Anda di halaman 1dari 18

Arsitektur Tradisional Batak Toba

Lokasi
Letak
Sebagian besar suku batak mendiami daerah pegunungan Sematera
Utara, Mulai dari daerah perbatasan Aceh di bagian utara sampai dengan
perbatasan Riau di bagian Selatan Pulau Sumatera. Selain itu juga
mendiami tanah datar d antara daerah pegunungan hingga pantai Timur
Sumatera Utara. Lebih jelasnya pada daerah dataran tinggi Karo, Dairi,
Toba, Humbang, Silindung, Barus, Angkola, dan Mandailing.

Suku Batak Toba, Batak Angkola, Batak Mandailing, pada umunya


mendiami daerah Tapanuli yang merupakan rentetan Suku Batak Karo di
Kabupaten Karo.
Suku Batak Toba berdomisili sekitar daerah Tapanuli Utara yang
berbatasan dengan:
Sebelah Utara dengan Kabupaten Simalungun
Sebelah Timur dengan Kabupaten Asahan
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah
Sebelah Barat dengan Kabupaten Dairi
Pola Perkampungan
Pola perkampungan kampung atau huta pada umunya adalah
mengelompok. Kelompok bangunan dalam suatu kampung umunya
dua baris, yaitu barisan utara dan selatan. Pada bagian utara terdiri
dari lumbung (sopo = bahasa Batak Toba) yaitu tempat penyimpaan
padi. Barisan selatan terdiri dari rumah adat atau Jabu. Keduanya
dipisahkan oleh pelataran yang lebar, difungsikan sebagai tempat
bermain, tempat acara suka dan duka dalam kampung dan menjemur
sesuatu. Pada bagian belakang rumah/lumbung terdapat perkebunan.
Sekeliling kampung dibentuk dengan tanah ditanami parik, sehingga
berbentuk persegi panjang dan diatasnya ditanami berbagai tanaman
misalnya bambu.
Pada ujung utara ada satu pintu gerbang (Bahal=bahasa
Batak Toba) begitu juga dengan ujung selatan. Di muka gerbang
tersebut ditanami pohon-pohon yang mereka anggap bertuah seperti,
Pohon Hariara, Bintatar, dan Beringin.
Penyebaran Penduduk
Penduduk dari daerah Toba pada umunya menyebar ken daerah Sumatera bagian timur Kabupaten
Asahan, seperti perkampungan Sungai Loba. Penduduk yang tersebar biasanya bermata pencaharian
sebagai petani dan sampingan sebagai pedagang, nelayan, dan lain-lain.

Sistem Kemasyarakatan
Stratifikasi sosial orang Batak dalam kehidupan sehari-hari mungkin tidak jelas kelihatan, namun dapat
digolongkan denga tika prinsip:
1. perbedaan usia
2. pendidikan
3. materi (kekayaan)
Dalihan Natolu merupakan ikatan kekerabatan adat istiadat pada suku batak, dan sistem kekerabatan
juga ada pada Dalihan Natolu yang terdiri dari komposisi :
1. Dongan Tubu (teman semarga)
2. Hula-hula ( orang tua dari istri/mertua), dan
3. Boru (putri)
Sistem Religi
Sebelum datangnya Islam dan Kristen, masuarakat batak menganut kepercayaan Bahari primitif, yaitu suatu
kepercayaan yang mencoba mendekatkan manusia dengan kekuatan diluar dirinya dengan cara yang nyata
melalui benda-benda, mantera-mantera, maupun persembahan atau sajian. Manusia saat itu menganggap dunia
sebagai subjek sama dengan dirinya. Manusia hidup diantara makhluk-makhluk lainnya yang dianggap setara dan
semua benda-benda dianggap mempunyai daya kekuatan.

Kesenian
Seni masyarakat batak umunya meliputi sen sastra, seni musik, seni tari, seni bangunan, seni kerajinan tangan
dan sebagainya. Pada seni bangunan dan ukur-ukuran, bangunan didirikan dengan bahan-bahan yang banyak
dijumpai di batak. Bangunan dibuat dari kayu dengan tiang-tiang besar dan kokoh. Atap dari ijuk dan dindingnya
dari papan dan terkadang dari Topas (bambu batang palem).
Pada ujung atap bagian depan terkadang diletakan tanduk kerbau sehingga rumah adat dapat dianalogikan
sebagai kerbau. Penggung kerbau adalah atap yang melengkung sedangkan kakinya yaitu tiang-tiang pada kolong.
Selain tipe rumah adat terdapat pula tipe lumbung yang mempunyai konstruksi yang berbeda yang disebut
Sopo sedangkan rumah adat disebut Ruma. Rumah adat digunakan sebagai tempat tinggal yang
melambangkan kerbau betina dan Sopo melambangkan kerbau jantan
Jenis-jenis Bangunan
Rumah Tempat Tingal
Tempat tinggal masyarakat tradisional Batak Toba didirikan dengan cara gotong royong, termasuk rumah-rumah
adatnya sesuai dengan prinsip-prinsip adat.

Masyarakat tradisional belum mengenal ukuran dengan meter tetapi mengenal ukuran dengan depa (dopa),
jengkal (jongkal), asta, langkah (langka), sehingga setiap orang berbeda ukurannya. Demikian ukuran rumah
adat Toba ada yang 4 x 8 atau 5 x 10 meter ataupun lainnya.

Pada umunya, dinding bagian depan merupakan center point karena disana terdapat ukiran-ukiran berwarna
merah, putih, dan hitam yang merupakan warna tradisional Batak. Disebelah kiri pada kampung terdapat
berjejer rumah adat untuk tempat tinggal (dalam bahasa Batak Toba, Ruma). Ruma biasanya ditempati satu
sampai empat kepala keluarga. Dihadapan Ruma terdapat rumah adat yang lebih ringan konstruksinya yang
difungsikan sebagai lumbung atau tempat tinggal tamu ataupun tempat wanita bertenun (dalam bahasa Batak
Toba, Sopo). Tipe rumah adat Batak Toba bagian timur berbeda dengan rumah adat bagian barat. Tipe rumah
pada bagian timur yaitu Lumbun Julu, Lumbun Nabulu Silaen, Laguboti dan Balige, sedangkan pada bagian barat
yaitu Simosir, Muara, dan Harianboho. Rumah adat di bagian barat, dinding muka dipasang lembaran-lembaran
tebal yang lurus dan horizontal sedangkan pada bagian timur dibatasi oleh garis-garis lengkung
Istilah rumah tinggal dalam rumah adat Batak Toba

Jabu Bontean, rumah yang berada diantara rumah yang sudah selesai dibangun dengan yang belum selesai
dibangun.
Jabu Ereng dan Jabu Batara Siang, rumah tempat tinggal yang tidak berukiran, tetapi dindingnya terbuat dari
papan yang sudah diketam halus dan dipasang rapi.
Jabu Perbale-balean, rumah yang ukurannya agak kecil.
Ruma Bolon, rumah yang ukurannya agak besar.
Jabu Batara Guru atau Jabu Sibaganding, rumah yang mempunyai hiasan gorga.
Ruma Gorga Sarimunggu, rumah gorga yang mempunyai hiasan penuh arti: makna dari segi bentuk arah, motif
dapat mencerminkan filsafat ataupun pandangan hidup orang batak yang suka musyawarah, gotong royong, suka
berterus terang, terbuka, dinamis dan kreatif.
Ruma Parsantian, rumah yang didirikan oleh sekeluarga dan siapa yang menjadi anak bungsu itulah yang diberi
hak untuk menempati dan merawatnya .
Tipologi
Tipologi rumah adat tradisional Batak Toba adalah rumah pangung atau
berkolong, sehingga kalau masuk ke arah pintu rumah harus melalui
tangga, yang biasanya beranak tangga dengan bilangan ganjil yaitu 5, 7,
dan 9.

Rumah melambangkan makrokosmos dan mikrokosmos yang terdiri dari


adanya Tri Tunggal Benua yaitu, Benua atas, dilambangkan dengan atap
rumah, Benua Tengah, dilambangkan dengan dinding, dan Benua bawah,
dilambangkan dengan kolong. Benua atas sebagai tempat Dewa, benua
tengah sebagai tempat manusia, sedangkan benua bawah sebagai sebagai
tempat kematian (Tumbaga Holing, Hal. 18 dan 64).
Bentuk & Bagian Rumah
Batu ojahan (fondasi) disusun sesuai dengan arah dan letak tiang. Sesuai dengan nilainya supaya pemilik rumah
makmur, bahagia, dan selamat sesuai dengan falsafah Ojak panggabean Ojak parhorasan. Sesuai dengan kepercayaan mereka,
sebelum meletakan batu ojahan, terlebih dahulu diadakan sajen dengan menaruh kepala binatang (kerbau atau babi) ke dalam
lubang fondasi dan juga darahnya dituang ke dalam lobang tesebut. Tujuannya agar pemilik rumah selamat dan banyak rezeki di
tempat yang baru dibangun.

Baba ni Bara (pintu kolong rumah) digunakan sebagai jalan masuknya kerbau melalui pintu tersebut. Letaknya berada pada
samping depan bagian kanan rumah.

Basiha pandak atau untul untul yaitu tiang yang dekat pada pintu. Berfungsi untuk memikul bagian atas, khususnya landasan
lantai rumah. Bentuknya bulat dan panjang dan biasanya jumlahnya banyak.

Rassang Bulat Panjang, penghubung semua tiang-tiang dan lebih tebal dari papan. Berfungsi untuk menyatukan tiang-tiang
depan, belakang, samping kiri kanan yang dipegang oleh solong-solong (pengganti paku). Rassang memiliki makna bahwa kemana
saja pemilik rumah pergi selalu mendapat rezeki yang murah dan baik. Solang-solang mempunyai arti serba guna.

Bara ni Jabo (kolong rumah) adalah kolong rumah antara fondasi (bato ojahan) dengan lantai yang berfungsi sebagai tempat
binatang peliharaan misalnya , kerbau, sapi, kuda, babi, dan lain-lain. Bara melambangkan dunia bagian bawah.
Balatuk (tangga rumah), terdiri dari balatuk tunggal dan balatuh boru-boru.
Balatuk tunggal (tangga jantan), terbuat dari potongan sebatang pohon atau tiang yang
dibentuk menjadi tangga. Anak tangga di lobang pada batang itu sendiri berjumlah 5 atau 7.

Balatuk boru-boru, terbuat dari beberapa potong kayu yang keras dan pada umunya
jumlah anak tangganya ganjil yaitu 5 dan 7. Diatas batu fondasi tangga diberi miak-miak
Bona, dengan harapanagar selamat memasuki dan menempati rumah tersebut.

Tustus parbarat, papan yang agak tebal yang menghubungkan tiang-tiang belakang dan
rumah adat.

Tustus ganjang, kayu berbentuk papan tetapi lebih tebahl sedikit dari papan dan agak
panjang, memasuki tiang sebelah kanan dan kiri berjumlah 4 baris. Tustus ganjang diartikan
sebagai pengikat dunia tengah.
Siharati (Ture-ture)
Ture-ture merupakan papan yang letaknya paling bawah dari semua alat
yang ada di atas pintu yang melambangkan kerendahan hati orang Batak.
Parhongkom, kayu yang berada diatas siharati yang berfungsi sebagai
penjaga keutuhan dari konstruksi bangunan. Terdapat ornamen berupa
gambar manusia yang menarik kerbau maupun pohon beringin.
Menggambarkan orang batak hidup dan bekerja dilindungi oleh adat.
Susu, terbuat dari kayu yang bentuknya menyerupai susu, diletakan pada
parhongkom diatas kedua pintu masuk rumah adat. Berjumlah delapan,
4 disebelah kanan dan 4 disebelah kiri. Susu yang merupakan sumber
kehidupan bagi masyarakat Batak toba. Susu hanya dapat ditemui pada
rumah adat sedangkan pada Sopo (lumbung) tidak ditemukan.
Singa-singa adalah hiasan raksasa yang berwibawa yang dipasang pada ujung depan pandidingan (sombaho). Berperan penting
untuk melindungi rumah beserta penghuninya dari segala mara bahaya dan menjaga kerukunan dan perdamaian.

Ringgor (Sibongbong Ari), berada di atas handang-handang (sibombong alogo). Peletakan papannya horizontal dan berfungsi
untuk menahan bungkulan. Bermakna agar penghuni rumah selalu diberkahi Tuhan Yang Maha Kuasa, dan selalu mendapat
rezeki yang murah dan baik.

Barospati ni jabu, berbentuk lurus dari atas kebawah dan semakin besar dan terletak pada Sijongjongi. Bentuknya merupakan
abstraksi cecak besar. Bagian ini menggambarkan kesuburan baik dalam bentuk ornamen maupun bagian dari rumah itu sendiri.

Jenggar, beradapada bagian depan (wajah) bangunann berfungsi untuk melengkapi dan memperkokoh bentuk rait pada rumah
dan sebagai penjaga lapisan bagian luar.

Urur, kayu yang panjangnya 7 meter, yang membujur dari bungkulan sampai tumboman. Jumlah urur pada Juba bona harus
dilebihakan satu, sebagai pertanda keistimewaan dari jabu lain. Urur berfungsi sebagai penahan lais dan atap.

Pamoltohi atau pamutuhai , berbentuk seperti papan tebal , memanjang dari depan ke belakang menembus sijonjongi dan
jenggar. Berfungsi sebagai penyongsong sijonjongo dan jenggar, baik dari depan maupun belakang. Pamoltohi ini sebagai
tumpuan perut seluruh urur , jumlahnya 4 ( dua sebelah kanan, dua sebelah kiri).

Santung-santung, bentuknya memanjang dari atas ke bawah, dimulai persis dari tengah-tengah bungkulan. Ini disebut sebagai
jantung dari rumah adat tersebut. Bermakna bahwa orang batak selalu berbicari dari hati yang suci bersih.
Lais-lais, alat yang dibuat dari pelepah enau yang khusus dianyam untuk menahan atap.Semua atap rumah adat Batak beratap
ijuk, jadi tanpa lais-lais rumah adat tidak dapat diatap. Lais-lais diikatkan pada urur, kemudian atap diikatkan pada lais-lais.
Bermakna agar penghuni rumah tetap bahagia dan jangan kekurangan segala sesuatunya.

Salasap (Songsong boltok), terdapat pada bagian puncak rumah baik di depan maupun di belakang. Merupakan papan memanjang
dari atas kebawah, satu kekanan, satu ke kiri, dan agak melengkung sedikit. Pada pertemuannya diatas ditutupi dengan ulu paung.

Sande-sande merupakan alat penahan dinding sebelah muka, karena pemasangan dinding rumah adat yaitu miring ke depan
kurang lebih 30 derajat. Bermakna agar lahir anak laki-laki dan perempuan yang berkembang biak dikemudian hari.

Dinding Parbarat, merupak an dinding penutup bagian depan dan belakang dari suatu rumah. Berada disamping sande-sande
dibagian depan rumah.

Tombonan adop-adop, terletak diatas parhogkom, berfungsi sebagai tempat berpijak siamak-amaki. Mempunyai makna berat
sama dipikul, ringan sama dijinjing atau rangkul merangkul.

Loting-loting, merupakan tempat penerangan bagi rumah agar mengamati Begu Monggop, yaitu sejenis hantu yang kerjanya
berpindah-pindah di sekitar pintu gerbang dari halaman rumah. Di atasnya dibuat jorngom (kedok) untuk mengamati dengan mata
melotot derhadap hantu tersebut.
Tarup (atap), terbuat dari ijukyang terdiri dari 3 lapis, lapisan pertama disebut tuham-tuham (satu guluan besar
dari ijuk, yang disusun mulai dari Jabu bona tebalnya sekotar 20 cm dan luasnya 1 x 1.5 m. Lapisan kedua yaitu
lalubak yaitu ijuk yang langsung diambil dari pohon enah dan masih padat. Lapisan ketiga dengan ijuk yang
lebih rapi, setiap lapisan diikat dengan teknik menjarum. Jarumnya dari bambu dengan jarak sekitar 0.5 meter.

Bungkulan, kayu bulat yang ukurannya lebuih panjang dari rumah itu sendiri, dibentangkan diatas rumah dari
depan ke belakang. Bungkulan inimerupakan tumpuan dari seluruh urur dan disokong oleh dua ninggor, satu di
muka, satu dibelakang. Bermakna bahwa apabila sesorang berpisah dengan keluarganya, selalu dijadikan
menjadi alat penghubung bagi mereka.

Tali Samsam, sejenis tali yang terbuat dari rotan atau ijuk, yangdipintal kuat dan rapi. Berfungsi untuk menahan
semua urur dan atap yang diikatkan kepada tomboman dan simbuaten. Kekuatan tali ini menjamin kekuatan
rumah itu dan biasanya tali ini mencapai sekitar 100 tahun.

Rait, merupakan bagian yang mengikuti bentuk lengkung atap rumah. Ini akan menunjukan bentuk rumah
tersebut, apakah tipe kerbau, kuda, atau ayam.
Susunan Ruangan
Pada rumah adat batak Toba tidak dijumpai sekat sebagai batas satu sama lain.
Hal ini mencerminkan sifat orang Batak yang terbuka dan suka berterus terang.
Namun ruang terbuka tersebut diberi nama masing-masing untuk mengatur
tempat tinggal penghuninya sesuai dengan struktur dalihan natolu.

Pada bagian tengah yang yang berada diantara Jabu soding, Jabu bona, dan Jabu
tonga-tonga merupakan dapur dari rumah tersebut.
Pada area dekat pintu terdapat jambur yang terbagi jambur kanan dan jambur
kiri.

Masing-masing ruangan mempunyai fungsi baik ditinjau dari sisi orang yang
mendiaminya, maupun pelaksanaan pada waktu mengadakan upacara-upacara
didalam rumah.
Jabu bona sebagai tempat tinggal pemilik rumah, sebagai ruang tamu dan tempat untuk menerima pemberia-
pemberian adat dalam setiap upacara adat. Selain itu juga sebagai ruang untuk memberikan bimbingan atau
petuah kepada seorang anak.

Jabu tampar piring, berfungsi sebagai tempat untuk saudara laki-laki pihak istri yang sudah kawin atau yang
belum kawin dan sebagai tempat duduk dari anggi ni partubu (tempat semarga yang bungsu)

Jabu soding berfungsi sebagaitempat anak perempuan pemilik rumah baik yang sudah kawin maupu belum dan
sebagai tempat mengadakan upacara adat. Selain itu juga sebagai intri-istri para tamu yang datang.

Jabu suhat, berfungsi sebagai tempat bagi anak pemilik rumah baik yang sudah menikah ataupun belum,
sebagai tempat duduk para Boru (yang mengambil boru dari pemilik rumah).

Jambur memiliki banyak fungsi disamping sebagai tempat tidir anak perempuan, juga sebagai tempat
penyimpanan beras, cangkul, dan lain-lain. Selainitu juga sebagai tempat menenun dan menganyam bagi anak
perempuan pemilik rumah. Tetapi dalam acara adat ruangan ini tidak mengambil peranan penting

Anda mungkin juga menyukai