Batak Toba merupakan salah satu kelompok etnis Batak yang berasal dari Provinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Wilayah persebaran utama kelompok etnis Batak Toba meliputi
Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli
Utara, dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Sejarah
Kerajaan Batak
Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bangkara, Kerajaan Batak yang dalam
pemerintahan dinasti Si Singamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam empat wilayah yang
disebut Raja Maropat, yaitu:
Sekarang
Pada Desember 2008, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba
saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribu kota di Balige. Kabupaten
Toba Samosir dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Daerah Tingkat
I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Daerah
Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.
Marga
1. Sitanggang 9. Situmeang
2. Sitorus 10. Panggabean
3. Sinaga 11. Simanjuntak
4. Simanungkalit 12. Nababan
5. Lumbanggaol 13. Situmorang
6. Silalahi 14. Sitompul
7. Samosir 15. Tambunan
8. Sitompul
Budaya
Rumah Tradisonal
Ruma Bolon atau Jabu Bolon, rumah tradisional orang Batak Toba.
Rumah tradisional orang Batak Toba disebut Ruma Bolon atau Jabu Bolon, yang memiliki
bangunan empat persegi panjang yang kadang-kadang ditempati oleh 50 keluarga. Memasuki
Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah
anak tangga yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala
agar tidak terbentur pada balok yang melintang. Menundukkan kepala dimaknai sebagai wujud
penghormatan tamu terhadap si pemilik rumah.
Berbeda dengan rumah-rumah Batak di daerah pesisir, pintu rumah di daerah Batak Toba
berupa pintu kolong yang terdapat di bawah lantai rumah. Bagian dalam rumah tidak memiliki
bagian dalam yang terpisah melainkan membentuk satu ruangan besar yang berukuran 20
sampai 40 kaki. Rumah batak toba pada umumnya dibangun dengan menggunakan bahan-
bahan bangunan yang bagus. Memperlihatkan tanda-tanda keahlian yang tinggi, dan banyak
diantara rumah-rumah tersebut yang turut dihiasi dengan ukiran dan lukisan.
Pakaian Tradisonal
Pakaian tradisional Batak toba adalah Ulos. Dalam bahasa Batak Toba, "ulos" berarti kain. Cara
membuat ulos yaitu dengan cara ditenun menggunakan alat tenun bukan mesin.
Warna dominan pada ulos adalah merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan
dari benang emas atau perak. Mulanya ulos dikenakan di dalam
bentuk selendang atau sarung saja, kerap digunakan pada perhelatan resmi atau upacara adat
Batak, tetapi kini banyak dijumpai di dalam bentuk produk suvenir, sarung bantal, ikat
pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan gorden.
Ulos juga kadang-kadang diberikan kepada sang ibu yang sedang mengandung supaya
mempermudah lahirnya sang bayi ke dunia dan untuk melindungi ibu dari segala mara bahaya
yang mengancam saat proses persalinan.
Sebagian besar ulos telah punah karena tidak diproduksi lagi, seperti Ulos Raja, Ulos Ragi Botik,
Ulos Gobar, Ulos Saput (ulos yang digunakan sebagai pembungkus jenazah), dan Ulos
Sibolang.
Senjata Tradisonal
Berikut Jenis-jenis Senjata Tradisional Batak Toba:
Piso Halasan
Piso Gaja Dompak
Tunggal Panaluan
Hujur Siringis
Silima Sarung
Piso Sitolu Sarung
Piso Gading
Piso Sanalenggam
Piso Toba
Tunggal Panaluan
Parang
Senjata Tradisonal
Jenis-jenis Senjata Tradisional Batak Toba:
Piso Halasan
Tunggal Panaluan
Hujur Siringis
Silima Sarung
Piso Sitolu Sasarung
Piso Gading
Piso Sanalenggam
Piso Toba
Tarian Tradisonal
arian tradisional masyarakat Batak Toba adalah Tortor. Tortor merupakan bagian penting dalam
upacara adat (ulaon adat) masyarakat Batak Toba. Tarian Tortor diperkirakan telah ada dalam
kebudayaan Batak sejak sekitar abad ke-13. Adapun makna simbol dalam tiap gerakan Tortor
masing-masing mempunyai arti yang menjelaskan bagaimana proses menghargai dan memberi
penghormatan antar marga sebagai bentuk hubungan yang baik. Dalam unsur kekerabatan
masyarakat Batak antara hulahula, dongan sabutuha, dan boru gerakan itu semua menjelaskan
proses tersebut melalui simbol gerakan yang akan dibawakan oleh panortor.
Tortor.mp4
Dalam Seni Musik Batak Toba terdapat 2 golongan musik yaitu seni musik
vokal (ende) dan musik instrumental (Gondang). Musik ende
dilatarbelakangi dengan pandangan hidup atau kehidupan sehari-hari
sedangkan Gondang selalu dipakai dalam kegiatan sakral, atau dalam
kegiatan yang bersifat religi atau adat istiadat Batak.
Kuliner Khas
Masakan
Masakan Batak Toba adalah jenis masakan yang dipengaruhi seni dan tradisi memasak
masyarakat Batak Toba. Masakan Batak Toba merupakan salah satu jenis masakan Batak.
Salah satu ciri masakan Batak adalah kegemarannya menggunakan andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium) sebagai rempah utama. Karena itu, andaliman kadang dijuluki sebagai "Merica
Batak".
Kebanyakan orang Batak Toba kini beragama Kristen, tidak seperti suku di sekitarnya.
Kebanyakan hidangan Batak Toba tidak dibatasi oleh aturan halal.
Daging babi dan darah dikonsumsi dalam tradisi kuliner Batak. Banyak makanan terbaik daerah
itu dibuat dari daging babi, serta makanan yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak biasa, akan
tetapi ada juga hidangan-hidangan halal.
Berikut daftar masakan tradisonal khas Batak Toba:
Arsik
Dali Nihorbo
Dengke Mas Naniuara
Manuk Napinadar
Mie Gomak
Sambal Batak
Sangsang
Tanggo-tanggo
Lappet
Ombusombus
Pohulpohul
Sasagun
Itakgurgur
Tipatipa
Kacang Sihobuk
Minuman
Dali Nihorbo
Kopi Lintong
Tuak Batak
Kepercayaan
Mereka juga percaya bahwa tiap individu dijaga oleh sejumlah roh, baik yang jahat disebut
dengan nama setan dan yang baik dikenal dengan nama begu. Mayoritas dari roh ini merupakan
jiwa dari nenek moyang yang menjaga atau mengganggu mereka. Ada banyak nama begu yang
disembah, seperti Begu Jau (roh yang tidak dikenal orang), Begu Antuk (roh yang memukul
kepala seseorang sebelum ia mati), Begu Siberut (roh yang membuat orang kurus tinggal kulit).
Selain para begu, masyarakat Batak juga percaya terhadap beberapa dewa seperti Naga
Padoha, Boru Saniang Naga, Boru Namora dan Martua Sombaon.
Setiap desa memiliki datu yang tugasnya adalah melakukan ramalan dan sihir. Pada saat
pemakaman, para datu ini akan dikuburkan dengan menggunakan peti mati berbahan kayu atau
batu yang dirayakan dengan makan-makan.[8] Karena para datu dipilih berdasarkan pengetahuan
terkait kitab-kitab, takhayul yang biasanya, pengetahuan ini hanya tersebar dikalangan para
kepala suku, maka biasanya para datu juga menjabat sebagai raja atau kepala suku dari desa
tersebut. Sekecil apapun keputusan ekonomis yang perlu diambil, bahkan seperti mengorbankan
hewan untuk acara, keputusan ini harus didiskusikan dengan datu setempat. Saat sebuah
keputusan ingin diambil, para datu akan membaca bukunya untuk menentukan tanggal baik
untuk melakukan kegiatan tersebut. Datu akan membuka parhalaan yang terdiri dari dua belas
garis horisontal yang melambangkan dua belas bulan dalam setahun. Selain itu, juga empat
garis diagonal yang tergambar tanda hieroglif yang melambangkan dua rasi bintang,
yaitu skorpio atau yang dikenal dengan nama "Bentang Hala" dan rasi bintang pleiades. Bentang
Hala terbagi menjadi empat bagian yang terbagi menjadi empat hari yang terdiri dari satu bagian
di kepala, dua bagian di tubuh dan satu bagian di ekor. Ketika hari jatuh pada bagian selain
tubuh, maka hari tesebut akan dinyatakan sebagai hari buruk. Selain perhalaan, datu memiliki
dua tongkat, yaitu tondung hujur dan tondung rangas berukuran empat kaki berbahan kayu
hitam yang keras dengan bagian kepala yang mengambarkan wajah hewan debngan beragam
tanda. Tanda-tanda di tongkat inilah yang digunakan untuk mencari barang yang hilang atau
dicuri. Datu juga menggunakan buku selain perhalaan, yaitu ati siporhas untuk menentukan
waktu menyerang musuh dan tali yang bernama rombu siporhas untuk menentukan kekuatan
musuh. Pada ritualnya, datu juga menggunakan jeroan ayam yang memberikan 77 tanda
berbeda, 70 tanda dari kapur tohor dan 73 tanda dari lemon yang dipotong.
Persembahan
Masyarakat Batak tidak memiliki ritual persembahan individu khusus dalam keadaan senang
kecuali dalam keadaan genting, terancam peperangan, kesialan atau dilanda penyakit. Ketika
hal ini terjadi mereka yang mengalami nasib buruk ini akan melakukan ritual persembahan
kepada roh nenek moyang dan dewa yang mereka sembah dengan meminta datu memimpin
akan membelah burung yang diberikan sebagai persembahan dan menyatakan bahwa si
pelapor harus melakukan persembahan atas kesalahan yang dilakukan nenek moyangnya yang
menyebabkan tragedi yang dia alami. Kemudian, datu akan memilih jenis hewan apa yang akan
dikorbankan sebagai persembahan tergantung masalah yang dihadapi setelah melihat buku
yang dia punya. Sang pelapor akan melakukan ritual makan besar terhadap hewan yang
dikorbankan selama tiga hari tiga malam dengan mengundang saudara dan teman-temannya.
Pada hari ketiga, saat mereka sedang menari-menari, salah satu dari mereka akan kerasukan
roh leluhur karena tertarik suara gong yang dibunyikan. Orang tersebut akan diberikan
persembahan dan akan makan dan minum dengan lahap.
Budaya Kelahiran
Kelahiran menentukan kedudukan seseorang pada sistem kemasyarakatan Batak Toba. Nilai
budaya Batak Toba yang menjadi sumber sikap perilaku sehari-hari dalam kehidupannya
terikat pada sistem kekerabatan Batak Toba itu sendiri. Kekerabatan itu sendiri sangat erat
dengan kelahiran, dan kelahiran itu menumbuhkan kekerabatan baik secara vertikal maupun
secara horizontal. Karena tingginya nilai yang terdapat pada kekerabatan itu maka Batak
Toba beridentitas pada marga dan garis keturunan yang disebut Tarombo atau Silsilah.
Semua Suku Batak toba sangat menghargai marga dan silisilahnya. Salah satu upacara adat
masyarakat Batak Toba dalam menyambut kelahiran anak adalah tradisi “Mamoholi”.
Tradisi Mamoholi merupakan tradisi manomu-nomu (menyambut kedatangan atau kelahiran
anak). Desa Onanrunggu II kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara adalah salah satu
desa yang masih melaksanakan dan melestarikan tradisi Mamoholi ini sampai saat ini.
Adapun prosesi adat yang dilaksanakan pada saat upacara adat Mamoholi yaitu: Pemberian
boras sipir ni tondi (beras penguat roh), sekarang lebih sering disebut dengan boras parbue
(beras buah kehidupan),Mandok Hata (harfiah: berbicara), Pemberian Makanan adat (ikan
mas) dari pihak hula-hula/tulang serta makanan lainnya yang disebut Aek ni Unte (air asam)
yaitu makanan berupa sayuran bersantan yang diberi asam dan daging ayam (bangun-
bangun), Pemberian Ulos parompa, Pemberian makanan adat (lomok-lomok lengkap dengan
namargoar) dari keluarga pihak paranak (kelurga dari ayah anak yang lahir tersebut) kepada
pihak hula-hula/tulang atau pemberian tudu-tudu sipanganon (penanda jamuan), Makan
bersama, Pembagian Jambar.
Unjuk: ritus perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan semua prosedur adat Batak Dalihan
Na Tolu. Inilah yang disebut sebagai tata upacara ritus perkawinan biasa (unjuk);
Mangadati: ritus perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan adat Batak Dalihan Na
Tolu, sehingga pasangan yang bersangkutan mangalua atau kawin lari, tetapi ritusnya
sendiri dilakukan sebelum pasangan tersebut memiliki anak; dan
Pasahat sulang-sulang ni pahoppu : ritus perkawinan yang dilakukan di luar adat Batak
Dalihan Na Tolu, sehingga pasangan bersangkutan mangalua dan ritusnya diadakan setelah
memiliki anak.
tahapannya sebagai berikut: [1] Marpudun saut artinya merealisasikan apa yang
dikatakan dalam Paranak Hata, Marhusip, dan marhata sinamot. [2] Semua yang
dibicarakan pada ketiga tingkat pembicaraan sebelumnya dipudun (disimpulkan,
dirangkum) menjadi satu untuk selanjutnya disahkan oleh tua-tua adat. Itulah yang
dimaksud dengan dipudun saut. [3] Setelah semua itu diputuskan dan disahkan oleh
pihak paranak dan parboru, maka tahap selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni
sinamot (uang muka maskawin) kepada parboru sesuai dengan yang dibicarakan.
Setelah bohi ni sinamot sampai kepada parboru, barulah diadakan makan bersama
dan padalan jambar (pembagian jambar). [4] Dalam marpudun saut tidak ada
pembicaraan tawar-menawar sinamot, karena langsung diberitahukan kepada hadirin,
kemudian parsinabung parboru mengambil alih pembicaraan. Pariban adalah pihak
pertama yang diberi kesempatan untuk berbicara, disusul oleh simandokkon, pamarai,
dan terkahir oleh Tulang. Setelah selesai pembicaraan dengan si jalo todoan maka
keputusan parboru sudah selesai; selanjutnya keputusan itu disampaikan kepada
paranak untuk melaksanakan penyerahan bohi ni sinamot dan bohi ni sijalo todoan.
Sisanya akan diserahkan pada puncak acara, yakni pada saat upacara perkawinan
nanti.).
5. Marhata adat – yang terdiri dari tanggapan oleh parsinabung ni paranak; dilanjutkan
oleh parsinabung ni parboru; tanggapan parsinabung ni paranak, dan
tanggapan parsinabung ni parboru.
6. Pasahat sinamot dan todoan,
7. Mangulosi dan Padalan Olopolop.
8. Tangiang Parujungan - Doa penutup pertanda selesainya upacara perkawinan adat
Batak Toba.
Manulangi Natua-Tua
Kegiatan masyarakat Batak di dalam tatanan adat dan budaya adalah benar-
benar bagian dari hidup dan kehidupan mereka. Kegiatan tersebut dilakukan
dengan tetap memikirkan dan berlandaskan pada kelayakan dalam kewajaran
yang berpedoman pada adat dan kebiasaan masyarakat. Kegiatan tersebut
(tradisi dan upacara adat) di dalam kehidupan masyarakat Batak dianggap
memiliki makna dan diyakini oleh mereka yang melakukannya. Dari sekian
banyak kegiatan upacara dan acara adat Batak, yang masih sering
dilaksanakan ialah manulangi (menyuapi atau memberi makan). Upacara
manulangi ini dapat terjadi dalam beberapa konteks peristiwa. Misalnya,
seorang wanita yang hamil untuk pertama kali. Contoh lainnya ketika seorang
wanita sudah lama tidak melahirkan satu anak pun, pergi beserta suami dan
para kerabat ke rumah orangtuanya untuk manulangi dengan tujuan supaya ia
diberkati dan melahirkan anak. Upacara adatmanulangi ini juga dapat
dilakukan kepada seorang ayah atau ibu yang sudah tua (manulangi natua-
tua) untuk memohon atau meminta berkat darinya.