Disusun Oleh:
Heri Purwanto 2311 19 1 030
Andika Muhamad Fathurahman 2311 19 1 045
Dosen Pembimbing:
Ate Romli., ST., MT.
NID. 4121 243 66
Pembimbing Penelitian
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
ABSTRAK
Disusun Oleh:
Heri Purwanto 2311 19 1 030
Andika Muhamad Fathurahman 2311 19 1 045
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi
rahmat serta hidayah-Nya sehingga Penelitian kami yang berjudul “Penambahan
Limbah Plastik untuk Pembuatan Aspal Dengan Pelarut Minyak Jelantah” ini dapat
kami selesaikan.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
3.4 Prosedur Pengujian .................................................................................................. 18
BAB IV ............................................................................................................................. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 22
4.1 Penetrasi .................................................................................................................. 23
4.2 Titik Lembek ........................................................................................................... 26
4.3 Titik Nyala............................................................................................................... 28
4.4 Daktilitas ................................................................................................................. 31
4.5 Berat Jenis ............................................................................................................... 34
BAB V .............................................................................................................................. 37
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
LAMPIRAN A.....................................................................................................................
PROSEDUR ANALISA PENGUJIAN ASPAL ...............................................................
A.1 Penetrasi .....................................................................................................................
A.2 Titik Lembek ..............................................................................................................
A.3 Titik Nyala ..................................................................................................................
A.4 Daktilitas ....................................................................................................................
A.5 Densitas ......................................................................................................................
LAMPIRAN B DATA PERCOBAAN DAN ANALISA ..................................................
LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN ...................................................................
LAMPIRAN D DOKUMENTASI .....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Struktur Aspal .................................................................................... 5
Gambar 2. 2 Rumus Kimia Plastik LDPE............................................................. 10
Gambar 2. 3 Rumus Kimia Plastik HDPE ............................................................ 11
Gambar 2. 4 Rumus Struktur C10H8O4n ................................................................ 12
Gambar 2. 5 Rumus Struktur C3H6 ...................................................................... 12
Gambar 4. 1 Penetrasi suhu 220⁰c ......................................................................... 23
Gambar 4. 2 penetrasi suhu 250⁰c ......................................................................... 24
Gambar 4. 3 penetrasi suhu 300⁰c ......................................................................... 25
Gambar 4. 4 titik lembek suhu 220⁰c .................................................................... 26
Gambar 4. 5 titik lembek suhu 250⁰c .................................................................... 27
Gambar 4. 6 titik lembek variasi suhu 300⁰c ........................................................ 27
Gambar 4. 7 titik nyala variasi suhu 220⁰c............................................................ 28
Gambar 4. 8 titik nyala variasi suhu 250⁰c............................................................ 29
Gambar 4. 9 titik nyala variasi suhu 300⁰c............................................................ 30
Gambar 4. 10 daktilitas variasi suhu 220⁰c ........................................................... 31
Gambar 4. 11 daktilitas variasi suhu 250⁰c ........................................................... 32
Gambar 4. 12 daktilitas variasi suhu 300⁰c ........................................................... 33
Gambar 4. 13 berat jenis variasi suhu 220⁰c ......................................................... 34
Gambar 4. 14 berat jenis variasi suhu 250⁰c ......................................................... 35
Gambar 4. 15 berat jenis variasi suhu 300⁰c ......................................................... 35
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Persyaratan Aspal Keras Berdasarkan Penetrasi ................................................ 8
Tabel 3. 1 Alat yang digunakan pada saat penelitian ........................................................ 17
Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Karakteristik Aspal Modifikasi pada variasi suhu 220⁰C ...... 22
Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Karakteristik Aspal Modifikasi pada variasi suhu 250⁰C ...... 22
Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Karakteristik Aspal Modifikasi pada variasi suhu 300⁰C ...... 23
Tabel B. 1 Hasil Uji Aspal Modifikasi .................................................................................
Tabel C. 1 Hasil Uji Berat Jenis Aspal Penetrasi 60/70 ........................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Aspal sendiri merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdiri
dari parafin, naften dan aromatis. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga
berperan sebagai selimut agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan
gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti
mengurangi penetrasi air ke dalam campuran (Rianung, 2007).
Pemanfaatan plastik dan minyak jelantah tepat dilakukan, dilain sisi minyak
jelantah harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang karena dapat merusak
lingkungan dan merugikan untuk masyarakaat. Hal tersebut mendorong untuk
membuat aspal dengan kualitas yang lebih baik dan dapat membantu mengurangi
limbah plastik dan minyak jelantah yang ada di masyarakat.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bahan polimer yang digunakan sebagai bahan tambah aspal adalah plastik
jenis HDPE, LDPE, PP, dan PET.
2. Penggunaan minyak jelantah sebagai pelarut pada pembuatan aspal tersebut.
3. Meningkatkan kualitas aspal dengan penambahan Plastik Jenis HDPE,
LDPE, PP, dan PET.
4. Adanya variasi komposisi jenis plastik yang digunakan.
2
1.5 Manfaat Penelitian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau coklat tua,
dengan unsur utama bitumen.Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan
residu dari pengilangan minyak bumi.Aspal adalah material yang pada temperatur
ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi aspal akan
mencair jika dipanaskan pada suhu tertentu, dan kembali membeku jika temprature
turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran
perkerasan jalan.Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-
10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran.
Menurut Sukirman, (2003)
Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa
hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal sebagai
bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal akan
bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair bila dipanaskan. Aspal merupakan
bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik.
Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan
aromatic yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain
hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang,
dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah
karbon, 10% hydrogen, 6% belerang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta
sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan
atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang massa molekulnya
besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten. Sebagian besar
senyawa di aspal adalah senyawa polar.
4
1) Bahan Pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan
antara sesama aspal.
2) Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dalam pori-pori yang ada di
dalam butir agregat itu sendiri.
Durabilitas aspal merupakan fungsi ketahanan aspal terhadap perubahan
kimia yang terjadi selama proses pencampuran aspal, proses pengerasan terjadi
seiring waktu. Proses pengerasan aspal tersebut disebabkan oleh adanya oksidasi,
penguapan dan perubahan kimia. Reaksi kimia dapat mengubah resins menjadi
asphaltenes, dan oils menjadi resins, yang mengakibatkan peningkatan viskositas
aspal (Sukirman 2003).
5
c) Kepekaan terhadap temperatur Aspal adalah material yang bersifat
termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur
berkurang dan akan melunak atau mencair jika temperatur bertambah. Sifat
ini diperlukan agar aspal memiliki ketahanan terhadap perubahan
temperatur, misalnya aspal tidak banyak berubah akibat perubahan cuaca,
sehingga kondisi permukaan jalan dapat memenuhi kebutuhan lalu lintas
serta tahan lama.
d) Kekerasan aspal Kekerasan aspal tergantung pada viscositasnya
(kekentalan) aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur
dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal. Pada proses pelaksanaan
terjadinya oksidasi yang mengakibatkan aspal menjadi getas (viskositasnya
bertambah tinggi). Peristiwa itu berlangsung Universitas Sumatera Utara
setelah massa pelaksanaan selesai. Pada massa pelayanan aspal mengalami
oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi ketebalan aspal
menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan agregat yang menyelimuti
agregat, semakin tinggi tingkat kerapuhan yang terjadi.
6
a. Asphaltene
Asphaltene merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau
coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, perbandingan komposisi
untuk H/C yaitu 1 :1, memiliki berat molekul besar antara 1000 – 100000, dan
tidak larut dalam n-heptan. Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam
menentukan sifat reologi bitumen, dimana semakin tinggi asphaltene, maka
bitumen akan semakin keras dan semakin kental, sehingga titik lembeknya
akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga penetrasinya semakin rendah.
b. Maltene
Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis,
dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan
komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi
bitumen.
c. Resin
Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk solid atau
semi solid dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom karbon dan hidrogen,
dan sedikit atom oksigen, Sulfur, dan Nitrogen, untuk perbandingan hidrogen
dengan karbon H/C yaitu 1.3 – 1.4, memiliki berat molekul antara 500 –
50000, serta larut dalam n-heptan.
d. Aromatis
Aromatis merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, berbentuk cairan
kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan
berat molekul antara 300 – 2000, terdiri dari senyawa naften aromatis, dengan
komposisinya antara 40 - 65% dari total bitumen.
e. Saturate
Saturate merupakan senyawa ini berbentuk cairan kental, bersifat non polar,
dan memiliki berat molekul hampir sama dengan aromatis., serta tersusun dari
campuran hidrokarbon berantai lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis,
dengan komposisinya berjumlah antara 5-20% dari total bitumen (Nuryanto,
2008).
7
TABEL 2. 1 P ERSYARATAN ASPAL KERAS B ERDASARKAN P ENETRASI
Kelas penetrasi
Jenis 40/50 60/70 85/100 120/150 200/300
No Satuan Metode
pengujian
min max Min max Min max Min max min max
Penetrasi
25°C, 0,1 SNI
1 40 50 60 70 85 100 120 150 200 300
100gr, 5 mm 2456:2011
detik
Titik SNI
2 °C 232 - 232 - 232 - 218 - 177 -
Nyala 2433:2011
Titik SNI
3 °C 50 - 48 - 46 - - - - -
Lembek 2434:2011
Daktilitas SNI
4 Cm 100 - 100 - 100 - 100 - - -
25°C 2432:2011
Kelarutan
SNI 06-
dalam %
5 2438- 99 - 99 - 99 - 99 - 99 -
Trichior berat
1991
Ethylen
Penetrasi
SNI 06-
setelah
7 % asli 2456- 58 - 54 - 50 - 46 - 40 -
penurunan
2011
berat
Daktilitas
SNI 06-
setelah
8 Cm 2432- - - 50 - 75 - 100 - 100 -
penurunan
2011
berat
8
Berat SNI
9 gr/mL 1,0 - 1,0 - 1,0 - - - - -
Jenis 2441:2011
2.1.3 Agregat
Agregat merupakan campuran dari pasir, kerikil, batu pecah atau material lain
yang berasal dari bahan material alami atau buatan. Agregat merupakan komponen
utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95 % agregat berdasarkan persentase
berat. Dengan demikian kualitas struktur perkerasan jalan sangat ditentukan oleh
sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (Sukirman, 2012)
Sifat dan bentuk agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban
lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapisan
permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke
9
lapisan dibawahnya. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan
konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga (Sukirman, 2012).
1. Menambah Kekuatan dan keawetan (strength and durability).
2. Kemampuan dilapisi aspal yang baik,
3. Kemampuan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan
aman.
2.2 Polimerisasi
10
2.2.2 HDPE (High Density Polyethylene)
Sesuai namanya, High Density Polyethylene atau HDPE memiliki struktur
molekul yang rapat. Ini membuat HDPE paling kuat daripada turunan polyethylene
lainnya. Biasanya, HDPE digunakan sebagai lapisan pada kardus susu, wadah
detergen, tempat sampah, dan peralatan dapur lain.
Struktur molekulnya padat, mencapai 0,963 g/cm2. HDPE memiliki
ketahanan yang cukup cemerlang terhadap bahan kimia, sinar ultraviolet, dan air.
Karakteristik fisiknya sedikit keras dan tidak terlalu lentur seperti jenis
polyethylene lain.
Ketangguhan HDPE datang dari susunan molekulnya. Percabangan
molekulnya cukup jarang dan berjauhan, menciptakan kekuatan tensil yang
tangguh. Hal ini memberi plastik HDPE kelenturan serta daya tahan tinggi.
11
GAMBAR 2. 4 R UMUS S TRUKTUR C10H8 O4N
2.2.4 Polypropylene
Polypropylene adalah senyawa hidrokarbon dengan rumus kimia C3H6,
dengan wujud berupa filamen tunggal atau jaringan serabut tipis berbentuk jala
dengan ukuran panjang berkisar antara 6 mm sampai 50 mm dengan diameter kira-
kira 8-90 mikron (Hasanr dkk., 2013).
Polypropylene memiliki permukaan yang tidak rata, sering kali lebih kaku
dari pada beberapa plastik yang lain, polypropylene memiliki titik lebur ~160°C.
Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa
berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur,
minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian
kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan kembali untuk keperluaran
kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama
proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang
berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker,
dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu
perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan
12
tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan,
kegunaan lain dari minyak jelantah adalah bahan bakar biodiesel. (Dwi, 2009).
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit,
kedelai, jagung dan lain-lain.meski beragam secara kimia isi kandungannya
sebetulnya tak jauh beda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (AL) dan
asam lemak tidak jenuh (ALT). Dalam jumlah kecil kemungkinan terdapat juga
lesitin, cephalin, fosfatida lain, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak,
dan hidrokarbon, termasuk karbohidrat dan protein. Hal yang kemungkinan berbeda
adalah komposisinya. Berikut adalah kandungan asam lemak dari minyak jelantah.
(Dwi, 2009).
13
2. Titik Lembek
Dalam percobaan ini titik lembek ditunjukan dengan suhu pada bola
baja dengan berat tertentu saat mendesak turun suatu lapisan aspal yang
tertahan dalam cincin dengan ukuran tertentu sehingga pelat tersebut
menyentuh pelat dasar yang terletak pada tinggi tertentu sebagai kecepatan
pemanasan. Penambahan suhu pada percobaan berlangsung secara gradual
dalam jenjang yang halus yaitu dengan penambahan suhu 50C / menit.
3. Titik Nyala
Pengujian ini dilakukan dengan cara suhu dari material aspal
ditingkatkan secara bertahap pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan
suhu, titik api kecil dilewatkan di atas permukaan benda uji yang dipanaskan
tersebut. Titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan api
pertama kali terjadi sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu dimana
benda uji terbakar.
4. Daktilitas
Pengujian ini dilakukan dengan cara menarik benda uji berupa aspal
dengan kecepatan 50 mm/menit pada suhu 25˚C dengan toleransi ± 5 %.
5. Berat Jenis
Pengujian ini dilakukan dengan cara menimbang beaker glass kosong,
kemudian aspal sintetis dipanaskan hingga cair. 50mL aspal cair dimasukan
kedalam beaker glass dan ditimbang.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
15
Persiapan bahan
plastik jenis HDPE,
LDPE, PET, dan PP
Preparasi bahan
- Penetrasi
- Titik lembek
- Titik nyala
Hasil (aspal - Daktilitas
Karakterisai
modifikasi) - Berat jenis
16
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.3.1 Alat
17
No Nama Alat Ukuran Jumlah
17 Set Cincin Kuningan - 1
18 Bola Baja - 1
19 Plat Kuningan - 1
20 Dudukan Benda Uji - 1
21 Stopwatch - 1
22 Penjepit - 1
23 Softening Point Test - 1
24 Pemantik - 1
25 Palu - 1
26 Ductility of Bitumen Materials - 1
27 Pencetak - 1
28 Sendok - 1
29 Ram Kawat - 1
3.3.2 Bahan
1. Minyak Jelantah
3. Gliserin
4. Dekstrin
5. Air Bersih
6. Es Batu
18
4. Rendam sampel yang sudah mengeras ke dalam water bath agar suhu
sampel mencapai 30oC dan juga agar suhu sampel tidak terganggu
selama 30 menit
5. Setelah sampel dibiarkan mengeras selama 60 menit tempatkan cawan
di bawah jarum pada alat penetrometer sejauh 0,1 mm
6. Jarum diturunkan secara perlahan-lahan sehingga jarum hampir
menyentuh permukaan aspal. Kemudian angka pada arloji diatur pada
posisi 0, sehingga jarum petunjuk akan berhimpit;
7. Setelah itu turunkan pemberat baca dial pada alat penetrometer;
19
menggunakan sendok stainless dan isi hingga rata dengan permukaan
cincin kuningan;
7. Isi gelas ukur dengan air dan masukan es batu lalu masukan
thermometer dan tunggu hingga suhu pada thermometer mencapai
5°C jika suhu telah mencapai 5°C buang kelebihan air hingga
mencapai 800ml;
8. Pasang dan aturlah cincin kuningan diatas dudukan benda uji dan
letakkan bola baja diatasnya, kemudian masukkan dudukan benda uji
yang sudah ada cincin kuningan tadi dan thermometer kedalam gelas
ukur yang berisi air 800 ml;
9. Kemudian letakkan benda uji pada alat softening point test lalu
nyalakan api dengan menggunakan pemantik hingga mengaalami
kenaikan suhu dan nyalakan pula stopwatch;
10. Setiap kenaikan suhu sebesar 5°C ukur waktu dan catat pada form
pelaporan;
11. Lakukan pengukuran waktu setiap kenaikaan sebesar 5°C tadi hingga
bola baja mulai menembus aspal dan mengenai pelat dasar dudukan,
maka stopwatch dimatikan dan catat pada suhu dan waktu berapa
aspal tersebut mengenai pelat kuningaan maka itu adalah sebagai titik
lembek aspal.
20
percikan-percikan api pada aspal, serta titik bakar jika aspal sudah
mengeluarkan api;
6. Catat hasil pengukuran titik nyala dan titik bakarnya pada waktu dan
suhu.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian
Komposisi Titik Titik Berat
Penetrasi Daktilitas
lembek Nyala Jenis
Komposisi I 64 122⁰C 312⁰C 0,65 1,05
Komposisi II 60 104⁰C 304⁰C 0,65 1,16
Komposisi III 75 130⁰C 330⁰C 0,6 1,13
Komposisi
61 120⁰C 339⁰C 0,55 1,22
IV
Pengujian
Komposisi Titik Titik Berat
Penetrasi Daktilitas
lembek Nyala Jenis
Komposisi I 62 118⁰C 335⁰C 0,65 1,08
Komposisi II 59 120⁰C 330⁰C 0,65 1,16
Komposisi III 66 98⁰C 340⁰C 0,6 1,10
Komposisi
58 120⁰C 355⁰C 0,55 1,21
IV
22
TABEL 4. 3 H ASIL P ENGUJIAN KARAKTERISTIK ASPAL M ODIFIKASI PADA
VARIASI SUHU 300⁰C
Pengujian
Komposisi Titik Titik Berat
Penetrasi Daktilitas
lembek Nyala Jenis
Komposisi I 55 155⁰C 310⁰C 0,65 1,04
Komposisi II 43 149⁰C 300⁰C 0,65 1,04
Komposisi III 57 149⁰C 334⁰C 0,6 1,30
Komposisi
51 189⁰C 345⁰C 0,55 1,33
IV
Keterangan :
Komposisi I : 25% HDPE: 25% LDPE: 25% PET: 25%PP
Komposisi II : 20% HDPE: 40% LDPE :20% PET: 20% PP
Komposisi III : 16,65%HDPE: 33,325% LDPE: 33,325% PET: 16,65% PP
Komposisi IV : 14,285% HDPE: 28,57% LDPE: 28,57% PET: 28,57% PP
4.1 Penetrasi
Pengujian penetrasi diamati sebanyak 12 (dua belas) kali terhadap
perbandingan komposisi aspal modifikasi yang ditunjukkan oleh Gambar 4.1,
Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4
Komposisi
23
Berdasarkan pada Gambar 4.1 pengujian terhadap penetrasi pada campuran
aspal dengan plastik LDPE, PET, PP dan HDPE dengan kadar pencampuran antara
plastik dengan aspal sebesar 50% dan 50%. Dari grafik pengujian penetrasi
diperoleh hasil penetrasi dengan variasi komposisi pada suhu 220⁰C, pada
komposisi I didapat nilai penetrasi sebesar 61 mm, pada komposisi II sebesar 60
mm, pada komposisi III sebesar 64 mm dan pada komposisi IV sebesar 75 mm.
64
62
62
60 59
58
58
56
54
1 2 3 4
Komposisi
24
Penetrasi variasi suhu 300⁰C
60 55 55
51
50 43
Penetrasi (0,1mm)
40
30
20
10
0
1 2 3 4
Komposisi
25
4.2 Titik Lembek
Pengujian titik lembek diamati sebanyak 12 (dua belas) kali. hasil aspal
modifikasi antara variasi perbandingan komposisi terhadap temperatur titik lembek
yang ditunjukkan oleh gambar 4.4, 4.5 dan 4.6
60
40
20
0
1 2 3 4
Komposisi
26
Titik Lembek variasi suhu 250⁰C
128
126
126
124
122
T⁰C
120 120
120
118
118
116
114
1 2 3 4
Komposisi
100
80
60
40
20
0
1 2 3 4
Komposisi
27
Berdasarkan pada Gambar 4.6 pengujian terhadap titik lembek pada
campuran aspal dengan plastik LDPE, PET, PP dan HDPE dengan kadar
pencampuran antara plastik dengan aspal sebesar 50% dan 50%. Dari grafik
pengujian titik lembek diperoleh hasil titik lembek dengan variasi komposisi di
suhu 300⁰C, pada komposisi I didapat nilai titik lembek sebesar 155°C, pada
komposisi II sebesar 149°C, pada komposisi III sebesar 149°C dan pada komposisi
IV sebesar 189°C.
Dari hasil penelitian tersebut nilai titik lembek yang dihasilkan pada semua
komposisi ini telah memenuhi SNI 8135:2015 yang menetapkan persyaratan titik
lembek untuk material aspal penetrasi 60/70 sebesar 48°C. Titik lembek aspal
menunjukan nilai temperatur aspal mengalami kelembekan. Semakin tinggi nilai
titik lembek, maka semakin bagus aspal digunakan karena temperatur aspal lebih
tinggi dari temperatur permukaan jalan.
312
310 304
300
290
280
1 2 3 4
Komposisi
28
pencampuran antara plastik dengan aspal sebesar 50% dan 50%. Dari grafik
pengujian titik nyala diperoleh hasil titik nyala dengan variasi komposisi pada suhu
220⁰C, pada komposisi I didapat niai titik nyala sebesar 312°C, pada komposisi II
sebesar 304°C, pada komposisi III sebesar 330°C dan pada komposisi IV sebesar
339°C.
340 335
335 330
330
325
320
315
1 2 3 4
Komposisi
Berdasarkan pada Gambar 4.8 pengujian terhadap titik nyala pada campuran
aspal dengan plastik LDPE, PET, PP dan HDPE dengan kadar pencampuran antara
plastik dengan aspal sebesar 50% dan 50%. Dari grafik pengujian titik nyala
diperoleh hasil titik nyala dengan variasi komposisi pada suhu 250⁰C, pada
komposisi I didapat niai titik nyala sebesar 335°C, pada komposisi II sebesar
330°C, pada komposisi III sebesar 340°C dan pada komposisi IV sebesar 355°C.
29
Titik Nyala variasi suhu 300⁰C
350 345
340 334
330
320
310
T(⁰C)
310
300
300
290
280
270
1 2 3 4
Komposisi
Berdasarkan pada Gambar 4.9 pengujian terhadap titik nyala pada campuran
aspal dengan plastik LDPE, PET, PP dan HDPE dengan kadar pencampuran antara
plastik dengan aspal sebesar 50% dan 50%. Dari grafik pengujian titik nyala
diperoleh hasil titik nyala dengan variasi komposisi pada suhu 300°C, pada
komposisi III sebesar 334°C dan pada komposisi IV sebesar 345°C Pada campuran
aspal pada komposisi II mengalami penurunan dan pada komposisi III dan
komposisi IV mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan oleh sifat dari plastik yang
terkandung dalam aspal, pada komposisi II memiliki kandungan plastik LDPE lebih
banyak yaitu sebesar 150 gram yang dimana plastik LDPE memiliki sifat yang
mudah terbakar dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, sedangkan pada komposisi
IV memiliki kandungan plastik HDPE yang lebih banyak yaitu sebesar 160 gram
dan plastik HDPE memiliki sifat tahan terhadap suhu tinggi. Hasil pengujian
tersebut terlihat bahwa semakin besar penambahan kadar plastik PET dan PP maka
semakin besar nilai titik nyala aspal modifikasi, tetapi jika semakin besar
penambahan kadar plastik LDPE, maka semakin kecil nilai titik nyala aspal
modifikasi.
Dari hasil penelitian tersebut semua komposisi memenuhi syarat aspal SNI
8135:2015, dimana syarat titik nyala aspal 60/70 menurut SNI 8135:2015 yaitu
minimal 232°C. Titik nyala adalah titik suhu terendah yang menyebabkan bahan
30
dapat menyala. Titik nyala aspal bertujuan untuk mengetahui temperatur
maksimum pemanasan aspal modifikasi yang masih dalam batas aman, sehingga
karakteristik aspal modifikasi tersebut tidak berubah karena pemanasan. Penentuan
titik nyala ini berkaitan dengan keamanan dalam penggunaan bahan, titik nyala
yang rendah akan mengakibatkan bahan tersebut mudah terbakar. Selain itu, titik
nyala aspal sangat penting untuk keamanan apabila terjadi kecelakaan yang dapat
menyulut aspal untuk terbakar, atau untuk aspal di daerah yang bertemperatur
tinggi. Maka, jika aspal tidak memenuhi syarat titik nyala aspal sesuai SNI sangat
riskan jika digunakan dalam keadaan jalan di Indonesia
4.4 Daktilitas
Pengujian daktilitas aspal penetrasi 60/70 yang ditunjukkan oleh Grafik pada
perbandingan antara variasi komposisi dengan nilai daktilitas pada Gambar 4.10,
Gambar 4.11 dan Gambar 4.12.
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
1 2 3 4
Komposisi
31
komposisi I di suhu 220⁰C didapat nilai daktilitas sebesar 0,72 cm, pada komposisi
II sebesar 0,68 cm, pada komposisi III sebesar 0,75 cm dan pada komposisi IV
sebesar 0,85 cm.
0,67
0,66
0,65 0,64
0,64
0,63 0,62
0,62
0,61
0,6
0,59
1 2 3 4
Komposisi
32
Daktilitas variasi suhu 300⁰C
0,7 0,63 0,65
0,6
0,6
Panjajng Putus (cm)
0,5
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
1 2 3 4
Komposisi
33
Dari hasil penelitian tersebut semua komposisi tidak memenuhi syarat SNI
8135:2015, dimana syarat nilai daktilitas pada aspal 60/70 menurut SNI 8135:2015
yaitu minimal 100 cm. Nilai daktilitas mengindikasikan nilai kelenturan aspal yang
berhubungan dengan fungsi aspal sebagai bahan pengikat perkerasan jalan.
Semakin tinggi nilai daktilitas, semakin baik digunakan sebagai bahan pengikat
perkerasan (Sukirman, 2003).
1,20
1,16
1,15 1,13
1,10
1,05
1,05
1,00
0,95
1 2 3 4
Komposisi
Berdasarkan pada Gambar 4.13 pengujian terhadap berat jenis pada aspal
modifikasi dengan plastik LDPE, PET, PP dan HDPE dengan kadar pencampuran
plastik dengan aspal sebesar 50% dan 50%. Dari grafik pengujian berat jenis
diperoleh hasil berat jenis dengan variasi komposisi, pada komposisi I di suhu 220
didapat nilai berat jenis 1,05 gr/cm , pada komposisi II sebesar 1,16 gr/cm , pada
3 3
komposisi III sebesar 1,13 gr/cm dan pada komposisi IV sebesar 1,22 gr/cm.
3
34
Berat Jenis variasi suhu 250⁰C
1,25
1,21
1,20
Berat jenis(𝑔r/𝑚3)
1,16
1,15
1,10
1,10 1,08
1,05
1,00
1 2 3 4
Komposisi
Berdasarkan pada Gambar 4.14 pengujian terhadap berat jenis pada aspal
modifikasi dengan plastik LDPE, PET, PP dan HDPE dengan kadar pencampuran
plastik dengan aspal sebesar 50% dan 50%. Dari grafik pengujian berat jenis
diperoleh hasil berat jenis dengan variasi komposisi, pada komposisi I di suhu 250
didapat nilai berat jenis 1,08 gr/cm , pada komposisi II sebesar 1,16 gr/cm , pada
3 3
komposisi III sebesar 1,10 gr/cm dan pada komposisi IV sebesar 1,21 gr/cm
3 3.
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
1 2 3 4
Komposisi
35
Berdasarkan pada Gambar 4.15 pengujian terhadap berat jenis pada aspal
modifikasi dengan plastik LDPE, PET, PP dan HDPE dengan kadar pencampuran
plastik dengan aspal sebesar 50% dan 50%. Dari grafik pengujian berat jenis
diperoleh hasil berat jenis dengan variasi komposisi, pada komposisi I di suhu 300
didapat nilai berat jenis 1,04 gr/cm , pada komposisi II sebesar 1,04 gr/cm , pada
3 3
komposisi III sebesar 1,30 gr/cm dan pada komposisi IV sebesar 1,33 gr/cm.
3 3
kandungan mineral minyak dan partikel lain didalam aspal. Semakin tinggi nilai
berat jenis aspal, maka semakin baik kualitas aspal (Riadi, 2019).
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
37
5.2 Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika. Cetakan Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Billmeyer, FW. 1971. Buku Teks Ilmu Polimer. New York: John Wiley & Sons.
Bitumen, Shell. 1990. The Shell Bitumen Handbook. East Molesey Surrey: Shell
Bitumen U.K.
Febria, Dian Angela, and Fajriyan Ahmad Sudrajat. 2020. Teknologi Sintesis
Aspal Dari Limbah Plastik Dan Limbah Karet Dengan Pelarut Oli Bekas.
Cimahi: Unjani.
Haryanto, Agus, Ully Silviana, Sugeng Triyono, and Sigit Prabawa. 2015.
Produksi Biodiesel dari Transesterifikasi Minyak Jelantah Dengan
Bantuan Gelombang Mikro: Pengaruh Intensitas Daya dan Waktu Reaksi.
Bandar Lampung: Agritech.
Nurminah, Mimi. 2003. "Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan
Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas."
Nuryanto, Agus. 2008. "Aspal Buton (ASBUTON) Sebagai Bahan Bakar Roket
Padat." Jurnal Teknologi Dirgantara 7 (1).
Sukarman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Sukirman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Bandung: Grafika Yuana
Marga.
Surono, Untoro Budi. 2013. "Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik Menjadi
Bahan Bakar Minyak." Jurnal Teknik 3 (1): 32-40.
Syarief, Rizal. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Jakarta: PT.
Mediyatama Sarana Perkasa.
A.1 Penetrasi
selama 30 menit
5.Setelah sampel dibiarkan mengeras selama 60 menit tempatkan cawan di
bawah jarum pada alat penetrometer sejauh 0,1 mm
6.Jarum diturunkan secara perlahan-lahan sehingga jarum hampir menyentuh
permukaan aspal. Kemudian angka pada arloji diatur pada posisi 0,
sehingga jarum petunjuk akan berhimpit;
7.Setelah itu turunkan pemberat baca dial pada alat penetrometer;
8.Klik start pada penetrometer sampai berbunyi kembali;
9.Kemudian turunkan pemberat sampai jarum menyentuh baca dial ke-2
sebagai nominal x2;
10. Setelah itu hitung x1 dan x2 untuk untuk mendapatkan nilai hasil penetrasi
aspal;
11. Lakukan prosedur 7-10 terhadap sampel yang sama untukk 14 titik
pengujian atau sampai menemukan hasil penetrasi sebanyak 4 toleransi
yang masuk ke dalam range
A.4 Daktilitas
A.5 Densitas
KETERANGAN Komposisi I
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 27,193 𝑔𝑟 𝑔𝑟
ρ= = = 1,08
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 25 𝑚𝑙 𝑚𝑙
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI
D.1 Preparasi Bahan
d). e).
Gambar D.1 Proses Preparasi Bahan a). Plastik HDPE b). Plastik PET c). Plastik
LDPE d). Plastik PP e). Minyak Jelantah
f).
Gambar D.2 a). Alat penetrasi b). Cawan c). Thermometer d). Penjepit e).
Kompor Gas f). Tabung Gas
a). b)
c) d)
Gambar D.3 Alat yang digunakan untuk pengujian Daktilitas a). Ductility
mechine b). Pencetak c). Cawan d). Kompor Gas e). Penjepit f). Tabung Gas
g). Sendok
a) b)
c) d) e)
f)
Gambar D.4 Alat yang digunakan untuk pengujian Titik Lembek a). Bola Baja
b). Dudukan Penguji c). Plat Kuningan d). Cincin Kuningan
e). Gelas Ukur 1000 ml f). Penjepit
a). b). c)
d). e).
Gambar D.5 Alat yang digunakan untuk pemgujian Titik Nyala a). Ram Kawat
b). Pemantik c). Stopwatch d). Penjapit e). Kompor Gas f). Tabung Gas g). Cawan
h). Thermometer