesan yang memadukan elemen-elemen
suara, bunyi, dan musik beberapa jenis program audio, antara lain berikut ini.
1. Program wicara, berisi suatu pembicaraan yang bersahabat.
2. Wawancara, pembicaraan yang berpangkal pada pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh pewawancara.
3. Diskusi, pembicaraan yang berisi pertukaran ide antara dua orang atau lebih.

108
4. Buletin, merupakan suatu siaran kilat.
5. Warta berita, suatu siaran yang berisi berbagai berita tentang sejumlah
kesaksian mata, laporan suatu kejadian, pidato, komentar, pembicaraan
pendek, dan wawancara.
6. Program dokumenter, program mengenai peristiwa yang sungguh-sungguh
terjadi.
7. Program feature dan majalah udara, program feature terbatas pada satu tema
dalam seluruh acara, sedangkan majalah udara mempunyai dua tema atau
lebih dalam satu acara.
8. Drama audio, suatu sandiwara yang mengandung masalah atau konflik
kejiwaan.

Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran


Media Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari
segi kemampuan, cara pembuatan, maupun cara penggunaannya. Memahami
karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus
dimiliki pendidik dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan media
pengajaran. Di samping itu, memberikan kemungkinan pada pendidik untuk
menggunakan berbagai jenis media secara bervariasi. Apabila kurang memahami
karakteristik media tersebut, pendidik akan dihadapkan kepada kesulitan dan
cenderung bersikap spekulatif.
Oleh karena itu, sebelum menggunakan media dalam pembelajaran,
pendidik harus memahami karakteristik, jenis serta pengelompokkan media yang
akan digunakannya. Pendidik harus menyakinkan dirinya bahwa media yang akan
digunakan tersebut, benar-benar bisa memberikan nilai positif terhadap kualitas
pembelajaran yang akan dilakukan. Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa
setiap media memiliki karakteristik dan keampuhan masing-masing, maka
diharapkan kepada pendidik agar mampu menentukan pilihannya sesuai dengan
kebutuhan pada saat melakukan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimaksudkan
agar jangan sampai penggunaan media menjadi penghalang proses belajar
mengajar yang dilakukan pendidik di kelas. Harapan yang besar tentu saja agar

109
media menjadi alat bantu yang dapat mempercepat/mempermudah pencapaian
tujuan pembelajaran. Ketika suatu media akan dipilih, atau suatu media akan
dipergunakan, ketika itulah beberapa prinsip pemilihan media perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan oleh pendidik.
Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan,
melainkan didasarkan pada kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik
pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa
akibat panjang yang tidak diinginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan yang
harus kita jawab sebelum menentukan pilihan media tertentu.
Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
media pembelajaran diuraikan sebagai berikut.
a) Tujuan Apa tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai? Apakah
tujuan itu masuk kawasan kognitif, afektif , psikomotor atau kombinasinya?
Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan,
pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah perlu gerakan atau
cukup visual diam? Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan pendidik
pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual
gerak, audio visual gerak dan seterusnya.
b) Sasaran didik yang akan menggunakan media? bagaimana karakteristik
mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, apakah ada
yang berkelainan, bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya.
Apabila kita mengabaikan kriteria ini, maka media yang dipilih atau dibuat
tentu tak akan banyak gunanya. Mengapa? Karena pada akhirnya sasaran
inilah yang akan mengambil manfaat dari media pilihan kita itu. Oleh karena
itu, media harus sesuai benar dengan kondisi mereka.
c) Karateristik media yang bersangkutan Bagaimana karakteristik media
tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya, sesuaikah media yang akan kita
pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai? Kita tidak akan dapat memilih
media dengan baik jika kita tidak mengenal dengan baik karakteristik masing-
masing media. Karena kegiatan memilih pada dasarnya adalah kegiatan
membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai

110
dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media
tertentu, pahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut.
d) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media
yang akan kita pilih, serta berapa lama waktu yang tersedia atau yang kita
memiliki, cukupkah? Pertanyaan lain adalah, berapa lama waktu yang
diperlukan untuk menggunakan media tersebut dan berapa lama alokasi waktu
yang tersedia dalam proses pembelajaran? Tak ada gunanya kita memilih
media yang baik, tetapi kita tidak cukup waktu untuk menggunakannya.
Jangan sampai pula terjadi, media yang telah kita buat dengan menyita banyak
waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajaran ternyata kekurangan
waktu.
e) Biaya faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media.
Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Apalah artinya kita
menggunakan media, jika akibatnya justru pemborosan. Oleh sebab itu, faktor
biaya menjadi kriteria yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya yang kita
perlukan untuk membuat, membeli atau meyewa media tersebut? Bisakah kita
mengusahakan biaya tersebut? Apakah besarnya biaya seimbang dengan
tujuan belajar yang hendak dicapai? Tidak mungkinkah tujuan belajar itu tetap
dapat dicapai tanpa menggunakan media itu, adakah alternatif media lain yang
lebih murah namun tetap dapat mencapai tujuan belajar? Media yang mahal,
belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan belajar, dibanding media
sederhana yang murah.
f) Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi
pertimbangan kita. Adakah media yang kita butuhkan itu di sekitar kita, di
sekolah atau di pasaran? Kalau kita harus membuatnya sendiri, adakah
kemampuan, waktu tenaga dan sarana untuk membuatnya? Kalau semua itu
ada, petanyaan berikutnya tersediakah sarana yang diperlukan untuk
menyajikannya di kelas? Misalnya, untuk menjelaskan tentang proses
tejadinya gerhana matahari memang akan lebih efektif jika disajikan melalui

111
media video. Namun karena di sekolah tidak ada aliran listrik atau tidak punya
video player, maka sudah cukup bila digunakan alat peraga gerhana matahari.
g) Konteks penggunaan Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi
dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah
untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok besar atau massal? Dalam
hal ini kita perlu merencanakan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang
akan kita gunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan
bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.
h) Mutu Teknis Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai
yang telah ada, misalnya program audio, video, garafis atau media cetak lain.
Bagaimana mutu teknis media tersebut, apakah visualnya jelas, menarik dan
cocok? Apakah suaranya jelas dan enak didengar? Jangan sampai hanya
karena keinginan kita untuk menggunakan media saja, lantas media yang
kurang bermutu kita paksakan penggunaannya. Perlu diingat bahwa jika
program media itu hanya menyajikan sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan
oleh guru dengan lebih baik, maka media itu tidak perlu lagi kita gunakan.
Prinsip-prinsip penggunaan media menurut Nana Sudjana (2005) adalah:
1) Menentukan jenis media dengan tepat; artinya, sebaiknya pendidik memilih
terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran
yang akan diajarkan; 2) Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat;
artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat
kematangan/kemampuan peserta didik; 3) Menyajikan media dengan tepat;
artinya, teknik dan metode penggunaan media dalam pembelajaran harus
disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu, dan sarana yang ada; dan 4)
Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang
tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana, pada waktu mengajar apa media
digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar terus-
menerus menjelaskan sesuai dengan media pembelajaran.
Keempat prinsip ini hendaknya diperhatikan oleh pendidik pada waktu ia
menggunakan media pembelajaran. Jadi, kriteria utama dalam pemilihan media
pembelajaran adalah ketepatan tujuan pembelajaran, artinya dalam menentukan

112
media yang akan digunakan dasar pertimbangannya adalah bahwa media tersebut
harus dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan. Mc,
Connel (1974) mengatakan bila itu sesuai pakailah !, ”If the medium fits, use it”,
artinya pemilihan media harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan
karakteristik media yang bersangkutan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan media ini,
diantaranya: 1) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya bahan pelajaran
yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi, sangat memerlukan bantuan
media agar lebih mudah dipahami peserta didik; 2) Kemudahan dalam
memperoleh media yang akan digunakan; artinya media yang diperlukan mudah
diperoleh. Media grafis umumnya mudah diperoleh bahkan dibuat sendiri oleh
pendidik; 3) Keterampilan pendidik dalam menggunakannya; apapun jenis media
yang diperlukan, syarat utama adalah pendidik dapat menggunakannya dalam
proses pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya,
tetapi dampak dari penggunaan oleh pendidik pada saat terjadinya interaksi
belajar dengan lingkungannya; 4) Tersedia waktu untuk menggunakannya;
sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi peserta didik selama pembelajaran
berlangsung; 5) Sesuai dengan taraf berpikir peserta didik; memilih media untuk
pembelajaran harus sesuai dengan taraf berfikir peserta didik sehingga makna
yang terkandung di dalamnya mudah dipahami. Beberapa pakar pendidikan telah
banyak memberikan arahan tentang bagaimana model/prosedur pemilihan media
yang tepat untuk berbagai situasi belajar serta sesuai dengan karakteristik materi
yang akan diajarkannya.
Jika dilihat dari bentuknya, cara-cara pemilihan media menurut Flow
chart, yaitu model yang menggunakan sistem pengguguran/eliminasi dalam
pengambilan keputusan pemilihan media. Reiser dan Gagne (1983). adalah salah
satu yang mengembangkan model pemilihan media menggunakan model flow
chart.
Secara umum, Reiser dan Gagne memberikan suatu tuntunan kepada
pendidik yang akan mempergunakan media dalam proses pembelajaran. Proses

113
pemilihan media yang akan dipergunakan tersebut sangat tergantung kepada
karakteristik dari materi pelajaran yang akan diajarkan. Ada beberapa pertanyaan
yang harus kita jawab sebelum kita mengambil keputusan untuk menentukan jenis
media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Beberapa
pertanyaan yang dimaksud adalah:
✓ Apakah pelajaran yang akan disampaikan merupakan sikap atau berupa
informasi verbal?;
✓ Apakah menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan keterampilan?;
✓ Apakah menyangkut pembelajaran keterampilan praktis?;
Untuk menentukan pilihan medianya, pola alur berpikir kita akan dipandu
oleh sebuah diagram alur (flow chart) dengan diagram alur ini kita sebagai
pendidik akan dengan mudah memilih media yang tepat sesuai dengan
karakteristik dan kandungan materi pelajaran yang akan diajarkan. Contoh
pemilihan media yang berdasarkan modus siarannya. Artinya, jika rancangan
pembelajaran yang dimaksud untuk pembelajaran jarak jauh (Distance Learning),
lebih baik menggunakan media radio, media TV.
Untuk jenis pemilihan berdasarkan modus siaran ini dikembangkan oleh
Gagne dan Reiser, dijelaskan sebagai berikut: 1) Langkah pertama yang dilakukan
pendidik sebelum melakukan pemilihan media berdasarkan modus siarannya
adalah menentukan tujuan dari pembelajaran; 2) Setelah tujuan ditetapkan,
identifikasi materi atau konten yang akan diajarkan sesuai tujuan yang telah
ditetapkan tersebut apakah menyangkut masalah sikap verbal atau tidak? Jika
jawabannya ”ya”, maka pertanyaan berikutnya adalah apakah secara spesifik
materi tersebut hanya menyangkut ”Sikap”? jika jawabannya ”ya”, maka media
yang cocok untuk digunakan adalah: ”siaran radio, siaran TV, drama radio dan
drama TV”; 3) Sebaliknya jika jawabannya ”tidak”, maka masuk ke kotak sebelah
kanan, dengan kata lain materi pelajaran hanya berhubungan atau tentang verbal
saja. Sampai di sini kita belum memutuskan jenis media yang akan digunakan,
tetapi harus menjawab satu pertanyaan lagi yaitu ”Apakah materi tersebut
membutuhkan atau tergantung pada informasi ”visual?”. Jika ”ya”, maka pilihan
media jatuh pada televisi. Kembali lagi ke awal diagram alur, tepatnya pada

114
pertanyaan awal, apakah materi pelajaran yang telah ditetapkan menyangkut
masalah sikap verbal atau tidak? Jika jawabannya ”tidak”, berarti materi tersebut
berhubungan dengan ”keterampilan”; dan 4) Sampai langkah ini, kita diarahkan
pada pertanyaan ”Apakah keterampilan fisik atau bukan?” Jika jawabannya ”ya”,
maka media yang cocok adalah ”siaran TV dengan tutor”, sebaliknya jika
jawabannya ”tidak”, maka pilihan medianya jatuh pada ”siaran radio dengan
tutor”. (Sadiman dkk., 1984: 89)
Kriteria paling utama dalam pemilihan media adalah media harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.
Contoh: bila tujuan atau kompetensi pembelajaran bersifat menghafalkan kata-
kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau
kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan, media cetak yang lebih
tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas),
media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya
yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya, ketepatgunaan; keadaan
peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis.

2. Pemanfaatan Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara


Pemilihan Media sesuai Karakteristik Materi Belajar bahasa adalah belajar
berkomunikasi, maka media yang digunakan harus mendukung konsep
pembelajaran bahasa tersebut. Pemilihan media yang kurang tepat bukan
membantu peserta didik untuk terampil berbahasa melainkan sebaliknya. Untuk
itu pendidik diharapkan mampu memilih media yang tepat dan efisien untuk
memperlancar proses belajar mengajar dalam upaya menguasai kompetensi yang
diharapkan. Ketika pendidik akan memilih media yang akan digunakan di dalam
pembelajaran ada dua bentuk pemilihan yang mungkin terjadi: Pertama,
pemilihan tertutup, hal ini dilakukan apabila alternatif media telah ditentukan
“dari atas” (misalnya oleh Dinas Pendidikan), sehingga mau tidak mau jenis
media itulah yang harus dipakai. Kedua, model pemilihan terbuka merupakan
kebalikan dari pemilihan tertutup. Artinya, kita masih bebas memilih jenis media
apa saja yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Kalau pun kita memilih,

115
maka yang kita lakukan lebih banyak ke arah pemilihan topik atau pokok bahasan
yang cocok dimediakan pada jenis media tertentu. Misalnya saja, telah ditetapkan
bahwa media yang digunakan adalah media audio. Dalam situasi demikian,
bukanlah mempertanyakan mengapa media audio yang digunakan dan bukan
media lain? Jadi, yang harus kita lakukan adalah memilih topik-topik apa saja
yang tepat untuk disajikan melalui media audio.
Pengembangan media berbasis lingkungan sekitar perlu dilakukan oleh
pendidik untuk mencapai pembelajaran yang efektif. Lingkungan sekitar yang
dapat dikembangkan meliputi: sekolah, perpustakaan, pasar tradisional, dan
tempat wisata. Adapun cara pengembangannya sebagai berikut:
a. Sekolah Segala sesuatu yang ada di sekitar sekolah dapat dijadikan media
pembelajaran yang baik. Contoh pembelajaran: Peserta didik mengunjungi
sekolah dasar terdekat bersama pendidik. Peserta didik mewawancarai orang-
orang yang ada di sana berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan
sebelumnya. Peserta didik memperhatikan suasana dan keadaan sekolah untuk
dilaporkan secara lisan.
b. Perpustakaan merupakan media yang baik terutama untuk pembelajaran yang
memerlukan media visual atau grafis. Contoh pembelajaran: Peserta didik
bersama pendidik mengunjungi perpustakaan. Peserta didik bertanya kepada
petugas bagaimana cara meminjam buku atau hal lain.
c. Pasar tradisional dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk materi
yang berkaitan dengan budaya.Contoh pembelajaran: Peserta didik bersama
pendidik pergi ke pasar tradisional. Pembelajar berusaha menawar sesuatu dan
membelinya kalau harganya sesuai. Peserta didik menyampaikan kesan
kunjungannya dalam bentuk tertulis.
d. Tempat Wisata Materi budaya dapat menggunakan tempat wisata sebagai
media pembelajarannya. Contoh pembelajaran: Peserta didik berwisata ke
Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat. Peserta didik menyimak cerita
legenda Gunung Tangkuban Perahu selama di perjalanan. Peserta didik
bercakap-cakap dengan petugas dan wisatawan domestik yang dijumpainya.

116
Peserta didik membaca rambu-rambu yang ada di tempat tersebut. Peserta
didik menulis laporan perjalanan sejak berangkat hingga pulang.
Ragam media pembelajaran dan contoh pembelajarannya di atas hanya
alternatif. Pengembangannya dapat dilakukan sesuai dengan kreativitas pendidik.
Berikut ini akan disajikan contoh aplikasi media pembelajaran dalam
pembelajaran bahasa Indonesia aspek berbicara.
Dalam pembelajaran berbicara media yang dapat digunakan yaitu: kartu
kata dan gambar. 1) Kartu kata, guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi kata-
kata ungkapan kemudian siswa disuruh membuat kalimat menggunakan kata
ungkapan yang diperoleh dari kartu yang diambil; dan 2) Gambar, siswa dapat
menceritakan isi gambar yang dipasang di depan kelas secara sistematis sehingga
menjadi satu cerita yang utuh.

Latihan Soal

1. Jelaskan yang dimaksud dengan media pembelajaran bahasa Indonesia?


2. Jelaskan manfaat media dalam pembelajaran bahasa Indonesia aspek
berbicara?
3. Bagaimanakah pemilihan media yang tepat dalam pembelajaran bahasa
Indonesia aspek berbicara?
4. Berikanlah contoh penggunaan media pembelajaran bahasa Indonesia aspek
berbicara?
5. Menurut pendapat Anda, apakah kelebihan dan kelemahan setiap media
pembelajaran bahasa Indonesia aspek berbicara?

Rangkuman

Medium secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar”. Media


merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan programmed
instruction merupakan materi untuk belajar mandiri. Media realia yaitu semua

117
media nyata yang ada di lingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup
maupun sudah diawetkan.
Kriteria paling utama dalam pemilihan media adalah media harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Jika
tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan, media cetak
yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak
dan aktivitas), media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat
kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya,
ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis.
Pengembangan media berbasis lingkungan sekitar perlu dilakukan oleh
pendidik untuk mencapai pembelajaran yang efektif. Keefektifan pembelajaran ini
dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik. Lingkungan sekitar yang
dapat dikembangkan meliputi: sekolah, perpustakaan, pasar tradisional, dan
tempat wisata.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bretz, Rudy. 1971. A Taxonomi of Communication Media. Education Technology


Publication, Englewood,

Briggs, Leslie J. (1970) Instructional Design Principle and Aplication. New


Jersey: Prentice Hall inc.

Cliffs, N.J Dale, E. (1969). Audio Methos in Teaching. (Third Edition) New York:
The Dryden Press,

Holt, Rinehart and Winston, Inc. Gagne, R.M. (1970) The Condition of Learning.
New York Hort Rinehart, and Winston, Inc. (Original work published 1965)

Heinich, Molenda, dan Russel, 1969. Instructional Media. New York: Macmillan

Miarso, Yusufhadi. (2004) Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta:


Prenada Media.

Nana Sudjana, Ahmad Rivai. (2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algendindo.

118
Norton, Donna E. 1989. The Effective Teaching of Language Arts. Ohio: Merrill
Publishing

Sadiman, Arief S., R. Rahardjo, Anung Haryono, Rahardjito. 1990. Media


Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: CV
Rajawali.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana

Schramm, Wilbur. 1977. Big Media and Little Media. Tools and Technology for
Instruction, Sage Publications. Inc California

Susilana, Rudi & Cepi Riyana. (2007). Media Pembelajaran. Bandung: CV


Wacana Prima.

119
BAB VI

EVALUASI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA

A. Pendahuluan

Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sebuah proses


pembelajaran. Evaluasi menempati posisi yang cukup penting untuk melihat
ketercapaian tujuan pembelajaran. Sebuah proses pembelajaran dikatakan
berhasil, jika setelah dilakukan evaluasi hasilnya menunjukkan sebagian besar
siswa lulus atau sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Penilaian merupakan sebuah kegiatan yang kompleks. Terdapat berbagai
faktor yang terlibat dan harus diperhitungkan dalam kegiatan penilaian, dan tidak
hanya mengandalkan perasaan saja. Bukan hanya menilai hasil belajar siswa,
melainkan faktor yang lain juga, seperti pembelajaran itu sendiri. Artinya,
berdasarkan informasi yang diperoleh dari penilaian terhadap hasil belajar siswa
dapat pula dipergunakan sebagai umpan balik penilaian tehadap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan.
Demikian pula dalam pembelajaran bahasa aspek berbicara, terdapat
beberapa kriteria untuk menentukan apakah siswa lulus atau tidak lulus pada
aspek ini. Dari hasil evaluasi diperoleh informasi tentang keberhasilan atau
ketidakberhasilan siswa dalam pembelajaran berbicara, dapat dilihat pula kinerja
guru dalam mengadakan pembelajaran, dan dapat ditelusuri kendala-kendala yang
dihadapi baik oleh guru maupun siswa. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru
untuk menguasai kegiatan evaluasi pembelajaran berbicara.

B. Uraian
1. Pengertian Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Evaluasi pembelajaran bahasa aspek berbicara atau disebut juga dengan
nama evaluasi keterampilan berbicara merupakan bagian dari evaluasi
kemampuan berbahasa yang bersifat produktif. Selain keterampilan berbicara,
keterampilan bahasa yang bersifat produktif yang lain adalah keterampilan
menulis. Keduanya bersifat aktif produktif, tetapi keterampilan berbicara dan

120
menulis berbeda pada sarana yang digunakan. Keterampilan berbicara secara
lisan, sedangkan menulis secara tulisan.
Tes kemampuan berbicara adalah sebuah tes yang bertujuan untuk
mengetahui dan mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap bahasa lisan yang
meliputi ketepatan bahasa, nada suara, ekspresi wajah, dan sebagainya
(Nurgiyantoro, 2001:276)
Sementara itu, Djiwandono (1996:69) mengemukakan bahwa tes
kemampuan berbicara adalah tes yang dilakukan secara lisan untuk mengukur
tingkat penguasaan kemampuan bahasa yang telah dimiliki oleh siswa. Tes
berbicara ini dapat diselenggarakan secara terkendali dan bebas
Berbicara aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam
kehidupan berbahasa setelah mendengarkan. Untuk dapat berbicara dalam suatu
bahasa dengan baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata
yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau
gagasan yang akan disampaikan , serta kemampuan memahami bahasa lawan
bicara.
Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan
motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain. Selain itu, dapat pula
karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan
dalam situasi yang demikian kejelasan penuturan tidak semata-mata ditentukan
oleh ketepatan bahasa (verbal) yang dipergunakan saja, melainkan amat dibantu
oleh unsur paralinguistik seperti gerakan-gerakan tertentu, ekspresi wajah, nada
suara, dan sebagainya. Situasi pembicaraan (santai, serius, wajar, tertekan) dalam
banyak hal juga turut mempengaruhi keadaan dan kelancaran pembicaraan.
Hal lain yang mempengaruhi keadaan pembicaraan adalah masalah yang
menjadi topik pembicaraan dan lawan bicara. Kedua hal tersebut sangat esensial
dan harus diperhitungkan dalam tes kemampuan berbicara.
Sejalan dengan pendapat-pendapat tersebut, berbicara sebenarnya
merupakan kemampuan yang melibatkan beberapa faktor yaitu, kesiapan belajar,
kesiapan berpikir, kesiapan mempraktikkan, motivasi, dan bimbingan. Apabila
salah satu faktor tidak dikuasai dengan baik, akan terjadi kelambatan pada saat

121
dikuasai dan mutu bicara akan menurun (Mackey dalam Hastuti P.H., 1985:6).
Semakin tinggi kemampuan seseorang menguasai kelima hal tersebut, semakin
baik pula penampilan dan penguasaan berbicaranya. Sebaliknya, semakin rendah
kemampuan seseorang untuk menguasai kelima unsur tersebut, semakin rendah
pula kemampuan berbicaranya. Akan tetapi, sangat sulit bagi kita untuk menilai
faktor-faktor itu karena sulit diukur.
Berdasarkan fakta bahwa kegiatan berbicara cenderung dapat diamati
dalam konteks nyata saat siswa berbicara, maka dalam kegiatan berbicara dapat
dikembangkan penilaian kinerja. Penilaian kinerja bertujuan menguji kemampuan
siswa dalam mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilannya (apa yang
mereka ketahui dan dapat mereka lakukan) pada situasi nyata dan konteks
tertentu. Berikut ini akan disajikan beberapa bentuk-bentuk tes kemampuan
berbicara.

2. Alat-alat Evaluasi Keterampilan Berbicara


Bentuk-bentuk tes kemampuan berbicara yang dipilih seharusnya bersifat
fungsional. Bukan hanya dapat mengungkapkan kemampuan berbahasa, tetapi
harus bisa mengungkap juga kemampuan siswa untuk mengungkapkan gagasan,
ide, pendapat, perasaan, dan pikirannnya secara normal. Tes kemampuan
berbicara menuntut siswa menunjukkan kemampuan dan penguasaannya terhadap
beberapa aspek dan kaidah penggunaan bahasa yang diungkapkan secara lisan.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk tes kemampuan berbicara.
a. Pembicaraan berdasarkan gambar
Bentuk tes yang dapat diberikan kepada siswa berdasarkan gambar dapat
berupa (1) pemberian pertanyaan, dan (2) bercerita
b. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Wawancara
efektif dalam pembelajaran bahasa terutama untuk mengetahui keterampilan
berbicara siswa termasuk mengetahui penguasaan kosakata siswa. Ketika
wawancara berlangsung usahakan berlangsung dalam suasana santai tidak
tegang. Guru harus berupaya membangkitkan kepercayaan diri siswa dan

122
berupaya untuk tidak mempermalukan siswa di depan kelas. Siswa dimotivasi
untuk dapat menjawab dengan baik dan lancar. Kesalahan siswa dapat
dikoreksi pada saat wawancara berlangsung dengan cara yang halus, tidak
bersifat menggurui.
c. Bercerita
Pemberian tugas kepada siswa untuk bercerita juga merupakan salah satu
cara untuk mengungkap kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis.
Untuk dapat bercerita, palling tidak ada dua hal yang harus dikuasai oleh
siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih
bahasa) dan unsur “apa” yang diceritakan. Ketepatan, kelancaran, dan
kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan berbicara siswa.
d. Pidato
Dalam berpidato terdapat beberapa cara untuk mengukurnya. Aspek-aspek
yang terdapat dalam penilaian berpidato hampir sama dengan bercerita.
Kejelasan mengenai instrument penilaian berpidato akan diperoleh pada
bahasan selanjutnya.
e. Diskusi
Diskusi merupakan salah satu cara yang efektif untuk menilai kemampuan
berbicara siswa. Dalam aktivitas berdiskusi, siswa berlatih untuk
mengungkapkan gagasan-gagasannya, menanggapi gagasan kawan-kawannya
secara kritis, dan mempertahankan gagasan sendiri dengan argumentasi secara
logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, kemampuan dan
kefasihan berbicara sangat menentukan.

3. Tingkatan Kognitif dalam Evaluasi Keterampilan Berbicara


Tes kemampuan berbicara di sekolah tidak hanya berupa tes teoretis, tetapi
juga secara praktis. Hal ini disebabkan dalam keterampilan berbicara dibutuhkan
kemampuan menguasai konsep kebahasaan dan aspek di luar kebahasaan (aspek
linguistik dan paralinguistik). Dengan demikian, dalam evaluasi pembelajarn
berbicara bukan hanya penguasaan secara kognitif, tetapi bagaimana siswa
membawakan konsep/materi pembicaraan secara performasi, dan sikap (afeksi)

123
juga turut menjadi bahan pertimbangan dalam mengukur kemampuan berbicara
siswa.
Tingkatan kognitif yang terdapat dalam alat evaluasi pembelajaran
berbicara meliputi enam tingkatan. Keenam tingkatan tersebut meliputi ingatan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
a. Tes Kemampuan Berbicara Tingkat Ingatan
Tes kemampuan berbicara pada tingkat ingatan umumnya lebih bersifat
teoritis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya
tentang pengertian, fakta dan sebagainya. Pada tes tingkat ini data juga berupa
tugas yang dimaksudkan untuk mengungkap tingkat kemampuan ingatan
siswa secara lisan.
b. Tes Kemampuan Berbicara Tingkat Pemahaman
Seperti halnya tes tingkat ingatan, tes kemampuan berbicara tingkat
pemahaman juga masih lebih bersifat teoritis, menanyakan masalah-masalah
yang berhubungan dengan berbagai tugas berbicara. Tidak berbeda dengan tes
tingkat ingatan, tes tingkat pemahamanpun dapat pula dimaksudkan untuk
mengungkapkan kemampuan pemahaman siswa secara lisan. Contoh tugas
yang lain misalnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan erdasarkan
pemahaman siswa terhadap gambar susun yang disediakan.
c. Tes Kemampuan Berbicara Tingkat Penerapan
Tes kemampuan berbicara pada tingkat penerapan tidak lagi bersifat teoritis,
melainkan menghendaki siswa untuk praktik berbicara. Tes tingkat ini
menuntut siswa untuk mampu menerapkan kemampuan berbahasanya untuk
berbicara dalam situasi dan masalah tertentu untuk keperluan berkomunikasi.
Untuk mengungkapkan kemampuan berbicara siswa tingkat penerapan, kita
dapat memilih pembicaraan dalam berbagai situasi dan berbagai subjek
melalui bentuk permainan simulasi. Dengan simulasi, situasi pembicaraan
seperti halnya dalam kehidupan nyata tertentu dapat diciptakan. Cara untuk
mengungkapkan kemampuan berbicara siswa yang lain, misalnya setelah
siswa diajar pola-pola struktur atau ungkapan-ungkapan yanga biasa

124
dipergunakan dalam situasi pembicaraan tertentu, siswa diminta untuk
mempraktekkannya dalam situasi pembicaraan yang konkret.
Untuk tes kemampuan berbicara tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi
sungguh tidak mudah dilakukan karena gagasan dalam suatu pembicaraan
biasanya merupakan satu kesatuan yang padu. Oleh Karena itu, hal yang lebih
penting bagi kita adalah bagaimana memilih tugas berbicara yang kiranya dapat
mengungkap tingkat keterampilan dan kemampuan siswa secara maksimal.

4. Instrumen Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Berbicara


Berdasarkan fakta bahwa kegiatan berbicara cenderung dapat diamati
dalam konteks nyata saat siswa berbicara, maka dalam kegiatan berbicara dapat
dikembangkan penilaian kinerja. Penilaian kinerja bertujuan menguji kemampuan
siswa dalam mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilannya (apa yang
mereka ketahui dan dapat mereka lakukan) pada situasi nyata dan konteks
tertentu. Berikut ini adalah contoh instrumen untuk penilaian kinerja yang dapat
dipergunakan untuk menilai kemampuan berbicara siswa.
Instrumen penilaian berpidato dengan menggunakan checklist
Nama : Raras

Petunjuk:
Tulislah tanda cek () pada bagian kosong di bawah ini ( ) untuk hal-hal yang Anda
anggap sesuai!
I. Ekspresi Fisik (Physical Expression)
A. Berdiri tegak melihat pada khalayak
B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan yang disajikan
C. Gerak tubuh dan gerak tangan (unsur kinesik) membantu memberikan
penegasan
II. Ekspresi Suara (Vocal Expression)
A. Berbicara dengan kata-kata yang jelas
B. Nada suara berubah-ubah sesuai dengan pernyataan yang ditekankan
C. Berbicara cukup keras untuk didengar oleh khalayak
III. Ekspresi Verbal
A. Memilih kata-kata yang tepat untuk menegaskan arti
B. Tidak mengulang-ulang pernyataan
C. Menggunakan kalimat yang lengkap untuk mengutarakan satu kalimat
D. Menyimpulkan pokok-pokok pikiran yang penting

125
Penilaian mengenai kemampuan kinerja dapat juga dilakukan dengan
menggunakan skala penilaian (rating scale). Walaupun cara ini serupa dengan
checklist, tetapi skala penilaian memungkinkan penilai menilai peserta didik
secara kontinum tidak lagi dengan model dikotomi.Dengan kata lain,kedua cara
ini sama-sama berdasarkan pada beberapa kumpulan keterampilan atau
kemampuan,kineja yang hendak di ukur : checklist hanya memberikan dua
katagori penilaian,sedangkan skala penilaian memberikan lebih dari dua kategori
penilaian.Paling tidak ada tiga jenis penilaian,yaitu (1) numerical rating scale; (2)
graphic rating scale; (3) descriptive rating scale. Contoh ketiga skala penilaian
ini dapat di lihat pada tabel 2,3,dan 4 berikut.
Instrumen penilaian berpidato dengan menggunakan numerical rating scale
Nama : Arya

Petunjuk:
Untuk setiap kemampuan, berilah lingkaran pada nomor
1. bila peserta didik selalu melakukan
2. bila peserta didik kadang-kadang melakukan
3. bila peserta didik jarang melakukan
4. bila peserta didik tidak pernah melakukan
I. Ekspresi Fisik
A. Berdiri tegak melihat pada khalayak
1 2 3 4
B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan yang disajikan
1 2 3 4

126
Instrumen penilaian berpidato dengan menggunakan graphic rating scale
Nama : Raras

Petunjuk:
Tulislah tanda silang (X) pada garis yang sesuai dengan kemampuan peserta didik pada
waktu pidato!
I. Ekspresi Fisik
A. Berdiri tegak melihat pada khalayak

selalu kadang-kadang jarang tidak pernah

B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan yang disajikan

selalu kadang-kadang jarang tidak pernah

Instrumen penilaian berpidato dengan menggunakan descriptive rating scale


Nama : Raras

Petunjuk:
Tulislah tanda silang (X) pada garis yang sesuai dengan kemampuan peserta didik pada waktu
pidato!
J. Ekspresi Fisik
A. Berdiri tegak melihat pada khalayak

berdiri tegak, kadang-kadang berdiri tegak, tidak pernah berdiri


selalu melihat melihat ke langit-langit tegak, mata tidak
pada khalayak kadang-kadang melihat khalayak pernah berkontak
dengan khalayak

Pada dasarnya, daftar penilaian kinerja berisi elemen-elemen penilaian


yang telah dirumuskan secara rinci ( merupakan definisi oprasional suatu variable
hasil belajar yang dinilai, merupakan daftar fakta atau bukti bahwa variabel itu
ada atau terjadi. Penilaian kinerja hendaknya telah di sepakati oleh guru dan

127
peserta didik . Dalam hal ini, peserta didik dapat juga penilaian pada diri mereka
sendiri. Berikut ini adalah contoh penilaian kinerja untuk berbicara ( wawancara )
dengan kolom khusus untuk peserta didik dan guru (Nurgiantoro, 1998; Kisyani-
Laksono, 2003).
Contoh penilaian kinerja untuk berbicara ( wawancara )
No Elemen Skor Penilaian
Skor yang Skor yang diberikan
mungkin Sendiri Guru
diberikan
1 Tekanan dan ucapan
sudah standar
2 Tatabahasa digunakan
dengan benar: tidak
lebih dari dua kesalahan
3 Kosakata teknis dan
umum digunakan
dengan tepat
4 Pembicaraan dalam
segala hal lancar
5 Pemahaman terhadap
segala sesuatu dalam
percakapan normal dan
koloqial

Untuk menentukan secara periodik mengenai kualitas kinerja peserta didik


dapat di gunakan rubrik. Dalam rubrik, peserta didik dapat diminta menetapkan
skor rubrik dan maenjelaskan mengapa memilih skor itu. Dalam hal ini, guru dari
tingkat kelas bebeda atau guru mata pelajaran berbeda dapat menggunakan rubrik
yang sama. Berikut ini adalah rubrik berbicara ( wawancara ).
AB Ucapan sudah standar
Tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya wawancara
Penggunaan kosakata teknis dan umum terkesan luas dan tepat
sekali
Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus
Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal dan koloqial
B Tidak ada salah ucap yang mencolok, mendekati ucapan standar
Sedikit terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola
Penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum
tepat digunakan sesuai dengan situasi social
Pembicaraan lancar dan halus, tetapi sekali-kali masih kurang ajeg

128
Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal kecuali yang
bersifat koloqial
CB Pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang tidak
menyebabkab kesalahpahaman
Kadang-kadang terjadi kesalahan dalampenggunaan pola tertentu,
tetapi tidak mengganggu komunikasi
Penggunaan kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang
masalah tertentu, tetapi penggunaan kosakata umum terasa
berlebihan
Pembicaraan kadang-kadang masih ragu, pengelompokan kata-kata
kadang-kadang tidak tepat
Memahami percakapan normal dengan lebih baik, kadang-kadang
masih perlu penjelasan dan pengulangan
C Pengaruh ucapan asing (daerah) yang mengganggu dan
menimbulkan salah ucap yang dapat menyebabkan
kesalahpahaman
Sering terjadi kesalahan pada pola tertenu karena kurang cermat
yang dapat menggnggu komunikasi
Pembicaraan sering nampak ragu, kalimat tidak lengkap
Pemilihan kosakata sering tidak tepat dan keterbatasan
penggunaannya menghambat kelancaran komunikasi dalam
masalah social dan professional
Memahami percakapan sederhana dengan baik, dalam hal tertentu
masih perlu penjelasan dan pengulangan
J Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan
pemahaman, menghendaki u ntuk selalu diulang
Ada kesalahan dalam penggunaan pola-pola pokok secara tetap
yang selalu mengganggu komunikasi
Penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan dasar personal
(waktu, makanan, transportasi)
Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk kalimat
pendek dan rutin
Memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan
dan pengulangan
AJ Ucapan sering tidak dapat dipahami
Penggunaan tatabahasa hampir selalu tidak tepat
Penggunaan kosakata tidak tepat dalam perpcakapan yang paling
sederhana sekalipun
Pembicaraan selalu terhenti dan terputus-putus
Memahami sedikit isi percakapan yang paling sederhana
Catatan: AB= amat baik, B= baik, CB=cukup baik, C=cukup, J=Jelek, dan AJ=
amat jelek

129
Model lain yang digunakan dalam berbicara ( khususnya dalam pidato dan
cerita ) adalah sebagai berikut: Skala yang digunakan adalah skala 0: sangat buruk
s.d. 10 sangat baik ( Nurgiantoro,1988:265 ).
(a) Keakuratan informasi
(b) Hubungan antarinformasi
(c) Kecepatan struktur dan kosakata
(d) Kelancaran
(e) Kewajaran urutan wacana
(f) Gaya pengucapan
Dalam hal ini masing-masing butir penilaian dapat saja mempunyai bobot
yang tidak sama,tergantung pada apa yang menjadi pumpunan ( focus ) pada saat
itu. Yang penting, jumlah semua bobot penilaian 10 sehingga mudah untuk
mendapatkan nilai akhirnya, yaitu ( jumlah nilai x bobot ):10.Misalnya:
butir 1, keakuratan informasi berbobot 2,
butir 2, hubungan antarinformasi berbobot 1,
butir 3, ketetapan struktur dan kosakata berbobot 2,
butir 4 , kelancaran berbobot 2
butir 5 , kewajaran urutan wacan berbobot 1,
butir 6 , gaya pengucapan berbobot 1,
butir 7, penampilan berbobot 1
Selain itu, suatu pidato yang dilombakan biasanya memuat ketentuan-
ketentua yang di gariskan oleh panitia. Apa yng di gariskan panitia merupakan
butir penilaian yang bersifat khusus yang harus di patuhi oleh peserta lomba. Jika
peserta lomba tidak mematuhi ketentuan panitia pada saat lomba ( misalnya :
waktu untuk berpidato melebihi batas waktu yang di tentukan panitia ) , sebagai
konsekuensinya ia tidak akan di perhitungkan atau bahkan tidak boleh ikut
perlombaan jika pelanggaran ketentuan itu sudah di ketahui sebelum lomba di
mulai. Misalnya : panitia menentukan peserta harus mengenakan pakaian nasional
ternyata peserta lomba ada yang tidak mengenakan pakaian nasional sehingga ia
tidak boleh mengikuti lomba. Jadi, pada prinsinya, butir-butir penilaian diatas

130
dapat di tambah dengan beberapa butir lagi atau bahkan dipadatkan lagi.Semua itu
tergantung pada keperluan penilai.
Selanjutnya, berdasarkan butir penilaian di atas, berikut ini adalah salah
satu model blangko penilaian dalam pidato beserta contih pengisiannya ( bobot
nilai dapat di ubah sesui dengan keperluan yang ada ). Keterangan penyerta
seperti nama pembicara / siswa dan keterangan penyertanya juga dapat di ubah
sesuai dengan keperluan. Anda dapat memodifikasi model penilitian ini,
khususnya jika anda menginginkan adanya bobot tertentu dalam masing-masing
butir penilaian.

Nama Siswa :
Kelas, Cawu :
Tangga l :
No Butir Penilaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Skor
1 Keakuratan
informasi
2 Hubungan
antarinformasi
3 Ketepatan
struktur dan
kosakata
4 Kelancaran
5 Kewajaran
urutan wacana
6 Gaya
pengucapan
Jumlah …….

Selain itu, alat penilaian dalam berbicara (khususnya dalam wawancara)


dapat berwujud penilaian yang terdiri atas komponen-komponen tekanan, tata
bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Penilaian ini disusun dengan skala
1 s.d. 6 ; 1 berarti sangat kurang dan 6 berarti sangat baik. Berikut ini adalah
deskripsi masing-masing komponen (Nurgiyanto, 1988: 260).

131
a) Tekanan
1) Ucapan sering tak dapat di pahami
2) Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan
pemahaman,menghendaki untuk selalu di ulang.
3) Pengaruh ucapan asing (daerah) yang mengganggu dan menimbulkan
salah ucap yang dapat menyebabkan kesalahan .
4) Pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang tidak
menyebabkan kesalahpahaman .
5) Tidak ada salah ucap yang menolak, mendekati ucapan standar.
6) Ucapan sudah standar.

b) Tata Bahasa
1) Penggunaan tata bahasa hampir selalu tidak tepat.
2) Ada kesalahan dalam penggunaan pola-pola pokok secara tetap yang
selalu mengganggu komunikasi.
3) Sering terjadi kesalahan dalam pola tetentu karena kurang cermat yang
dapat mengganggu komunikasi.
4) Kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penggnaan pola tertentu, tetapi
tidak mengganggu komunikasi.
5) Sedikit terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola.
6) Tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan
wawancara.

c) Kosakata
1) Pengguanaan kosakata tidak tepat dalam percakapan yang palin sederhana
sekalipun
2) Penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan dasar personal
(waktu, makanan, transportasi, keluar ).
3) Pemilihan kosakata sering tidak cepat dan keterbatasan penggunanya
menghambat kelancaran komunikasi dalam masalah social dan
professional.

132
4) Pengguna kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang masalah
tertentu, tetapi penggunaan kosakata umum terasa berlebihan.
5) Penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum tepat
digunakan sesuai dengan situasi sosial .
6) Pengguaan kosakata teknis dan umum terkesan luas dan tepat sekali.

d) Kelancaran
1) Pembicaraan selalu terhenti dan terputus-putus
2) Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk kalimat pendek
dan rutin.
3) Pembicara sering nampak ragu, kalimat tidak lengkap.
4) Pembicara kadang-kadang masih ragu, pengolompokan kata kadang-
kadang tidak tepat.
5) Pembicara lancar dan halus, tetapi sekali-kali masih kurang ajeg.
6) Pembicraan dalam segala hal lancar dan halus.

e) Pemahaman
1) Memahami sedikit isi percakapan yang Saling sederhana.
2) Memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan dan
pengulangan.
3) Memahami percakapan sederhana dengan baik, dalam hal tertentu masih
perlu penjelasan dan pengulangan.
4) Memahami percakapan normal dengan lebih baik, kadang-kadang masi
perlu pengulangan dan pennjelasan.
5) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal yang bersifat
koloqial.
6) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal dan koloqial.

Berikut ini adalah contoh lembar penilaian berdasarkan komponen-


komponen itu.

133
Nama Siswa :
Kelas, Cawu :
Tanggal :
No Butir 1 2 3 4 5 6 Skor
Penilaian
1 Tekanan
2 tata bahasa
3 Kosakata
4 Kelancaran
Pemahaman
Jumlah Skor

Nilai = Jumlah skor : 5


( Nilai tertinggi 6, terendah 1 )
Dalam hal ini, dapat di lakukan pembobotan nilai dengan berdasarkan
pada tujuan dan fokus penilitian. Anda dapat melakukan modifikasi sebagai butir
penilaian sesuai dengan tujuan, situasi, dan kondisi yang melatari anda.
Perlu pula untuk di perhatikan bahwa dalam satu kali tatap muka dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, sebaiknya keempat keterampilan berbahasa
dapat terinintegrasikan kedalam materi pembelajaran. Selain itu, materi
bidang studi lain, dapat juga diintegrasikan kedalam pembelajaran bahasa
Indonesia.
Selanjutnya, pembelajaran berbicara sebaiknya tidak berwujud
tulisan karna hal itu akan melatih keterampilan menyimak secara maksimamal.
Yang akan terlatih adalah keterampilan membacanya. Oleh sebab itu,
pembelajaran berbicara yang berwujud “ dialo ayah dan anak tentang burung
garuda ”,misalnya, sebaiknya tidak mencantumkan dialog itu dalam bacaan.
Dalam hal ini, porsi bacaan yang berkaitan dengan keberadaan burung garuda atau
burung secara umum dapat di tampilkan sebagai bahan bacaan. Jadi, disini ada

134
integrasi bidang studi lain ( misalnya :biologi ) dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Dengan ini bacaan atau simakan yang ada, siswa dapat berkreativitas
dengan membuat dialog sendiri, Menceritakan kembali secara lisan / tulis, dsb.
Sehingga empat ketrampillan berbahasa dapat terintegrasi dalam 1 kali tatap
muka.

Latihan Soal

Kerjakanlah tugas-tugas berikut ini!


1. Jelaskan pengertian evaluasi pembelajaran bahasa aspek berbicara!
2. Jelaskan bentuk-bentuk tes yang dapat dipergunakan dalam evaluasi
pembelajaran keterampilan berbicara!
3. Jika Anda diminta menilai kemampuan berbicara siswa dalam berpidato,
rancangkan sebuah instrumen penilaiannya!
4. Buatlah sebuah naskah pidato sambutan untuk acara perkenalan di kampung
Anda karena Anda adalah orang baru di kampung tersebut. Kemudian buatlah
garis besar pidato Anda pada secarik kertas kecil dan cobalah berpidato
dengan menggunakan panduan dari kertas kecil tersebut!
5. Buatlah sebuah pedoman wawancara untuk menilai kemampuan berbicara
siswa baik dari sisi linguistik maupun paralinguistiknya!

Rangkuman

Penilaian merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sebuah


pembelajaran. Penilaian keterampilan berbicara meliputi penilaian terhadap
kemampuan linguistik dan paralinguistic. Beberapa aspek yang harus diperhatikan
dalam penilaian kemampuan berbicara tersebut adalah lafal, struktur, dan kosa
kata. Sementara itu, aspek paralinguistik meliputi ekspresi wajah, gerak tubuh,
kewajaran saat berbicara, dan nada suara.
Mengingat kemampuan berbicara termasuk kemampuan berbahasa yang
bersifat produktif, jenis atau bentuk alat penilaian yang paling tepat adalah yang

135
dapat mengukur secara tepat terhadap kemampuan siswa dalam menggunakan
bahasa. Beberapa bentuk alat tes yang dapat dipergunakan adalah bercerita,
berpidato, berdiskusi, dan wawancara.
Selain itu, kemampuan berbicara juga melibatkan kemampuan kognitif
siswa pada saat mengungkapkan gagasan secara lisan. Oleh karena itu, tes yang
disusun harus mempertimbangkan tingkatan kognitif dalam taksonomi Bloom.
Akan tetapi, tes untuk tingkatan analisis, sintesis, dan evaluasi akan sulit
dilakukan mengingat keenam tingkatan kognitif tersebut merupakan satu kesatuan
yang dapat dilihat pada saat siswa berbicara.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa


dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas

Hastuti PH, Sri, dkk. 1985. Kemampuan Berbahasa Indonesia Murid Sekolah
Dasar IV Kotamadya Surabaya. Jakarta: Depdikbud

Kisyani-Laksono. 1999. Teori Berbicara. Surabaya: Unesa University Press

Norton, Donna E. 1989. The Effective Teaching of Language Arts. Ohio: Merrill
Publishing

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.


Yogyakarta:BPFE

136

Anda mungkin juga menyukai