Anda di halaman 1dari 100

PENGARUH METHYLENE DIPHENYL DIISOCYANATE (MDI)

DAN DIAMMONIUM PHOSPHATE (DAP) TERHADAP


DENSITAS, KUAT TEKAN, KETAHANAN API, DAN
MORFOLOGI, BUSA POLIURETAN DENGAN
PEMANFAATAN LIMBAH BOTOL PLASTIK
POLYETHYLENE TEREPHTHALATE (PET)

SKRIPSI
Dibuat untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Teknik dari Jurusan
Teknik Metalurgi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Oleh:
Muhammad Nur Abdillah
3334170033

JURUSAN TEKNIK METALURGI FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON-BANTEN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH METHYLENE DIPHENYL DIISOCYANATE (MDI)


DAN DIAMMONIUM PHOSPHATE (DAP) TERHADAP
DENSITAS, KUAT TEKAN, KETAHANAN API, DAN
MORFOLOGI, BUSA POLIURETAN DENGAN
PEMANFAATAN LIMBAH BOTOL PLASTIK
POLYETHYLENE TEREPHTHALATE (PET)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Teknik dari Jurusan
Teknik Metalurgi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Disetujui untuk Jurusan Teknik Metalurgi oleh:

Pembimbing 1 Pembimbing II

Adhitya Trenggono, S.T., M.Sc. Suryana, S.T., M.Si.


NIP. 197804102003121001 NIP. 197402162001121001

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH METHYLENE DIPHENYL DIISOCYANATE (MDI)


DAN DIAMMONIUM PHOSPHATE (DAP) TERHADAP
DENSITAS, KUAT TEKAN, KETAHANAN API, DAN
MORFOLOGI, BUSA POLIURETAN DENGAN
PEMANFAATAN LIMBAH BOTOL PLASTIK
POLYETHYLENE TEREPHTHALATE (PET)
SKRIPSI

Disusun dan diajukan oleh:


Muhammad Nur Abdillah
3334170033
Telah disidangkan didepan dewan penguji pada tanggal
5 Juli 2023
Susunan Dewan Penguji Tanda Tangan
Penguji I : Adhitya Trenggono, S.T., M.Sc.
Penguji II : Suryana, S.T., M.Si.
Penguji III : Prof. Ir. Agus Pramono, S.T., M.T., Ph.D.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar sarjana Teknik

Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Metalurgi

Adhitya Trenggono, S.T., M.Sc


NIP. 197804102003121001

iii
LEMBAR PERYATAAN

Dengan ini saya sebagai penulis Skripsi berikut:

Judul : Pengaruh Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI) dan


Diammonium Phosphate (DAP) Terhadap Densitas, Kuat
Tekan, Ketahanan Api, dan Morfologi, Busa Poliuretan
Dengan Pemanfaatan Limbah Botol Plastik Polyethylene
Terephthalate (PET)
Nama Mahasiswa : Muhammad Nur Abdillah
NIM : 3334170033
Fakultas : Teknik

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi di atas adalah benar-benar hasil


karya saya sendiri dan tidak memuat hasil karya orang lain, kecuali dinyatakan
melalui rujukan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Apabila di
kemudian hari ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahwa sebagian atau seluruh
karya ini bukan karya saya, maka saya bersedia dituntut melalui hukum yang
berlaku. Saya juga bersedia menanggung segala akibat hukum yang timbul dari
pernyataan yang secara sadar dan sengaja saya nyatakan melalui lembar pernyataan
ini.

Cilegon, 01 Juli 2023

Muhammad Nur Abdillah


NIM 3334170033

iv
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuat polyurethane foam yang dibuat


dengan menggunakan metode dua langkah dengan memanfaatkan botol plastik PET
(Polyethylene terephthalate) sebagai pengganti poliol. Botol limbah PET didaur
ulang untuk membuat busa poliuretan dengan menggunakan metode glikolisis
menghasilkan BHET (bis(hydroxyethyl) terephthalate) yang bisa digunakan
sebagai pengganti poliol dalam pembuatan busa poliuretan. Proses pembuatan busa
poliuretan dilakukan dengan mereaksikan poliol dan aquades surfaktan silikon
dengan tambahan variasi komposisi DAP 10%,20% dan 30% dari persen berat
poliol dan isosianat berupa MDI 0%, 5%, dan 10%. Berdasarkan variasi yang telah
dilakukan didapatkan busa poliuretan yaitu busa berbentuk rigid. Hal ini dapat dilihat
dari nilai kuat tekan serta nilai densitas yang didapat, busa poliuretan rigid.
Komposisi penambahan MDI yang diberikan pada DAP 20% maka kuat tekan akan
meningkat. Sama halnya dengan nilai densitas yaitu pada DAP 20% nilai densitas
akan meningkat. Maka dapat disimpulkan bahwa MDI dapat meningkatkan nilai
kuat tekan dan densitas busa poliuretan.memiliki nilai kuat tekan secara berturut-
turut sebesar 0,38 MPa, 0,38 MPa, dan 0,74 MPa serta nilai densitas secara berturut-
turutsebesar 0,0280 gram/cm3; 0,0348 gram/cm3, dan 0,0438gram/cm3.

Kata kunci : Busa Poliuretan, Limbah Botol Plastik PET, Proses Glikolisis.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh
Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI) dan Diammonium Phosphate (DAP)
Terhadap Densitas, Kuat Tekan, Ketahanan Api, dan Morfologi, Busa Poliuretan
Dengan Pemanfaatan Limbah Botol Plastik Polyethylene Terephthalate (PET)”.
Selesainya Skripsi ini tidak lepas dari beberapa pihak yang telah membantu dalam
proses pembuatannya sehingga Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Adhitya Trenggono, S.T., M.Sc., selaku Pembimbing I dan Ketua
Jurusan Teknik Metalurgi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Suryana, ST., M.Si., selaku Pembimbing II.
3. Seluruh dosen dan staf Jurusan Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Kedua orang tua, keluarga, dan teman-teman yang selalu mendoakan,
mendukung, membari saran dan nasihat hingga memberikan motivasi hingga
selesai penulisan skripsi ini.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Harapan penulis semoga skripsi ini berguna sebagai acuan penelitian bagi
penulis dan bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun pihak-pihak lain yang
memerlukannya sebagai bahan kajian dan studi maupun sumber referensi. Atas
perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Cilegon, 02 April 2023

Muhammad Nur Abdillah

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMA JUDUL ................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii
LEMBAR PERYATAAN .................................................................................... iv
ABSTRAK ..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
1.3 Identifikasi Masalah ........................................................................... 8
1.4 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 8
1.5 Sistematika Penulisan......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................11
2.1 Polimer ............................................................................................. 11
2.1.1 Polimer Alam ........................................................................ 13
2.1.2 Polimer Sintetis ..................................................................... 14
2.2 PET (Polyethylene Terephthalate) ................................................... 18
2.3 PUF (Polyurethane Foam) ............................................................... 19
2.4 Proses Glikolisis ............................................................................... 21
2.5 Isonianat ........................................................................................... 22
2.6 Blowing Agent .................................................................................. 23
2.7 Surfaktan Silikon.............................................................................. 24
2.8 Diammonium Phosphate (DAP) ...................................................... 25

vii
2.9 Zinc Acetate ...................................................................................... 26
2.10 Proses Foaming ................................................................................ 26
2.11 Uji Tekan .......................................................................................... 28
2.12 Uji Densitas ...................................................................................... 29
2.13 Uji Panas .......................................................................................... 30
2.14 Uji SEM ........................................................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................32
3.1 Diagram Alir .................................................................................... 33
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................. 34
3.2.1 Alat yang Digunakan ............................................................... 34
3.2.2 Bahan yang Digunakan ......................................................... 35
3.3 Prosedur Percobaan .......................................................................... 35
3.3.1 Pembuatan PUF..................................................................... 35
3.3.2 Pengujian Densitas ................................................................ 36
3.3.3 Pengujian Tekan .................................................................... 37
3.3.4 Pengujian SEM ..................................................................... 37
3.3.5 Pengujian Tahan Api ............................................................. 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................39
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 39
4.1.1 Prepolimerisasi ...................................................................... 39
4.1.2 Pembuatan Busa Poliuretan .................................................. 41
4.1.3 Hasil Pengujian dan Karakterisasi ........................................ 43
4.2 Pembahasan dan Analisa Hasil Pembuatan Busa Poliuretan ........... 45
4.2.1 Analisa Hasil Pembuatan Busa Poliuretan ............................ 45
4.2.2 Pengaruh MDI Terhadap Kuat Tekan Busa Poliuretan ........ 47
4.2.3 Pengaruh Penambahan MDI Terhadap Densitas Busa
Poliuretan .............................................................................. 51
4.2.4 Pengaruh DAP Terhadap Densitas Busa Poliuretan ............. 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................56
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 56
5.2 Saran ................................................................................................. 57

viii
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................58
LAMPIRAN A ......................................................................................................63
LAMPIRAN B ......................................................................................................71
LAMPIRAN C ......................................................................................................82

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kode Jenis-jenis Plastik .................................................................... 12
Gambar 2.2 Struktur Kimia PET........................................................................... 19
Gambar 2.3 Struktur Toluena Diisosianat (TDI)....................................................23
Gambar 2.4 Struktur 4,4’-Metilen Difenil Diisosianat (MDI) .............................. 23
Gambar 2.5 Reaksi Isonianat dengan Air...............................................................24
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 34
Gambar 4.1 Hasil Pembuatan Prepolimer ............................................................. 40
Gambar 4.2 Hasil Pembuatan Busa Poliuretan ..................................................... 42
Gambar 4.3 Busa Poliuretan Setelah Dipotong..................................................... 43
Gambar 4.4 Cetakan Busa Poliuretan ................................................................... 45
Gambar 4.5 Grafik Tinggi Busa Poliuretan .......................................................... 47
Gambar 4.6 Grafik Kuat Tekan dan Modulus young (a) MDI 0% DAP 10%
(b) MDI 5% DAP 10% (c) MDI 10% DAP 10% .................................................. 48
Gambar 4.7 Grafik Kuat Tekan dan Modulus young (a) MDI 0% DAP 20%
(b) MDI 5% DAP 20% (c) MDI 10% DAP 20% .................................................. 49
Gambar 4.8 Grafik Kuat Tekan dan Modulus young (a) MDI 0% DAP 30%
(b) MDI 5% DAP 30% (c) MDI 10% DAP 30% .................................................. 50
Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan MDI Terhadap Densitas Busa Poliuretan .... 52
Gambar 4.10 Pengaruh DAP Terhadap Densitas Busa Poliuretan ....................... 53
Gambar B.1 Busa Poliuretan Sebelum Dipotong .................................................. 71
Gambar B.2 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (0% MDI : 10% DAP) ............... 72
Gambar B.3 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (0% MDI : 20% DAP) ............... 72
Gambar B.4 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (0% MDI : 30% DAP) ............... 73
Gambar B.5 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (5% MDI : 10% DAP) ............... 73
Gambar B.6 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (5% MDI : 20% DAP) ............... 74
Gambar B.7 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (5% MDI : 30% DAP) ............... 74

x
Gambar B.8 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (10% MDI : 10% DAP) ............. 75
Gambar B.9 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (10% MDI : 20% DAP) ............. 75
Gambar B.10 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (10% MDI : 30% DAP) ........... 76
Gambar C.1 Alat Uji Densitas .............................................................................. 80
Gambar C.2 Alat Uji Kuat Tekan ......................................................................... 80
Gambar C.3 Cetakan ............................................................................................. 80
Gambar C.4 Gelas Kimia ...................................................................................... 80
Gambar C.5 Gergaji .............................................................................................. 81
Gambar C.6 Gelas Ukur ........................................................................................ 81
Gambar C.7 Gunting ............................................................................................. 81
Gambar C.8 Kertas Label...................................................................................... 81
Gambar C.9 Masker .............................................................................................. 82
Gambar C.10 Neraca Digital ................................................................................. 82
Gambar C.11 Penggaris ........................................................................................ 82
Gambar C.12 Pipet Tetes ...................................................................................... 82
Gambar C.13 Plastik Klip ..................................................................................... 83
Gambar C.14 Sarung Tangan ................................................................................ 83
Gambar C.15 Spatula ............................................................................................ 83
Gambar C.16 Aquades .......................................................................................... 84
Gambar C.17 DAP (Diammonium Phosphate) ..................................................... 84
Gambar C.18 DEG (Diethylene Glycol) ............................................................... 84
Gambar C.19 MDI (Methylene Diphenyl Diisocyanate) ...................................... 84
Gambar C.20 Plastik PET ..................................................................................... 85
Gambar C.21 Surfaktan Silikon ............................................................................ 85
Gambar C.22 Zinc Acetate .................................................................................... 85

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Pengaruh Jenis Plastik Dalam Kehidupan Sehari-hari .......................... 12
Tabel 2.2 Contoh Dari Jenis-jenis Polimer Alam ................................................. 14
Tabel 4.1 Komposisi Pembuatan Prepolimer ........................................................ 40
Tabel 4.2 Komposisi Bahan Pembuatan Busa Poliuretan ..................................... 41
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan ................................................................. 43
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Densitas ...................................................................... 44
Tabel 4.5 Dimensi Hasil Busa Poliuretan ............................................................. 46
Tabel B.1 Komposisi Pembuatan Prepolimer ....................................................... 69
Tabel B.2 Komposisi Bahan Pembuatan Busa Poliuretan .................................... 69
Tabel B.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan ................................................................. 70
Tabel B.4 Hasil Pengujian Densitas ...................................................................... 70
Tabel B.5 Dimensi Hasil Busa Poliuretan............................................................. 71

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepanjang tahun 2022 Indonesia menghasilkan 19,45 juta ton timbunan

sampah. Sampah adalah material sisa dari aktivitas manusia yang tidak memiliki

keterpakaian, karenanya harus dikelola (Yudistirani, 2015). Berdasarkan angka

tersebut, sumbangan sampah didominasi oleh rumah tangga yaitu sebesar 39,63%,

diikuti oleh sampah yang berasal dari perniagaan sebesar 21,07%, dan pasar sebesar

16,08%. Berdasarkan jenisnya, mayoritas timbulan sampah nasional berupa

sampah sisa makanan dengan proporsi 41,55%, sampah plastik dengan proporsi

18,55%, sampah berupa kayu/ranting (13,27%), kertas/karton (11,04%), logam

(2,86%), kain (2,54%), kaca (1,96%), karet/kulit (1,68%), dan sampah jenis lainnya

(6,55%) (Annur, 2023).

Berdasarkan asalnya sampah padat dapat digolongkan menjadi sampah

organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang mudah

terurai dengan bantuan mikroba. Sampah ini oleh masyarakat diolah menjadi pakan

ternak atau pupuk. Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang

berbahan dasar anorganik dengan proses penguraian yang membutuhkan waktu

sangat lama. Proses ini dipengaruhi oleh tingkat penguraian setiap bahan yang

berbeda (Hartono, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruhama et

al., setiap jenis sampah memiliki waktu penguraian yang berbeda-beda, diantaranya

sebagai berikut; karton/ kertas (2,5 - 5 bulan), filter rokok (10 - 12 tahun), semua
jenis plastik (50 - 200 Tahun), kantong plastik (10 - 12 tahun), bahan kulit dan karet

(25 - 40 tahun), nilon (30 - 40 tahun), styrofoam (tidak hancur), aluminium dan besi

(tidak hancur), kaca (tidak hancur) kayu olahfan (2 - 6 tahun), pempers (10 - 12

tahun) (Ruhama, 2018). Berdasarkan data yang telah disebutkan, sampah plastik

merupakan jenis sampah yang proses penguraiannya memakan waktu paling lama.

Oleh karena itu pada studi ini, peneliti berfokus pada pengolahan sampah plastik.

Sampah plastik termasuk ke dalam sampah anorganik yang tidak dapat

didegradasi. Berdasarkan jenisnya, sampah plastik terdiri dari, (1) PET

(Polyethylene Terephthalate) yang merupakan resin polyester yang tahan lama,

kuat dan mudah dibentuk ketika panas; (2) HDPE (High Density Polyethylene)

dibuat dalam kondisi kuat, kaku, tahan tekanan dan temperatur tinggi, yang sering

dibentuk dengan cara ditiup; (3) PVC (Polyvinyl Chloride) jenis plastik ini paling

sulit didaur ulang, bahan pada PVC mengandung klorin dan akan mengeluarkan

racun jika dibakar; (4) LDPE (Low Density Polyethylene) barang berbahan LDPE

ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat makanan karena sulit bereaksi

secara kimiawi; (5) PP (Polypropylene) Polypropylene lebih kuat dan ringan

dengan daya tembus uap yang rendah; (6) PS (Polystyrene) merupakan polimer

aromatik yang dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan ketika

makanan tersebut bersentuhan (Siahaan & Windarti, 2007).

Sampah plastik memiliki dampak yang besar bagi lingkungan, selain

membutuhkan waktu yang lama untuk terurai, sampah plastik juga mengandung zat

beracun, bila sampah plastik ditimbun di tanah maka akan menyebabkan kerusakan

pada tanah, jika sampah plastik dibakar akan menyebabkan polusi udara dan

2
mengeluarkan zat beracun ke udara yang dapat dihirup manusia. Secara umum

dampak sampah plastik dapat ditinjau melalui dua aspek yaitu lingkungan dan

kesehatan manusia. Dampak plastik bagi lingkungan antara lain: 1) pencemaran air,

dampak sampah plastik yang bentuknya masih berbentuk partikel dapat mencemari

air; dan 2) pencemaran tanah, partikel plastik hasil dari proses penguraian plastik

dapat masuk kedalam lapisan tanah serta menempel pada tumbuhan di dalamnya

seperti sayuran dan buah-buahan, apabila dikonsumsi oleh manusia akan

menimbulkan resiko penyakit (Yudistirani, 2015).

Pengelolaan sampah adalah sisa kegiatan setiap hari manusia atau proses alam

yang berbentuk padat yang diolah kembali menjadi barang yang berguna.

Sampah spesifik merupakan sampah yang karena sifat, konsentrasi atau

volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Penghasil sampah adalah setiap

orang atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah.

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah serta

pemanfaatan sampah (Abidin, 2021).

Pengolahan sampah dapat dilakukan dengan cara 3R yaitu menggunakan

kembali (Reuse), mengurangi (Reduce), dan mendaur ulang (Recycle). Umumnya

sampah plastik dapat didaur ulang menggunakan 5 jenis metode yaitu glikolisis,

metanolisis, hidrolisis, ammonolysis, dan aminolysis. Salah satu konsep daur ulang

jenis Recycle adalah glikolisis, glikolisis merupakan proses depolimerisasi melalui

transesterifikasi antara gugus ester PET dengan diol, pada proses ini ikatan ester

akan putus dan determinasi oleh gugus hidroksil (Rahmayanti, 2015). Diantara

3
kelima metode yang bisa digunakan, peneliti berfokus pada metode glikolisis

karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya sederhana, dapat dilakukan

secara konvensional dan monomer Bis (2- Hidroksietil) Terflatat (BHET) yang

dihasilkan dapat digunakan lagi untuk produksi PET sehingga menghemat biaya

produksi PET (Warni & Dewata, 2021). Glikolisis PET pertama kali ditemukan

pada pertengahan tahun 1960-an, glikolisis itu sendiri merupakan proses

depolimerisasi. Metoda glikolisis merupakan metoda yang paling banyak

digunakan. Metoda ini dianggap paling menguntungkan diantara metoda-metoda

yang lain dengan beberapa alasan. Pertama, prosesnya lebih sederhana dan dapat

dilakukan secara konvensional. Kedua, proses pemisahan glikol dari pelarut dalam

proses depolimerisasi tidak diperlukan. Meskipun demikian, cara glikolisis ini

memiliki kelemahan yaitu metoda ini memerlukan katalis dalam prosesnya.

Penelitian mengenai depolimerisasi PET dengan menggunakan metoda glikolisis

dengan berbagai macam katalis telah banyak dilakukan. Banyak katalis

dikembangkan untuk mempercepat reaksi glikolisis PET, seperti logam asetat,

titanium fosfat, padatan superacid, oksida logam, sulfat dan lain sebagainya (Yue,

et al., 2011).

Poliuretan merupakan polimer gugus fungsional uretan (-NHCOO) yang

ditemukan oleh Otto Bayer. Poliuretan ini dapat dijadikan sebagai busa yang

dikenal dengan polyurethane foam. Polyurethane foam merupakan salah satu

polimer foam rekayasa yang telah banyak diproduksi dalam industri dan telah

menjadi produk komersial. Saat ini PUF telah banyak digunakan sebagai bahan

insulasi panas, insulasi listrik, sealant, busa untuk manufaktur otomotif, dan lain

4
sebagainya (Ivdre, et al., 2020). Pada pembuatan PUF umumnya menggunakan

polyol yang mana polyol ini terbuat dari minyak bumi, hal ini dapat menyebabkan

terjadinya masalah lingkungan seperti semakin menipisnya sumber daya energi

tidak terbarukan (Ivdre, et al., 2020). Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya

masalah lingkungan sekaligus mengurangi limbah yang terdapat di lingkungan

dibuatlah polyol daur ulang yang terbuat dari limbah PET dengan cara

depolimerisasi menggunakan metode glikolisis sebagai polyol dalam pembuatan

PUF.

Pada pembuatan polyurethane foam terdapat bahan baku penting diantaranya

isosianat (TDI atau MDI), blowing agent, dan surfaktan. Pada umumnya blowing

agent yang digunakan ialah hydrochlorofluorocarbon (HCFC), dan chloro fluoro

carbon (CFC), akan tetapi bahan tersebut sudah tidak digunakan lagi karena

menghasilkan polusi, sementara itu Kim Roland telah mengembangkan blowing

agent dengan menggunakan air yang lebih ramah lingkungan (Kim, 2014).

Formulasi masing-masing bahan dapat mempengaruhi hasil akhir dari busa. MDI

(Methylene Diphenyl Diisocyanate), MDI diproduksi oleh phosgenation produk

kondensasi anilin dengan formaldehida. Isomer yang paling umum digunakan

dalam produksi poliuretan adalah 4,4 isomer murni. MDI umumnya digunakan

untuk memproduksi busa poliuretan kaku dan semi kaku.

Poliuretan foam telah banyak digunakan pada industri busa fleksibel, busa

semi fleksibel, busa kaku, pelapis, perekat, sealant, elastomer dan resin (Ashida,

2007). Kattiyaboot dan Tongpin (2016) menyatakan bahwa busa poliuretan

fleksibel memiliki pasar terbesar dari semua produk poliuretan. Polyurethane foam

5
didefinisikan sebagai substansi yang dibentuk dengan menjebak gelembung gas di

dalam cairan atau padatan (Cheremisinoff, 1989). Pembuatan busa dari

polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan agen pengembang (blowing

agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi reaksi sehingga polyurethane

dapat membentuk busa. Polyurethane foam diklasifikasikan ke dalam 3 tipe, yaitu

flexible foam, rigid foam dan semi rigid foam. Setiap jenis busa diaplikasikan

dengan cara yang berbeda-beda sesuai karakteristiknya. Perbedaan sifat fisik dari 3

tipe polyurethane foam tersebut berdasarkan pada perbedaan berat molekul,

fungsionalitas polyol dan fungsionalitas isocyanate. Berdasarkan struktur selnya,

foam dibedakan menjadi dua, yaitu closed cell (sel tertutup) dan open cell (sel

terbuka). Pada umumnya busa lunak (flexible foam) diaplikasikan pada kasur busa,

alas kursi dan jok mobil. Sementara busa kaku (rigid foam) diaplikasikan pada

insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa polyurethane

bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi dinding,

polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan senyawa

halogen (Cheremisinoff, 1989).

Dari penelitian Pham, menghasilkan kuat tekan 211,8 KPa dan 167,2 KPa

untuk poliol komersil dan 656,8 KPa dan 347,8 KPa untuk poliol PET, densitas

45,6 kg/m3 untuk poliol komersil, c-PUF/DAP15 and c-PUF/DAP30 yaitu 55,4 dan

58,1 kg/m3, penambahan 5−15 DAP untuk rPUF yaitu 71,0 sampai 83,0−106,2 kg/

m3, ketahanan panas di temperatur 200ºC-450ºC untuk poliol komersil dan 450ºC-

600ºC untuk poliol PET 401ºC sampai 413ºC serta ketahanan api paling tinggi yaitu

menggunakan poliol PET dengan penambahan DAP sebesar 15% (Pham, C.T. dkk.,

6
2020). Berdasarkan penelitian tersebut, kekurangannya adalah proses glikolisis

poliol dilakukan melalui pemanasan selama 2 jam pada temperatur 250ºC

menggunakan dietilen glikol (DEG) yang harganya cukup mahal.

Dari uraian diatas, busa poliuretan merupakan salah satu polimer busa

rekayasa yang telah banyak diproduksi dalam industri dan telah menjadi produk

komersil. Saat ini telah banyak digunakan sebagai bahan insulasi panas, insulasi

listrik, sealant, busa untuk manufaktur otomotif, dan bahan furniture (Ivdre, et al.,

2020). Pada pembuatan busa poliuretan umumnya menggunakan poliol yang mana

poliol ini terbuat dari limbah botol plastik PET sebagai bahan baku penanggulangan

limbah yang direaksikan dengan MDI sebagai diisosianat dalam pembuatan

poliuretan.

Selanjutnya, harus ada pengembangan bahan sebagai blowing agent dengan

menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan seperti air (Kim, 2014). Oleh

karena itu, hasil tersebut menjadi dasar pertimbangan dilakukan penelitian

mengenai “Pengaruh Penambahan Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI)

Dan Diammonium Phosphate (DAP) Terhadap Morfologi, Kuat Tekan,

Densitas, Dan Ketahanan Api Busa Poliuretan Dengan Pemanfaatan Limbah

Botol Plastik Polyethylene Terephalate (PET)”.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Membuat polyurethane foam yang dibuat dengan dengan memanfaatkan

botol plastik PET (Polyethylene terephthalate) sebagai poliol.

7
2. Untuk melihat pengaruh variasi komposisi methylene diphenyl

diisocyanate (MDI)terhadap polyurethane foam yang dihasilkan.

3. Untuk melihat pengaruh variasi komposisi diammonium phosphate

(DAP) terhadap polyurethane foam yang dihasilkan.

1.3 Identifikasi Masalah

Berikut ini adalah rumusan masalah yang akan dijadikan bahasan:

1. Bagaimana pembuatan polyurethane foam dari botol plastik PET?

2. Bagaimana pengaruh komposisi methylene diphenyl diisocyanate

terhadap polyurethane foam yang dihasilkan?

3. Bagaimana pengaruh komposisi diammonium phosphate terhadap

polyurethane foam yang dihasilkan?

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Tempat penelitian yaitu di Laboratorium Material Functional menggunakan

bahan baku minyak yang berasal dari tanaman jarak. Adapun ruang lingkup

penelitian ini antara lain:

1. PET yang digunakan berasal dari botol plastik bekas.

2. Methylene diphenyl diisocyanate (MDI), Diammonium Phosphate

(DAP), aquades dan surfaktan yang digunakan berasal dari toko kimia

Anugrah Putra Kencana, Bekasi.

3. Komposisi penambahan Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI),

komposisi Diammonium Phosphate (DAP) pada penelitian ini bervariasi

8
dengan masing-masing masing persen berat yaitu (0%, 5%, 10%) dan

(10%, 20%,30%).

4. Pengujian densitas dilakukan di laboratorium Badan Riset dan Inovasi

Nasional (BRIN) Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

5. Pengujian tahan api dilakukan di laboratorium Teknik Metalurgi Fakultas

Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon, Banten.

6. Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di

Laboratorium Terpadu Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Kampus

Sindangsari Serang, Banten.

7. Pengujian kekuatan tekan dilakukan di Laboratorium PT Dirgantara

Indonesia, Bandung, Jawa Barat.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang dilengkapi dengan daftar

pustaka serta lampiran pendukung. Bab I menjelaskan mengenai latar belakang,

identifikasi masalah, tujuam, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan

penelitian. Bab II menjelaskan mengenai dasar fundamental teori yang mendukung

penelitian ini sebagai acuan dalam analisis dan pengolahan data serta pembahasan.

Bab III menjelaskan mengenai metode yang dilakukan dalam melaksanakan

penelitian ini, prosedur, dan diagram alir. Bab IV menjelaskan mengenai hasil yang

didapat dari penelitian serta analisis lanjut terkait data yang didapatkan. Bab V

menjelaskan mengenai kesimpulan dari hasil yang didapat serta saran-saran untuk

perbaikan dan aspek lainnya yang perlu ditingkatkan untuk penelitian selanjutnya.

Daftar pustaka memuat mengenai referensi yang digunakan selama penelitian dan

9
menjadi acuan dalam melakukan penelitian. Lampiran merupakan beberapa data

sekunder pendukung dalam penelitian dan penulisan laporan penelitian ini.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer
Polimer adalah suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari

susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia disebut

polimer (poly = banyak; mer = bagian). Suatu polimer akan terbentuk bila seratus

atau seribu unit molekul yang kecil (monomer), saling berikatan dalam suatu rantai.

Jenis-jenis monomer yang saling berikatan membentuk suatu polimer terkadang

sama atau berbeda. Sifat-sifat polimer berbeda dari monomer-monomer yang

menyusunnya. Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit

berulang sederhana yang bersifat ekuivalen atau hampir ekuivalen dengan

monomer, yaitu bahan dasar polimer yang bersangkutan. Reaksi penggabungan

monomer menjadi polimer disebut polimerisasi (Surono, 2013)

Polimer merupakan senyawa-senyawa yang tersusun dari molekul sangat besar

yang terbentuk oleh penggabungan berulang dari banyak molekul kecil. Molekul

yang kecil disebut monomer, dapat terdiri dari satu jenis maupun beberapa jenis.

Polimer adalah sebuah molekul panjang yang mengandung rantai-rantai atom yang

dipadukan melalui ikatan kovalen yang terbentuk melalui proses polimerisasi

dimana molekul monomer bereaksi bersama-sama secara kimiawi untuk

membentuk suatu rantai linier atau jaringan tiga dimensi dari rantai polimer.

Polimer didefinisikan sebagai makromolekul yang dibangun oleh pengulangan

kesatuan kimia yang kecil dan sederhana yang setara dengan monomer, yaitu bahan

pembuat polimer. Penggolongan polimer berdasarkan asalnya, yaitu yang berasal


dari alam (polimer alam) dan polimer yang sengaja dibuat oleh manusia (polimer

sintetis). (Surono, 2013).

Gambar 2.1 Kode jenis-jenis plastik

Material plastik telah berkembang pesat dan mempunyai peranan yang sangat

penting di bidang elektronika, pertanian, tekstil, transportasi, furniture, konstruksi,

kemasan kosmetik, mainan anak-anak, dan produk-produk industrilainnya. Tabel

2.1 menunjukkan penggunaan berbagai jenis plastik dalam kehidupan sehari-hari.

(Siahaan & Windarti, 2007).

Tabel 2.1 Penggunaan Jenis Plastik Dalam Kehidupan Sehari-hari

Jenis Plastik Contoh Penggunaan

Polyethylene Terephthalate Botol kemasan air mineral, botol minyak goreng,

(PET) jus, botol sambal, botol obat, dan botol kosmetik

High Density Polyethylene Botol obat, botol susu cair, jerigen pelumas,

(HDPE) botol kosmetik

Polyvynil Chloride (PVC) Pipa selang air, pipa bangunan, mainan, botol

sampo, dan botol sambal

Low Density Polyethylene Kantong kresek, tutup plastik, dan plastik

12
(LDPE) pembungkus daging

Polypropylene (PP) Cup plastik, tutup botol dari plastik, mainan

anak, dan kantong plastik es

Polystyrene (PS) Kotak CD, sendok dan garpu plastik, tempat

makanan dari styrofoam, dan tempat makan

2.1.1 Polimer Alam


Polimer alam telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, Polimer alam

adalah senyawa yang dihasilkan dari proses metabolisme mahluk hidup.

jumlahnya yang terbatas dan sifat polimer alam yang kurang stabil, mudah

menyerap air, tidak stabil karena pemanasan dan sukar dibentuk

menyebabkan penggunaanya amat terbatas. Contoh sederhana polimer alam

seperti ; Amilum dalam beras, jagung dan kentang , pati , selulosa dalam kayu

, protein terdapat dalam daging dan karet alam diperoleh dari getah atau

lateks pohon karet, protein, DNA, kitin pada kerangka luar serangga, wool,

jaring laba-laba, sutera dan kepompong ngengat, adalah polimer-polimer

yang disintesis secara alami. Serat- serat selulosa yang kuat menyebabkan

batang pohon menjadi kuat dan tegar untuktumbuh dengan tinggi seratus kaki

dibentuk dari monomer-monomer glukosa, yang berupa padatan kristalin

yang berasa manis. Polimer alam dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut

(Siahaan & Windarti, 2007).

13
Tabel 2.2 Contoh dari jenis-jenis polimer alam (Siahaan & Windarti, 2007).

Polimer Monomer Polimerisasi Contoh

Pati/amilum Glukosa Kondensasi Biji-bijian, akar umbi

Selulosa Glukosa Kondensasi Sayur, Kayu, Kapas

Protein Asam Kondensasi Susu, daging, telur, wol,

amino sutera

Asam Nukleotida Kondensasi Molekul DNA dan RNA

nukleat (sel)

Karet alam Isoprena Adisi Getah pohon karet

2.1.2 Polimer Sintetis


Polimer buatan dapat berupa polimer regenerasi dan polimer sintetis.

Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi. Contohnya

rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis

adalah polimer yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam pabrik

atau polimer yang dibuat dari bahan baku kimia disebut polimer sintetis

seperti polyetena, polypropylena, poly vynil chlorida (PVC), dan nylon.

Kebanyakan polimer ini sebagai plastik yang digunakan untuk berbagai

keperluan baik untuk rumah tangga, industri, atau mainan anak-anak.

(Siahaan & Windarti, 2007).

Polimer sintetis yang pertama kali yang dikenal adalah bakelit yaitu

hasil kondensasi fenol dengan formaldehida, yang ditemukan oleh kimiawan

kelahiran Belgia Leo Baekeland pada tahun 1907. Bakelit merupakan salah

14
satu jenis dari produk-produk konsumsi yang dipakai secara luas. Beberapa

contoh polimer yang dibuat oleh pabrik adalah nylon dan polyester, kantong

plastik dan botol, pita karet, dan masih banyak produk lain yang ada pada

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan sifatnya terhadap panas, polimer dapat

dibedakan atas polimer termoplastik (tidak tahan panas, seperti plastik) dan

polimer termoseting (tahanpanas, seperti melamin). Klasifikasi polimer ini

dibedakan menjadi dua, yaitu polimer termoplastik dan polimer termoseting.

(Koltzenburg, et al., 2016)

a. Polimer Termoplastik

Polimer termoplastik adalah polimer yang mempunyai sifat tidak tahan

terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak

dan didinginkan akan mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali,

sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui cetakan yang

berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Polimer yang

termasuk polimer termoplastik adalah jenis polimer plastik. Jenis plastik ini

tidak memiliki ikatan silang antar rantai polimernya, melainkan dengan

struktur molekul linear atau bercabang. (Koltzenburg, et al., 2016) Polimer

termoplastik memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut.

1. Berat molekul kecil

2. Tidak tahan terhadap panas.

3. Jika dipanaskan akan melunak.

4. Jika didinginkan akan mengeras.

5. Mudah untuk diregangkan.

15
6. Fleksibel.

7. Titik leleh rendah.

8. Dapat dibentuk ulang (daur ulang).

9. Mudah larut dalam pelarut yang sesuai.

10. Memiliki struktur molekul linear/bercabang.

Contoh plastik termoplastik sebagai berikut.

1. Polietilena (PE) = Botol plastik, mainan, bahan cetakan, ember,

drum, pipa saluran, isolasi kawat dan kabel, kantong plastik dan jas

hujan.

2. Polivinilklorida (PVC) = pipa air, pipa plastik, pipa kabel listrik, kulit

sintetis, ubin plastik, piringan hitam, bungkus makanan, sol sepatu,

sarung tangan dan botol detergen.

3. Polipropena (PP) = karung, tali, botol minuman, serat, bak air,

insulator, kursiplastik, alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci,

pembungkus tekstil, dan permadani.

4. Polistirena = Insulator, sol sepatu, penggaris, gantungan baju.

b. Plastik Termoseting

Polimer termoseting adalah polimer yang mempunyai sifat tahan

terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh.

Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali.Susunan polimer ini bersifat

permanen pada bentuk cetak pertama kali (pada saat pembuatan). Bila

polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung atau diperbaiki lagi.

16
Polimer termoseting memiliki ikatan- ikatan silang yang mudah dibentuk

pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan keras.

Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin kaku dan

mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan

menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer.

(Callister &Rethwisch, 2009) Sifat polimer termoseting sebagai berikut.

1. Keras dan kaku (tidak fleksibel)

2. Jika dipanaskan akan mengeras.

3. Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang).

4. Tidak dapat larut dalam pelarut apapun.

5. Jika dipanaskan akan meleleh.

6. Tahan terhadap asam basa.

7. Mempunyai ikatan silang antarrantai molekul.

Dari klasifikasi polimer yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat dilihat

beberapa perbedaan dari polimer termoplastik dan polimer termoseting pada

Tabel 2.3 di bawah ini :

Tabel 2.3 Perbedaan Polimer Termoplastik dan Termoseting

Polimer Termoplastik Polimer Termoseting

Mudah diregangkan Keras dan Rigid

Fleksibel Tidak Fleksibel

Tidak leleh rendah Tidak meleleh jika dipanaskan

17
Dapat dibentuk ulang Tidak dapat dibentuk ulang

2.2 PET (Polyethylene Terephthalate)


Polyethylene Terephthalate (PET) merupakan polimer termoplastik dari

keluarga poliester yang banyak diproduksi karena keunggulan sifat mekanik dan

kimianya. PET memiliki titik leleh kristalin yang tinggi (260oC) dan rantai polimer

yang kaku dalam PET mengakibatkan PET mempunyai sifat mekanik yang kuat,

ketahanan terhadap bahan kimia dan pelarut yang baik. Polimer ini banyak

digunakan untuk membuat botol untuk minuman ringan, bir, alkohol, produk

makanan, dan obat-obatan. PET juga dapat digunakan sebagai rekayasa plastik yang

menggantikan baja, aluminium dan logam lainnya untuk peralatan elektronik,

rumah tangga, maupun suku cadang kendaraan (Venkatachalam et al., 2012).

Kebanyakan (sekitar 60%) dari produksi PET dunia digunakan dalam serat sintetis,

dan produksi botol mencapai 30% dari permintaan dunia. Dalam penggunaannya di

bidang tekstil, PET biasanya disebut poliester saja (Ismail et al., 2010).

PET secara umum didapatkan dari polimerisasi fase lelehnya untuk

mendapatkan resin yang mempunyai viskositas pada rentang 0,5-0,7 dL/g. Untuk

mendapatkan polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi misalnya

viskositasnya lebih besar dari 0,7 dL/g, dilakukan polimerisasi pada keadaanpadat.

Proses selanjutnya yaitu memanaskan polimer padatan yang berat molekularnya

masih rendah dengan temperatur di bawah titik lelehnya tetapi di atas titik lelehnya

(Venkatachalam et al., 2012).

PET dapat bersifat amorf (transparan) atau semikristal bergantung pada

proses dan mekanisme termal pembuatannya. Polimer ini diturunkan dari reaksi

18
antara asam terephthalic dan ethyleneglycol. Sifat PET bergantung pada berat

molekular, struktur molekular, kristalinitas, dan adanya pengotor (Sarker & Rashid,

2013). Struktur kimianya merupakan perulangan dari monomer ethylene

terephthalate seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Masing-masing monomer

mempunyai panjang fisik sekitar 1,09 nm dan berat molekular ~200.

Gambar 2.2 Struktur Kimia PET (Venkatachalam et al., 2012)

2.3 PUF (Polyurethane Foam)


Polyurethane Foam adalah busa sintetik yang dihasilkan melalui proses

reaksi kimia antara polyalkohol dengan isocyanate dan material aditive

membentuk sebuah benda dengan struktur berongga dengan dinding cell yang

memiliki daya berat (density) dan daya lentur serta karaketer fisik tertentu. Bentuk

dari polyurethane terdapat dalam berbagai bentuk, seperti busa lentur, busa keras,

pelapis anti bahan kimia, bahan perekat, dan penyekat, serta elastomers. Foam

didefinisikan sebagai substansi yang dibentuk dengan menjebak gelembung gas di

dalam cairan atau padatan. Polyurethane foam diklasifikasikan ke dalam 3 tipe,

yaitu flexible foam, rigid foam dan semi rigid foam. Perbedaan sifat fisik dari 3 tipe

polyurethane foam tersebut berdasarkan pada perbedaan berat molekul,

fungsionalitas polyol dan fungsionalitas isocyanate. Berdasarkan struktur selnya,

19
foam dibedakan menjadi dua, yaitu closed cell (sel tertutup) dan opened cell (sel

terbuka). Polyurethane foam secara umum dapat dibuat baik dengan sel tertutup

maupun terbuka, bahkan dapat juga dibuat dengan sel campuran. Pada sel tertutup

menghasilkan foam yang memiliki sifat isolasi panas baik, sedangkan pada sel

terbuka akan menghasilkan foam yang sangat baik dan memiliki daya penyerapan

air yang tinggi. Umumnya foam yang terbuat dari sel tertutup ialah foam berjenis

rigid foam, sedangkan foam yang terbuat dari sel terbuka ialah foam berjenis

flexible foam. Untuk melihat perbedaan struktur sel terbuka dan tertutup secara

visual dapat dilihat pada Gambar 2.7 (IFA, et al., 2018).

Foam dengan struktur closed cell merupakan jenis rigid foam sedangkan

foam dengan struktur opened cell adalah flexible foam. Busa keras polyurethane

digunakan sebagai bahan penyekat pada gedung, pemanas air, alat transport

berpendingin, serta pendingin untuk industri maupun rumah tangga. Busa ini juga

digunakan untuk flotation dan pengaturan energi. Busa lentur polyurethane

digunakan sebagai bahan pelembut pada karpet dan kain pelapis furniture, kasur,

dan mobil. Busa tersebut juga digunakan sebagai pengepak barang. Perekat dan

penyekat polyurethane digunakan dalam seperti di Kandang ayam, konstruksi,

transportasi, kapal, dan kegunaan lain yang membutuhkan kekuatan, tahan lembab,

serta sifat tahan lama dari polyurethane tersebut. Istilah “polyurethane elastomer”

meliputi produk turunannya antara lain, thermoplastic polyurethane, cast

elastomer, dan produk-produk Reaction Injection Molded (RIM). Bahan-bahan ini

meliputi banyak ragam kegunaan, dari sepatu dan roda skate sampai perlengkapan

rumah, lintasan atletik, serta alat-alat elektronik. Dalam pembuatan polyurethane

20
foams terdapat dua sistem yaitu sistem onestep dan sistem two-step. Sistem one-

step merupakan sistem yang dilakukan dengan cara mencampurkan semua bahan

baku. Sistem two-step merupakan sistem yang dilakukan dengan mereaksikan

poliol dengan poliisosianat yang bertujuan untuk membentuk prepolymer. Pada

pembuatan polyurethane foams sistem yang paling umum digunakan ialah sistem

one-step (PRIHASTUTI, 2016).

2.4 Proses Glikolisis


Daur ulang PET dapat dilakukan dengan menggunakan proses mekanis atau

kimia. Daur ulang mekanis mengikuti penyortiran, pencucian dan pengeringan,

pengurangan ukuran, filtrasi lelehan, dan pembentukan ulang plastik. Sebaliknya,

daur ulang kimia melibatkan depolimerisasi, pemurnian, dan kemudian

polimerisasi ulang. Dari dua proses tersebut, daur ulang mekanis lebih dipraktikkan

tetapi menghasilkan degradasi sifat plastik sementara produk akhir berkualitas

tinggi dapat dicapai dengan menggunakan metode daur ulang kimiawi, yang

memungkinkannya untuk dipolimerisasi ulang menjadi plastik bermutu

murni. Depolimerisasi PET melalui proses kimia dapat dicapai melalui pembelahan

rantai solvolitik, yang menghasilkan monomer atau oligomernya. Selain itu, daur

ulang kimia ini mencakup berbagai metode seperti glikolisis, metanolisis,

hidrolisis, ammonolisis, dan aminolisis, yang biasanya dilakukan pada suhu tinggi

dan dengan adanya katalis (Sinva, 2010).

Dalam metode glikolisis, plastik PET dan glikol dipanaskan didalam

Mekanisme depolimerisasi PET dengan menggunakan metode depolimerisasi

diawali dengan penambahan dietilen glikol, kemudian dietilen glikol (DEG)

21
mengalami difusi terhadap PET. Glikol memotong rantai oligomer terlarut secara

acak, kemudian oligomer mengalami rekristalisasi, kemudian terjadi pemecahan

dan fragmentasi (pelepasan molekul netral dari ion molekul tersebut), setelah itu

terbentuk oligomer terlarut. Pada proses glikolisis plastik PET, penggunaan DEG

dengan penambahan katalis dan juga panas dapat menghasilkan reaksi. Dalam PET,

ikatan atau reaksi asam tereftalat dengan dietilen glikol merupakan ikatan ester.

Ketika dietilen glikol ditambahkan, PET terurai menjadi monomer, sehingga ikatan

ester baru dapat terbentuk antara asam tereftalat dan dietilen glikol. juga dapat

digunakan sebagai katalis alkali, karat logam, logam klorida (Rahmayanti, 2015).

2.5 Isonianat
Isosianat adalah bahan kimia yang sangat reaktif yang digunakan dalam

pembuatan produk poliuretan, misalnya busa yang fleksibel dan kaku, serat, pelapis,

cat, pernis dan pernis, busa yang mengembang dan lem. Isosianat tersedia dalam

berbagai bentuk kimia, yang paling umum digunakan adalah metilen difenil

diisosianat (MDI), toluena diisosianat (TDI), dan heksametilena diisosianat

(HDI); TDI lebih berbahaya karena lebih mudah menguap dan uapnya dapat

terhirup. Senyawa isosianat merupakan salah satu bahan baku dalam reaksi

kondensasi membentuk poliuretan, suatu termoplastik polimer. Jenis isosianatyang

sering digunakan dalam sintesis poliuretan adalah toluen diisosianat (TDI), dan

metilen difenil diisosianat (MDI) (Dieterich, 1994).

Isosianat akan bereaksi dengan hidrogen aktif, isosianat akan bereaksi

dengan air menghasilkan urea dan gas CO2 yang juga akan bereaksi dengan

polietilamin membentuk poliurea. Isosianat aromatik lebih reaktif dibanding

22
isosianat alifatik. Struktur kedua jenis ini menentukan kekakuan (rigiditas) dari

molekul poliuretan. Isosianat alifatik membuat poliuretan lebih fleksibel,

sedangkan isosianat aromatik membuat poliuretan lebih rigid. Isosianat alifatik

biasanya digunakan untuk produk akhir, misalnya untuk elastomer. TDI biasanya

merupakan campuran 80% isomer 2,4 dan 20% isomer 2,6, TDI biasanya dipilih

untuk busa flexibel, sedangkan busa rigid biasanya dipakai metilen difenil

diisosianat (MDI). Rigid foam dengan menggunakan MDI memberikan stabilitas

termal dan resisten terhadap pembakaran yang lebih baik dibandingkan dengan

TDI. (Dieterich,1994).

Gambar 2.3 Struktur Toluena Diisosianat (TDI)

Gambar 2.4 Struktur 4,4’-Metilen Difenil Diisosianat (MDI)

2.6 Blowing Agent


Blowing agent sangat penting dalam produksi busa poliuretan ada dua jenis

blowing agent, yaitu chemical blowing agent dan physical blowing agent. Chemical

23
blowing agent adalah reaksi senyawa kimia dengan gugus isosianat untuk

menghasilkan gas karbon dioksida. Agen pembusa fisik menggunakan cairan

dengan titik didih rendah yang tidak bereaksi dengan gugus isosianat. Physical

blowing agent terdiri dari senyawa yang mengandung fluor seperti hidrokarbon C5,

azeotrop dengan atau tanpa halogen, dan karbon dioksida cair. Berdasarkan paten

Kim Roland, bahan yang biasa digunakan adalah air karena air bereaksi dengan

isosianat menghasilkan gas CO2, yang memungkinkan busa mengembang dan

membentuk pori-pori. Berikutnya adalah reaksi antara air dan isosianat.

(Triwulandari, et al., 2014).

Gambar 2.5 Reaksi Isonianat dengan Air

2.7 Surfaktan Silikon


Surfaktan silikon digunakan sebagai foam stabilizer untuk menstabilkan

struktur gelembung-gelembung (bubbles) yang terbentuk dengan menjadikan

sedikit viscous sampai rigidity (kekakuan) sel mengatur struktur foam fungsi

surfaktan, diantaranya (Ashida, 2007).:

1. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara liquid – liquid atau

liquid – solid.

2. Mencampur komponen – komponen yang tidak saling larut

24
3. Memperbaiki penampilan struktur sel

4. Untuk stabilisasi ekspansi foam saat mengembang

5. Pengontrol ukuran sel

6. Menghasilkan tipe struktur sel yang diinginkan seperti sel terbuka

(opened cell) atau sel tertutup (closed cell)

Jenis surfaktan yang biasa dipakai adalah tipe silicone glycol. Dengan

variasi tipe dan banyaknya material yang digunakan, maka dapat mempengaruhi

properti seperti density, kandungan dari sel terbuka atau sel tertutup. Surfaktan

adalah senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda

interaksinya. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya.

Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka air (hidrofilik) dan bagian non

polar yang suka akan minyak (lipofilik/hidrofobik). Bagian polar molekul surfaktan

dibagi atas surfaktan anionik, kationik, dan non ionik. Dalam pembuatan

polyurethane foam, surfaktan silikon digunakan untuk mencampurkan komponen-

komponen yang tidak saling larut, mengurangi tegangan permukaan pada fase

fluida, memicu terbentuknya bubble dan menstabilkan dinding sel. Pada

pembentukan emulsi, surfaktan mengurangi difusi pada antar muka (Ashida, 2007).

2.8 Diammonium Phosphate (DAP)


Diammonium phosphate (DAP) atau disebut juga dengan diammonium

hydrogen phosphate adalah suatu senyawa kimia anorganik yang merupakan salah

satu garam dari ammonium phosphate. Diammonium Phosphate diproduksi dengan

mereaksikan ammonia dengan phosphoric acid. (George, C.W., 2011)

Diammonium phosphate mempunyai kegunaan utama sebagai bahan baku industri

25
pupuk diammonium phosphate (DAP) yang berfungsi sebagai sumber makanan

bagi tumbuhan. Diammonium phosphate juga dapat difungsikan sebagai pengatur

pH tanah pada saat proses pertumbuhan tanaman, mengingat sifat ammonia pada

DAP yang reaktif terhadap alkali. Diammonium phosphate dapat digunakan sebagai

penahan api, dimana diammonium phosphate mempunyai sifat retarder

(memperlambat) pemanasan, sehingga mengurangi suhu pembakaran suatu bahan

dan mengurangi kehilangan massa pada saar terjadi pembakaran.

2.9 Zinc Acetate


Seng asetat (zinc actate) adalah garam dengan rumus Zn(CH3CO2)2, yang

biasanya muncul sebagai dihidrat Zn(CH3CO2)2·2H2O. Zinc acetate hydrate

(Zn5(OH)8(CH3COO)2) termasuk ke dalam golongan layered basic zinc salts

(LBZSs) yang memiliki formula umum Zn5(OH)8X2 (X = Cl, Br, I, NO3, CH3COO,

dll). Zinc acetate hydrate memiliki struktur kristal dengan bentuk heksagonal (L.

Poul, 2000). Puncak difraksi zinc acetate hydrate berada pada rentang 2θ < 20o pada

hasil XRD. Pertumbuhan kristal zinc acetate hydrate menghasilkan partikel dengan

bentuk seperti plat atau lembaran, sehingga dapat dikategorikan sebagai material

dua dimensi.

2.10 Proses Foaming


A. Mixing

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses ini dicampur secara

berurutan menggunakan mixing head. Hasil yang sangat penting dalam

proses ini adalah campuran cairan homogen yang dapat menghasilkan busa

26
berkualitas tinggi dengan struktur sel yang baik. Proses pencampuran yang

baik sangat membutuhkan surfaktan silikon karena surfaktan silikon dapat

menurunkan tegangan permukaan poliol sehingga memungkinkan cairan

tercampur lebih merata (Defonseka, 2013).

B. Nucleation

Gelembung udara terbentuk selama proses pencampuran, yang dapat

bertindak sebagai titik nukleasi untuk gas yang mengembang. Saat

memproduksi busa menggunakan metode pencetakan kotak dan peralatan

sederhana, tidak selalu memungkinkan untuk mengontrol jumlah

gelembung atau ukuran sel yang diinginkan. Namun, dalam metode mesin

lembar kontinu, ada cara untuk memastikan titik awal pembentukan busa

yang cukup untuk mencapai ukuran sel yang terkontrol dan seragam yang

diinginkan. Setelah 10 detik, gas peniup karbon dioksida dan zat peniup

berlebih menyebar ke dalam gelembung udara kecil dan

mengembangkannya, mengubah campuran menjadi cairan yang disebut

krim. Waktu dari awal pengadukan hingga munculnya perubahan disebut

waktu krim (Defonseka, 2013).

C. Expansion

Saat lebih banyak gas terbentuk, gelembung mengembang dan buih

mulai mengembang. Jika busa naik dengan jumlah gelembung yang

seragam, surfaktan silikon dapat menstabilkan gelembung dan

mencegahnya menyatu. Jika tidak ada surfaktan yang digunakan, busa akan

runtuh. Saat gelembung mengembang, reaksi polimerisasi terjadi setelah

27
pencampuran dan reaksi gas berhenti. Pada tahap ini, massa busa kira-kira

30-50 kali volume cairan aslinya. Bagian polimer dari busa mulai

membentuk gel berupa sel-sel berisi gas berdinding tipis dan tebal yang

disebut fringe (Defonseka, 2013).

D. Curing

Pada busa fleksibel, proses pengawetan berlangsung dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah saat reaksi gas berhenti dan ditunjukkan saat bagian

atas busa ternoda. Tergantung bahan yang digunakan, dimana pada setiap

bagian dapat terjadi pada waktu yang berbeda, sekitar 8-10 menit. Dengan

proses foaming yang terus menerus, waktu yang dibutuhkan bisa lebih

singkat. Busa dalam bentuk blok, blok bulat, dihilangkan dan dibiarkan

selama 24 jam untuk tahap kedua, yaitu pemulihan, di mana terjadi berbagai

reaksi ikatan silang lambat, di mana panas dilepaskan sebagai akibat dari

reaksi eksotermik, memberikan busa kekuatan fisik terakhirnya (Defonseka,

2013).

2.11 Uji Tekan


Destructive test merupakan pengujian yang dilakukan terhadap suatu

material atau sampel sampai material tersebut mengalami kerusakan. Pengujian ini

dilakukan untuk mengetahui performa pada material yang bersangkutan, salah

satunya bila material tersebut dikenai kerja dari luar dengan besar gaya yang

berbeda-beda, dalam pengujian ini dibutuhkan sampel uji (sampel uji adalah

duplikat dari benda kerja yang berasal dari bahan yang sama). Pengujian merusak

dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari material, dimana pengujiannya

28
dengan pemberian beban mekanik hingga sampel mengalami perubahan bentuk

atau deformasi plastis (merusak bentuk sampel dari bentuk awal) (Hidayat, 2019).

Salah satu jenis pengujian merusak yaitu uji tekan. Pengujian tekan adalah suatu

metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan atau material dengan

cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Pengujian uji tekan digunakan untuk

mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara

lambat. Kekuatan tekan dapat diukur dengan memasukkannya ke dalam kurva

tegangan-regangan dari data yang didapatkan dari mesin uji. Beberapa bahan akan

patah pada batas tekan, beberapa mengalami deformasi yang tidak dapat

dikembalikan. Deformasi tertentu dapat dianggap sebagai batas kekuatan tekan,

meski belum patah, terutama pada bahan yang tidak dapat kembali ke kondisi

semula (irreversible) (Bisioni, 2019). Pengujian kuat tekan dilakukan bedasarkan

SNI 1974:2011, untuk hasil dari pengujian tekan dapat dihitung menggunakan

persamaan berikut (SNI 1974:2011, 2011):


P
Kuat Tekan = A……………………………………(2.1)

Dimana : P = gaya tekan aksial (N)

A = luas penampang (mm2 )

2.12 Uji Densitas


Karakterisasi polimer dilakukan dengan pengujian densitas. Pengujian

densitas dilakukan dengan cara merendamnya ke dalam air. Densitas yang ditinjau

adalah banyaknya volume ruang kosong yang direpresentasikan sebagai jumlah

massa atau volume air yang terserap pada material. Pengukuran porositas

dilakukan menggunakan teknik perendaman dan persentase porositas (Ridayani,

29
Malino and Asri, 2017). Porositas merupakan volume pori-pori yang terbuka, di

mana cairan dapat menembus, sebagai persentase volume total refraktori. Sifat ini

penting ketika refraktori ada dalam kontak dengan terak dan isian yang leleh.

Porositas yang nampak rendah mencegah bahan leleh menembus refraktori,

pengujian porositas yang dilakukan berdasarkan metode Archimedes. Pengujian

porositas yang dilakukan mengacu pada standar pengujian ASTM C 20-00. Nilai

porositas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (ASTM C20-

00, 2015):

V = W-S………….……………………………………(2.2)

(𝑊−𝐷)
𝑃= × 100%……………………………………(2.3)
𝑉

Dimana:

P = porosity (%)

D = Berat kering (gram)

W = Berat Kering Permukaan (gram)

S = Berat Dalam Air (gram)

V = Exterior volume (cm3)

2.13 Uji Panas


Analisis termal diferensial (DTA) adalah teknik di mana perbedaan suhu

antara sampel dan bahan referensi dipantau terhadap waktu atau suhu sambil

memprogram suhu sampel di atmosfer tertentu. Selama analisis ini, sampel dan

referensi ditempatkan secara simetris di dalam tungku, kemudian tungku dikontrol

di bawah program suhu dan suhu sampel dan referensi diubah. Selama proses ini,

30
termokopel diferensial dipasang untuk mendeteksi perbedaan suhu antara sampel

dan referensi. Perangkat yang disebut termokopel memungkinkan pengukuran

antara minus 200oC dan plus 2320oC. Suhu sampel ditentukan dengan perangkat

ini. Bahan yang tidak berubah dalam rentang suhu pengukuran digunakan sebagai

acuan. Aplikasi penting pertama dari metode analisis termal diferensial (DTA)

adalah studi diagram fasa dan suhu transisi, dan analisis kualitatif logam, oksida,

garam, keramik, gelas, mineral, dan tanah. Untuk banyak masalah, adalah

menguntungkan untuk menggunakan metode analisis termal diferensial (DTA) dan

metode analisis termogravimetri (TGA). Analisis termal adalah analisis perubahan

properti sampel yang terkait dengan perubahan suhu yang dikenakan. Sampel

biasanya dalam keadaan padat dan perubahan pemanasan meliputi peleburan,

transisi fase, sublimasi, dan pemisahan. Analisis perubahan massa sampel selama

pemanasan dikenal sebagai analisis termogravimetri. Dalam analisis ini, perubahan

massa material di bawah atmosfer yang terkendali diukur sebagai fungsi suhu (atau

waktu). Kegunaan utamanya adalah untuk mengukur stabilitas termal dan

komposisi suatu material. Analisis ini paling berguna untuk proses dehidrasi,

dekomposisi, desorpsi, dan oksidasi (Hidayat, 2019).

2.14 Uji SEM


Metode analisis yang sangat penting dalam karakterisasi morfologi polimer

adalah metode analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). SEM

adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang berfungsi untuk analisis morfologi

atau menggambarkan permukaan suatu objek atau material. SEM menggunakan

elektron berenergi tinggi yang ditembakkan ke permukaan material dan permukaan

31
material yang terkena berkas elektron berenergi tinggi tersebut akan dipantulkan

kembali sehingga menghasilkan elektron sekunder yang menuju ke segala arah.

Intensitas pantulan dengan tingkat energi tertinggi kemudian akan ditangkap oleh

detektor sehingga diperoleh informasi mengenai morfologi material seperti

kelandaian, permukaan, dan arah kemiringan. Untuk memperoleh pencitraan yang

baik, permukaan material haruslah dilapisi dengan logam sehingga dihasilkan

elektron sekunder ketika ditembakan denagn berkas electron berenergi tinggi. Akan

tetapi, bila material yang diamati berasal dari logam maka tidak perlu dilakukan

pelapisan dengan logam lagi. Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu

instrumen yang menghasilkan seberkas elektron pada permukaaan spesimen target

dan mengumpulkan serta menampilkan sinyalsinyal yang diberikan oleh material

target. Penggunaan alat Scanning Electron Microscopy dalam morfologi kopolimer

telah dikembangkan secara luas. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron

(electron coloum), ruang sampel (specimen chamber) dan sistem vakum (vacuum

system). Prinsip analisis SEM adalah dengan menggunakan alat sinyal elektron

sekunder. Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah

dilapisi oleh suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang

digunakan dapat menghasilkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan

berkas elektron. Berkas elektron yang berinteraksi dengan spesimen dikumpulkan

untuk menghasilkan sinyal. Sinyal ini digunakan untuk mengatur intensitas elektron

pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar dari mikroskop.

Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola difraksi

elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalografi, jenis unsur dan

distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan (Martinez, 2010).

32
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

Berikut merupakan diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Mulai

Mengumpulkan dan
membersihkan sampah PET

Memotong sampah PET menjadi serpihan yang berukuran 4 mm

Membuat larutan poliol dengan metode glikolisis ( 50 gr plastik PET + 0,25 gr


zinc acetat + 98,87 mL dietilen glikol ) dipanaskan didalam muffle furnace
pada temperatur 250ᶿ C selama 2,5 jam.

Mencampurkan larutan 20,5 mL poliol dengan 0,4 gr surfaktan silikon, 0,2


gr aquades dan 10%, 20% 30% DAP dan diaduk hingga homogen

Menambahkan 0% (29,5 mL), 5% (31 mL), 10%


(32,5 mL) MDI (Methylene Diphenyl diisocyanate)

Mengaduk
bahan
Curing

Densitas Uji Tekan Uji panas SEM

Data pengamatan

Pembahasan Literatur

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat yang Digunakan


Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

sebagai berikut :

1. Cetakan botol bekas persegi panjang

2. Gelas Kimia (Pyrex)

3. Gelas Ukur (Iwaki)

4. Gunting (Joyko Scissors S-848)

34
5. Gergaji Besi (Sandflex)

6. Kertas Label (Anha)

7. Masker (Sensi Mask)

8. Neaca Digital (U.S Solid)

9. Pipet Tetes

10. Penggaris (Butterfly-30 cm)

11. Plastik Klip (Ziplock)

12. Sarung Tangan Karet (Sensi Gloves)

13. Spatula (GM-TR035)

3.2.2 Bahan yang Digunakan


Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

sebagai berikut:

1. Aquades

2. Diammonium Phosphate (DAP)

3. Diethylene glycol

4. MDI (Methylene Diphenyl Diisocyanate)

5. Sampah Plastik PET

6. Surfaktan Silikon

7. Zink Asetat

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan PUF


Botol plastik dipotong hingga ukuran 4 mm, kemudian membuat

material polyol dengan cara botol plastik yang telah dipotong dicampurkan

35
dengan zink asetat sebanyak 0,5% dari banyaknya PET yang digunakan,

diethylene glycol dengan perbandingan mol dengan PET 4:1. Setelah

dicampurkan material dipanaskan hingga 250oC didalam muffle furnace

selama 2,5 jam, kemudian didiamkan pada temperatur ruang. Kemudian

membuat PUF dengan mencampurkan polyol dengan aquades 1% dari berat

poliol, lalu ditambahkan surfactant silicon 2% dari berat poliol dan

ditambahkan diammonium phosphate (DAP) 10%, 20% dan 30% dari berat

poliol, lalu diaduk hingga homogen, kemudian dituangkan kedalam cetakan

lalu menambahkan MDI dengan variasi 1:1 + 0%, 5% dan 10% dari berat pre-

PU yang telah dihasilkan lalu diaduk dengan menggunakan spatula hingga

proses curing terjadi lalu didiamkan hingga mengeras. Proses pembuatan ini

dilakukan di Laboratorium Material Fungsional FT Untirta.

3.3.2 Pengujian Densitas


Pengujian densitas dilakukan sebagai acuan dasar untuk parameter lain,

hal ini dikarenakan jika densitas foam semakin besar maka rongga yang

dimiliki foam akan semakin mengecil sehingga nilai kekuatannya semakin

tinggi. Pengujian ini dilakukan menggunakan standar ASTM D1622 dengan

ukuran sampel yang akan diuji sebesar 2 cm x 2 cm x 2 cm. Pengujian ini

dilakukan di BRIN Polimer Serpong. Berikut ini tahapan pengujian densitas

berdasarkan ASTM D1622:

1. Menyiapkan semua peralatan dan bahan yang diperlukan untuk

pengujian, termasuk alat uji densitas, sampel material yang akan diuji,

termometer, dan timbangan.

2. Memastikan kalibrasi alat uji densitas telah dilakukan sebelum memulai

36
pengujian guna memastikan akurasi hasil pengukuran.

3. Mengambil sampel material.

4. Menimbang sampel menggunakan timbangan dengan tingkat ketepatan

±0.1 %.

5. Menempatkan sampel secara hati-hati ke dalam alat uji densitas untuk

menghindari kesalahan selama proses pengukuran.

6. Menuangkan air ke dalam wadah khusus pada alat uji densitas hingga

mencapai batas.

7. Memasukkan probe atau instrumen lainnya ke dalam cairan pembanding

untuk mengukur volume displasemen atau perubahan volume akibat

penambahan sampel material tersebut.

8. Mengambil data dari hasil pengujian densitas.

3.3.3 Pengujian Tekan


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekuatan dari PU foam

yang telah dibuat. Pengujian ini menggunakan ASTM D1621 yang mana

sampel dipotong dengan dimensi 2 cm x 2 cm x 2 cm kemudian diberi

pembebanan 10-100 N atau laju regangan 2,5 mm/menit. Alat yang

digunakan pada pengujian ini ialah Universal Testing Machine INSTRON

5982. Pengujian ini dilakukan di PT. Dirgantara Indonesia, Bandung.

3.3.4 Pengujian SEM


Pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) memiliki fungsi

untuk mengetahui morfologi, ukuran partikel, pori serta bentuk partikel

material. Standar yang digunakan adalah ASTM E986. Pengujian ini

dilakukan di Laboratorium Terpadu Sindang Sari.

37
3.3.5 Pengujian Tahan Api
Analisa pengujian ketahanan api (fire performance) dilakukan

berdasarkan standar ASTM D3014 dengan dua tes pembakaran yaitu metode

pembakaran vertikal dan horizontal untuk menentukan sifat mudah terbakar.

Sampel dibuat masing-maing dengan ukuran panjang 150 mm dan volume

50x50x50 (mm3) lalu dilakukan pembakaran selama 30 detik. Pengujian ini

dilakukan di Laboratorium Metalurgi FT Untirta.

38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pembuatan busa poliuretan dengan plastik PET sebagai poliol dilakukan

menggunakan metode two-step yang terdiri dari proses mixing prepolimerisasi pada

tahap pertama serta mixing, nucleation, expansion dan curing pada tahap kedua.

Bahan yang digunakan terdiri dari poliol sebagai building blocks, isosianat

methylene diphenyle diisocyanate (MDI) sebagai agen penyambung, aquades dan

surfaktan silikon sebagai blowing agent juga diammonium phosphate (DAP)

sebagai filler agent. Setelah dapat hasil produk akhir busa poliuretan, selanjutnya

dilakukan pengujian dan karakterisasi. (Alquichire, S.A. dan Valero, M., 2017).

Berikut adalah proses pembuatan busa poliuretan menggunakan poliol.

4.1.1 Prepolimerisasi
Proses ini diawali dengan melakukan proses glikolisasi plastik PET.

Plastik PET seberat 50 mg dipotong menjadi ukuran kecil, 98,87 mL DEG

dan 0,25 gr zinc acetate dicampurkan di dalam gelas beker serta dipanaskan

pada temperatur 250˚ C selama 2,5 jam di dalam muffle funace. Setelah itu

campuran didinginkan hingga mencapai temperatur ruang, setelah tu baru

tahap pepolimerisasi dapat dilakukan. Pembuatan prepolimer dilakukan

tahap preparasi terlebih dahulu yaitu poliol ditimbang dengan berat 22,14

gram atau volume 20,5 ml lalu dimasukan kedalam wadah gelas kimia,

surfaktan silikon dan aquades (blowing agent) (2%:1%) sebanyak 0,4 gram

dan 0,2 gram, lalu ditambahkan diammonium phosphate (DAP) dengan


variasi persen berat yaitu 2,2 gram (10%), 4,4 gram (20%) dan 6,6 gram

(30%). Selanjutnya dilakukan proses mixing dengan cara mencampurkan

semua bahan tersebut lalu diaduk hingga homogen. Tabel 4.1 adalah

komposisi pembuatan prepolimer.

Tabel 4.1 Komposisi Pembuatan Prepolimer


Berat Surfaktan Aquades Aquades Poliol
Surfaktan
DAP DAP Silikon (%) (gr) (gr)
Sampel Silikon
(%) (gr) (gr)
(%)

1 10 2,2 2 0,4 1 0,2 22,14

2 10 2,2 2 0,4 1 0,2 22,14

3 10 2,2 2 0,4 1 0,2 22,14

4 20 4,4 2 0,4 1 0,2 22,14

5 20 4,4 2 0,4 1 0,2 22,14

6 20 4,4 2 0,4 1 0,2 22,14

7 30 6,6 2 0,4 1 0,2 22,14

8 30 6,6 2 0,4 1 0,2 22,14

9 30 6,6 2 0,4 1 0,2 22,14

Pada proses pembuatan prepolimer dilakukan mixing berdasarkan

komposisi Tabel 4.1 dengan cara mencampurkan semua bahan tersebut lalu

diaduk hingga homogen (Berubah warna dan serbuk DAP terlarut)

menggunakan spatula. Gambar 4.1 merupakan hasil proses pembuatan

prepolimer.

40
Gambar 4.1 Hasil Pembuatan Prepolimer
4.1.2 Pembuatan Busa Poliuretan
Busa poliuretan ini dibuat dengan mereaksikan poliol dan isosianat,

dimana poliol dapat dianggap sebagai building blocks, dan isosianat dapat

dianggap sebagai agen penyambung (Ashida, 2007). Pada penelitian ini

dilakukan dengan komposisi penambahan MDI dan DAP yang berbeda-

beda guna untuk mencari sifat dari busa poliuretan. Tabel 4.2 merupakan

tabel komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan busa poliuretan.

Tabel 4.2 Komposisi Bahan Pembuatan Busa Poliuretan


MDI Volume DAP Berat DAP
Sampel
(%) MDI (ml) (%) (gram)
1 0 29,5 10 2,2
2 5 31 10 2,2
3 10 32,5 10 2,2
4 0 29,5 20 4,4
5 5 31 20 4,4
6 10 32,5 20 4,4
7 0 29,5 30 6,6
8 5 31 30 6,6
9 10 32,5 30 6,6
Pembuatan busa poliuretan dilakukan tahap preparasi yaitu mengukur

volume methylene diphenyl diisocyanate (MDI) dengan variasi masing-

masing 29,5 ml (0%), 31 ml (5%) dan 32,5 ml (10%) lalu dimasukan

41
kedalam wadah gelas kimia. Selanjutnya dilakukan mixing dengan cara

mencampurkan poliol, surfaktan silikon, aquades dan DAP (prepolimer)

dengan MDI kedalam cetakan botol plastik persegi panjang lalu dilakukan

pengadukan dengan spatula hingga homogen dan berubah warna, lalu

sampel didiamkan semalaman kurang lebih 12 jam. Gambar 4.2 adalah hasil

pembuatan busa poliuretan yang sudah mengeras.

Gambar 4.2 Hasil Pembuatan Busa Poliuretan

Pada proses pembuatan busa poliuretan yang dilakukan, terdapat

beberapa fenomena diantaranya terbentuknya asap dan panas saat proses

expansion, hal ini disebabkan oleh reaksi eksotermis dari aquades dengan

MDI yang menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan amida sebagai

produk sampingan. Pada reaksi tersebut melepaskan energi yang tersimpan,

energi ini dilepaskan dalam bentuk panas berupa gas CO2.

Proses foaming diawali dengan nucleation ditandai dengan adanya

gelembung udara selama proses pengadukan berlangsung lalu proses

42
expansion yaitu busa mulai mengembang dan proses curing atau penyusutan

dengan cara mendiamkan selama 12 jam hingga mengeras. Produk busa

poliuretan dikeluarkan dari cetakan dan dipotong menggunakan gergaji besi

sesuai kebutuhan pengujian dan karakterisasi. Gambar 4.3 merupakan busa

poliuretan setelah dipotong untuk kebutuhan pengujian dan karakterisasi.

Gambar 4.3 Busa Poliuretan Setelah Dipotong

4.1.3 Hasil Pengujian dan Karakterisasi


Proses pengujian dan karakterisasi terdiri dari pengujian kuat tekan,

densitas, SEM dan tahan api. Selanjutnya hasil pengujian yang telah

dilakukan akan dianalisa dan dibahas dengan mempertimbangkan literatur

sehingga bisa disimpulkan. Tabel 4.3 merupakan hasil pengujian kuat tekan.

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan


Komposisi Kuat Tekan Modulus
Komposisi young
Penambahan (MPa) Jenis Busa
DAP (%) (Mpa)
MDI (%)
10 0.69 0,01382 Rigid
0 20 0.30 0,00515 Rigid
30 0.39 0,01408 Rigid
10 0.38 0,21203 Rigid
5
20 0.38 0,01500 Rigid

43
30 0.74 0,01364 Rigid
10 0.46 0,01140 Rigid
10 20 0.41 0,00300 Rigid
30 0.63 0,01128 Rigid

Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dengan komposisi penambahan

MDI 0%, 5% dan 10% dengan komposisi DAP 10%, 20%, dan 30%

memiliki nilai kuat tekan yang berbeda-beda. Busa dengan komposisi

penambahan MDI 0%, 5% dan 10% dengan komposisi DAP 10%, 20%, dan

30% menghasilkan busa poliuretan yang rigid. Berdasarkan literatur

semakin besar nilai kuat tekan suatu benda maka benda akan semakin kaku,

sehingga nilai kuat tekan suatu benda akan semakin besar. Sama halnya

dengan densitas, yaitu akan mempengaruhi nilai densitas. Tabel 4.4

merupakan hasil pengujian densitas.

Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Densitas


Komposisi
Komposisi Densitas
Penambahan Jenis Busa
DAP (%) (gram/cm3)
MDI (%)

10 0,0236 Rigid

20 0,0280 Rigid
0

30 0,0283 Rigid

10 0,0284 Rigid

20 0,0348 Rigid
5

30 0,0326 Rigid

44
10 0,0505 Rigid

20 0,0438 Rigid
10

30 0,0424 Rigid

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dengan komposisi penambahan

MDI 0%, 5% dan 10% dengan komposisi DAP 10%, 20%, dan 30%

memiliki nilai densitas yang berbeda-beda. Berdasarkan literatur semakin

besar nilai densitas suatu benda maka benda akan semakin kaku, sehingga

nilai densitas suatu benda akan semakin besar. Dari data hasil densitas yang

didapatkan dapat disimpulkan bahwa jenis foam yang terbentuk berjenis

busa rigid (Jiulong Xie, 2015).

4.2 Pembahasan dan Analisa Hasil Pembuatan Busa Poliuretan


4.2.1 Analisa Hasil Pembuatan Busa Poliuretan
Busa poliuretan dari poliol dibuat dengan menggunakan cetakan dari

botol bekas persegi panjang. Gambar 4.4 adalah dimensi cetakan pembuatan

busa poliuretan dari poliol.

Lebar = 6 cm

Tinggi = 19 cm

Panjang = 8,5 cm
Gambar 4.4 Cetakan Busa Poliuretan

45
Dengan menggunakan cetakan tersebut, didapat hasil produk busa

poliuretan dengan ketinggian yang berbeda-beda. Tabel 4.5 merupakan data

dimensi hasil pembuatan busa poliuretan.

Tabel 4.5 Dimensi Hasil Busa Poliuretan


Komposisi Tinggi Tinggi Tidak
Komposisi Tinggi
Penambahan Sempurna Sempurna
DAP (%) Total (cm)
MDI (%) (cm) (cm)

10 7,5 2,8 10,3

0 20 8 3,5 11,5

30 9 2,3 11,3

10 10,5 2,8 13,3

5 20 9,5 2,8 12,3

30 11,5 2,7 14,2

10 9,5 3,1 12,6

10 20 9 2,5 11,5

30 10,5 3,2 13,7

Dari data diatas, nilai tinggi total busa poliuretan tertinggi dihasilkan

dari komposisi penambahan MDI 5% dan DAP 30% yaitu 14,2 cm.

sedangkan nilai tinggi total terendah dihasilkan dari komposisi penambahan

MDI 0% dan DAP 10% yaitu 10,3 cm. Tinggi sempurna didapat dari

komposisi penambahan MDI 0% DAP 30% yaitu 9 cm karena memiliki tinggi

tidak sempurna paling kecil. Sedangkan nilai tinggi tidak sempurna yaitu 3,2

cm didapat dari komposisi penambahan MDI 10% dan DAP 30%.

46
Berdasarkan data tersebut, komposisi penambahan MDI dan DAP dapat

mepengaruhi ketinggian hasil pembuatan busa poliuretan. Gambar 4.5 adalah

grafik tinggi total pembuatan busa poliuretan.

16
13,3 14,2
13,7 10 % DAP
14 12,6 12,3
11,5 11,5 11,3 20 % DAP
12 10,3
30 % DAP
Tinggi Total (Cm)

10
8
6
4
2
0
0 5 10
MDI (%)

Gambar 4.5 Grafik Tinggi Busa Poliuretan

Pada Gambar 4.5, pembuatan busa poliuretan dari plastik PET sebagai

poliol dengan variasi penambahan MDI dan DAP menghasilkan ketinggian

yang berbeda-beda. Berdasarkan Ashida 2007, pembuatan busa poliuretan

dipengaruhi oleh jenis isosianat dengan reaktivitas yang tinggi. MDI dengan

tipe oligomer poliiosianat merupakan jenis isosianat dengan reaktivitas tinggi.

4.2.2 Pengaruh MDI Terhadap Kuat Tekan Busa Poliuretan


Dari pembuatan busa poliuretan, MDI digunakan sebagai agen

penyambung. MDI amerupakan jenis isosianatat dengan reaktivitas yang tinggi.

47
MDI denga tipe oligomer isosianat berpengaruh pada hasil busa poliuretan

terutama pengaruh terhadap kekuatan tekan (Seol, et al., 2020). Gambar 4.6, 4.7

dan 4.8 adalah grafik pengaruh terhadap kekuatan tekan busa poliuretan.

A B
1,0 0,4
y = 0,0052x + 0,1323
0,35
0,8 y = 0,0138x + 0,3015
Strees (MPA)

Strees (MPA)
0,3
0,6 0,25
0,2
0,4 0,15
0,2 0,1
0,05
0,0 0
0 10 20 30 40 0 10 20 30 40
Strain (%) Strain (%)

C
0,6
0,5 y = 0,0141x + 0,0812
Stress (MPA)

0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5 10 15 20 25 30
Stain (%)

Gambar 4.6 Grafik Kuat Tekan dan Modulus young (a) MDI 0% DAP 10%

(b) MDI 5% DAP 10% (c) MDI 10% DAP 10%

Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dengan komposisi DAP 10 %

dengan komposisi penambahan MDI 0 %, 5% dan 10 % memiliki niali kuat

tekan dan modulus young yang berbeda-beda. Berdasarkan literatur semakin

48
besar nilai modulus young suatu benda maka benda akan semakin kaku,

sehingga nilai kuat tekan semakin besar. Pada Gambar 4.6 memperlihatkan

grafik tegangan regangan dan nilai modulus young pada masing-masing

sampel. Nilai kuat tekan pada komposisi penambahan MDI 0 %, 5 % dan 10%

secara berurutan ialah 0,69 MPa, 0,38 MPa dan 0,46 MPa. Nilai modulus

young pada komposisi penambahan MDI 0 %, 5 % dan 10 % secara berurutan

ialah 0,01382 MPa, 0,21203 MPa dan 0,01140 MPa.

A B
0,5 0,5
y = 0,0212x - 0,0239 y = 0,015x - 0,0222
0,4 0,4
Strees (MPa)

Strees (MPa)

0,3 0,3
0,2 0,2
0,1 0,1
0,0 0,0
0 5 10 15 20 25 0 5 10 15 20 25 30
Strain (%) Strain (%)

C
1,0
Strees (MPa)

0,8 y = 0,0136x + 0,3381


0,6
0,4
0,2
0,0
0 10 20 30 40
Strain (%)

Gambar 4.7 Grafik Kuat Tekan dan Modulus young (a) MDI 0% DAP 20%

(b) MDI 5% DAP 20% (c) MDI 10% DAP 20%

49
Pada Gambar 4.7 merupakan grafik kuat tekan dan modulus young

dari komposisi DAP 20% dengan variasi penambahan MDI 0%, 5% dan 10%.

Nilai kuat tekan pada komposisi penambahan MDI 0%, 5% dan 10% secara

berurutan ialah 0,30 MPa, 0,38 MPa dan 0,41 MPa. Nilai modulus young

pada komposisi penambahan MDI 0%, 5% dan 10% secara berurutan ialah

0,00515 MPa, 0,01500 MPa dan 0,003 MPa. Berdasarkan literatur semakin

besar penambahan MDI maka nilai kuat tekan akan semakin meningkat.

Sebaliknya, nilai modulus elastisitasnya menurun dan nilai modulus

elastisitas terkecil didapat pada penambahan MDI 5% karena luas penampang

yang didapat besar akibat dari proses foaming. Nilai modulus elastisitasnya

semakin menurun hal ini dikarenakan semakin banyak MDI pada campuran

akan menghasilkan lebih banyak titik reaksi selama proses polimerisasi, hal

ini memungkinkan terbentuknya lebih banyak ikatan polimer, sehingga

menghasilkan struktur yang lebih padat dan ikatan yang lebih kuat.

Pada Gambar 4.8 merupakan grafik kuat tekan dan modulus young

dari komposisi DAP 30% dengan variasi penambahan MDI 0%, 5% dan 10%.

Nilai kuat tekan pada komposisi penambahan MDI 0%, 5% dan 10% secara

berurutan ialah 0,39 MPa, 0,74 MPa dan 0,63 MPa. Nilai modulus young

pada komposisi penambahan MDI 0 %, 5 % dan 10 % secara berurutan ialah

0,01408 MPa, 0,01364 MPa dan 0,01128 MPa. Niai modulus yang

didapatkan mengalami penurunan ini dikarenakan semakin banyak MDI pada

campuran akan menghasilkan lebih banyak titik reaksi selama proses

polimerisasi, hal ini memungkinkan terbentuknya lebih banyak ikatan

50
polimer, sehingga menghasilkan struktur yang lebih padat dan ikatan yang

lebih kuat.

A B
0,6 0,5 y = 0,003x + 0,283
y = 0,0114x + 0,1868

Strees (MPA)
Strees (MPA)

0,5 0,4
0,4 0,3
0,3
0,2 0,2
0,1 0,1
0,0 0,0
0 5 10 15 20 25 30 35 0 10 20 30 40 50 60
Strain (%) Strain (%)

C
0,8 y = 0,0113x + 0,3461
0,7
Strees (MPA)

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
0 10 20 30 40
Strain (%)

Gambar 4.8 Grafik Kuat Tekan dan Modulus young (a) MDI 0% DAP 30%

(b) MDI 5% DAP 30% (c) MDI 10% DAP 30%

4.2.3 Pengaruh Penambahan MDI Terhadap Densitas Busa Poliuretan


Komposisi MDI dan DAP dapat mempengaruhi nilai densitas busa.

Pada Tabel 4.4 dapat terlihat semakin besar komposisi MDI yang digunakan

maka nilai densitas busa semakin besar, hal ini dikarenakan MDI

menghasilkan gaskarbon dioksida (CO2) sehingga membentuk pori, sehingga

51
semakin banyak MDI yang digunakan, gas yang terbentuk semakin banyak

dan membuat ukuran pori semakin besar.

Pada Gambar 4.8 dapat terlihat bahwa semakin besar komposisi MDI

yang digunakan dapat menaikan nilai densitas busa. Busa dengan komposisi

MDI sebesar 0% dengan penambahan DAP 10% memiliki nilai densitas

sebesar 0,024 gram/cm3. Pada komposisi penambahan MDI 5% dengan

penambahan DAP 10% busa memiliki nilai densitas sebesar 0,028 gram/cm3.

Pada komposisi penambahan MDI 10% dengan penambahan DAP 10%

memiliki nilai densitas sebesar 0,05 gram/cm3. Busa dengan komposisi MDI

sebesar 0% dengan penambahan DAP 20% memiliki nilai densitas sebesar

0,028 gram/cm3. Pada komposisi penambahan MDI 5% dengan penambahan

DAP 20% memiliki nilai densitas sebesar 0,035 gram/cm3. Pada komposisi

penambahan MDI 10% dengan penambahan DAP 20% memiliki nilai densitas

sebesar 0,044 gram/cm3.

0,06

0,05
Densitas (gram/cm3)

0,04

0,03 10% DAP


20% DAP
0,02
30% DAP
0,01

0
0% 5% 10%
MDI

Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan MDI Terhadap Densitas Busa Poliuretan

52
Busa dengan komposisi MDI sebesar 0% dengan penambahan DAP 30%

memiliki nilai densitas sebesar 0,0283 gram/cm3. Pada komposisi penambahan

MDI 5% dengan penambahan DAP 30% memiliki nilai densitas sebesar 0,033

gram/cm3. Pada komposisi penambahan MDI 10% dengan penambahan DAP

30% memiliki nilai densitas sebesar 0,042 gram/cm3. Pada sampel dengan

komposisi MDI 10% dan DAP 10% diperoleh nilai densitas yang menigkat

relatif ekstrim dibandingkan dengan kompossi busa poliuretan lainnya dengan

nilai %MDI yang sama, yaitu senilai 0,05 gram/cm3. Melonjaknya nilai

densitas ini kemugkinan disebabkan oleh perbedaan volume atau massa jenis

sampel busa poliuretan yang lebih besar dibandingkan sampel lain akibat dari

ketidak telitian pada saat pemotongan busa atau preparasi sampel untuk

pengujian densitas busa poliuretan dimana volume dan massa jenis benda

berbanding lurus terhadap nilai densitasnya, semakin besar volume benda dan

makin besar massa jenis dari benda tersebut maka nilai densitasnya akan

makin besar.

4.2.4 Pengaruh DAP Terhadap Densitas Busa Poliuretan


Komposisi DAP dapat mempengaruhi nilai densitas busa. Pada Tabel

4.4 dapat terlihat semakin besar komposisi DAP yang digunakan maka nilai

densitas busa semakin besar, hal ini dikarenakan DAP menghasilkan

gaskarbon dioksida (CO2) sehingga membentuk pori, sehingga semakin

banyak DAP yang digunakan, gas yang terbentuk semakin banyak dan

membuat ukuran pori semakin besar.

53
0,06

Densitas (gram/cm3)
0,05
0,04
0,03 0% MDI
0,02 5% MDI
0,01 10% MDI
0
10% 20% 30%
DAP

Gambar 4.10 Pengaruh DAP Terhadap Densitas Busa Poliuretan

Pada Gambar 4.9 Busa dengan komposisi DAP sebesar 10% dengan

penambahan MDI 0% memiliki nilai densitas sebesar 0,024 gram/cm3. Pada

komposisi penambahan DAP 20% dengan penambahan MDI 0% busa

memiliki nilai densitas sebesar 0,028 gram/cm3. Pada komposisi penambahan

DAP 30% dengan penambahan MDI 0% memiliki nilai densitas sebesar

0,0283 gram/cm3. Busa dengan komposisi DAP sebesar 10% dengan

penambahan MDI 5% memiliki nilai densitas sebesar 0,0284 gram/cm3. Pada

komposisi penambahan DAP 20% dengan penambahan MDI 5% memiliki

nilai densitas sebesar 0,035 gram/cm3. Pada komposisi penambahan DAP 30%

dengan penambahan MDI 5% memiliki nilai densitas sebesar 0,033 gram/cm3.

Busa dengan komposisi DAP sebesar 10% dengan penambahan MDI 10%

memiliki nilai densitas sebesar 0,05 gram/cm3. Pada komposisi penambahan

DAP 20% dengan penambahan MDI 10% memiliki nilai densitas sebesar

54
0,044 gram/cm3. Pada komposisi penambahan DAP 30% dengan penambahan

MDI 10% memiliki nilai densitas sebesar 0,042 gram/cm3.

55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan

sebagai berikut:

a. Busa poliuretan dari poliol plastik PET dibuat dengan menggunakan

cetakan dari botol bekas persegi panjang dengan dimensi 6x8,5x19 (cm3)

terdapat perbedaan ketinggian total hasilnya yaitu tertinggi 14,2 cm pada

komposisi penambahan MDI 5% dengan DAP 30% dan terendah yaitu 10,3

cm pada komposisi penambahan MDI 0% dengan DAP 10%.

b. Pada komposisi penambahan MDI 0% dan variasi DAP 10%, 20% dan 30%

memiliki nilai kuat tekan secara berturut-turut sebesar 0,69 MPa, 0,3 MPa

dan 0,39 MPa serta nilai densitas sebesar 0,0236 gram/cm3, 0,028 gram/cm3

dan 0,0283 gram/cm3. Pada komposisi penambahan MDI 5% dan variasi

DAP 10%, 20% dan 30% memiliki nilai kuat tekan secara berturut-turut

sebesar 0,38 MPa, 0,38 MPa dan 0,074 MPa serta nilai densitas sebesar

0,0284 gram/cm3, 0,0348 gram/cm3 dan 0,0326 gram/cm3. Pada komposisi

penambahan MDI 10% dan variasi DAP 10%, 20% dan 30% memiliki nilai

kuat tekan secara berturut-turut sebesar 0,46 MPa, 0,41 MPa dan 0,63 MPa

serta nilai densitas sebesar 0,05 gram/cm3, 0,0438 gram/cm3 dan 0,0424

gram/cm3.

c. Semakin besar komposisi penambahan MDI yang diberikan pada DAP 20%

maka kuat tekan akan meningkat. Sama halnya dengan nilai densitas yaitu
pada DAP 20% nilai densitas akan meningkat. Maka dapat disimpulkan

bahwa MDI dapat meningkatkan nilai kuat tekan dan densitas busa

poliuretan.

d. Semakin besar komposisi DAP yang diberikan maka densitas akan

meningkat pada komposisi penambahan MDI 5% tetapi menurun pada

penambahan MDI 10%. Sama halnya dengan nilai kuat tekan yaitu

meningkat pada penambahan MDI 5%. Maka dapat disimpulkan bahwa

DAP dapat mempengaruhi nilai kuat tekan dan densitas pada busa

poliuretan.

e. Dari nilai yang didapat pada kuat tekan dan densitas maka dapat

disimpulkan jenis busa yang dihasilkan yaitu rigid.

5.2 Saran
Adapun saran yang direkomendasikan penulis untuk penelitian selanjutnya

dengan topik serupa adalah sebagai berikut.

a. Menggunakan cetakan yang tertutup untuk membandingkan hasil busa

dari cetakan terbuka dan tertutup, dan mengetahui pengaruh dari udara luar

pada saat proses expansion.

b. Menggunakan magnetic stirrer pada saat proses pengadukan, agar

kecepatan dalam proses pengadukan lebih stabil, dan juga homogen.

c. Pada saat ingin mengirimkan sampel untuk diuji, sampel disimpan lebih

baik supaya dimensinya tetap terjaga selama perjalanan.

d. Memberikan variasi bahan dengan mengganti plastik PET dengan plastik

LDPE untuk mengetahui pengaruh terhadap terbentuknya busa poliuretan.

57
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Indra Sutrisno., dan Marpaung, Devi Siti Hamzah. 2021. Observasi
Penanganan dan Pengurangan Sampah di Universitas Singaperbangsa
Karawang. Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, vol.8 ,no.4

Annur, C. M. Timbulan Sampah Indonesia Mayoritas Berasal dari Rumah


Tangga, diakses pada tanggal 12 juni 2023, dari
https://databoks.katadata.co.id, 2023.

Ashida, K., 2007. Polyurethane and Related Foams. London: CRC Press.

Bisioni, A. B. D. M. D., Hamzah, M. S. and Sam, A. (2019) ‘Sifat Kuat Tekan


Dan Impak Komposit Abu Sekam Padi/Alumina’, Jurnal Mekanikal,
10(1), pp. 955–969.

Callister, William D. & David G. Rethwisch. 2009. Material Science and


Engineering An Introduction. USA: John Willey and Sons.

Cheremisinoff, N.F. 1989. Handbook of Engineering Polymeric Materials.


Society of the Plastics Ind., New York.

Defonseka, C., 2013. Practical Guide to Flexible Polyurethane Foams. 1st


ed.Shawbury: Smithers Rapra Technology Ltd.

D. M., Ruhama, R. Sugito. dan T. H. W. Atmaja, Sampah Anorganik Sebagai


Ancaman di Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove Kualai Langsa, Jurnal
Jeunpa, Volume 5 No.2, 2018.
George, C.W.; Susott, R.A. (April 2011). "Effects of Ammonium Phosphate
and Sulfate on the Pyrolysis and Combustion of Cellulose".

Hidayat, W. (2019) ‘Klasifikasi Dan Sifat Material Teknik Serta Pengujian


Material’, Material Teknik, pp. 1–19. doi: 10.31227/osf.io/6bmfu.

IFA, L., NURDJANNAH, SABARA, Z. & JAYA, F., 2018. Pembuatan Bahan
Polimer dari Minyak Sawit. 1st ed. Makassar: Penerbit Nas Media
Pustaka.

Ismail, B., Sc, F. B., & Yassin, E. E. (2010). Management of PET Plastic
Bottles Waste Through Recycling In Khartoum State. Sudan Academy
of Science, 90.

Ivdre, Aiga., Abolins, Arnis., Sesvastyanova, Irina., Kirpluks, Mikelis.,


Cabulis, Ugis., and Merijis-Meri, Remo. 2020. Rigid Polyurethane
Foams with Various Isocyanate Indices Based on Polyols from Rapeseed
Oil and Waste PET. Article MDPI.

Jiulong Xie, Xianglin Zhai. 2015 Polyols from Microwave Liquefied Bagasse
and Its Application to Rigid Polyurethane Foam. Materials 2015, 8,
8496–8509

Kattiyaboot, T., and Thongpin, C.2016. Effect of natural Oil Based Polyols on
the Properties of Flexible Polyurethane Foams Blown by Distilled Water.
Elsevier; Energery Procedia, vol.89, pp 177-185.

Kim, Roland Y., Ball, Christopher J., Burnham, Theodore A., and Kishbaugh,
Levi A. 2014. Blowing Agent Introduction in Polymer Foam Processing.
United States Patent Application Publication.

59
Koltzenburg, S., Maskos, M. & Nuyken, O., 2016. Polymer Chemistry.
Jerman: Springer.

Kraitape, N dan C. Thongpin. 2016. Influence of recycled polyurethane polyol


on the properties of flexible polyurethane foams. Energy Procedia
89:186 – 197

K. Warni dan I. Dewata. Penentuan Limbah Mikroplastik Polyethylene


Terephthalate Dengan Metode Glikolisis Dalam Air Laut di Kota
Padang, Periodic, Volume 10 No 1, 2021.

L. Poul, N. Jouini, and F. Fievet, “Layered hydroxide metal acetates (metal =


zinc, cobalt, and nickel): Elaboration via hydrolysis in polyol medium
and comparative study,” Chem. Mater., vol. 12, no. 10, pp. 3123–3132,
2000.

Martinez, M. 2010. Sebuah Pemahaman Dasar Scanning Electron Microscopy


(SEM) and Mikroskop Elektron (SEM) dan Energy Dispersive X-ray
Detection (EDX)

Pham, Chi T., Nguyen, Binh T., Nguyen, Hien T.T., Kang, Soo-Jung., Kim,
Jinhwan., Lee, Pyoung-Chan., and Hoang, DongQuy. 2020.
Comprenhesive Investigation of Behavior of Polyurethane Foams Based
on Conventional Polyol and Oligo-Ester-Ether-Diol from Waste
Poly(Ethylene terephathate): Fireproof Performances, Thermal
Stabilities, and Physicomechanical Properties. American Chemical
Society Omega Publications.

PRIHASTUTI, H., 2016. STUDI SINTESIS FOAM POLIURETAN DARI


GLISEROL MONOOLEAT.

60
Rahmayanti, 2015. DEPOLIMERISASI PET PASCA KONSUMSI
MELALUI GLIKOLISIS DENGAN KATALIS. Journal of Research
and Technology, Volume 1, pp. 16-22.

R. Hartono, Penanganan dan Pengolahan Sampah, Penebar Swadaya, hal 1-59,


2008. Jakarta : ; ISBN 979 002 191 7

Ridayani, D., Malino, M. B. and Asri, A. (2017) ‘Analisis Porositas dan Susut
Bakar Keramik Berpori Berbasis Clay dan Serat Tandan Kosong Kelapa
Sawit’, Prisma Fisika, 5(2), pp. 51–54.

Saifudin, N., Chun Wen, O., Wei Zhan, L. and Xin Ning, K. 2010. Palm Oil
Based Polyols for Polyurethane Foams Application. Proceedings of
International Conference on Advantage in Renewable Energy
Technologies.

Sarker, M., & Rashid, M. M. (2013). Thermal Degradation of Poly ( ethylene


terephthalate ) Waste Soft Drinks Bottles and Low Density Polyethylene
Grocery Bags. International Journal of Sustainable Energy and
Environment, 1(3), 78–86.

S. A. Yudistirani, L. Saufina dan S. Mulatsih, Desain Sistem Pengelolaan


Sampah Melalui Pemilahan Sampah Organik dan Anorganik
Berdasarkan Persepsi Ibu-Ibu Rumah Tangga, Jurnal Konversi, Volume
4 No 2, hal. 29 - 42, 2015.

Siahaan, P. & Windarti, T., 2007. Kimia Polimer. Semarang: UNDIP Press.

Surono, U. B. (2013). Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik. Jurnal


Teknik, 3(1), 32–40.

61
Ter-Zakaryan, K. A. et al., 2021. Foam Polymers in Multifunctional Insulating
Coatings. Polymers, 13(3698), p. 17.

Triwulandari, Astrini, N. & Haryono, A., 2014. PEMBUATAN POLIOL


BERBASIS KOMPONEN MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN
BAKU BUSA POLIURETAN. Jurnal Sains Materi Indonesia, Volume
16, pp. 43-48.

Venkatachalam, et al. (2012). Degradation and Recyclability of Poly (Ethylene


Terephthalate). Polyester.

Wiyono, P., Faimun, Suprobo, P. & Kristijanto, H., 2016.


CHARACTERIZATION OF PHYSICAL AND MECHANICAL
PROPERTIES OF RIGID POLYURETHANE FOAM. ARPN Journal of
Engineering and Applied Sciences, 11(24), pp. 14398-14405.

Yue, Q. dkk, Glycolysis of poly(ethylene terephthalate) (PET) using basic


ionic liquids as catalysts. Polymer Degradation and Stability, Volume 4,
pp. 399- 403, 2011.

62
LAMPIRAN A

CONTOH PERHITUNGAN
Lampiran A. Perhitungan
A.1 Massa Bahan Proses Glikolisis

• Massa PET = 50 gram

• Mol PET

Mol PET = Massa PET ÷ Berat molekul PET

Mol PET = 50 gram ÷ 192 gram/mol = 0,2604 mol

• Mol DEG

Mol DEG = (mol PET : mol DEG = 1 : 4)

Mol DEG = 4 × mol PET

Mol DEG = 4 × 0,2604 mol

Mol DEG = 1,0416 mol

• Massa DEG

Massa DEG = mol DEG × berat molekul DEG

Massa DEG = 1,0416 mol × 106,12 gram/mol

Massa DEG = 110,54 gram

• Volume DEG

Volume DEG = massa DEG ÷ densitas DEG

Volume DEG = 110,54 gram ÷ 1,118 gram/ml

Volume DEG = 98,87 ml

• Zink Asetat

Zink Asetat = 0,5% massa PET

Zink Asetat = 0,5 ÷ 100 × 50 gram

Zink Asetat = 0,25 gram

64
A.2 Volume Poliol dan Massa Poliol

• Volume Poliuretan = 50 ml

• Massa Poliuretan

Massa Poliuretan = Volume Poliuretan × massa jenis poliuretan

Massa Poliuretan = 50 ml × 1,45 gram/ml

Massa Poliuretan = 72,5 gram

• Massa MDI

Massa MDI = Massa Poliuretan ÷ 2

Massa MDI = 72,5 gram ÷ 2

Massa MDI = 36,25 gram

• Volume MDI

Volume MDI = Massa MDI ÷ Densitas MDI

Volume MDI = 36,25 Gram ÷ 1,23 gram/ml

Volume MDI = 29,47 ml ≈ 29,5 ml

• Volume Poliol

Volume Poliol = Volume poliuretan – Volume MDI

Volume Poliol = 50 ml – 29,5 ml

Volume Poliol = 20,5 ml

• Massa Poliol

Massa Poliol = Volume Poliol × Densitas Poliol

Massa Poliol = 20,5 ml × 1,08 gram/ml

Massa Poliol = 22,14 gram

65
A.3 Massa Aquades dan Surfaktan

• Massa Aquades

Massa Aquades = 1% × Massa Poliol

Massa Aquades = 1 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa Aquades = 0,22 gram

• Massa Surfaktan Silikon

Massa Surfaktan Silikon = 2% × Massa Poliol

Massa Surfaktan Silikon = 2 ÷ 100 × 22,14 gram

Masssa Surfaktan Silikon = 0,44 gram

A.4 Massa MDI dan DAP

• Sampel 1 ( 0% penambahan MDI, 10% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 0% penambahan

Massa MDI = 36,25 gram + 0

Massa MDI = 36,25 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 10% × Massa Poliol

Massa DAP = 10 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 2,2 gram

• Sampel 2 ( 0% penambahan MDI, 20% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 0% penambahan

66
Massa MDI = 36,25 gram + 0

Massa MDI = 36,25 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 20% × Massa Poliol

Massa DAP = 20 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 4,4 gram

• Sampel 3 ( 0% penambahan MDI, 30% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 0% penambahan

Massa MDI = 36,25 gram + 0

Massa MDI = 36,25 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 30% × Massa Poliol

Massa DAP = 30 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 6,6 gram

• Sampel 4 ( 5% penambahan MDI, 10% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 5% penambahan

Massa MDI = 36,25 gram + (5 ÷ 100 × 36,25 gram)

Massa MDI = 36,25 gram + 1,812 gram

Massa MDI = 38,062 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 10% × Massa Poliol

67
Massa DAP = 10 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 2,2 gram

• Sampel 5 ( 5% penambahan MDI, 20% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 5% penambahan

Massa MDI = 36,25 gram + (5 ÷ 100 × 36,25 gram)

Massa MDI = 36,25 gram + 1,812 gram

Massa MDI = 38,062 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 20% × Massa Poliol

Massa DAP = 20 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 4,4 gram

• Sampel 6 ( 5% penambahan MDI, 30% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 5% penambahan

Massa MDI = 36,25 gram + (5 ÷ 100 × 36,25 gram)

Massa MDI = 36,25 gram + 1,812 gram

Massa MDI = 38,062 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 30% × Massa Poliol

Massa DAP = 30 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 6,6 gram

68
• Sampel 7 ( 10% penambahan MDI, 10% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 10% penambahan

Massa MDI = 36,25 gram + (10 ÷ 100 × 36,25 gram)

Massa MDI = 36,25 gram + 3,625 gram

Massa MDI = 39,88 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 10% × Massa Poliol

Massa DAP = 10 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 2,2 gram

• Sampel 8 ( 10% penambahan MDI, 20% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 10% penambahan

Massa MDI = 36,25 gram + (10 ÷ 100 × 36,25 gram)

Massa MDI = 36,25 gram + 3,625 gram

Massa MDI = 39,88 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 20% × Massa Poliol

Massa DAP = 20 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 4,4 gram

• Sampel 9 ( 10% penambahan MDI, 30% DAP)

▪ Massa MDI

Massa MDI = Massa MDI + 10% penambahan

69
Massa MDI = 36,25 gram + (10 ÷ 100 × 36,25 gram)

Massa MDI = 36,25 gram + 3,625 gram

Massa MDI = 39,88 gram

▪ Massa DAP

Massa DAP = 30% × Massa Poliol

Massa DAP = 30 ÷ 100 × 22,14 gram

Massa DAP = 6,6 gram

70
LAMPIRAN B
DATA DAN HASIL PENELITIAN
B.1 Data Hasil Pemmbuatan Busa Poliuretan
Tabel B.1 Komposisi Pembuatan Prepolimer
Berat Surfaktan Surfaktan Aquades Poliol
DAP
Sampel DAP Silikon Silikon (%) (gr)
(%)
(gr) (%) (gr)
1 10 2,2 2 0,4 1 22,14
2 10 2,2 2 0,4 1 22,14
3 10 2,2 2 0,4 1 22,14
4 20 4,4 2 0,4 1 22,14
5 20 4,4 2 0,4 1 22,14
6 20 4,4 2 0,4 1 22,14
7 30 6,6 2 0,4 1 22,14
8 30 6,6 2 0,4 1 22,14
9 30 6,6 2 0,4 1 22,14

Tabel B.2 Komposisi Bahan Pembuatan Busa Poliuretan

MDI:DAP Volume DAP (%) Berat DAP


Sampel MDI (%)
(%) MDI (ml) (gram)
1 0:10 0 29,5 10 2,2
2 5:10 5 31 10 2,2
3 10:10 10 32,5 10 2,2
4 0:20 0 29,5 20 4,4
5 5:20 5 31 20 4,4
6 10:20 10 32,5 20 4,4
7 0:30 0 29,5 30 6,6
8 5:30 5 31 30 6,6
9 10:30 10 32,5 30 6,6

72
Tabel B.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan

Komposisi Kuat Tekan


Komposisi
Penambahan (MPa) Jenis Busa
DAP (%)
MDI (%)
10 0.69 Rigid

0 20 0.30 Rigid

30 0.39 Rigid

10 0.38 Rigid

5 20 0.38 Rigid

30 0.74 Rigid

10 0.46 Rigid

10 20 0.41 Rigid

30 0.63 Rigid

Tabel B.4 Hasil Pengujian Densitas

Komposisi
Komposisi Densitas
Penambahan Jenis Busa
DAP (%) (gram/cm3)
MDI (%)
10 0,023 Rigid

0 20 0,024 Rigid

30 0,035 Rigid

10 0,029 Rigid

5 20 0,041 Rigid

30 0,035 Rigid

10 0,053 Rigid

10 20 0,048 Rigid

30 0,048 Rigid

73
Tabel B.5 Dimensi Hasil Busa Poliuretan

Tinggi
Komposisi Tinggi
Komposisi Tidak Tinggi
Penambaha Sempurna
DAP (%) Sempurna Total (cm)
n MDI (%) (cm)
(cm)
10 7,5 2,8 10,3
0 20 8 3,5 11,5
30 9 2,3 11,3
10 10,5 2,8 13,3
5 20 9,5 2,8 12,3
30 11,5 2,7 14,2
10 9,5 3,1 12,6
10 20 9 2,5 11,5
30 10,5 3,2 13,7

Gambar B.1 Busa Poliuretan Sebelum Dipotong

74
Gambar B.2 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (0%MDI : 10%DAP)

Gambar B. 3 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (0%MDI : 20%DAP)

75
Gambar B.4 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (0%MDI : 30%DAP)

Gambar B.5 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (5%MDI : 10%DAP)

76
Gambar B.6 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (5%MDI : 20%DAP)

Gambar B.7 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (5%MDI : 30%DAP)

77
Gambar B.8 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (10%MDI : 10%DAP)

Gambar B.9 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (10%MDI : 20%DAP)

78
Gambar B.10 Busa Poliuretan Setelah Dipotong (10%MDI : 30%DAP)

79
1. Data Hasil Pengujian Densitas

Tabel B.6 Data Hasil Pengujian Densitas

80
Tabel B.7 Data Hasil Pengujian Kuat Tekan

81
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT DAN BAHAN
Lampiran C. Gambar Alat dan Bahan

C.1 Gambar Alat

Gambar C.1 Alat Uji Densitas Gambar C.2 Alat Uji Kuat Tekan

Gambar C.3 Cetakan Gambar C.4 Gelas Kimia

83
Gambar C.5 Gergaji Gambar C.6 Gelas Ukur

Gambar C.7 Gunting Gambar C.8 Kertas Label

84
Gambar C.9 Masker Gambar C.10 Neraca Digital

Gambar C.11 Penggaris Gambar C.12 Pipet Tetes

85
Gambar C.13 Plastik Klip Gambar C.14 Sarung Tangan

Gambar C.15 Spatula

86
C.2 Gambar Bahan

Gambar C.17 DAP (Diammonium


Gambar C.16 Aquades
Phosphate)

Gambar C.18 DEG (Diethylene glycol) Gambar C.19 MDI (Methylene


Diphenyl Diisocyanate)

87
Gambar C.20 Plastik PET Gambar C.21 Surfaktan Silikon

Gambar C.22 Zinc Acetate

88

Anda mungkin juga menyukai