TINJAUAN PUSTAKA
mengikuti alur sungai sehingga peletakan rumah didasarkan pada aliran sungai,
dimana pintu utama atau depan menghadap kehulu sungau dan bagian belakang
Pada masyarakat karo mereka mengenal mata angin yang disebut “Desa
Siwaluh”, pada awalnya rumah dibuat dengan arah kenjahe-jenjulu, sesuai dengan
dengan utara selatan, arah hilir disebut kenjahe sering disebut juga kahe-kahe atau
jahe-jahe dan arah kenjulu disebut kolu-kolu atau julu (Masri Singalimbun 1960 :
Semua pangkal kayu utama yang digunakan pada rumah tradisional berada
disebelah kanjahe, dimana ditempatkan jabu raja, yang dianggap sebagai pangkal
atau asal dari rumah. Jabu raja tersebut terletak disebelah kiri pintu hilir (ture
jahe), sedang menurut pendapat lain (“Percikan Budaya Karo” hal 2) jabu raha
atau jabu benana kayu terletak pada kanan pintu hulu (ture jahe) diarah timur
menurut bentuk atap terdapat dua tipologi rumah yaitu rumah biasa dan rumah
Raja . Pembagian lain adalah rumah dengan atap (Tersek) tak bertingkat (Rumah
Kurung Manik), rumah beratap satu tingkat (Sada Tersek), dan rumah dengan atap
Secara umum Rumah Karo berbentuk empat persegi panjang dengan dua
buah teras (ture) sebagai pintu utama, yaitu pintu yang menuju hulu (Ture Julu)
dan pintu yang menuju hilir (Ture Jahe) sebagai pintu kedua. Bagian-bagian
atapnya berbentuk perpaduan trapesium dimana bagian depan atap berbentuk segi
tiga yang disebut dengan wajah rumah (ayo atau lambe-lambe), dan bagian
dinding yang juga berbentuk trapesium yang ditopang oleh dinding papan
memiliki pertalian keluarga satu sama lain. Susunan ruang bagi setiap keluarga
diataur sesuai dengan kedudukan dan fungsi setiap keluarga. Jabu diartikan juga
dan adat. Aturan yang terdapat pada rumah yang satu dengan yang lain, mungkin
memiliki sedikit perbedaan namun prinsipnya tetap sama. Sanksi yang dikenakan
kecilnya sifat pelanggaran. Seorang yang terlambat pulang pada malam hari dan
lupa memasang palang pintu (ngeruk pintun), sehingga terjadi pencurian, akan
Rumah Adat Karo disebut juga Rumah Siwaluh Jabu karena pada
umumnya dihuni oleh Waluh Jabu (delapan keluarga), selain rumah si waluh jabu
ada juga rumah adat yang lebih besar yaitu Sepuludua Jabu (dua belas keluarga)
yang dulu terdapat di kampung Lingga, Sukanalu dan rumah adat yang terbesar
adalah Rumah adat Sepuluenem Jabu yang pernah ada di Kampung Juhar dan
Kabanjahe, tetapi sekarang rumah adat Sepuludua Jabu dan Sepuluenem Jabu
sudah tidak ada lagi. Setiap Jabu (keluarga) menempati posisi di Rumah Adat
sesuai dengan struktur sosialnya dalam keluarga. Letak Rumah Adat Karo selalu
disesuaikan dari arah Timur ke Barat yang disebur Desa Nggeluh, di sebelah
Timur disebut Bena Kayu (pangkal kayu) dan sebelah barat disebut Ujung Kayu.
terdapat pembagian tugas yang tegas dan teratur untuk mencapai keharmonisan
(Sumber : karo.or.id)
(Sumber : karo.or.id)
Bagian dalam si waluh jabu baik yang digunakan oleh rakyat biasa (Derip)
maupun oleh bangsawan tidak memiliki pembatas fisik yang memisahkan antara
ruang satu keluarga dan keluarga lainnya. Pemisah antara ruang yang berhadapan
hanya dapur yang digunakan oleh setiap dua keluarga yang berdekatan. Dengan
demikian bangunan ini sepintas hanya terdiri dari satu ruang besar yang ditempati
kurang lebih 4,00 x 4,00 m, sehingga merekan dapat saling melihat. Meskipun
setiap ruang ditempati oleh satu keluarga, namun pada dasarnya semua ruang
dapat digunakan untuk berbagai fungsi secara komunal tergantung dari aktifitas
yang sedang dilakukan, seperti untuk tempat makan, temapat tidur, menerima
psikologis dan kultural yang sangat tegas diantara ruang tersebut yang disertai
dengan berbagai macam tabu yang berlaku diantara keluarga sesuai dengan
(Sumber : karo.or.id)
Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia, Nama, Posisi dan Peran Jabu dalam
Bangsa Taneh (keluarga yang pertama mendirikan Kuta). Jabu Bena Kayu
juga disebut Jabu Raja, posisinya sebagai pimpinan seluruh anggota Jabu
penghuni rumah.
perempuan/saudari) dari Jabu Bena Kayu. Jabu ujung Kayu berperan untuk
membantu Jabu Bena Kayu dalam menjaga keharmonisan seisi rumah dan
nasehatnya kepada setiap penghuni rumah. Dengan kata lain Jabu ujung Kayu
adalah pembantu utama dari Jabu Bena Kayu baik di dalam urusan dalam
3. JABU LEPAR BENA KAYU Merupakan tempat bagi pihak saudara dari
Jabu Bena Kayu. Jabu Lepar Bena Kayu disebut juga Jabu Sungkun-Sungkun
golongan bangsa taneh. Jabu Lepar Bena Kayu berperan untuk mengawasi
kepada Jabu Bena Kayu. Jika ada permasalahan di dalam rumah atau di Kuta
seperti terjadi pencurian atau akan terjadi perang, maka Jabu Lepar Bena Kayu
Bena Kayu.
(Pihak dari Klan ibu) dari Jabu Bena Kayu. Penghuni Jabu ini sangat
dalam masyarakat karo merupakan derajat tertinggi dalam struktur adat. Jabu
Lepar Ujung Kayu disebut juga sebagai Jabu Simangan Minem (pihak yang
makan dan minum). Jika Jabu Bena Kayu mengadakan pesta adat maka Jabu
menteri dari Jabu Bena Kayu. Jabu Sedapuren Bena Kayu juga disebut Jabu
anggota Rumah Adat. Selain sebagai pihak pendengar, Jabu Sedapuren Bena
Kayu juga berperan sebagai saksi untuk berbagai kepentingan setiap anggota
dari dari penghuni Jabu Bena Kayu. Jabu ini disebut juga sebagai Jabu
seluruh Jabu di Rumah Adat. Jabu arinteneng sering juga ditempati oleh
atau saudara penghuni Jabu Ujung Kayu. Jabu Sedapuren Lepar Bena Kayu
juga disebut Jabu Singkapuri Belo (penyuguh sirih). Jabu Sedapuren Lepar
Bena Kayu berperan dalam membantu Jabu Bena Kayu dalam menerima dan
menyuguhkan sirih bagi setiap tamu keluarga yang menghuni Rumah Adat.
Guru (dukun/ tabib). Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu juga disebut Jabu
Bicara guru (yang mampu mengobati). Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu
seisi rumah, menilik hari baik dan buruk, menyiapkan pagar (tolak bala) bagi
seisi rumah, selain itu dia juga berperan dalam pelaksanaan upacara terhadap
kepercayaan pada masyarakat karo jaman dahulu. Jadi Jabu Sedapuren Lepar
Ujung Kayu atau Jabu Bicara Guru berperan dalam hal pengobatan dan hal-hal
Rumah adat karo dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dan ditinjau dari
b. Binangunnya (rangka)
Si waluh jabu Berdasarkan bentuk atap, rumah adat karo dapat dibagi
A. Rumah Sianjung-anjung
dapat juga terdiri atas satu atau dua tersek dan diberi bertanduk.
(Sumber : karo.or.id)
(Sumber : sorasirulo.net)
(Sumber : sorasirulo.net)
(Sumber : karo.or.id)
yaitu:
Rumah sangka manuk yaitu rumah yang binangunnya dibuat dari balok
tindih-menindih.
(Sumber : karo.or.id)
Rumah sendi adalah rumah yang tiang rumahnya dibuat berdiri dan satu
sama lain dihubungkan dengan balok-balok sehingga bangunan menjadi sendi dan
kokoh.
(Sumber : karo.or.id)
(Sumber : sorasirulo.net)
ketinggian dua meter dari permukaan tanah. Ukuran rata-rata bangunan ini adalah
kedua porosnya, sehingga pintu masuk pada kedua sisinya terlihat sama. Rumah
adat Batak Karo dibangun dengan 16 tiang yang bertumpu pada batu-batu alam
terhadap pondasinya, dimana delapan dari tiang-tiang ini menyangga lantai dan
atap, sedangkan yang delapan lagi hanya menyangga lantai saja. Pada bangunan
ini masih menggunakan struktur post and lintel, dimana pada bagian atas
dimana balok hanya menumpu pada kolom. Namun sudah ditemukan kemajuan
dimana sudah digunakan sistem sendi pada bagian lantai untuk mengikat balok
lantainya.
(Sumber : karo.or.id)
Pembangunan rumah adat ini menggunakan tiga jenis kayu, yaitu kayu
digunakan paku sama sekali. Hanya menggunakan pengikatan dengan tali ijuk
Palas terbuat dari batu-batuan yang diambil dari gunung ataupun sungai.
Batu ini dugunakan sebagai pondasi rumah adat ini. Bebatuan ini akan dilubangi
bagian atasnya supaya beberapa bahan yang menurut masyarakat setempat dapat
mendukung kekuatan dan kekokohan bangunan ini. Bahan ini antara lain yaitu
belo cawir (sirih), besi mersik, dan ijuk. Hal ini tentu berkaitan dengan lokasinya
yang diapit kedua gunung sehingga sering sekali terjadi gempa. Konstruksinya
bangunan ini. Batu palas kemudian dipendam sebagian ke dalam tanah agar tidak
mudah bergeser.
(Sumber : karo.or.id)
2. Tangga
yang beradap pada ketingian dua meter dari muka tanah. Tangga terbuat dari
bambu berdiameter kurang lebih 15 cm. Terdapat dua buah tangga. Di bagian
(Sumber : karo.or.id)
Merupakan bagian muka yang tersusun dari rangkaian bayu yang rapat
(diameter kurang lebih 10-15cm). Bagian ini merupakan tempat yang pada siang
hari digunakan untuk menganyam bagi kaum wanita, dan tempat pertemuan pada
malam hari. Penopang serambi ini adalah bayu yang memiliki diameter lebih
besar.
(Sumber : sorasirulo.net)
4. Dinding
Terbuat dari jenis kayu yang sama dengan kolom, yaitu kayu ndrasi yang
berbentuk papan atau lembaran. Masing-masing papan ini diikat dengan tali retret
yang terbuat dari ijuk atau rotan. Penalian ini menggunakan suatu pola anyaman
yang disebut pola cicak. Dinding ini tidak dibentuk lurus, namun memiliki
kemiringan sekitar 40° keluar. Dinding ruang bangunan yang miring ini juga
sebagai lambang pertemuan dunia tengah yang dipercaya sebagai tempat tinggal
manusia dengan langit yang dipercaya sebagai tempat para Dewa bersemayam.
(Sumber : sorasirulo.net)
Terbuat dari kayu yang sudah tua, yang berupa lembar papan yang
(Sumber : sorasirulo.net)
Terbuat dari kayu yang sudah tua berupa dua lembaran kayu tebal yang
dengan posisi kedua pintu menghadap ke arah timur dan barat. Dipasang pada
dinding bangunan yang miring, di atas balok bulat yang dipasang mengelilingi
7. Labah – Jendela
Jendela terbuat dari papan yang berukuran 8x30 cm. Dibuat miring 40 cm
8. Atap
Penutup atap rumah adat karo ini terbuat dari ijuk yang bersusun-susun
sehingga mencapai tebal 20 cm. Rangkanya sendiri terbuat dari bambu yang di
belah sebesar 1 x 3 cm dan di ikat dengan rotan dengan jarak antar bambu 4 cm.
Fungsi utama dari bentuk ujung atap yang menonjol ini adalah untuk
(Sumber : sorasirulo.net)
kepercayaan pada masa itu Secara umum menggambarkan jati diri, kebersatuan
hitam, biru, kuning yang melambangkan jumlah marga di tanah Karo Bahan
dinding rumah mereka, baik nampak seperti cicak sebenarnya ataupun bentuk
(Sumber : sorasirulo.net)
(Sumber : sorasirulo.net)
English Language ) adalah menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai nilai-
nilai yang sama, transformasi dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu
bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur
transformasi dapat dianggap sebagai sebuah proses pemalihan total dari suatu
bentuk menjadi sebuah sosok baru yang dapat diartikan sebagai tahap akhir dari
sebuah proses transformasi sebagai sebuah proses yang dijalani secara bertahap
mengacu pada keaslian dan diharapkan menghasilkan arti yang baru. Cara-
Sebuah karya arsitektur yang memiliki bentuk dan ciri yang spesifikasi
terhadap pencerminan jati diri perancangnya, akan lebih mudah dikenali oleh
pengadaan yang dapat dijadikan bahan dalam melakukan olah kreativitas terhadap
Sumber: imageshack.com
transformasi dari satu kondisi (bentuk awal) ke kondisi yang lain (bentuk akhir)
dan dapat terjadi secara terus menerus atau berulang kali yang dipengaruhi oleh
dimensi waktu yang dapat terjadi secara cepat atau lambat, tidak saja berhubungan
ekonomi politik masyarakat karena, tidak dapat lepas dari proses transformasi
berbeda, yakni:
beraktifitas.
dengan munculnya ide-ide baru, setiap ide baru yang muncul pastilah
susunan yang ada dipisahkan untuk dicari cara baru dalam kombinasinya
dan menimbulkan sebuah kesatuan baru dan tatanan baru dengan strategi
arti, nilai dan makna objek serta konsep desain dengan pertimbangan fungsi
penting yang harus menjadi perhatian dalam merancang sekaligus yang akan
digunakan sebagai strategi dalam penerapan tema, selain strategi dari Antoniades,
Faktor ini tak lepas dari ketiga jenis strategi yang ada setiap perancang tak
komposisi yang benar, agar ukuran yang baru dapat diterima dengan
statistik visual.
• Keterkaitan antar bagian (whole vs. parts). Perhatian yang kedua yakni
sebagainya. Setiap bagian, dalam hal ini ruang dan fungsinya mempunyai
keseluruhan.
mempengaruhi transformasi.
• Tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses tersebut
adalah
Sari, 2007).
Metodologi Penelitian
tradisional dan usaha yang dilakukan dalam melestarikan warisan dan menjaga
lingkungan rumah tertata dengan baik. Semua perkampungan yang dipilih ini
dihuni oleh kelaurga kerabat dan sebagian rumah adalah dalam kondisi yang baik
diambil sebagai objek inti dan referensi dari penelitian untuk sejumlah alasan, :
b) perkampungan ini secara fisik adalah dalam keadaan baik seperti bentuk aslinya,
Huta lainnya diteliti adalah daerah sekitar huta Sillagan dengan jarak yang
mendekati 20 km (1,2,3). Semua huta yang dipilih memenuhi kriteria yang sama
sebagai objek inti, kecuali salah satus ebagai tujuan wisatawan, sehingga
perbandingan antara konteks yang berbeda yang telah diuraikan. Rumah yang
dipilih adalah sampel dari penelitian yang representatif dari perubahan fisik yang
bentuk asli dari rumah dan perubahn fisik yang berlangsung di rumah, yang secara
kelangsungan citra budaya dari rumah Batak. Penelitian ini terbatas pada analisis
visual dari penampilan bangunan dan susunan unsur bangunan, yaitu sub struktur,
bangunan aslinya. Komposisi yang harmonis dalam bagian muka bangunan adalah
tetap dipertahankan meskipun posisinya yang tidak tepat pada tingkat yang sama
pada bangunan baru dan lama. Bahan yang sama digunakan untuk substruktur,
lampiran bangunan dan atap. Berbagai bukaan dinding digunakan tanpa menganggu
krakter rumah yang lama. Atap baru merupakan versi yang paling sederhana dari
versi yang lama. Orientasi bangunan baru adalah tegak lurus pada bangunan lama
dan jenis struktur jembatan yang ada antara bangunan baru dan lama. Pemisahan
bangunn baru dari bangunan lama adalah ditunjukan pada warna yang berbeda dan
lama. Bagunan baru adalah ditetapkan sebagai bagian yang menempel pada
bangunan yang asli, dengan ekspresi yang berbeda. Demikian juga, ini dinyatakan
sebagai subordinasi banguan utama. Struktur bangunan utama tidak ditonjolkan, tetapi
perluasan bangunan utama. Massa dari bangunan baru adalah tegak lurus pada
bangunan lama, tetapi tidak ada struktur tradisional diantaranya. Struktur batu dan
kayu adalah ditempelkan satu sama lain tanpa melihat posisi dan sistemnya.
Konfigurasi ruang baru diciptakan di bagian depan dari bangunan baru dengan
menghhasilkan ruang sosial dari dua rumah yang bertetangga yang tidak umum
dalam pola spasial dari perkampungan tradisional. Ritme repetitif yang ada dari
yang baru.
lantai. Meskipun bahan yang sama dapat diterapkan untuk ekstensi, tetapi warna
kontrast dan skala yang berbeda dari bangunan baru yang menganggu komposisi yang
harmonis dari rumah yang lama. Perluasan ini tidak berarti dipadukan ke dalam
rumah asli sebagai bagian yang lebih yang berlawanan dengan rumah yang lama.
Substruktur dan bentuk arsitektural dari bangunan utama tidak dihargai dan oleh
karena itu, bangunan baru didefinisikan sebagai sistem yang lain di rumah.
tanpa mengacu kepada semuanya. Massa utama dari bangunan baru secara aksial
berhubungan dengan rumah yang lama, tetapi tidak ada kesatuan diantaranya.
secara aksial segaris dengan rumah yang lama. Meskipun ruang bangunan ini
memiliki sistem yang berbeda namun dinding yang terbuka ini mengadopsi pola
rumah tradisional : pintu yang terbuka di bagian depan dan jendela yang
seni tradisional dalam menempatkan satu bagian yang terbuka untuk setiap sisi
perkotaan modern dengan ukuran kecil. Pembukaan jendela dan pintu juga tipikal
dari gaya modern dari rumah perkotaan. Bangunan baru tidak menunjukkan
perbedaan dari tingkat rumah tradisional yang paling bawah dan paling atas, oleh
adalah murni dua rumah yang berbeda dengan dua ekspresi yang berbeda yang
ekspresi bangunan yang sama. Garis horizontal di bagian depan bangunan adalah
tetap dipertahankan meskipun posisinya tidak tepat pada level yang sama dalam
bangunan baru dan lama. Variasi pembukaan dinding berlaku tanpa merusak
karakter rumah yang lama. Atap baru adalah versi yang paling sederhana dari
rumah yang lama. Orientasi dari bangunan baru itu adalah tegak lurus dengan
rumah lama dan jenis bagian atap tengah yang telah ditempatkan diantara bangunan
baru dan lama. Pemisahan bangunan baru dan lama adalah digaris bawahi oleh
sistem atap yang berbeda dan massa bangunan tetapi tangga kayu meniru versi
lantai yang secara aksial segaris dengan bangunan aslinya. Ruang bangunan
memiliki sistem yang bereda yang mengikuti sistem konstruksi atap. Struktur atap
dan gaya arsitekturalnya tidak berkaitan dengan rumah tradisional. Sistem atap yang
dengan bangunan secara inkremental. Pembukaan jendela dan pintu adalah disusun
secara acak tanpa korespondensi pada semua dengan pola pembukaan di rumah
yang lama. Bangunan baru tidak menunjukkan perbedaan tingkat yang rendah
dan atas dari rumah tradisional, olah karena itu tidak ada kesatuan antara
bangunan baru dan bangunan lama. Penggunaan bahan yang sama untuk dinding
dan gaya arsitektural. Sistem bangunan adalah dibagi ke dalam tiga bagian:
dalam arsitektur tradisional : kepala, tubuh, kaki. Disini, perubahan penampilan fisik
terhadap rumah asli dapat diidentifikasikan dengan jelas dan harus dijelaskan.
bangunan
SUBSTRUK
TUR
struktur
BANGUNAN
UTAMA
ATAP
struktur mbang
bang bang
Dua tipe rumah secara konsisten akan mengadopsi struktur dan ruang
bangunan dari rumah yang asli ke rumah yang baru. Kedua jenis ini membentuk
massa bangunan dalam konfigurasi yang tegak lurus terhadap rumah yang lama,
sementara ini menetapkan pemahaman baru dari tata letak rumah yang
membedakan representatif bagian depan dan belakang yang suportif dari rumah.
komposisi rumah pada sudut yang tepat meningkatkan keunikan nobilitas dari
dari rumah asli. Kurangnya substruktur dalam rumah tipe 6, bahkan melalui
kebutuhan baru dan cara hidup baru dari orang-orang tersebut adalah
sensitivitas dan kesadrannya atas nilai budaya dan juga cara perolehan sumber
keuangan mereka.
Dalam kenyataannya, alasan naluri dan fungsional dari ruang ini telah
untuk kelangsungan tradisi dan bagian belakang rumah dirancang sebagai zona
sebagai ruang yang tersedia untuk penentuan dalam tradisi budaya dan kehidupan
Bentuk arsitektur baru juga akan merespon perubahan baru melalui proses
sebagian modern dan sebagian adalah tradisional. Lebih lanjut perubahan inovatif
dan pertimbangan fungsional dari orang yang menghuni rumah. Alasan tentang
fakta, keputusan, keyakinan dan nilai terhadap perluasan atau renovasi rumah
tetapi dikaitkan dengan ambisi pribadi, sumber keuangan dan motivasi pragmatik.
Juga perlu untuk memfasilitasi arsitektur tradisional dari Batak Toba untuk
dari rumah yang diperluas adalah faktor utama dalam mempertahankan karakter
bawah kondisi rumah asli baik dalam skala maupun kemiringan. Secara
arsitektural, ruang bangunan dari rumah Batak adalah sangat akomodatif untuk
pemahaman baru dan tantangan baru. Kombinasi yang berbeda dari bahan dan