Anda di halaman 1dari 13

PEMICU 1 DOKTER MEDIA SOSIAL- THEODORUS WIJAYA

Sejak pandemi COVID-19, masyarakat lebih memilih konsultasi kesehatan secara daring daripada
konsultasi langsung di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal tersebut mendorong banyak dokter
bergabung dalam berbagai platform telemedicine, termasuk seorang dokter yang baru selesai
internship 6 bulan yang lalu. Dia juga berpraktik di klinik 24 jam dan klinik bersalin dengan 2 SIP
baru.
Sebagai dokter lulusan baru yang melek teknologi informasi, dia sangat aktif membagikan konten
kesehatan di berbagai media sosial (medsos) miliknya. Pengalaman menangani berbagai kasus
penyakit beserta foto kelainan kadang juga dibagikan di medsos setelah diizinkan pasien. Terkait
kerahasiaan pasien, dia pernah ditegur secara pribadi oleh dokter senior di kliniknya karena meng-
upload video pemeriksaan genital yang sedang dilakukannya. Meskipun tidak terlihat wajah
pasiennya, dia langsung menghapus video tersebut dari medsos atas saran seniornya karena
berpotensi menjadi masalah di kemudian hari. Sejak saat itu, dia lebih berhati-hati dalam
menggunakan medsos.
Konten kesehatan yang dikemas dengan menarik, mudah dipahami, serta testimoni pasien tentang
keramahan dalam melayani dan keberhasilan dalam mengobati pasien membuat akun medsos
dokter tersebut banyak diikuti oleh masyarakat. Banyak followers yang tertarik berkonsultasi melalui
medsos tentang penyakit dan obat yang harus diminum, bahkan ada yang langsung meminta
dituliskan resep obat tanpa konsultasi lebih lanjut. Beberapa followers juga secara direct message
meminta dibuatkan surat keterangan dengan sejumlah imbalan jasa agar dapat berpergian ke luar
negeri di masa pandemi.
Melihat jumlah followers yang banyak, perusahaan vitamin multi-level marketing tidak mau
ketinggalan dengan meminta dokter tersebut mengiklankan produk vitamin di akun medsos-nya.
Terkait permintaan followers, dokter tersebut menjelaskan di akun medsos bahwa dia tidak dapat
memenuhinya karena berprinsip anamnesis dan pemeriksaan fisik atau penunjang perlu dilakukan
sebelum memberikan terapi yang tepat sesuai dengan diagnosis penyakit. Dalam menjalankan
kewajibannya sebagai dokter, dia harus menaati Sumpah Dokter, KODEKI, disiplin kedokteran, dan
berbagai aturan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, dia juga menolak permintaan perusahaan
vitamin untuk mengiklankan produknya.
Apakah yang dapat Anda pelajari dari pemicu di atas?

ISTILAH ASING
1. Telemedicine
Telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan
dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi
diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan
pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan
kesehatan individu dan masyarakat
PMK RI No. 20 Tahun 2019 tentang PENYELENGGARAAN PELAYANAN TELEMEDICINE ANTAR
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

2. KODEKI
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) merupakan pedoman bagi dokter Indonesia
anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran.
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf

3. Sumpah dokter
Sumpah Dokter adalah sumpah yang dibacakan oleh seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi.
Lafal Sumpah Dokter
SAYA BERSUMPAH BAHWA :
 Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan.
 Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai
dengan martabat pekerjaan saya.
 Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan
kedokteran.
 Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan dan
keilmuan saya sebagai dokter.
 Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.
 Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian, atau
Kedudukan Sosial, dalam menunaikan kewajiban saya terhadap penderita.
 Saya akan memberikan kepada Guru-Guru saya, Penghormatan dan Pernyataan
Terima Kasih yang selayaknya.
 Saya akan memperlakukan Teman Sejawat saya sebagai saudara kandung.
 Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
 Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan Hukum Perikemanusiaan, sekalipun saya diancam.
 Saya ikrarkan Sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Dokter
http://fk.ub.ac.id/profesi/pendidikan/lafal-janji/lafal-sumpah-dokter/

4. Disiplin kedokteran
Sesuai UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 55 ayat (1): aturan-aturan
dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti
oleh dokter dan dokter gigi.
Aturan-aturan tersebut tersebar dalam UU praktik kedokteran, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, Ketentuan dan
Pedoman Organisasi Profesi, Kode Etik Profesi dan juga kebiasaan umum (common practice)
di bidang kedokteran dan kedokteran gigi.
Pelanggaran disiplin dapat dikelompokan dalam 3 hal, yaitu:
 Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
 Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik
 Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran
https://www.kompasiana.com/tinceinge/552c1d956ea834325f8b4582/disiplin-
profesi-kedokteran

RUMUSAN MASALAH
1. Apakah telemedicine merupakan platform pelayanan kesehatan yang secara resmi
diizinkan?
2. Apakah peraturan mengenai penggunaan media social sebagai dokter?
3. Apakah peraturan mengenai berbagi foto mengenai pasien di media social?
4. Apakah konsultasi kesehatan dapat dilakukan secara online melalui media social?
5. Apakah dokter dapat membuatkan resep secara online melalui media social tanpa konsultasi
lebi lanjut?
6. Apakah dokter dapat membuatkan surat keterangan dengan imbalan jasa kepada pasien dan
adakah hukum yang mengatur hal tersebut?
7. Apakah seorang dokter dapat mengiklankan produk kesehatan tertentu melalui media
social, adakah hukum yang mengatur hal tersebut?
8. Apakah prinsip penanganan pasien yang sesuai dengan etika yang berlaku?
9. Hukum apa saja yang berlaku dan harus ditaati seorang dokter?
CURAH PENDAPAT
1. Apakah telemedicine merupakan platform pelayanan kesehatan yang secara resmi
diizinkan?
Telemedicine sebagai platform pelayanan keseatan telah ditetapkan dalam PMK RI No. 20
Tahun 2019 tentang PENYELENGGARAAN PELAYANAN TELEMEDICINE ANTAR FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan spesialistik dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan terutama
daerah terpencil.
Selain itu, dengan semakin semakin tingginya tingginya tingkat tingkat penularan penularan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu dilakukan upaya penanggulangan melalui
inovasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berupa telemedicine dalam
pemberian pelayanan kesehatan pada masa pandemi COVID-19.
Pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berupa
telemedicine pada masa pandemi COVID-19 dapat diberikan pada pasien COVID-19 yang
melakukan isolasi mandiri dengan tetap berdasarkan pada prinsip tata kelola klinis yang
optimal dan efektif.
Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang selanjutnya disebut
Pelayanan Telemedicine adalah Telemedicine yang dilaksanakan antara fasilitas pelayanan
kesehatan satu dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain berupa konsultasi untuk
menegakkan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan penyakit.
Pelayanan Telemedicine dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat izin praktik
di Fasyankes penyelenggara.
Pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan melalui telemedicine meliputi:
1. Konsultasi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kesehatan merupakan bentuk upaya promosi
kesehatan untuk mencari informasi kesehatan seputar gaya hidup sehat, diet, informasi
olah raga dan kebugaran tubuh, informasi terkait COVID-19, dan informasi kesehatan
lainnya. Pelayanan konsultasi KIE kesehatan tidak hanya dilakukan oleh dokter saja, akan
tetapi dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan lain yang kompeten sesuai dengan
kewenangannya.
2. Konsultasi Klinis
Konsultasi klinis merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter melalui
telemedicine meliputi:
 Anamnesa, mencakup keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit yang
diderita saat ini, penyakit lainnya atau faktor risiko, informasi keluarga dan
informasi terkait lainnya yang ditanyakan ditanyakan oleh dokter kepada
pasien/keluarga pasien/keluarga secara daring.
 Pemeriksaan fisik tertentu yang dilakukan melalui audiovisual.
 Pemberian anjuran/nasihat yang dibutuhkan berdasarkan hasil pemeriksaan
penunjang dan/atau hasil pemeriksaan fisik tertentu. Hasil pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan oleh pasien dengan menggunakan modalitas/sumber daya yang
dimilikinya atau berdasarkan anjuran pemeriksaan penunjang sebelumnya atas
instruksi dokter. Anjuran/nasihat dapat berupa pemeriksaan kesehatan lanjutan ke
fasilitas pelayanan kesehatan.
 Penegakan diagnosis, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan yang sebagian
sebagian besar didapat didapat dari anamnesa, anamnesa, pemeriksaan
pemeriksaan fisik tertentu, atau pemeriksaan penunjang.
 Penatalaksanaan dan pengobatan pasien, dilakukan berdasarkan penegakan
diagnosis yang meliputi penatalaksanaan nonfarmakologi dan farmakologi, serta
tindakan kedokteran terhadap pasien/keluarga sesuai kebutuhan medis pasien.
Dalam hal dibutuhkan tindakan kedokteran atau penatalaksanaan lebih lanjut,
pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
 Penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan, diberikan kepada pasien sesuai
dengan diagnosis.
 Dokter yang menuliskan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan harus
bertanggung jawab terhadap isi dan dampak yang mungkin timbul dari obat
yang ditulis dalam resep elektronik. Penulisan resep elektronik dikecualikan
untuk obat golongan narkotika dan psikotropika, obat injeksi (kecuali insulin
untuk penggunaan sendiri), dan implan KB. Salinan resep elektronik harus
disimpan dalam bentuk cetak dan/atau elektronik sebagai bagian dokumen
rekam medik.
 Peresepan elektronik obat dan/atau alat kesehatan dapat dilakukan secara
tertutup atau secara terbuka, dengan ketentuan:
 Peresepan elektronik secara tertutup dilakukan melalui aplikasi dari dokter ke
fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Peresepan elektronik secara terbuka dilakukan dengan cara pemberian resep
elektronik kepada pasien, selanjutnya pasien menyerahkan resep kepada
fasilitas pelayanan kefarmasian. Peresepan elektronik secara terbuka
membutuhkan kode identifikasi resep elektronik yang dapat diperiksa keaslian
dan validitasnya oleh fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali pelayanan
resep/pengambilan sediaan farmasi, alat kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP), dan/atau suplemen kesehatan dan tidak dapat diulang (iter).
 Penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut ke
laboratorium dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sesuai hasil
penatalaksanaan pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
penegakan diagnosis dan/atau follow up kondisi kesehatan pasien. Pemeriksaan
penunjang dilakukan melalui uji laboratorium yang pelaksanaannya dapat menggunakan
aplikasi milik laboratorium medis ataupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang
memiliki pelayanan laboratorium medis. Pemeriksaan laboratorium melalui
telemedicine, baik atas permintaan dokter di fasilitas pelayanan kesehatan maupun atas
permintaan pasien sendiri dengan cara pasien mengunjungi laboratorium medis atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki pelayanan laboratorium medis, atau
petugas laboratorium medis yang melakukan kunjungan kepada pasien (home visit)
untuk pengambilan sampel, mulai dari:
o pendaftaran;
o penjadwalan pemeriksaan; dan
o penyelesaian hasil pemeriksaan beserta waktu pengambilannya.
Dalam hal laboratorium medis dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki
pelayanan laboratorium medis melakukan pemeriksaan COVID-19 harus ditetapkan
sebagai laboratorium pemeriksa COVID-19 sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan
4. Pelayanan Telefarmasi
Pelayanan telefarmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian dilaksanakan dengan
ketentuan:
o Pelayanan resep elektronik dilaksanakan oleh apoteker dengan mengacu pada
standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
o Apoteker melakukan komunikasi dengan dokter penulis resep untuk melakukan
konfirmasi atau memberikan rekomendasi yang dapat menyebabkan perubahan
pada resep elektronik.
o Sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang
disiapkan berdasarkan resep elektronik dapat diserahkan kepada pasien/keluarga
pasien di fasilitas pelayanan kefarmasian, atau melalui pengantaran sediaan farmasi,
alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan.
Ketentuan dalam pengantaran sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau
suplemen kesehatan kepada pasien sebagai berikut:
o Pengantaran dilakukan oleh petugas fasilitas pelayanan kefarmasian atau melalui
jasa pengantaran;
o Fasilitas pelayanan kefarmasian atau jasa pengantaran dalam melakukan
pangantaran, harus:
 menjamin keamanan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP,
dan/atau suplemen kesehatan yang diantar;
 menjaga kerahasiaan pasien;
 mengantarkan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen
kesehatan dalam wadah yang tertutup dan tidak tembus pandang;
 memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen
kesehatan yang diantarkan sampai pada tujuan;
 mendokumentasikan serah terima sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP,
dan/atau suplemen kesehatan; dan
 pengantaran dilengkapi dengan dokumen pengantaran, dan nomor telepon
yang dapat dihubungi.
o Apoteker wajib menyampaikan informasi sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP,
dan/atau suplemen kesehatan kepada pasien secara tertulis dan/atau melalui sistem
elektronik dan melakukan konseling serta pemantauan penggunaan obat jika
diperlukan.
o Pasien yang telah menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau
suplemen kesehatan harus menggunakan obat sesuai dengan resep dokter dan inf
sesuai dengan resep dokter dan informasi dari apote ormasi dari apoteker
PMK RI No. 20 Tahun 2019 tentang PENYELENGGARAAN PELAYANAN TELEMEDICINE ANTAR
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/4829/2021 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI
TELEMEDICINE PADA MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

2. Apakah peraturan mengenai penggunaan media social sebagai dokter?


Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pusat Ikatan Dokter Indonesia mengeluarkan fatwa etik
dokter dalam bermedia sosial. Fatwa ini dikeluarkan dalam Surat Keputusan Nomor
029/PB/K/MKEK/04/2021 tertanggal 30 April 2021.
 Sisi Positif Negatif Media Sosial
Dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dalam
keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.
 Mengedepankan Integritas
Dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan,
kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.
 Upaya Promotif dan Preventif
Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika
tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi,
serta peraturan perundangan yang berlaku.
 Memberantas Hoaks
Penggunaan media sosial untuk memberantas hoaks atau informasi keliru terkait
kesehatan atau kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran ilmiah,
etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam upaya
tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat.
Dalam berdebat di media sosial, dokter perlu mengendalikan diri, tidak membalas
dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi kedokteran. Jika terdapat
pernyataan yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, maupun
profesi/organisasi profesi dokter/kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut ke
otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
 Tak Boleh Promosi Berlebihan
Dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan praktiknya serta
mengiklankan suatu produk dan jasa. Hal ini sesuai SK MKEK Pusat IDI Nomor
022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level
Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.
 Pastikan Keamanan Aplikasi
Pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan
dokter lainnya, dokter harus menggunakan jenis dan fitur media sosial khusus yang
terenkripsi end-to-end dan tingkat keamanan baik, dan memakai jalur pribadi kepada
dokter yang dikonsultasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan
dokter.
 Jika Memuat Gambar Wajib Ikuti Peraturan
Ketujuh, pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter
wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi. Gambar yang
dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien,
rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya, privasi sesama dokter dan tenaga
kesehatan, dan peraturan internal RS/klinik.
Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien
untuk tujuan pendidikan hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien. Identitas
pasien seperti wajah dan nama pun harus dikaburkan. Hal ini dikecualikan pada
penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran
sebagaimana yang diatur dalam poin 6.
 Pisahkan Akun Edukasi dengan Pertemanan
Penggunaan media sosial untuk tujuan edukasi kesehatan masyarakat sebaiknya dibuat
terpisah dengan akun pertemanan agar fokus pada tujuan. Bila akun yang sama juga
digunakan untuk pertemanan, dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi
masyarakat terhadap profesi kedokteran.
 Lihat Sasaran Edukasi
Pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan
yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan hendaknya menggunakan akun
terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter/tenaga kesehatan.
 Bebas Berekspresi Sebagai Hak Privat Asal Sesuai Aturan
Pada penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas
berekspresi sebagai hak privat sesuai ketentuan etika umum dan peraturan
perundangan yang berlaku dengan memilih platform media sosial yang diatur khusus
untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.
 Selektif Memasukkan Pasien ke Daftar Pertemanan
Kesebelas, dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun
pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.
 Dokter Bisa Membalas Pujian Pelayanan Medis
Dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien/masyarakat atas
pelayanan medisnya sebagai balasan di akun pasien/masyarakat tersebut. Namun
sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian pasien/masyarakat atas dirinya
yang dikirim ke publik menggunakan akun media sosial dokter sebagai tindakan memuji
diri secara berlebihan.
 Tegur Rekan Sejawat Lewat Jalur Pribadi
Bila memandang aktivitas media sosial sejawatnya keliru, dokter harus
mengingatkannya melalui jalur pribadi. Apabila yang bersangkutan tidak bersedia
diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, dokter dapat
melaporkan kepada MKEK.
https://nasional.tempo.co/read/1458307/mkek-idi-keluarkan-13-etika-bermedia-sosial-bagi-
dokter-ini-isinya?page_num=2

3. Apakah peraturan mengenai berbagi foto mengenai pasien di media social?


Fatwa etik dokter dalam aktivitas media social  pada penggunaan media sosial termasuk
dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku
dan etika profesi. Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak
langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya, privasi sesama
dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal RS/klinik.
Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk
tujuan pendidikan hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien. Identitas pasien seperti
wajah dan nama pun harus dikaburkan.
https://tekno.tempo.co/read/1525623/misinformasi-di-media-sosial-dan-cara-untuk-
mengatasinya

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012


TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN  Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang
kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan
atau profesinya.
Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:
a. identitas pasien;
b. kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran; dan
c. hal lain yang berkenaan dengan pasien.
BAB III KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN
Pasal 4
1. Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data
dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran.
2. Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses terhadap
data dan informasi kesehatan pasien;
b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;
c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan;
d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan;
e. badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f. mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan, perawatan,
dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya, walaupun pasien telah
meninggal dunia.
BAB IV PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN
Pasal 5
1. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terbatas
sesuai kebutuhan.
Pasal 6
1. Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan
pasien; dan
b. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan.
2. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
dengan persetujuan dari pasien.
3. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik.
4. Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan telah
diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya.
Pasal 9
1. Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka
kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum.
2. Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan penegakan etik atau
disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas permintaan tertulis dari
Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia.
3. Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa membuka identitas pasien.
4. Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Audit medis;
b. ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular;
c. penelitian kesehatan untuk kepentingan negara;
d. pendidikan atau penggunaan informasi yang akan berguna di masa yang akan
datang; dan
e. ancaman keselamatan orang lain secara individual atau masyarakat.
5. Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b dan huruf e, identitas pasien dapat dibuka kepada institusi atau
pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan.

UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 44 ayat (1)


Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang
berkaitan dengan rahasia kedokteran.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008


Pasal 10
(1) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga
kesehatan tertentu, petugas pengeiola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(2) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal;
a. untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas
perintah pengadilan;
c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri:
d. permintaan institusilembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien. Permintaan rekam medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Peraturan yang mengatur rahasia kedokteran


• Peraturan Menteri Kesehatan RI no 36 tahun 2012 tentang rahasia kedokteran
• UU no 29 tahun 2004 —— Praktik Kedokteran
• UU no 36 tahun 2009
• UU no 44 tahun 2009
• Peraturan pemerintah no 32 tahun 1996
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008

4. Apakah konsultasi kesehatan dapat dilakukan secara online melalui media social?
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/4829/2021 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI
TELEMEDICINE PADA MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
Konsultasi klinis merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter melalui
telemedicine meliputi:
 Anamnesa, mencakup keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit yang
diderita saat ini, penyakit lainnya atau faktor risiko, informasi keluarga dan
informasi terkait lainnya yang ditanyakan ditanyakan oleh dokter kepada
pasien/keluarga pasien/keluarga secara daring.
 Pemeriksaan fisik tertentu yang dilakukan melalui audiovisual.
 Pemberian anjuran/nasihat yang dibutuhkan berdasarkan hasil pemeriksaan
penunjang dan/atau hasil pemeriksaan fisik tertentu. Hasil pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan oleh pasien dengan menggunakan modalitas/sumber daya yang
dimilikinya atau berdasarkan anjuran pemeriksaan penunjang sebelumnya atas
instruksi dokter. Anjuran/nasihat dapat berupa pemeriksaan kesehatan lanjutan ke
fasilitas pelayanan kesehatan.
 Penegakan diagnosis, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan yang sebagian
sebagian besar didapat didapat dari anamnesa, anamnesa, pemeriksaan
pemeriksaan fisik tertentu, atau pemeriksaan penunjang.
 Penatalaksanaan dan pengobatan pasien, dilakukan berdasarkan penegakan
diagnosis yang meliputi penatalaksanaan nonfarmakologi dan farmakologi, serta
tindakan kedokteran terhadap pasien/keluarga sesuai kebutuhan medis pasien.
Dalam hal dibutuhkan tindakan kedokteran atau penatalaksanaan lebih lanjut,
pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
 Penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan, diberikan kepada pasien sesuai
dengan diagnosis.
 Dokter yang menuliskan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan harus
bertanggung jawab terhadap isi dan dampak yang mungkin timbul dari obat
yang ditulis dalam resep elektronik. Penulisan resep elektronik dikecualikan
untuk obat golongan narkotika dan psikotropika, obat injeksi (kecuali insulin
untuk penggunaan sendiri), dan implan KB. Salinan resep elektronik harus
disimpan dalam bentuk cetak dan/atau elektronik sebagai bagian dokumen
rekam medik.
 Peresepan elektronik obat dan/atau alat kesehatan dapat dilakukan secara
tertutup atau secara terbuka, dengan ketentuan:
 Peresepan elektronik secara tertutup dilakukan melalui aplikasi dari dokter ke
fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Peresepan elektronik secara terbuka dilakukan dengan cara pemberian resep
elektronik kepada pasien, selanjutnya pasien menyerahkan resep kepada
fasilitas pelayanan kefarmasian. Peresepan elektronik secara terbuka
membutuhkan kode identifikasi resep elektronik yang dapat diperiksa keaslian
dan validitasnya oleh fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali pelayanan
resep/pengambilan sediaan farmasi, alat kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP), dan/atau suplemen kesehatan dan tidak dapat diulang (iter).
o Penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut ke
laboratorium dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sesuai hasil
penatalaksanaan pasien.

5. Apakah dokter dapat membuatkan resep secara online melalui media social tanpa konsultasi
lebih lanjut?
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/4829/2021 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI
TELEMEDICINE PADA MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
 Penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan, diberikan kepada pasien sesuai
dengan diagnosis.
 Dokter yang menuliskan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan harus
bertanggung jawab terhadap isi dan dampak yang mungkin timbul dari obat
yang ditulis dalam resep elektronik. Penulisan resep elektronik dikecualikan
untuk obat golongan narkotika dan psikotropika, obat injeksi (kecuali insulin
untuk penggunaan sendiri), dan implan KB. Salinan resep elektronik harus
disimpan dalam bentuk cetak dan/atau elektronik sebagai bagian dokumen
rekam medik.
 Peresepan elektronik obat dan/atau alat kesehatan dapat dilakukan secara
tertutup atau secara terbuka, dengan ketentuan:
 Peresepan elektronik secara tertutup dilakukan melalui aplikasi dari dokter ke
fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Peresepan elektronik secara terbuka dilakukan dengan cara pemberian resep
elektronik kepada pasien, selanjutnya pasien menyerahkan resep kepada
fasilitas pelayanan kefarmasian. Peresepan elektronik secara terbuka
membutuhkan kode identifikasi resep elektronik yang dapat diperiksa keaslian
dan validitasnya oleh fasilitas pelayanan kefarmasian.
 Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali pelayanan
resep/pengambilan sediaan farmasi, alat kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP), dan/atau suplemen kesehatan dan tidak dapat diulang (iter).
6. Apakah dokter dapat membuatkan surat keterangan dengan imbalan jasa kepada pasien dan
adakah hukum yang mengatur hal tersebut?
Bab I pasal 7 KODEKI  “Seorang dokter hanya memberi keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.”

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2020 TENTANG


KEWENANGAN KLINIS DAN PRAKTIK KEDOKTERAN MELALUI TELEMEDICINE PADA MASA
PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DI INDONESIA
Pasal 8
(1) Dokter dan Dokter Gigi dapat melakukan diagnosis dan tata laksana pemeriksaan
penunjang berupa laboratorium, pencitraan/radio image, terapi, dan dicatat dalam rekam
medis.
(2) Selain melakukan diagnosis dan tata laksana pemeriksaan penunjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dokter dan Dokter Gigi dapat memberikan:
a. resep Obat dan/atau alat kesehatan; dan
b. surat keterangan sakit; dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas yang tinggi.
(3) Pemberian resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk narkotika dan
psikotropika

Pasal 9
Dokter dan Dokter Gigi yang melaksanakan Praktik Kedokteran melalui Telemedicine
dilarang melakukan:
a. telekonsultasi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung tanpa melalui
Fasyankes;
b. memberikan penjelasan yang tidak jujur, tidak etis, dan tidak memadai (inadequate
information) kepada pasien atau keluarganya;
c. melakukan diagnosis dan tatalaksana di luar kompetensinya;
d. meminta pemeriksaan penunjang yang tidak relevan;
e. melakukan tindakan tercela, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien
dalam penyelenggaraan praktik kedokteran;
f. melakukan tindakan invasif melalui telekonsultasi;
g. menarik biaya diluar tarif yang sudah ditetapkan oleh Fasyankes; dan/atau
h. memberikan surat keterangan sehat.

7. Apakah seorang dokter dapat mengiklankan produk kesehatan tertentu melalui media
social, adakah hukum yang mengatur hal tersebut?
PMK 1787/Menkes/PER/XII/2010
Pasal 3
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan dapat menyelenggarakan iklan dan/atau publikasi
pelayanan kesehatan melalui media.
(2) Penyelenggaraan iklan dan/atau publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
sesuai dengan etika iklan dan/atau publikasi yang diatur dalam kode etik rumah sakit
indonesia, kode etik masing-masing tenaga kesehatan, kode etik pariwara, dan ketentuan
peraturan perundangundangan.

Pasal 4
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan iklan dan/atau publikasi harus
memenuhi syarat meliputi:
a. memuat informasi dengan data dan/atau fakta yang akurat;
b. berbasis bukti;
c. informatif;
d. edukatif; dan
e. bertanggung jawab.
(2) Iklan dan/atau publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan melalui
media cetak, media elektronik, dan media luar ruang wajib mencantumkan nama dan alamat
fasilitas pelayanan kesehatan serta tanggal publikasi.

Pasal 8
(1) Tenaga kesehatan dilarang mengiklankan atau menjadi model iklan obat, alat kesehatan,
perbekalan kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan kecuali dalam iklan layanan
masyarakat.
(2) Tenaga kesehatan dapat melakukan publikasi atas pelayanan kesehatan dan penelitian
kesehatan dalam majalah kesehatan atau forum ilmiah untuk lingkungan profesi.

Pasal 9
(1) Iklan layanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) adalah iklan
promosi kesehatan yang bertujuan untuk mengubah masyarakat untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) atau mendukung program pemerintah dan tidak bersifat komersiil.
(2) Program pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. program pengentasan masalah kesehatan yang bersifat permanen di daerah tertinggal,
daerah perbatasan, kepulauan terluar, dan daerah kurang diminati;
b. program pemberantasan penyakit;
c. program keluarga berencana;
d. program promotif dan preventif saintifikasi jamu; dan/atau
e. program peduli kemanusiaan dan bencana.
(3) Iklan layanan masyarakat tidak boleh memperlihatkan merek dagang, alat kesehatan,
perbekalan kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan.

KODEKI 2012, Pasal 3


• Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
• Cakupan pasalnya;
• Mencegah pihak mananapun secara sengaja atau tidak menyimpangi etik melalui
pekerjaan kedokteran.
• Membuat iklan dan menerima imbalan dari Farmasi.
• Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung mempromosikan diri,obat, jasa
layanan kedokteran
• Dokter wajib menolak segala bentuk pemberian bila dikaitkan dengan kapasitas
profesionalnya.
• Dalam kehadirannya pada temu ilmiah dilarang mengikatkan diri untuk mempromosikan
obat, jasa tertentu.
• Dilarang menerima bantuan apapun dari perusahaan yang produknya bertentangan
dengan kesehatan, seperti rokok, minuman alcohol.
• Dilarang bertindak memenangkan persaingan bisnis apapun secara melanggar hukum

8. Apakah prinsip penanganan pasien yang sesuai dengan etika yang berlaku?
 Non Maleficence / Tidak Merugikan
 Menghindari apa yang dapat membahayakan pasien atau apa yang melawan
keinginan pasien
 Tidak melukai pasien atau menyebabkan rasa sakit yang tidak perlu
 Beneficence / Berbuat Baik
 Melakukan hal yang terbaik dan sesuai dengan keinginan pasien
 Wajib dilakukan apabila mampu melakukannya
 Autonomy
 Setiap orang memiliki hak untuk membuat keputusan mereka sendiri dan
mengembangkan rencana hidup mereka
 Jangan melakukan tindakan pada pasien tanpa persetujuan dari pasien sendiri atau
walinya (pasien maupun wali harus kompeten dan bebas dari ancaman apapun)
 Justice
 Mendistribusikan baik barang maupun jasa dengan adil
 Umum  keadilan menururt kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan
demi kepentingan umum
 Distributif  keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang
menjadi haknya, dimana yang jadi subjek hak adalah individu, sedangkan subjek
kewajiban adalah masyarakat (antar individu/masyarakat dengan negara)
 Komutatif  keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang
jadi bagiannya, yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari
seseorang (antar individu)
Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics

9. Hukum apa saja yang berlaku dan harus ditaati seorang dokter?
Peraturan praktik dokter  UU no 29 2004, PERMENKES no. 20 tahun 2019, KODEKI, KUHP,
Sumpah Dokter, Peraturan KKI No. 74 Tahun 2020 pasal 9, Surat edaran menkes, Peraturan
KKI, UU NO 36 tahun 2009, 36 tahun 2014, Surat edaran menteri dan permenkes

KODEKI (Kode etik kedokteran Indonesia)


• Diatur & diawasi oleh  Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran (MKEK)
• Terdiri dari :
• Kewajiban umum  pasal 1 – 13
• Kewajiban dokter terhadap pasien  pasal 14 - 17
• Kewajiban dokter terhadap teman sejawat  pasal 18 & 19
• Kewajiban dokter terhadap diri sendiri  pasal 20 & 21

Anda mungkin juga menyukai