Anda di halaman 1dari 17

ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU

BATAK (SUMATERA UTARA)


ARSITEKTUR TRADISIONAL
SUKU BATAK (SUMATERA UTARA)
I.

SUKU BATAK
Mitologi Batak adalah kepercayaan tradisional akan dewa-dewi yang dianut
oleh orang Batak. Agama Batak tradisional sudah hampir menghilang pada saat ini,
begitu juga dengan mitologi Batak. Kepercayaan Batak tradisional terbentuk
sebelum datangnya agama Islam dan Kristen oleh dua unsur yaitu megalitik kuno
dan unsur Hindu yang membentuk kebudayaan Batak [1].

Pengaruh dari India dapat terlihat dari elemen-elemen kepercayaan seperti


asal-usul dunia, mitos penciptaan, keberadaan jiwa serta bahwa jiwa tetap ada
meskipun orang telah meninggal dan sebagainya.
Suku Batak sendiri terbagi dari:
1. Batak Toba (Tapanuli) : mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli
Tengah
mengunakan
bahasa
Batak
Toba.
2. Batak Simalungun : mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang,
dan
menggunakan
bahasa
Batak
Simalungun.
3. Batak Karo : mendiami Kabupaten Karo, Langkat dan sebagian Aceh dan

menggunakan
bahasa
Batak
Karo.
4. Batak Mandailing : mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah Pakantan dan
Muara
Sipongi
dan
menggunakan
bahasa
Batak
Mandailing.
5. Batak Pakpak : mendiami Kabupaten Dairi, dan Aceh Selatan dan menggunakan
bahasa Pakpak. Toba PUSUK BUHIT Simalungun Karo Pakpak Mandailing Angkola.
[2]

1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis dibagi sbb: Suku
Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka
bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah
Batak.
Namun demikian, Ada yang berpendapat dan berkeyakinan bahwa etnis
Batak bukan hanya 5, akan tetapi sesungguhnya ada 11 [sebelas], ke 6 etnis batak
tersebut adalah :
Batak Pesisir,[3]
Batak Angkola,
Batak Padang lawas,
Batak Melayu,
Batak Nias,
Batak Alas Gayo.
Sebelas dari sub etnis Batak adalah:
Batak TOBA ,di Kab.Tapanuli Utara, Tengah, Selatan
Batak SIMALUNGUN, di Kab.Simalungun, sebelah Timur danau Toba
Batak KARO,di Kab Karo, Langkat dan sebagian Aceh
Batak PAKPAK [Dairi],di Kab Dairi dan Aceh Selatan
Batak MANDAILING,di Wilayah Pakantan dan Muara Sipongi
Batak PASISIR,di Pantai Barat antara Natal dan Singkil
Batak ANGKOLA,di Wilayah Sipirok dan P. Sidempuan\
Batak PADANGLAWAS ,di Wil. Sibuhuan, A.Godang, Rambe, Harahap
Batak MELAYU,di WiL Pesisir Timur Melayu
Batak NIAS,di Kab Pulau Nias dan sekitarnya
Batak ALAS GAYO,di Aceh Selatan,Tenggara, Tengah Yang disebut wilayah Tanah
Batak atau Tano Batak ialah daerah hunian sekeliling Danau Toba, Sumatera Utara.
Seandainya tidak mengikuti pembagian daerah oleh Belanda (politik devide et
impera) seperti sekarang, Tanah Batak konon masih sampai di Aceh Selatan. [4]

http://id.wikipedia.org/wiki/Mitologi_Batak
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak
www.sihotang.s5.com/adat.html
Gambar 1. PETA ETNIS BATAK
AGAMA DAN KEPERCAYAAN
[1]
[2]
[3]
[4]

I.
1.1.

AGAMA PARMALIM
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah
Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan istilah dewa-dewa.
Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur
serta kepercayaan kepada benda-benda mati. Benda-benda mati dipercayai memiliki
tondi (roh) misalnya: gunung, pohon, batu, dll yang kalau dianggap keramat
dijadikan tempat yang sakral (tempat sembahan). [1]
Orang Batak percaya kepada arwah leluhur yang dapat menyebabkan
beberapa penyakit atau malapetaka kepada manusia. Penghormatan dan
penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan,
kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah
yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat dekat
sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah Debata,
sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut Ompu Na Bolon (Kakek/Nenek
Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi
dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki
kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia.

[1]

http://id.wikipedia.org/wiki/Parmalim

Sebelum suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai


sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di
atas langit dan pancaran kekuasaanNya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut
jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu :

TONDI
Tondi adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena
itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam
kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan
sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari
sombaon yang menawannya[1].

SAHALA
Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang
memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan
sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

BEGU

Begu adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan
tingkah
laku
manusia,
hanya
muncul
pada
waktu
malam. [2]

I.

ARSITEKTUR RUMAH ADAT BATAK


Selama suku Batak tinggal di pesisir danau toba, mereka membentuk suatu
daerah perkampungan yang cukup unik, dimana mereka memiliki 2 rumah, yaitu
rumah jantan dan rumah betina. Rumah jantan terletak disebelah selatan, fungsinya
sebagai rumah tinggal, sedangkan rumah betina terletak di sebelah utara, fungsinya
sebagai tempat menyimpan padi..[3]
Nenek moyang bangsa Batak (Bangso Batak) menyebut Rumah Batak yaitu
jabu na marampang na marjual. Ampang dan Jual adalah tempat mengukur padi
atau biji bijian seperti beras/kacang dll. Jadi Ampang dan Jual adalah alat pengukur,
makanya Rumah Gorga, Rumah Adat itu ada ukurannya, memiliki hukum hukum,
aturan aturan, kriteria kriteria serta batas batas.

Biarpun Rumah Batak itu tidak memiliki kamar/dinding pembatas tetapi ada
wilayah (daerah) yang di atur oleh hukum - hukum. Ruangan Ruma Batak itu
biasanya di bagi atas 4 wilayah (bagian) yaitu:
1. Jabu Bona ialah daerah sudut kanan di sebelah belakang dari pintu masuk rumah,
daerah ini biasa di tempati oleh keluarga tuan rumah.
2. Jabu Soding ialah daerah sudut kiri di belakang pintu rumah. Bahagian ini di
tempati oleh anak anak yang belum akil balik (gadis)
3. Jabu Suhat ialah daerah sudut kiri dibahagian depan dekat pintu masuk. Daerah ini
di tempati oleh anak tertua yang sudah berkeluarga, karena zaman dahulu belum
ada rumah yang di ongkos (kontrak) makanya anak tertua yang belum memiliki
rumah menempati jabu suhat.[4]

4. Jabu Tampar Piring ialah daerah sudut kanan di bahagian depan dekat dengan
pintu masuk. Daerah ini biasa disiapkan untuk para tamu, juga daerah ini sering di
sebut
jabu
tampar
piring
atau
jabu
soding
jolo-jolo.
[5]
Disamping tempat keempat sudut utaman tadi masih ada daerah antara Jabu
Bona dan Jabu Tampar Piring, inilah yang dinamai Jabu Tongatonga Ni Jabu Bona.
Dan wilayah antara Jabu Soding dan Jabu Suhat disebut Jabu Tongatonga Ni Jabu
Soding. Disebut Rumah Bolon karena suku batak toba sangat percaya akan Tuhan
mereka yaitu MULA JADI NA BOLON, jadi rumah bolon berarti rumah Tuhan.
Itulah sebabnya ruangan Ruma Batak itu boleh dibagi 4 (empat) atau 6
(enam), makanya ketika orang batak mengadakan pertemuan (rapat) atau RIA di
dalam rumah sering mengatakan sampai pada saat ini; Marpungu hita di jabunta na
mar Ampang na Marjual on, jabu na marsangap na martua on. [6]

[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak#Kepercayaan
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak#Kepercayaan
http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html
batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak
batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak
ml.scribd.com/doc/93667475/RUMA-GORGA

Aspek-aspek Metafisik atau Spiritual yang menjadi Norma Utama


Begitu banyak aspek-spek spiritual yang menjadi norma utama dalam
bangunan adat batak Toba ini. Salah satu contohnya adlah mengenai keharusan
jumlah anak tangga yang berjumlah ganjil. Jika berjumlah genap, maka akan
membawa kesialan bagi keluarga penghuni rumah tersebut.
Bagian dari bangunan ini yang terdiri dari bagian atas, bagian tengah dan
bagian bawah juga menandakan bahwa adanya ketiga jenis kehidupan yang
dipercayai.
Bentuk-Bentuk Simbolik atau Lambang Kebudayaan atau Ide untuk
Mengekspresikan Makna pada Denah Anatomi dan Tampak
Rumah batak toba dihiasi dengan symbol symbol yang diukir di hampir
seluruh bangunan rumah bolon. Gorga gorga tersebut memiliki arti dan maknanya
tersendiri. Dan teknik ragam hias untuk mebuat gorga tersebut terdiri dari cara, yaitu
dengan teknik ukir teknik lukis. Untuk mengukir digunakan pisau tajam dengan alat
pemukulnya (pasak-pasak) dari kayu. Sedangkan teknik lukis bahannya diolah
sendiri dari batu-batuan atau pun tanaga yang keras dan arang. Tiang yang
berjumlah banyak mengandung filosofi kebersamaan dan kekokohan. [1]
Ornamentasi dan dekorasi dari rumah adat Batak Toba mengandung nilai filosofi bagi
keselamatan penghuni. Lokasi elemen rumah yang dihias berada pada gevel, pintu masuk,
sudut-sudut rumah, bahkan ada yang sampai berada di keseluruhan dinding. Hiasan ini
dapat berupa ukiran, dapat diberi warna, atau hanya berupa gambar saja. Tiga elemen
warna yang penting adalah merah, putih dan hitam. Merah melambangkan
pengetahuan/kecerdasan, putih melambangkan kejujuran/kesucian dan hitam
melambangkan kewibawaan / kepemimpinan.

[1]

http://batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak

Bagian bagian Rumah Batak


Menurut tingkatannya Ruma Batak itu dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Bagian Bawah (Tombara) yang terdiri dari batu pondasi atau ojahan tiang-tiang
pendek, pasak (rancang) yang menusuk tiang, tangga (balatuk)
2. Bagian Tengah (Tonga) yang terdiri dari dinding depan, dinding samping, dan
belakang
3. Bagian Atas (Ginjang) yang terdiri dari atap (tarup) di bawah atap urur diatas urur
membentang lais, ruma yang lama atapnya adalah ijuk (serat dari pohon enau).
Bagian bawah berfungsi sebagai tempat ternak seperti kerbau, lembu dll.
Bagian tengah adalah ruangan tempat hunian manusia. Bagian atas adalah tempattempat penyimpanan benda-benda keramat (ugasan homitan).
Menurut seorang peneliti dan penulis Gorga Batak (Ruma Batak) tahun 1920
berkebangsaan Belanda bernama D.W.N. De Boer, di dalam bukunya Het Toba
Batak Huis, ketiga benua itu adalah [1]:
1. Banua toru (bawah)
2. Banua tonga (tengah)
3. Banua ginjang (atas)
Selanjutnya suku Batak Toba yang lama telah berkeyakinan bahwa ketiga
dunia (banua) itu diciptakan oleh Maha Dewa yang disebut dengan perkataan Mula
Jadi Na Bolon. Seiring dengan pembagian alam semesta (jagad raya) tadi yang
terdiri dari 3 bagian, maka orang Batak Toba pun membagi/ merencanakan ruma
tradisi mereka menjadi 3 bagian.

[1]

http://batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak

ATAP
Atap Rumah Bolon mengambil ide dasar dari punggung kerbau, bentuknya
yang melengkung menambah nilai keaerodinamisannya dalam melawan angin
danau yang kencang.

Atap terbuat dari ijuk, yaitu bahan yang mudah didapat didaerah setempat.
Suku batak menganggap Atap sebagai sesuatu yang suci, sehingga digunakan
untuk
menyimpan
pusaka
mereka.[1]

BADAN RUMAH
Badan rumah terletak dibagian tengah atau dalam mitologi batak disebut
dunia tengah, dunia tengah melambangkan tempat aktivitas manusia seperti masak,
tidur, bersenda gurau. Bagian badan rumah dilengkapi hiasan berupa ipon ipon
untuk menolak bala[2].

PONDASI
Pondasi rumah batak toba menggunakan jenis pondasi cincin, dimana batu sebagai
tumpuan dari kolom kayu yang berdiri diatasnya.
Tiang-tiang berdiameter 42 - 50 cm, berdiri diatas batu ojahan struktur yang
fleksibel, sehingga tahan terhadap gempa
Tiang yang berjumlah 18 mengandung filosofi kebersamaan dan kekokohan

Mengapa memakai pondasi umpak?, karena pada waktu tersebut masih banyaknya
batu ojahan dan kayu gelonggong dalam jumlah yang besar. Dan belum
ditemukannya alat perekat seperti semen

DINDING
Dinding pada rumah batak toba miring, agar angin mudah masuk
Tali-tali pengikat dinding yang miring disebut tali ret-ret, terbuat dari ijuk atau rotan.
Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang mempunyai 2 kepala saling
bertolak belakang, maksudnya ialah cicak dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2
kepala saling bertolak belakang melambangkan semua penghuni rumah mempunyai
peranan yang sama dan saling menghormati.[3]

ORGANISASI RUANG
Bentuk-bentuk ruang ruang dimana posisinya dalam ruang diatur oleh pola
grid, hal ini dapat dilihat dari kolom-kolom yang tersusun secara modular
pada denah.[4]

KESEIMBANGAN
Keseimbangan pada rumah batak toba adalah simetris, baik pada denah
maupun fasade bangunan, hal ini dapat dilihat jika kita menarik garis lurus tepat
pada as gambar denah dan fasade[5]

SIRKULASI RUANG
Sirkulasi Ruang pada rumah batak toba adalah tersamar, karena harus
melewati jalan lurus sebelum berbelok ke bangunan utamanya

PINTU MASUK BANGUNAN


Pintu Utama Menjorok kedalam dengan lebar 80 cm dan tingginya 1,5 m,
dikelilingi dengan ukiran, lukisan dan tulisan dan dengan dua kepala singa pada
ambang pintu.
ORNAMENT (GORGA BATAK)
Gorga Batak adalah ukiran atau pahatan tradisional yang biasanya terdapat di
dinding rumah bahagian luar dan bagian depan dari rumah-rumah adat Batak. Gorga
ada dekorasi atau hiasan yang dibuat dengan cara memahat kayu (papan) dan
kemudian mencatnya dengan tiga (3) macam warna yaitu : merah-hitam-putih.
Warna yang tiga macam ini disebut tiga bolit.

Bahan-bahan untuk Gorga ini biasanya kayu lunak yaitu yang mudah
dikorek/dipahat. Biasanya nenek-nenek orang Batak memilih kayu ungil atau ada
juga orang menyebutnya kayu ingul. Kayu Ungil ini mempunyai sifat tertentu yaitu
antara lain tahan terhadap sinar matahari langsung, begitu juga terhadap terpaan air
hujan, yang berarti tidak cepat rusak/lapuk akibat kena sengatan terik matahari dan
terpaan air hujan. Kayu Ungil ini juga biasa dipakai untuk pembuatan bahan-bahan
kapal/ perahu di Danau Toba.[6]

Bahan-bahan Cat (Pewarna)


Pada zaman dahulu Nenek orang Batak Toba menciptakan catnya sendiri secara
alamiah misalnya :
Cat Warna Merah diambil dari batu hula, sejenis batu alam yang berwarna merah
yang tidak dapat ditemukan disemua daerah. Cara untuk mencarinya pun
mempunyai keahlian khusus. Batu inilah ditumbuk menjadi halus seperti tepung dan
dicampur dengan sedikit air, lalu dioleskan ke ukiran itu.
Cat Warna Putih diambil dari tanah yang berwarna Putih, tanah yang halus dan
lunak dalam bahasa Batak disebut Tano Buro. Tano Buro ini digiling sampai halus
serta dicampur dengan sedikit air, sehingga tampak seperti cat tembok pada masa
kini.
Cat Warna Hitam diperbuat dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang ditumbuk
sampai halus serta dicampur dengan abu periuk atau kuali. Abu itu dikikis dari periuk
atau belanga dan dimasukkan ke daun-daunan yang ditumbuk tadi, kemudian
digongseng terus menerus sampai menghasilkan seperti cat tembok hitam pada
zaman sekarang.
Jenis/ Macamnya Gorga Batak

Menurut cara pengerjaannya ada 2 jenis :


1. Gorga Uhir yaitu Gorga yang dipahatkan dengan memakai alat pahat dan setelah
siap dipahat baru diwarnai
2. Gorga Dais yaitu Gorga yang dilukiskan dengan cat warna tiga bolit. Gorga dais ini
merupakan pelengkap pada rumah adat Batak Toba. Yang terdapat pada bahagian
samping rumah, dan dibahagian dalam.[7]
Menurut bentuknya
Dilihat dari ornament dan gambar-gambarnya dapat pula Gorga itu mempunyai
nama-namanya tersendiri, antara lain [8];
Gorga Ipon-Ipon, Terdapat dibahagian tepi dari Gorga; ipon-ipon dalam Bahasa
Indonesia adalah Gigi. Manusia tanpa gigi sangat kurang menarik, begitulah ukiran
Batak, tanpa adanya ipon-ipon sangat kurang keindahan dan keharmonisannya.
Ipon-ipon ada beraneka ragam, tergantung dari kemampuan para pengukir untuk
menciptakannya. Biasanya Gorga ipon-ipon ini lebarnya antara dua sampai tiga
sentimeter dipinggir papan dengan kata lain sebagai hiasan tepi yang cukup
menarik.

Gorga Sitompi, Sitompi berasal dari kata tompi, salah satu perkakas Petani yang
disangkutkan dileher kerbau pada waktu membajak sawah. Gorga Sitompi termasuk
jenis yang indah di dalam kumpulan Gorga Batak. Disamping keindahannya,
kemungkinan sipemilik rumah sengaja memesankannya kepada tukang Uhir
(Pande) mengingat akan jasa alat tersebut (Tompi) itu kepada kerbau dan kepada
manusia.
Gorga Simataniari (Matahari), Gorga yang menggambarkan matahari, terdapat
disudut kiri dan kanan rumah. Gorga ini diperbuat tukang ukir (Pande) mengingat
jasa matahari yang menerangi dunia ini, karena matahari juga termasuk sumber
segala kehidupan, tanpa matahari takkan ada yang dapat hidup.
Gorga Desa Naualu (Delapan Penjuru Mata Angin), Gorga ini menggambarkan
gambar mata angin yang ditambah hiasan-hiasannya. Orang Batak dahulu sudah
mengetahui/kenal dengan mata angin. Mata angin ini pun sudah mempunyai kaitankaitan erat dengan aktivitas-aktivitas ritual ataupun digunakan di dalam pembuatan
horoscope seseorang/sekeluarga. Sebagai pencerminan perasaan akan pentingnya
mata angina pada suku Batak maka diperbuatlah dan diwujudkan dalam bentuk
Gorga.
Gorga Si Marogung-ogung (Gong), Pada zaman dahulu Ogung (gong)
merupakan sesuatu benda yang sangat berharga. Ogung tidak ada dibuat di dalam
negeri, kabarnya Ogung didatangkan dari India. Sedangkan pemakaiannya sangat
diperlukan pada pesta-pesta adat dan bahkan kepada pemakaian pada upacaraupacara ritual, seperti untuk mengadakan Gondang Malim (Upacara kesucian).
Dengan memiliki seperangkat Ogung pertanda bahwa keluarga tersebut merupakan
keluarga terpandang. Sebagai kenangan akan kebesaran dan nilai Ogung itu
sebagai gambaran/ keadaan pemilik rumah maka dibuatlah Gorga Marogung-ogung.
[9]

Gorga Singa Singa, Dengan mendengar ataupun membaca perkataan Singa


maka akan terlintas dalam hati dan pikiran kita akan perkataan: Raja Hutan, kuat,
jago, kokoh, mampu, berwibawa. Tidak semua orang dapat mendirikan rumah Gorga
disebabkan oleh berbagai faktor termasuk factor social ekonomi dan lain-lain. Orang
yang mampu mendirikan rumah Gorga Batak jelaslah orang yang mampu dan

berwibawa di kampungnya. Itulah sebabnya Gorga Singa dicantumkan di dalam


kumpulan Gorga Batak
Gorga Jorgom, Ada juga orang menyebutnya Gorga Jorgom atau ada pula
menyebutnya Gorga Ulu Singa. Biasa ditempatkan di atas pintu masuk ke rumah,
bentuknya mirip binatang dan manusia.

Gorga Boras Pati dan Adop Adop (Tetek ), Boras Pati sejenis mahluk yang
menyerupai kadal atau cicak. Boras Pati jarang kelihatan atau menampakkan diri,
biasanya kalau Boras Pati sering nampak, itu menandakan tanam-tanaman menjadi
subur dan panen berhasil baik yang menuju kekayaan (hamoraon). Gorga Boras
Pati dikombinasikan dengan tetek (susu, tarus). Bagi orang Batak pandangan
terhadap susu (tetek) mempunyai arti khusus dimana tetek yang besar dan deras
airnya pertanda anaknya sehat dan banyak atau punya keturunan banyak (gabe).
Jadi kombinasi Boras Pati susu (tetek) adalah perlambang Hagabeon, Hamoraon
sebagai idaman orang Batak.[10]
Gorga Ulu Paung, Ulu Paung terdapat di puncak rumah Gorga Batak. Tanpa Ulu
Paung rumah Gorga Batak menjadi kurang gagah. Pada zaman dahulu Ulu Paung
dibekali (isi) dengan kekuatan metafisik bersifat gaib. Disamping sebagai
memperindah rumah, Ulu Paung juga berfungsi untuk melawan begu ladang (setan)
yang datang dari luar kampung. Zaman dahulu orang Batak sering mendapat
serangan kekuatan hitam dari luar rumah untuk membuat perselisihan di dalam
rumah (keluarga) sehingga tidak akur antara suami dan isteri. Atau membuat
penghuni rumah susah tidur atau rasa takut juga sakit fisik dan berbagai macam
ketidak harmonisan.

Masih banyak lagi gambar-gambar yang terdapat pada dinding atau bahagian muka
dari rumah Batak yang sangat erat hubungannya dengan sejarah kepribadian si
pemilik rumah. Ada juga gambar lembu jantan, pohon cemara, orang sedang
menunggang kuda, orang sedang mengikat kerbau. Gambar Manuk-Manuk (burung)
dan hiasan burung Patia Raja perlambang ilmu pengetahuan dan lain-lain. [11]

[1][2][3][4][5]http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html
[6][7][8][9][10][11]http://batakcom.tumblr.com/post/26554065445/gorga-batak

Pemanfaatan Ruangan
Pada bagian dalam rumah (interior) dibangun lantai yang dalam pangertian
Batak disebut papan. Agar lantai tersebut kokoh dan tidak goyang maka dibuat
galang lantai (halang papan) yang disebut dengan gulang-gulang. Dapat juga
berfungsi untuk memperkokoh bangunan rumah sehingga ada ungkapan yang
mengatakan Hot do jabu i hot margulang-gulang, boru ni ise pe dialap bere i hot do
i boru ni tulang.[1]
Untuk menjaga kebersihan rumah, di bagian tengah agak ke belakang dekat
tungku tempat bertanak ada dibuat lobang yang disebut dengan talaga. Semua
yang kotor seperti debu, pasir karena lantai disapu keluar melalui lobang tersebut.
Karena itu ada falsafah yang mengatakan Talaga panduduran, lubang-lubang
panompasan yang dapat mengartikan bahwa segala perbuatan kawan yang tercela
atau perbuatan yang dapat membuat orang tersinggung harus dapat dilupakan.
Melintang di bagian tengah dibangun para-para sebagai tempat ijuk yang
kegunaannya untuk menyisip atap rumah jika bocor. Dibawah para-para dibuat
parlabian digunakan tempat rotan dan alat-alat pertukangan seperti hortuk, baliung
dan baji-baji dan lain sebagainya. Karena itu ada fatsafah yang mengatakan Ijuk di
para-para, hotang di parlabian, na bisuk bangkit gabe raja ndang adong be na oto tu
pargadisan yang artinya kira-kira jika manusia yang bijak bestari diangkat menjadi
raja maka orang bodoh dan kaum lemah dapat terlindungi karena sudah mendapat
perlakuan yang adil dan selalu diayomi.
Untuk masuk ke dalam rumah dilengkapi dengan tangga yang berada di
sebelah depan rumah dan menempel pada parhongkom. Untuk rumah sopo dan
tangga untuk Ruma dulu kala berada di tampunak. Karena itu ada falsafah yang
berbunyi bahwa Tampunak ni sibaganding, di dolok ni pangiringan. Horas ma na
marhaha-maranggi jala tangkas ma sipairing-iringan.

Ada kalanya keadaan tangga dapat menjadi kebanggaan bagi orang Batak.
Bila tangga yang cepat aus menandakan bahwa tangga tersebut sering dilintasi
orang. Pengertian bahwa yang punya rumah adalah orang yang senang menerima
tamu dan sering dikunjungi orang karena orang tersebut ramah. Tangga tersebut
dinamai dengan Tangga rege-rege.[2]

[1]
[2]

http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html
http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html

Perabot Penting
Berbagai bentuk dan perabotan yang bernilai bagi orang Batak antara lain
adalah ampang yang berguna sebagai alat takaran (pengukur) untuk padi dan
beras. Karena itu ada falsafah yang mengatakan Ampang di jolo-jolo, panguhatan
di pudi-pudi. Adat na hot pinungka ni na parjolo, ihuthononton sian pudi . Pengertian
yang dikandungnya adalah bahwa apa bentuk adat yang telah lazim dilaksanakan
oleh para leluhur hendaknya dapat dilestarikan oleh generasi penerus. Perlu
ditambahkan bahwa panguhatan adalah sebagai tempat air untuk keperluan
memasak.[1]
Di sebelah bagian atas kiri dan kanan yang letaknya berada di atas
pandingdingan dibuat pangumbari yang gunanya sebagai tempat meletakkan
barang-barang yang diperlukan sehari-hari seperti kain, tikar dan lain-lain. Falsafah
hidup yang disuarakannya adalah Ni buat silinjuang ampe tu pangumbari. Jagar do
simanjujung molo ni ampehon tali-tali.
Untuk menyimpan barang-barang yang bernilai tinggi dan mempunyai harga
yang mahal biasanya disimpan dalam hombung, seperti sere (emas), perak, ringgit
(mata uang sebagai alat penukar), ogung, dan ragam ulos seperti ragi hotang, ragi
idup, ragi pangko, ragi harangan, ragi huting, marmjam sisi, runjat, pinunsaan, jugia
so pipot dan beraneka ragam jenis tati-tali seperti tutur-tutur, padang ursa, tumtuman
dan piso halasan, tombuk lada, tutu pege dan lain sebagainya.
Karena orang Batak mempunyai karakter yang mengagungkan keterbukaan
maka di kala penghuni rumah meninggal dunia dalam usia lanjut dan telah
mempunyai cucu maka ada acara yang bersifat kekeluargaan untuk memeriksa isi
hombung. Ini disebut dengan ungkap hombung yang disaksikan oleh pihak hulahula.
Untuk keluarga dengan tingkat ekonomi sederhana, ada tempat menyimpan
barang-barang yang disebut dengan rumbi yang fungsinya hampir sama dengan
hombung hanya saja ukurannya lebih kecil dan tidak semewah hombung.
Sebagai tungku memasak biasanya terdiri dari beberapa buah batu yang
disebut dalihan. Biasanya ini terdiri dari 5 (lima) buah sehingga tungku tempat
memasak menjadi dua, sehingga dapat menanak nasi dan lauk pauk sekaligus.
Banyak julukan yang ditujukan kepada orang yang empunya rumah tentang
kesudiannya untuk menerima tamu dengan hati yang senang yaitu paramak so
balunon yang berarti bahwa amak (tikar) yang berfungsi sebagai tempat duduk
bagi tamu terhormat jarang digulung, karena baru saja tikar tersebut digunakan
sudah datang tamu yang lain lagi.
Partataring so ra mintop menandakan bahwa tungku tempat menanak nasi
selalu mempunyai bara api tidak pernah padam. Menandakan bahwa yang empunya

rumah selalu gesit dan siap sedia dalam menyuguhkan sajian yang perlu untuk
tamu.
Parsangkalan so mahiang menandakan bahwa orang Batak akan berupaya
semaksimal mungkin untuk memikirkan dan memberikan hidangan yang bernilai dan
cukup enak yang biasanya dari daging ternak.
Untuk itu semua maka orang Batak selalu menginginkan penghasilan
mencukupi untuk dapat hidup sejahtera dan kiranya murah rejeki, mempunyai mata
pencaharian yang memadai, sehingga disebut Parrambuan so ra marsik.
Tikar yang disebut amak adalah benda yang penting bagi orang Batak. Berfungsi untuk
alas tidur dan sebagai penghangat badan yang dinamai bulusan. Oleh karena itu ada
falsafah yang mengatakan Amak do bulusan bahul-bahul inganan ni eme. Horas uhum
martulang gabe uhum marbere.[2]

[1]
[2]

http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html
http://adatbatakdavid.blogspot.com/2012/10/rumah-adat-batak-toba.html

Anda mungkin juga menyukai